Anda di halaman 1dari 18

Kontradiksi Solo sebagai Kota Layak Anak dengan Anak Jalanan sebagai Korban Eksploitasi Orang Tua

Anggota :
Choirun Nisa Dwi Yanti Sarwo Rini Gabby Kumala Sari D0311015 D0311025 D0311033 (085647095103) (085727388966) (085742911939)

JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

A. Latar Belakang Solo merupakan salah satu kota yang berkomitmen mewujudkan kota solo sebagai kota layak anak. Pemerintahan daerah terus berbenah mewujudkan kota layak anak 2014. Dalam melakukan pembenahan kota layak anak yang di lakukan oleh pemerintah kota surakarta adalah dengan melakukan penertiban anak jalanan, pemenuhan hak anak, iklan merokok yang berda di dekat tempat belajar anak, serta melakukan wajib belajar pukul 19.00-21.00. Menurut undang-undang perlindungan anak tahun 2002 pasal 1 Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Ini berarti bahwa anak yang belum genap berusia 18 tahun menjadi tanggungan kedua orang tuanya. Dan masih mendapatkan hak anak. Setiap anak mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan dalam undang-undang perlindungan anak tahun 2002 pasal 1 yang dimaksud dengan perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Karena anak merupakan masa depan bangsa keberadaannya harus dilindungi karena masa depan bangsa itu berada di tangan anak. Anak harus mendapatkan pelayanan suapaya dia bisa tumbuh kembang untuk mewujudkan cita-citanya. Namun pada kenyataannya masih ada anak yang di bawah umur yang bekerja. Di kota Surakarta sendiri masih banyak anak yang di bawah umur yang bekerja sebagai pengemis dan pengamen. Sebagai contoh yang sering terdapat pengemis atau pengamen anak adalah di Perempatan Panggung. Anak-anakini sering dijumpai ketika siang hari, umumnya mereka mulai ada ketika selesai pulang sekolah, ada juga mereka yang bekerja ketika pagi hari sebelum sekolah. Karena mereka sebagian besar masih sekolah. Ironis memang disaat Kota Solo sedang gencar-gencarnya melakukan pembenahan untuk mewujudkan kota layak anak 2014, yang telah dilakukan sejak tahun 2011. Namun saat ini masalah anak jalanan masih belum tersentuh. Memang Solo juga melakukan pembenahan untuk mewujudkan Solo menjadi kota layak, namun di sisi lain sampai saat ini masih banyak anak yang menjadi anak jalanan, memang sebagian dari anak jalanan ikut dalam pembinaan sebuah Lembaga

SwadayaMasyarakat Seroja. Tetapi hal ini belum efektif karena masih ada beberapa anak yang belum mengetahui Seroja. Dalam tulisan kali ini akan membahas tentang faktor penyebab mereka menjadi anak jalanan. Fenomena yang kini tidak asing lagi yang mana seharusnya orang tua melindungi anak dan memenuhi kebutuhan anak justru malahan membiarkan anak menjadi anak jalanan. Dan disaat usaha Kota Solo dalam mewujudkan Solo sebagai kota layak anak. Hal ini merupakan perilaku menyimpang karena mengeksploitasi anak dibawah umur. Apalagi ketika saat ini kota Solo sedang gencar-gencarnya melakukan pembenahan untuk menjadi kota layak anak namun disisi lain kasus eksploitasi anak dibawah umur masih terjadi. Sebenarnya orang tua juga tidak ingin anaknya menjadi anak jalanan namun lagi-lagi karena faktor ekonomi yang menjadikan anak jalanan hilang haknya dan menjadi anak jalanan. B. Teori Berikut ini adalah pengertian dari anak jalanan yang diambil dari wikipedia . Anak jalanan adalah Anak jalanan atau sering disingkat Anjal adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Di tengah ketiadaan pengertian untuk anak jalanan, dapat ditemui adanya pengelompokan anak jalanan berdasar hubungan mereka dengan keluarga. Pada mulanya ada dua kategori anak jalanan, yaitu anak-anak yang turun ke jalanan dan anak-anak yang ada di jalanan. Namun pada perkembangannya ada penambahan kategori, yaitu anak-anak dari keluarga yang ada di jalanan. Pengertian untuk kategori pertama adalah anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua kelompok anak jalanan dalam kategori ini, yaitu anak-anak yang tinggal bersama orangtuanya dan senantiasa pulang ke rumah setiap hari, dan anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal di jalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang baik berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin. Kategori kedua adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan orangtua atau keluarganya. Kategori ketiga adalah anak-anak yang

menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya juga di jalanan. Kategori keempat adalah anak berusia 5-17 tahun yang rentan bekerja di jalanan, anak yang bekerja dijalanan, dan/atau yang bekerja dan hidup dijalanan yang menghabiskan sebagaian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari. Ada beberapa teori yang digunakan dalam menganalisa permasalahan tersebut yaitu : 1. Teori kontrol sosial yang dikemukakan oleh Reiss, ia menjelaskan terdapat tiga komponen dari kontrol sosial untuk mengetahui lebih dalam mengenai penyimpangan sosial yang dilakukan oleh anak anak, antara lain : a. Kurangnya kontrol internal yang wajar selama masa anak-anak. b. Hilangnnya kontrol tersebut. c. Tidak adanya norma-norma sosial atau konflik antara norma-norma dimaksud (di sekolah- orang tua, atau lingkungan dekat). Reiss membedakan dua macam kontrol, yaitu : personal control dan social control. Yang dimaksud dengan personal control (internal control) adalah kemampuan seseorang untuk menahan diri untuk tidak mencapai kebutuhanannya dengan cara melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat, yang dimaksud dengan social control atau kontrol eksternal adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga-lembaga di masyarakat untuk melaksanakan norma-norma atau peraturan menjadi efektif.Penyimpangan sosial yang dilakukan oleh anak anak disini dalam pengertian beberapa anak melakukan suatu tindak penyimpangan yakni mengamen di jalan raya, yang lokasinya di sekitar perempatan panggung, Jebres, Surakarta. Hal seperti ini dapat terjadi dikarenakan kurangnya kontrol internal dari keluarga maupun kontrol sosial dari masyarakat. 2. Teori selanjutnya yakni tentang self concept yang dikemukakan oleh Charles H. Cooley, teori ini menjelaskan bahwa seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Begitu juga dengan apa yang terjadi pada anak anak jalanan, mereka tumbuh disekitar orang orang yang tidak memiliki

norma yang sempurna sehingga mereka anak jalanan akan menjadi seperti orang dengan siapa mereka sering berinteraksi. 3. Teori berikutnya berasal dari pendapat M. Polak, ia menyatakan bahwa keluarga merupakan alat memproduksi kepribadian yang berkorelasi fungsional dengan struktur masyarakat tertentu. Sehingga hubungan keluarga dan masyarakat timbal-balik. (Masyarakat mempengaruhi keluarga, dan keluarga mempertahankan struktur dan nilai-nilai dalam masyarakat). 4. Ernest Begel : Keluarga adalah sebagai kesatuan interaksi kepribadian. 5. Teori Family Dis Organization oleh Emile Durkheim yang menyatakan : Keluarga merupakan basis dari kesatuan biologis dan sosial dari suatu masyarakat, yang biasanya dibangun oleh dua orang yang berlainan jenis untuk mendapat kebahagian. Maka dalam keluarga berfungsi : a. Sebagai medium terselenggaranya hubungan kemanusiaan yang karib, karena : o Keluarga diawali rasa kasih sayang suami istri yang kemudian berkembang menjadi kasih sayang orang tua dan anak. o Keluarga adalah primery group. b. Keluarga adalah sebagai medium pembentukan kepribadian, yaitu orang tua meletakkan dasar-dasar kepribadian pada anak-anaknya yang akan dijadikan landasan berpijak pada kehidupan sosialnya. (Hubungan keluarga dan masyarakat erat. Dari beberapa teori di atas keluarga merupakan media yang paling menentukan pembentukan kepribadian anak ketika dewasa nanti. Dalam masalah anak jalanan ini keluarga yang berfungsi sebagai agen sosialisasi tidak berperan secara maksimal, oleh karena itu kepribadian yang terbentuk merupakan kepribadian yang tidak lazim di masyarakat, yakni kepribadian yang berkeinginan sebagai seorang anak jalanan.

