Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

Ensepalopati

hipertensi

merupakan

istilah

yang

diperkenalkan

oleh

Oppenheimer dan Fishberg dalam praktik kedokteran pada tahun 1928, untuk menjelaskan perubahan yang terjadi pada tingkat otak saat peningkatan tekanan darah mengalami vaskulopati hipertensi yang mengarah ke edem intraserebral. Gejala tersebut bersifat reversible selama ditangani. Ensefalopati hipertensi menggambarkan keadaan ensefalopati dalam hubungannya dengan hipertensi maligna oleh karena kenaikan tekanan darah yang menyebabkan hipertensi vaskulopati dan edema intraserebral. 1 Hipertensi terdiri dari hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi. Peningkatan tekanan darah secara mendadak tanpa menyebabkan kerusakan organ sasaran disebut hipertensi urgensi. Sedangkan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik secara mendadak yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran dikenal sebagai hipertensi emergensi. Dalam hal ini organ sasaran antara lain otak, ginjal, jantung, mata, dan pembuluh darah, oleh karena itu orang dengan tekanan darah tinggi memiliki resiko terhadap penyakit cardiovaskular, cerebrovaskular, ginjal, dan gangguan pada penglihatan. 2,3 Di Amerika, 60 juta orang menderita hipertensi, sekitar 1% berkembang menjadi hipertensi emergensi. Morbiditas dan mortalitasnya berhubungan dengan ensefalopati hipertensi, terkait derajat dari kerusakan organ. Tanpa adanya tindakan,

mortalitas 6 bulan kemudian menjadi 50%, dan meningkat menjadi 90% pada 1 tahun kemudian.4 Otak merupakan organ vital yang memiliki kebutuhan akan oksigen yang tinggi. Apabila terjadi gangguan sirkulasi yang mengangkut oksigen ke otak maka dapat terjadi kerusakan pada otak yang dapat bersifat permanen jika tidak ditangani dengan segera. Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada otak oleh karena kenaikan tekanan darah secara mendadak yang melampaui kemampuan autoregulasi otak. Hal ini dikenal dengan ensefalopati hipertensi. 5,6,7 Berikutnya akan dibahas secara lebih mendalam mengenai ensefalopati hipertensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Ensefalopati hipertensi adalah sindrom klinik akut reversibel yang

dicetuskan oleh kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui batas autoregulasi otak. Ensefalopati hipertensi dapat terjadi pada normotensi yang tekanan darahnya mendadak naik menjadi 160/100 mmHg. Sebaliknya mungkin belum terjadi pada penderita hipertensi kronik meskipun tekanan arteri rata-rata mencapai 200 atau 225 mmHg. 4 Ensefalopati hipertensi merupakan sindromk klinis-radiografi dari etiologi yang beragam yang terjadi pada 16% pasien dengan krisis hipertensi. Ensefalopati hipertensi merupakan hasil dari peningkatana tekanan darah akut yang mencapai batas atas autoregulasi serebral.8 Ensefalopati hipertensi merupakan komplikasi neurologi yang

diakibatkan peningkatan mendadak tekanan darah dan digolongkan dalam hipertensi emergensi. Ensefalopati hipertensi dapat didefinisikan sebagai sindrom serebral akut yang terjadi sebagai hasil kegagalan autoregulasi vaskular serebral, meningkat pada penghancuran sawar darah otak dan edem serebral. Mekanisme pasti yang menyebabkan hilangnya fungsi endothelial belum diketahui.10

B. Epidemiologi Sekitar 2030 % orang dewasa di negara berkembang menderita hipertensi. Tekanan darah meningkat sesuai bertambahnya usia, dan hipertensi lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita, terutama kelompok usia muda dan paruh baya.
9

Di Amerika, 60 juta orang menderita hipertensi, sekitar 1%

berkembang menjadi hipertensi emergensi. Ensefalopati hipertensi kebanyakan diderita pada usia paruh baya, yang mempunyai riwayat hipertensi jangka panjang. Frekuensi ensefalopati hipertensi lebih sering terjadi pada etnis kulit hitam.4

C. Etiologi Adapun etiologi dari ensefalopati hipertensi disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2.1 Penyebab ensefalopati hipertensi 10

D. Patofisiologi Secara fisiologis peningkatan tekanan darah akan mengaktivasi regulasi mikrosirkulasi di otak (respon vasokontriksi terhadap distensi dinding endotel). Aliran darah otak tetap konstan selama perfusi aliran darah otak berkisar 60 120 mmHg. Ketika tekanan darah meningkat secara tiba-tiba, maka akan terjadi vasokontriksi dan vasodilatasi dari arteriol otak yang mengakibatkan kerusakan endotel, ekstravasasi protein plasma, edema serebral. Jika peningkatan tekanan darah terjadi secara persisten sampai ke hipertensi maligna maka dapat menyebabkan nekrosis fibrinoid pada arteriol dan gangguan pada sirkulasi eritrosit dalam pembuluh darah yang mengakibatkan deposit fibrin dalam pembuluh darah (anemia hemolitik mikroangiopati).1 Berikut teori-teori mengenai ensefalopati hipertensi: 1. Reaksi autoregulasi yang berlebihan (the overregulation theory of hypertensive encephalopathy) Kenaikan tekanan darah yang mendadak menimbulkan reaksi vasospasme arteriol yang hebat disertai penurunan aliran darah otak dan iskemi. Vasospasme dan iskemi akan menyebabkan peningkatan

permeabilitas kapiler, nekrosis, fibrinoid, dan perdarahan kapiler yang selanjutnya mengakibatkan kegagalan sawar darah otak sehingga dapat timbul edema otak. 5

2.

Kegagalan

autoregulasi

(the

breakthrough

theory

of

hypertensive

encephalopathy) Tekanan darah tinggi yang melampaui batas regulasi dan mendadak menyebabkan kegagalan autoregulasi sehingga tidak terjadi vasokonstriksi tetapi justru vasodilatasi. Vasodilatasi awalnya terjadi secara segmental (sausage string pattern), tetapi akhirnya menjadi difus. Permeabilitas segmen endotel yang dilatasi terganggu sehingga menyebabkan ekstravasasi komponen plasma yang akhirnya menimbulkan edema otak 5. Bagan 2.1. Patofisiologi Ensefalopati Hipertensi akibat Reaksi Autoregulasi yang Berlebihan
Blood pressure

Intense reflex cerebral vasoconstriction (Exaggerated autoregulation)

Cerebral blood flow

Focal cerebral ischemia - Transient focal deficits - Focal seizure

Vessel wall ischemia

Global cerebral ischemia

Arteriolar and capillary damage

Localized cerebral edema

Petechial hemorrhages

Bagan 2.2. Patofisiologi Ensefalopati Hipertensi akibat kegagalan Autoregulasi

Blood pressure

Failure of autoregulation

Forced vasodilatation

Endothelial permeability

- Hyperperfusion - capillary hydrostatic pressure

Cerebral edema

Hypertensive encephalopathy (headache, nausea, vomiting, altered mental status, convulsion)

Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila Mean Arterial Pressure (MAP) 120 mmHg 160 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 120 mmHg. Pada keadaan hiperkapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja dari tekanan darah menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya edema otak.7 Patofisiologi ensefalopati hipertensi masih diperdebatkan. Salah satu teori menyebutkan tekanan darah sistemik mempengaruhi kemampuan sistem autoregulasi serebral, berupa vasospasme, yang menyebabkan iskemik dan edem

sitotoksik, terutama pada daerah border-zone arterial. Vasospasme diperantarai oleh neuropeptida seperti endothelin atau ketidakseimbangan relative dari eicosanoids seperti thromboxane dan prostaglandin E. Teori lain, tekanan darah sistemik mempengaruhi kemampuan autoregulasi serebral, terjadi vasodilatasi arteriol serebral. Distensi berlebihan yang terjadi secara pasif ini memicu ekstravasai protein dan cairan ke ruang interstitial, menyebabkan edem vasogenik yang mempengaruhi distribusi vascular perifer. Berikut ilustrasi patofisiologi terjadinya ensefalopati hipertensi.10