C. Pembahasan Anak jalanan dalam pengertian sosiologis tidak harus merupakan produk dari kondisi kemiskinan tetapi merupakan akibat dari kondisi keluarga yang tidak cocok bagi perkembangan si anak, misalnya produk keluarga broken home, orang tua yang terlalu sibuk sehingga kurang memperhatikan kebutuhan si anak, tidak ada kasih sayang yang dirasakan anak. Ketidak kondusifan tersebut memicu anak untuk mencari kehidupan di luar rumah, apa yang tidak ia temukan dalam lingkungan keluarga. Mereka hidup di jalanan dengan melakukan aktifitas yang dipandang negatif oleh norma-norma masyarakat. Kondisi keberadaan anak jalanan di Solo dapat diketahui melalui pengamatan yang telah kami lakukan pada hari Kamis, 4 April 2013 di Perempatan Lampu Merah Panggung, Jebres, Surakarta. Kehidupanekonomi keluarga merupakan salah satu faktor penyebab seorang anak turun ke jalan untuk bekerja. Kebutuhan hidup yang semakin meningkat diiringi dengan harga-harga yang semakin melambung tinggi sedangkan pendapatan yang minim menyebabkan anak-anak ini turun ke jalan untuk membantu orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti yang diungkapkan oleh Priyono (12), dia mengaku sudah satu tahun mengemis dengan alasan agar tidak merepotkan orang tua, sementara ayahnya bekerja sebagai kuli bangunan dengan penghasilan yang kecil dan ibunya yang tidak bekerja dan masih harus memenuhi kebutuhan bagi anak-anaknya yang lain. Dalam sehari ia bisa mendapatkan uang 15 ribu selama 2 jam mengamen hanya pada sore hari, karena saat pagi hingga siang dia harus sekolah. Ia saat ini duduk di kelas 6 SD, LSM Seroja yang pada awalnya hanya diajak oleh teman-teman sebayanya. Di sana mereka diajarkan pendidikan akademis maupun non akademis, mereka diajarkan banyak ketrampilan mulai dari menyanyi dan menghasilkan suatu