Gambar 2.1 autoregulasi serebral berupa vasospasme 10

Gambar 2.2 Autoregulasi serebral berupa overdistention arteriol 10 8

Gambar 2.3 Dua hipotesis utama patofisiologi ensefalopati hipertensi 10 Pada kondisi normotensi, aliran darah otak tidak mengalami perubahan, yakni nilai MAP antara 70-150 mmHg. Pada kondisi hipertensi batasan MAP berubah ke tingkat yang lebih tinggi (110 dan 180 mmHg). 12 Faktor yang menyebabkan terjadinya hipertensi urgensi atau emergensi masih belum diketahui secara pasti. Hal ini dihubungkan dengan agen vasokonstriktor seperti norepinefrin, angiotensi II, vasopressin atau

endotelin.angiotensin II memiliki efek toksik terhadap dinding pembuluh darah.6

Gambar 2.4 Autoregulasi pada individu normotensi dan dan hipertensi kronik 12

E. Manifestasi Klinis Onset gejala biasanya lambat, dengan progres neurologis lebih 24-48 jam. Sakit kepala berat, pandangan kabur, mual, muntah, penurunan kesadaran (bingung sampai koma), dan tanda neurologis nonfokal (nistagmus) merupakan manifestasi ensefalopati hipertensi. Jika hipertensi tidak dikontrol secara cepat, dapat menyebabkan hal yang fatal dalam waktu yang singkat. Manifestasinya dapat terjadi pada multiorgan: retinopati dengan papil edem, angina tidak stabil, infark miokardial, insufisiensi kardiak akut, diseksi aorta, gagal ginjal dengan oliguria atau hematuria.1 Ensefalopati hipertensi merupakan suatu sindrom hipertensi berat yang dikaitkan dengan ditemukannya nyeri kepala hebat, mual, muntah, gangguan penglihatan, confusion, pingsan sampai koma. Onset gejala biasanya berlangsung

10

perlahan, dengan progresi sekitar 24-48 jam. Gejala-gejala gangguan otak yang difus dapat berupa defisit neurologis fokal, tanda-tanda lateralisasi yang bersifat reversibel maupun irreversibel yang mengarah ke perdarahan otak atau stroke. Microinfark dan peteki pada salah satu bagian otak jarang dapat menyebabkan hemiparesis ringan, afasia atau gangguan penglihatan. Manifestasi neurologis berat muncul jika telah terjadi hipertensi maligna atau tekanan diastolik >125mmHg disertai perdarahan retina, eksudat, papiledema, gangguan pada jantung dan ginjal.11 Secara klinis, ensefalopati hipertensi digambarkan dengan status mentalis letargis yang akut atau subakut, bingung, sakit kepala, gangguan penglihatan (termasuk kebutaan), dan kejang. Ensefalopati dapat terjadi dengan atau tanpa proteinuria dan retinopati hipertensi. Kejang dapat terjadi fokal maupun general atau kejang fokal yang diikuti kejang general tonik klonik. Jika tidak ditangani secara adekuat ensefalopat hipertensi dapat berkembang menjadi perdarahan otak, coma, bahkan sampai kematian.9 F. Diagnosis Dalam menegakkan diagnosis ensefalopati hipertensi, maka pada pasien dengan peningkatan tekanan darah perlu diidentifikasi jenis hipertensinya, apakah hipertensi urgensi atau hipertensi emergensi. Hal ini dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui tanda dan gejala kerusakan target organ terutama di otak seperti adanya nyeri kepala hebat, mual, muntah, penglihatan kabur, penurunan kesadaran, kejang, riwayat hipertensi sebelumnya,

11

penyakit ginjal, penggunaan obat-obatan, dan sebagainya. Selain itu dapat dilakukan funduskopi untuk melihat ada tidaknya perdarahan retina dan papil edema sebagai tanda peningkatan tekanan intra kranial. Penilaian kardiovaskular juga perlu dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya distensi vena jugular atau crackles pada paru. Urinalisis dan pemeriksaan darah untuk mengetahui kerusakan fungsi ginjal (peningkatan BUN dan kreatinin).6 Pemeriksaan CT scan atau MRI kepala dapat menunjukkan adanya edema pada bagian otak dan ada tidaknya perdarahan. Edema otak biasanya terdapat pada bagian posterior otak namun dapat juga pada batang otak.11 Neuroimaging merupakan hal yang penting untuk diagnosis ensefalopati hipertensi. Temuan khas berupa lesi pada white matter yang simetris pada hemisfer posterior serebral, terutama regio parieto-occipital. Abnormalitas neuroradiografi pada ensefalopati hipertensi sering tampak pada CT scans, tapi gambaran terbaik dapat dilihat pada MRI.8 Kebanyakan ditemukan edem pada substansia alba pada porsio posterior otak, terutama pada bagian oksipital dan parietal. Bahkan, pernah dilaporkan edem substansia alba pada bagian korteks postfrontal, subkotikal, batang otak, ganglia basalis, dan serebelum.15 Alasan mengapa sering terjadi edem pada bagian posterior otak karena daerah ini relatif kekurangan inervasi simpatetik vaskular dibanding arteri basilaris dan pembuluh darah meningkat dari daerah ini.6

12

Gambaran elekroensefalogram (EEG) menunjukkan adanya perlambatan gelombang dan perubahan pola epileptic serta hilangnya ritme alfa pada bagian posterior, sesuai dengan temuan pada neuroimaging.

Gambar 2.5 Gambaran CT Scan (kanan) dan MRI (kiri) kepala pada wanita 55 tahun dengan Ensefalopati Hipertensi dan kejang menunjukkan adanya lesi white matter yang terkonsentrasi pada bagian posterior otak.11 Diagnosis banding ensefalopati hipertensi antara lain:1 a. Stroke iskemik atau hemoragik b. Stroke trombotik akut c. Perdarahan intracranial d. Encephalitis e. Hipertensi intracranial f. Lesi massa SSP

13

g. Kondisi lain yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah atau yang memiliki gejala serupa. Membaiknya gejala klinis dan peningkatan status mental setelah tekanan darah terkontrol merupakan karakteristik untuk mendiagnosis dan membedakan ensefalopati hipertensi dari penyakit-penyakit di atas. 5 G. Tatalaksana Berikut terapi farmakologi untuk penangan kegawatan akibat hipertensi, termasuk ensefalopati hipertensi. 12

14

Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi, ditaksir bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% dibawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan krisis hipertensi, pengurangan MAP sebanyak 2025% dalam beberapa menit/jam, tergantung dari apakah emergensi atau urgensi penurunan TD pada penderita aorta diseksi akut ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 1530 menit dan bisa lebir rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan TD 25% dalam 23 jam. Untuk pasien dengan infark cerebri akut ataupun pendarahan intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih lambat (6 12 jam) dan harus dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 180/100 mmHg.7 Penurunan tekanan darah arterial, sesuai dengan tingkatan tekanan darah pasien terutama yang berhubungan dengan kejadian neurologis, harus dilakukan dengan monitoring secara tetap dan titrasi obat, tekanan darah arterial diukur dengan kateterisasi jika memungkinkan. Terapi ini bertujuan untuk menurunkan tekanan darah arterial sebesar 25% selama 1-2 jam dan tekanan darah diastolic ke 100-110 mmHg. Jika dengan penurunan tekanan darah arterial memperburuk keadaan neurologis, maka harus dipertimbangkan kembali rencana

pengobatannya. Untuk obat anti hipertensi intravena yang bekerja cepat hanya labetalol, sodium nitroprusside dan phenoldopam (pada gagal ginjal) sudah terbukti efektif pada ensefalopati hipertensi.12 Pada pasien dengan tekanan darah diastolik > 109mmHg tanpa kerusakan organ akut (hipertensi urgensi), tekanan darah diturunkan secara bertahap selama 15

lebih 2448 jam, dengan menggunakan obat oral. Penurunan secara cepat akan meningkatkan morbiditas. Pada pasien dengan hipertensi disertai kerusakan organ (hipertensi emergensi) seperti ensepalopati hipertensi, penurunan tekanan darah dilakukan cepat tetapi terkontrol untuk mencegah kerusakan organ lebih lanjut. Bagaimanapun, tekanan darah tidak harus diturunkan sampai normal.14 Obat-obatan yang digunakan pada ensefalopati hipertensi harus memiliki sedikit atau tidak ada pengaruh menrugikan terhadap sistem saraf pusat. Obatobatan yang tidak boleh diberikan termasuk clonidine, reserpine, and methyldopa. Meskipun pengaruh kuat diazoxide belum jelas, obat ini tidak digunakan karena berpengaruh besar terhadap penurunan aliran darah otak. Obatobatan yang dipakai terdiri dari labetalol, nicardipine, dan esmolol.4 Nicardipine merupakan turunan calcium channel blocker;

dihydropyridine generasi kedua, yang merupakan vasodilatoy kuat dan selektif terhadap vascular otak. Obat ini juga mampu meningkarkan stroke volume dan aliran darah koroner.4 Nicardipine dalam dosis bolus 5-15 mg/h IV dan dosis maintenance 3-5 mg/h dapat juga digunakan. Nifedipine sublingual, clonidine, diazoxide, atau hydralazine intravena tidak direkomendasikan karena dapat mempengaruhi penurunan yang tidak terkontrol dari tekanan darah arterial yang mengakibatkan iskemi cerebral dan renal.12 Labetalol adalah suatu beta adrenergic blockers, menurunkan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah orak. Sering digunakan sebagai initial therapy. Karena bersifat nonselective beta-blocking, labetalol tidak boleh diberikan pada penderita penyakit saluran nafas reaktif dan syok kardiogenik.4 16