barang. Uang yang dihasilkan dari mengemis dipakai untuk membeli makan, jika tersisa uang itu ditabungkan agar bisa digunakan untuk membeli apa yang dia inginkan. Keinginannya saat ini adalah bisa membeli rumah. Priyono yang bercita-cita menjadi seorang guru ini mengaku senang menjadi pengemis jalanan karena dengan itu dia bisa mendapatkan banyak teman. Senada yang dikatakan oleh anak jalanan lainnya yaitu Laksma (14) ia mengemis dengan alasan agar tidak merepotkan orang tua. Sama halnya dengan Priyono, dia juga salah satu anak binaan LSM Seroja kelas 2 SMP, awalnya ia bersekolah di SMP Kristen 4 Surakarta dan sudah duduk di bangku kelas 3 SMP. Ia memutuskan untuk berhenti sekolah di sekolah lamanya dan lebih memilih untuk bersekolah di Seroja karena ajakan teman-temannya dan tidak dikenakannya biaya di lembaga tersebut. Bapak dan Ibunya bekerja sebagai penjual nasi soto di dekat rumahnya yaitu di Pasar Rejosari. Laksma adalah anak ke 5 dari 5 bersaudara, tiga diantara kakak-kakaknya sudah tidak bersekolah lagi hanya tersisa satu orang yang bersekolah di SMP 26 Surakarta kelas 3. Cita-citanya adalah menjadi seorang musisi terkenal seperti Iwan Fals. Dia sudah mulai mengemis sejak 5 bulan yang lalu, uang yang dihasilkannya untuk membeli makan dan sisanya ditabung untuk membeli motor. Serupa dengan pernyataan Bagus (15) asal Desa Ngemplak, Bibis. Tidak sama seperti Priyono dan Laksma yang notabene masih melajutkan pendidikannya di lembaga binaan Seroja, Bagus hanya menyelesaikan sekolahnya hingga lulus SD saja. Bukan karena keterbatasan ekonomi orang tuanya, melainkan karena keinginan dia untuk tidak melanjutkan sekolah karena malas dan bosan. Awalnya dia adalah pengamen di lampu merah daerah Ngemplak, lalu diajak temannya untuk mengamen dari Bus ke Bus rute Jebres-UNS. Ia mengaku sempat menjadi kernet Bus jurusan Solo-Jakarta dengan penghasilan 70 ribu rupiah pulang pergi. Ia mengamen dari bus ke bus dengan alasan ingin membantu kedua orang tuanya. Ayahnya tidak bekerja sedangkan ibunya hanya seorang penjaga toko sepatu dengan penghasilan per hari 10 ribu rupiah saja dan harus membiayai anak pertamanya yang masih bersekolah di SMK. Bagus adalah anak kedua dari empat bersaudara, ia masih mempunyai dua adik yang masih kecil. Dengan penghasilan 40-50 ribu per hari ia sudah bisa membelikan adik-adiknya pakaian bahkan ikut membantu membiayai kakaknya yang bersekolah dan juga membelikan kebutuhan pokok sehari-hari keluarganya, ia juga mempunyai

rencana untuk memasukkan adiknya ke Sekolah Dasar dengan uang hasil mengamennya. Cita-citanya adalah menjadi pemain sepak bola, setelah bekerja dari pagi hingga sore hari ia melanjutkan aktivitas seperti anak-anak lainnya yaitu bermain bola di kampungnya. Harapan terbesarnya saat ini adalah agar diterima bekerja di pabrik agar tidak mengamen lagi. Namun, ia mengaku sangat senang dan menikmati menjadi seorang pengamen baik itu di bus maupun di jalanan, tidak pernah ada yang melecehkannya hingga saat ini. Menjadi anak jalanan bukanlah sebuah pilihan mereka, melainkan tuntutan hidup. Keberadaan anak jalanan adalah fenomena tentang gambaran nyata kemiskinan suatu kota dan kemiskinan bangsa kita. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab munculnya fenomena anak jalanan, yaitu : a. Modernisasi, industrialisasi, migrasi dan urbanisasi menyebabkan terjadinya perubahan jumlah anggota keluarga dan gaya hidup yang membuat dukungan sosial dan perlindungan terhadap anak menjadi berkurang. b. Kekerasan dalam keluarga menjadi latar belakang penting penyebab anak keluar dari rumah dan umumnya terjadi dalam keluarga yang mengalami tekanan ekonomi dan jumlah anggota keluarga yang besar. c. Terkait permasalahan ekonomi sehingga anak terpaksa ikut membantu orang tua dengan bekerja di jalanan. d. Orang tua mengaryakan sebagai peran yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa. e. Adanya tekanan yang berlebihan dari orang tua yang menuntut anak untuk berbuat sesuatu tanpa diberikan keuntungan. Seperti tuntutan untuk selalu meraih prestasi di sekolah. f. Rasa frustasi karena selalu dibanding-bandingkan dengan anak lain. Hal ini menjadikan seorang anak tidak memiliki kepercayaan diri dan memilih untuk mencari komunitas yang mau menerima segala kekurangan mereka. g. Mencoba kehidupan baru. Usia anak banyak diwarnai dengan keinginan untuk selalu mencoba hal yang bersifat baru. Termasuk untuk melepaskan semua

tekanan dan ikatan selama berada di lingkungan formal rumah. Mereka ingin menikmati kebebasan mutlak dengan hidup di jalanan. Namun banyaknya anak jalanan yang menempati fasilitas-fasilitas umum di kota-kota, bukan melulu disebabkan oleh faktor penarik dari kota itu sendiri. Sebaliknya ada pula faktor-faktor pendorong yang menyebabkan anak-anak memilih hidup di jalan. Kehidupan rumah tangga asal anak tersebut merupakan salah satu faktor pendorong penting. Banyak anak jalanan yang berasal dari keluarga yang diwarnai dengan ketidakharmonisan, baik itu perceraian, percekcokan, hadirnya ayah atau ibu tiri. Hal ini kadang semakin diperparah oleh hadirnya kekerasan fisik atau emosional terhadap anak. Keadaan rumah tangga yang demikian sangat potensial untuk mendorong anak lain meninggalkan rumah. Faktor lain yang semakin menjadi alasan anak untuk lari adalah faktor ekonomi rumah tangga. Dengan keadaan seperti ini sangatlah mudah bagi anak untuk terjerumus ke jalan. Tidak adanya perlindungan orang dewasa ataupun perlindungan hukum terhadap anak-anak ini, menjadikan anak-anak tersebut rentan terhadap kekerasan, kekerasan bisa berasal dari sesama anak-anak itu sendiri atau dari orang-orang yang lebih dewasa menyalahgunakan mereka, ataupun dari aparat. Bentuk kekerasan bermacam-macam, muai dari dimintai uang, dipukuli, diperkosa, ataupun dirazia dan dijebloskan ke penjara. Namun, anak-anak itu sendiri juga berpotensi menjadi pelaku kekerasan atau tindak kriminal seperti mengompas teman-teman lain yang lebih lemah, pencurian kecil-kecilan dan perdagangan obat-obat terlarang. D. Solusi 1. Lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pinggiran (PPAP) Seroja sebagai Solusi untuk Mengatasi Masalah Anak Jalanan Konvensi hak anak-anak yang dicetuskan oleh PBB ( Convention on the Rights of the Child), sebagaimana telah diratifikasi dengan Keppres nomor 36 tahun 1990, menyatakan, bahwa karena belum matangnya fisik dan mental anak-anak, maka mereka memerlukan perhatian dan perlindungan. Anak jalanan adalah anak yang terkategori tak berdaya. Mereka merupakan korban berbagai penyimpangan dari oknum-oknum yang tak bertanggung jawab, yang salah satunya adalah orang tua mereka sendiri. Untuk itu, mereka perlu diberdayakan melalui demokratisasi,

pembangkitan ekonomi kerakyatan, keadilan dan penegakan hukum, partisipasi politik, serta pendidikan luar sekolah. Terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan baik dari pemerintah maupun swasta untuk mengurangi atau mengatasi masalah anak jalanan yang ada di kota Solo, salah satunya yakni dengan pendirian suatu pendidikan luar sekolah yang berbasis lembaga swadaya masyarakat sebagai tempat penampungan dan pelatihan bagi para anak jalanan yang putus sekolah. Di kota Surakarta sendiri saat ini sudah terdapat lembaga penampungan anak jalanan yang mengalami putus sekolah, yakni Lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pinggiran (PPAP) Seroja yang berlokasi di Jl. Kepuh No.44B, Petoran RT.02/08 Jebres, Surakarta. Sebagai lembaga swadaya masyarakat yang bertujuan untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi para anak jalanan di kota Solo, Lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pinggiran (PPAP) Seroja memiliki beberapa program yang disediakan antara lain : 1) Program Pendidikan, yang terdiri dari : a. Madrasah Keliling Madrasah Keliling merupakan sebuah konsep pembinaan berbasis teknologi yang dilakukan secara mobile (berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain). Kegiatan Madrasah Keliling dilakukan dengan mendatangi komunitas anak jalanan, daerahdaerah pinggiran (kantong miskin kota), dan pelosok-pelosok desa termasuk ke TPA-TPA yang ada di masjid-masjid, mengingat kegiatan-kegiatan keagamaan di banyak tempat dirasa berkurang kualitasnya. Madrasah keliling menggunakan sarana mobil yang berisi buku bacaan, VCD Pengetahuan, komputer dan perlengkapan pembinaan lainnya. Kegiatan yang sudah dilakukan oleh madrasah keliling meliputi : 1. Peminjaman buku bacaan 2. Bermain edukatif 3. Melihat VCD Pengetahuan 4. 5. Ceramah/penyuluhan/dongeng Olah raga PAUD merupakan pendidikan untuk anak usia 3 hingga 6 tahun. PAUD Seroja merupakan PAUD yang diperuntukkan bagi anak jalanan dan anak keluarga

b. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Seroja

miskin. Hal ini mengingat banyak anak-anak yang masih usia balita menjadi anak jalanan (mengemis atau mengamen). Sebagaimana kita pahami bersama bahwa pendidikan anak pada usia dini sangatlah penting, karena pada masa inilah sekitar 80% terjadi perkembangan otak. Anak lebih mudah menerima nilai-nilai dari luar. Demikian pula halnya bagi anak jalanan. Dengan memberikan pendidikan di usia dini kepada mereka diharapkan dapat membentuk landasan karakter, mental dan kepribadian yang baik dan kuat bagi mereka, sehingga kemudian ia memiliki kemauan yang keras untuk mengikuti proses-proses pendidikan di usia berikutnya. c. Pendidikan Perempuan Pendidikan kepada perempuan dampingan yang dilakukan Lembaga PPAP Seroja bertujuan selain meningkatkan pengetahuan dan kapasitas perempuan marginal juga mempersiapkan perempuan memiliki kemampuan mengasuh, membimbing dan mendidik dengan baik bagi anak-anaknya. Pendidikan perempuan ini dilakukan secara simultan dan kontinyu, yakni meliputi pendidikan : 1. Keaksaraan 2. Mental spiritual 3. Kesehatan keluarga dan lingkungan 4. Manajemen usaha dan keuangan 5. Pendidikan Anak Saat ini telah terbentuk 12 kelompok perempuan, yang masing-masing terdiri dari 10 hingga 50 orang tiap kelompok. d. Sekolah Kita Sekolah Kita merupakan sekolah yang khusus diberikan kepada anak jalanan. Sekolah ini merupakan sebuah bentuk kolaborasi antara Pendidikan Layanan Khusus dan Pendidikan Kesetaraan. Pendidikan Layanan Khusus merupakan pendidikan yang diberikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus, yang mana pendidikan yang diberikan 40% bersifat akademis dan 80% bersifat non akademis. Sementara ini karena Pendidikan Layanan Khusus belum bisa mengeluarkan ijazah, pelaksanaannya disesuaikan dengan Pendidikan Kesetaraan. Menyesuaikan dengan karakteristik anak jalanan yang sangat spesial, pendidikan untuk anak jalanan dituntut banyak melakukan variasi pembelajaran agar anak tetap bertahan