Dosis inisial alah 20 mg dosis bolus, kemudian 20-80 mg dosis intravena setiap 10 menit sampai tekanan darah yang diinginkan atau total dosis sebesar 300 mg tercapai.12 Sodium nitroprusside, sebuah vasodilator, memiliki onset yang cepat (hitungan detik) dan durasi yang singkat dalam bekerja (1-2 menit). Bagaimanapun, ini dapat mempengaruhi suatu venodilatasi cerebral yang penting dengan kemungkinan menghasilkan peningkatan aliran darah otak dan hipertensi intracranial. Dosis inisial 0,3-0,5 mcg/kg/min IV, sesuaikan dengan kecepatan tetesan infus sampai target efek yang diharapkan tercapi dengan dosis rata-rata 1-6 mcg/kg/min.12 Pengobatan yang tepat pada kasus ensefalopati hipertensi terdiri dari labetalol, enalaprilat, nicardipine, urapidil, hydralazine. Meskipun sodium nitroprussiate mungkin dapat meningkatkan tekanan intracranial, banyak ahli masih menggunakan sebagai terapi. Pada kasus ini, penggunaan Clonidine tidak dianjurkan karena menekan system saraf pusat.12 Penurunan tekanan darah pada pasien stroke iskemik dapat menurunkan aliran darah otak, di mana hal tersebut mengganggu autoregulasi yang dapat menyebabkan ischemic injury. Menurut The American Stroke Association and the European Stroke Initiative guidelines merekomendasikan penggunaan antihipertensi untuk stroke iskemik akut dengan kondisi adanya kerusakan organ di luar otak, atau jika tekanan darah sangat tinggi; tekanan darah sistol > 220 mmHg atau diastol >120 mmHg berdasarkan batas teratas normal autoregulation. The American Heart Association guidelines terbaru merekomendasikan labetalol 17

atau nicardipine jika tekanan darah sistolik >200 mmHg atau diastol 121 sampai 140 mmHg, and nitroprusside pada tekanan darah diastol > 140 mmHg. Hal ini didasarkan bahwa nitroprusside bukan pilihan yang tepat pada kondisi patologis intracranial. Bagaimanapun, penurunan bertahap tekanan darah sistemik akan menyesuaikan dengan perfusi serebral.13 . H. Prognosis Pada penderita ensefalopati hipertensi, jika tekanan darah tidak segera diturunkan, maka penderita akan jatuh dalam koma dan meninggal dalam beberapa jam. Sebaliknya apabila tekanan darah diturunkan secepatnya secara dini prognosis umumnya baik dan tidak menimbulkan gejala sisa. 4 Morbiditas dan mortalitasnya berhubungan dengan ensefalopati

hipertensi, terkait derajat dari kerusakan organ. Tanpa adanya tindakan, mortalitas 6 bulan kemudian menjadi 50%, dan meningkat menjadi 90% pada 1 tahun kemudian.4

18

BAB III PENUTUP

Ensefalopati hipertensi merupakan sindrom klinik akut reversibel yang dicetuskan oleh kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui batas autoregulasi otak Kejadian ensefalopati hipertensi merupakan keadaan gawat darurat yang memerlukan penanganan segera untuk mencegah terjadi kerusakan otak yang luas dan permanen. Kerusakan otak yang terjadi disebabkan oleh peningkatan tekanan darah secara mendadak yang melampaui autoregulasi otak, dalam hal ini terjadi respon vasokontriksi maupun vasodilatasi yang berakhir dengan edema serebri. Manifestasi klinik ensefalopati hipertensi ditandai dengan adanya nyeri kepala hebat, mual, muntah, penurunan kesadaran, kejang, adanya papiledema pada pemeriksaan funduskopi. Penanganan ensefalopati hipertensi dilakukan dengan menurunkan tekanan darah secepat mungkin sehingga gejala klinis dan status mental dapat membaik. Jika penanganan terlambat maka akan ada gejala sisa atau bahkan dapat menyebabkan kematian.

19

Anda mungkin juga menyukai