untuk mengikuti proses pendidikan. Diantaranya yang dilakukan adalah tempat belajar yang tidak monoton di satu tempat, sering mengadakan home visit, sering mengadakan outing class (seperti outbond, kunjungan ke pabrik, tempat wisata dll). Saat ini jumlah anak jalanan yang terdaftar di Sekolah untuk Anak Jalanan Seroja ini adalah 20 anak. e. Taman Baca Buku merupakan jendela ilmu. PPAP Seroja berusaha memfasilitasi kebutuhan ilmu dan pengetahuan melalui Taman Baca. Taman Baca Seroja yang merupakan perpustakaan yang berada di Sekolah untuk Anak Jalanan dan diupayakan juga ada di komunitas-komunitas dampingan atau di Taman Belajar Seroja. Taman Baca Seroja melayani peminjaman buku-buku bacaan kepada masyarakat khususnya kepada perempuan dan anak-anak. f. Training Kewirausahaan dan Life Skill Pelatihan ini ditujukan untuk membangun semangat dan jiwa kewirausahaan sehingga untuk perempuan yang belum memiliki ketrampilan, penghasilan yang jelas atau belum memiliki pekerjaan yang positif dapat membangun usaha mandiri. Pelatihan kewirausahaan diiringi dengan pelatihan life skills yang juga diperuntukkan kepada anak jalanan.Pelatihan tersebut antara lain : 1. Pelatihan membuat makanan layak jual 2. Pelatihan daur ulang plastik bekas 3. Pelatihan membuat sajadah kain flannel 4. Pelatihan ternak dan olah jamur 5. Pelatihan membuat kreasi kain perca 6. Pelatihan membuat aneka souvenir 7. Pelatihan membuat sandal g. Beasiswa Pendidikan Merupakan bantuan biaya pendidikan sekolah formal untuk anak marginal termasuk anak jalanan yang sekolah di sekolah formal. Bantuan biaya sekolah ini sangat mereka butuhkan mengingat biaya pendidikan masih dirasa berat bagi mereka, terutama untuk pendidikan menengah. Bantuan ini diberikan langsung melalui sekolah yang bersangkutan. Jumlahnya bervariasi sesuai dengan kebutuhan tiap anak dan kondisi dana yang ada.

h. Taman Belajar Taman Belajar Seroja merupakan kegiatan belajar yang diberikan di lokasilokasi dimana anak-anak marginal berada atau tinggal termasuk kepada anak jalanan yang tidak masuk di sekolah anak jalanan. Kegiatan belajar ini bersifat kelompok dan individual. Materi yang diberikan bervariasi seperti mental spiritual, pengetahuan dasar serta kecakapan hidup/lifeskill. Materi diberikan menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi anak. Untuk kegiatan yang bersifat individual berupa bimbingan konseling, mengingat anak-anak marginal banyak terlilit persoalan hidup.

i. Taman Gizi Merupakan kegiatan pemberian paket makanan dan minuman bergizi kepada anak-anak marginal termasuk kepada anak jalanan. Hal ini mengingat kebanyakan asupan gizi dari anak-anak marginal kurang. Ada beberapa anak yang kami jumpai divonis kurang gizi. Makanan bergizi diberikan baik pada saat kegiatan Taman Belajar di lokasi mereka tinggal, saat Madrasah Keliling maupun di sekolah untuk anak jalanan. Kadang juga diberikan pada event tertentu. Untuk saat ini kegiatan Taman Gizi belum dapat bersifat rutin, karena dana yang ada masih minim. 2) Program ekonomi, yang terdiri dari : a. Kewirausahaan Pelatihan ini ditujukan untuk membangun semangat dan jiwa kewirausahaan sehingga untuk perempuan yang belum memiliki ketrampilan, penghasilan yang jelas atau belum memiliki pekerjaan yang positif dapat membangun usaha mandiri. Pelatihan kewirausahaan diiringi dengan pelatihan life skills yang juga diperuntukkan kepada anak jalanan. Pelatihan tersebut antara lain : 1. Membuat ayam crispy 2. Daur ulang plastik bekas 3. Menjahit 4. Membuat telur asin asap 5. Membuat aneka souvenir

6. Membuat sandal 7. Sevis HP, laptop dll b. Pemberdayaan Ekonomi Pemberdayaan Ekonomi melalui Program Kredit Usaha Bersama (KUBE). Perempuan peserta yang belum memiliki penghasilan yang jelas atau belum memiliki pekerjaan positif akan didorong dan difasilitasi membentuk kelompok usaha bersama. Usaha yang akan dibangun sesuai dengan minat dan kemampuan/ skill dari mereka. KUBE ini juga merupakan tindak lanjut dari pelatihan kewirausahaan dan life skill. KUBE yang saat ini telah berjalan adalah usaha laundry, counter dan ayam crispy. KUBE-KUBE ini sekaligus sebagai sebuah workshop kewirausahaan. c. Kredit Mikro Perempuan dampingan yang tidak masuk dalam KUBE didorong untuk membangun usaha mandiri. Kendala yang sering mucul adalah persoalan modal. Perempuan peserta yang telah memiliki usaha kecil juga membutuhkan peningkatan modal. Untuk itu kredit mikro ini sangat dibutuhkan, mengingat selama ini mereka sering terjebak oleh rentenir yang banyak berkeliaran di lingkungan mereka.Sistem yang digunakan dalam Kredit Mikro ini adalah sistem Grameen Bank dengan prinsip utama : Berbasis kelompok/komunitas Tidak memberatkan (sistem bagi hasil)

3) Program Advokasi dan Pendampingan Kasus serta menikahkan secara sah pasangan yang belum menikah (kumpul kebo) Seringkali perempuan dan anak-anak marginal dililit persoalan hidup, tidak hanya masalah ekonomi. Lembaga PPAP Seroja juga berusaha melakukan advokasi kasus meskipun masih terbatas. Sebagai contoh yang sudah dilakukan adalah advokasi biaya rumah sakit (agar bisa bebas biaya), advokasi hukum untuk anak yang berhadapan dengan hukum, advokasi kasus traficking, pembuatan akta kelahiran dan administrasi kependudukan lain seperti juga mengadakan nikah massal/nikah gratis. 4) Program Rumah Asrama Perlindungan Merupakan tempat penampungan/pengasuhan bagi anak-anak yang membutuhkan perlindungan karena tidak memiliki tempat tinggal atau karena sedang

menghadapi kasus/persoalan hidup. Untuk program ini belum terlaksana dengan baik karena kendala tempat yang masih menyewa dan dana operasional juga belum optimal. Ke depan akan diupayakan dapat memiliki tempat sendiri yang lebih kondusif dan representatif, yang juga sekaligus sebagai lokasi Crisis Center. Program-program yang dimiliki oleh Lembaga PPAP Seroja yang berbasis pemberdayaan seperti yang telah disebutkan di atas merupakan program yang sangat sesuai diberikan kepada para anak jalanan. Pada dasarnya yang mereka butuhkan adalah bantuan yang bersifat jangka panjang sehingga kelak mereka bisa hidup mandiri dengan bekal yang telah dimiliki. Solusi kedua untuk mengatasi keberadaan anak-anak jalanan yang ada di Surakarta yakni segera disahkan dan diberlakukannya Rancangan Peraturan Daerah yang saat ini sedang dibahas Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Surakarta mengatur tentang Perlindungan anak, khususnya sanksi terhadap pelaku eksploitasi anak. Karena terdapat orang tua yang justru menggantungkan hidupnya dari penghasilan anaknya sebagai pengamen di jalanan karena rendahnya tingkat ekonomi yang dimiliki. Masalah mengenai eksploitasi anak ini sudah jelas tercantum dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 13 ayat (1)yang isinya Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: a. Diskriminasi b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual c. Penelantaran d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan e. Ketidakadilan f. Perlakuan salah lainnya. Kemudian dalam ayat (2) disebutkan pula apabila orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman. Namun sampai sekarang Peraturan Daerah mengenai sanksi pelaku eksploitasi anak masih sebatas rencana,

maka diharapkan segera untuk disahkan dan diberlakukan agar kesejahteraan sosial para anak jalanan di kota Surakarta dapat terjamin.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, program, [online], (www.seroja.org, diakses tanggal 6 April 2013) Budi Sarmun S,Lahirnya Raperda Perlindungan Anak : LSM Seroja Sesalkan Tak Adanya Sanksi Hukum, [online], (www.suaramerdeka.com, diakses tanggal 6 April 2013). Moch. Maulana Syahruddin, Faktor-Faktor yang Menyebabkan Munculnya Anak Jalanan,(www.maulodonk221027.blogspot.com, diakses tanggal 9 April 2013). Sunarto, kamanto.2000. Pengantar Sosilogi.Depok: Lembaga penerbit FE UI

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai