Anda di halaman 1dari 24

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh.

Saleh Probolinggo

BAB I TINJAUAN PUSTAKA


1.1 Definisi Geriatri Geriatri atau Lanjut Usia adalah ilmu yang mempelajari tentang aspek-aspek klinis dan penyakit yang berakitan dengan orang tua. Dikatakan pasien geriatri apabila : 1. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia 2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif 3. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a) Ketergantungan pada orang lain b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab 4. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) yang progresif. Batasan lanjut usia menurut WHO 1. Middle age (45-59 th) 2. Elderly (60-70 th) 3. Old/lansia (75-90 th) 4. Very Old/sangat tua (>90 th)(1) 1.2 Vesicolithiasis Vesicolithiasis adalah batu yang menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang tadinya lancar tiba-tiba berhenti dan menetes disertai rasa nyeri. Biasanya disebabkan oleh Obstruksi kelenjar prostat yang membesar, Striktur uretra (penyempitan lumen dari uretra), Neurogenik bladed (lumpuhnya kandung kemih karena lesi pada neuron yang menginnervasi bladder), Benda asing masuk kateter, Divertikula (urin tertampung pada suatu kantong di dinding vesika urinaria), Shistomiasis terutama oleh shistoma haemoglobin atau lesi yang mengarah kepada keganasan.(2) Gejalanya dapat berupa tanpa keluhan, Sakit berhubungan dengan kencing (terutama diakhir kencing), Lokasi sakit terdapat di pangkal penis atau suprapubis kemudian dijalarkan ke ujung penis dan klitoris, hematuri pada akhir kencing, Disuria dan frequensi, Aliran urin berhenti mendadak bila batu menutup orificium uretra interna, Bila batu mneyumbat muara ureter dapat menyebabkan hidrouereter, hidronefrosis, gagal ginjal(2)

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

Vesica urinaria dipersarafi oleh persarafan sensoris Th11-L1 Pembedahan pada BBB antara lain dengan a. Vesikolitolapaksi adalah tindakan yang telah lama dipergunakan dalam menangani kasus batu kandung kemih selain operasi terbuka. Indikasi kontra untuk tindakan ini adalah kapasitas kandung kemih yang kecil, batu multiple, batu ukuran lebih dari 20mm, batu keras, batu kandung kemih pada anak dan akses uretra yang tidak memungkinkan. b. Vesikolitotripsi dengan menggunakan Elektrohidrolik (EHL), Ultrasound, Laser dan Pneumatik.

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

c. Vesikolitotomi perkutan merupakan alternatif terapi pada kasus batu pada anak-anak atau pada penderita dengan kesulitan akses melalui uretra, batu besar atau batu mltipel. d. Vesikolitotomi terbuka diindikasikan pada batu dengan stone burden besar, batu keras, kesulitan akses melalui uretra, tindakan bersamaan dengan prostatektomi atau divertikelektomi. Angka bebas batu : 100%. e. ESWL Merupakan salah satu pilihan pada penderita yang tidak memungkinkan untuk operasi. Masalah yang dihadapi adalah migrasi batu saat tindakan. Adanya obstruksi infravesikal serta residu urin pasca miksi.(9)

1.3 Pemeriksaan Persiapan Operasi Geriatri Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah: Anamnesis Pemeriksaan fisis Pemeriksaan penunjang Laboratorium: gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati, darah perifer lengkap, hemostasis dan urin. Foto dada Elektrokardiogram Bila perlu ekokardiogram untuk melihat fungsi jantung Spirometri untuk menilai fungsi paru EEG bila perlu.

Pemeriksaan tambahan pada pasien geriatri adalah : Activity Daily Living (ADL) scoring. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan derajat kemandirian seorang pasien tua.

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

Pemeriksaan mental pasien. Disini dapat ditentukan tingkat kejernihan pikiran pasien, apakah sudah menderita demensia ataupun pra- demensia. Penilaian Pemeriksaan Organik Setelah dilakukan pemeriksaan klinis dan ditambah dengan pemeriksaan penunjang tadi, diagnosis dapat ditentukan demikian pula keadaan fungsional organ-organ dan selanjutnya dapat ditentukan apakah laik operasi atau tidak. Misalnya, jantung dalam keadaan terkompensasi, tidak nyata ada kelainan koroner, fungsi paru menurut hasil spirometri masih sesuai untuk batas umurnya, pada gambaran foto dada tidak ada infiltrat ataupun emfisema yang nyata, fungsi hati dan fungsi ginjal masih baik, begitu juga tak ada kelainan pada hemostasis, maka pada pasien pasien tua ini secara organis dapat dilakukan operasi.

Namun demikian, risiko operasi pada pasien tua tetap lebih tinggi daripada usia muda, karena secara fisiologi sudah terjadi proses menua. Menurut skoring Goldman, usia lebih dari 70 tahun memiliki risiko lebih tinggi.

Proses Menua Organ-organ Perubahan fisiologis ketuaan dapat mempengaruhi hasil operasi tetapi penyakit penyerta lebih berperan sebagai faktor risiko. Secara umum pada pasien tua terjadi penurunan cairan tubuh total dan lean body mass dan juga menurunnya respons regulasi termal, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi obat dan juga mudah terjadi hipotermia. 1. Pada kulit: terjadi reepitelisasi yang melambat dan juga vaskularisasi berkurang sehingga penyembuhan luka lebih lama. 2. Sistem kardiovaskular: pada jantung terjadi proses degeneratif pada sistem hantaran, sehingga dapat menyebabkan gangguan irama jantung. Katup mitral menebal, compliance ventrikel berkurang, relaksasi isovolemik memanjang, sehingga menyebabkan gangguan pengisian ventrikel pada fase diastolik dini, mengakibatkan terjadinya hipotensi bila terjadi dehidrasi, takiaritmia atau vasodilatasi. Compliance arteri berkurang, se-hingga mudah terjadi hipertensi sistolik. Sensitivitas baroreseptor berkurang sehingaa menurunkan respons heart rate terhadap stres dan menurunnya kadar renin, angiotensin, aldosteron sehingga mudah terjadi hipotensi. 3. Paru dan sistem pernafasan: elastisitas jaringan paru berkurang, kontraktilitas dinding dada menurun, meningkatnya ketidak serasian antara ventilasi dan perfusi, sehingga mengganggu mekanisme ventilasi, dengan akibat menurunnya kapasitas vital dan 4

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

cadangan paru, meningkatnya pernafasan dia-fragma, jalan nafas menyempit dan terjadilah hipoksemia. Menurunnya respons terhadap hiperkapnia, sehingga dapat terjadi gagal nafas. Proteksi jalan nafas yaitu batuk, pembersihan mucociliary berkurang, sehingga berisiko terjadi infeksi dan aspirasi. 4. Ginjal: jumlah nefron berkurang, sehingga laju filtrasi glomerulus (LFG) menurun, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi obat. Respons terhadap kekurangan Na menurun, sehingga berisiko terjadi dehidrasi. Kemampuan mengeluarkan garam dan air berkurang, dapat terjadi overload cairan dan juga menyebabkan kadar hiponatremia. Ambang rangsang glukosuria meninggi, sehingga glukosa urin tidak dapat dipercaya. Produksi kreatinin menurun karena berkurangnya massa otot, sehingga meskipun kreatinin serum normal, tetapi LFG telah menurun. 5. Saluran pencernaan: asam lambung sudah berkurang. Motilitas usus berkurang. 6. Hati: aliran darah dan oksidasi mikrosomal berkurang, sehingga fungsi metabolisme obat juga menurun. 7. Sistem imun: fungsi sel T terganggu dan terjadi involusi kelenjar timus, dengan akibat risiko infeksi. 8. Otak: semakin tua terjadi atrofi serebri. 9. Hipertrofi prostat menyebabkan retensi urin. Pada penilaian prabedah perlu memperhatikan keadaan organ-organ yang sudah mengalami proses menua ini. Misalnya terapi cairan harus diperhitungkan lebih teliti mengingat fungsi jantung dan fungsi ginjal yang sudah menurun dan pada pasien tua harus diingat juga bahwa volume cairan tubuh sudah berkurang sehingga mudah terjadi dehidrasi. Penyakit-penyakit penyerta pada pasien tua harus diperhatikan, karena pasien geriatri umumnya sudah mengidap beberapa penyakit yang berhubungan dengan usia, yaitu: penyakit jantung kronis, hipertensi, penyakit paru obstruktif kronik/menahun, diabetes melitus dan lain-lain. Pada otopsi, 75% dari subyek yang berusia 60 tahun terdapat minimal satu stenosis koroner signifikan dan hanya setengah dari kasus-kasus ini yang bermanifestasi klinis. Begitu juga dari penelitian Framingham, ternyata hampir seperempat dari infark miokard adalah silent. Sedangkan penyakit-penyakit paru merupakan komplikasi utama dan penyebab kematian pasca bedah, seperti pneumonia, aspirasi, emboli paru dan salah satu faktornya adalah rokok dan penyakit paru sebelumnya terutama PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik). 5

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

Semua penyakit penyerta ini hendaknya diobati atau ditenangkan lebih dahulu dan selama operasi harus juga ikut dimonitor dan diatasi. Penanganan selama operasi ataupun pascabedah, harus memperhatikan kondisi organ-organ yang sudah menua ini, misalnya pemberian Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) per oral dapat mengakibatkan pendarahan lambung, walaupun operasinya berjalan sukses. 1.4 Aspek Anestesi pada Pasien Pasien tua Anestesi dapat menyebabkan dilatasi vena, merangsang masuknya cairan ke dalam rongga ketiga (third space) dan juga menekan fungsi jantung. Secara umum angka kematian akibat operasi tergantung dari empat faktor risiko utama, yaitu: Usia Penyakit penyerta Prosedur bedah Perawatan perioperatif termasuk tindakan anestesi.

Mengenai usia tua, terdapat hubungan antara usia tua, penurunan fisiologis karena proses menua dan penyakit, tetapi penurunan fisiologis ini tidak semua sama pada setiap pasien tua. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada perioperative care pasien pasien tua, adalah: Rehidrasi, bila terjadi dehidrasi Gangguan saluran cerna diatasi Mengatasi sepsis Mengatasi pendarahan (blood loss) bila ada Mengatasi edem pada gagal jantung kongestif

Selain itu dalam rangka manajemen anestesi ada prinsip dasar yang juga harus diperhatikan dalam penanganan pasien pasien tua, yaitu mengenai: - Dosis obat, fisiologi setiap pasien, hemodinamik, hipotermia, jenis anestesi, monitoring, gejala- tanda klinik dan outcome, informed consent. 1.5 Penilaian Prabedah Kasus Geriatri Setelah lolos dari penilaian klinis dan penilaian pemeriksaan penunjang terhadap organ-organ tadi, berikut dengan perhatian khusus terhadap kondisi proses menua dan penyakit-penyakit penyertanya, maka sekarang perlu dilakukan penelitian terhadap 6

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

pemeriksaan khusus geriatri berupa skor ADL dan tes mental, dan juga penelusuran kehidupan dirumah. Di sini dipertimbangkan : Kejelasan indikasi operasi dan tujuannya. Progresivitas penyakit dan keterbatasan yang diakibatkannya. Risiko operasi Kemungkinan timbul penyakit baru atau penyulit Apakah perbaikan kualitas hidup akan benar tercapai setelah operasi Kebutuhan pasien untuk mempertahankan secara maksimal aktivitas dan produktivitasnya Dana yang juga ikut berperan bagi sebagian besar masyarakat kita. Penilaian-penilaian ini tidak saja berlaku untuk operasi elektif, tetapi juga untuk operasi darurat. Tentu saja untuk operasi darurat perlu penilaian segera, walaupun berisiko besar operasi tetap dilaksanakan demi untuk menyelamatkan jiwa. Terapi Cairan Pencegahan dan intervensi dini adalah terapi paling efektif untuk dehidrasi. Strategi ini dapat dicapai melalui pendidikan atau penyuluhan pasien, keluarga, dan pengasuh orang usia lanjut agar dapat mengidentifikasi pasien geriatri yang berisiko tinggi mengalami dehidrasi dan memahami perlunya intervensi terapi cairan sedini mungkin pada pasien pasien tersebut. Pasien yang berisiko tinggi antara lain pasien dengan status kognitif yang terganggu (demensia atau depresi), status fungsional yang terganggu (imobilitas, instabilitas,gangguan penglihatan), tak mampu minum obat, mengalami gangguan kesehatan seperti diare atau panas (demam). Physical Status Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan pra bedah, selanjutnya dapat dibuat penilaian status fisis. ASA mengklasifikasikan pasien kedalam beberapa tingkatan pasien berdasarkan kondisi pasien : ASA I : pasien tidak memiliki kelainan organic, fisiologik, biokimia atau gangguan psikiatri. ASA II : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang disebabkan oleh kondisi yang akan diterapi dengan pembedahan atau oleh proses patofisiologi lainnya. ASA III: keterbatasan melakukan aktifitas, pasien dengan penyakit sistemik berat. 7

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

ASA IV : pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam nyawa. ASA V : penderita yang diperkirakan tidak akan selamat dalam 24 jam, dengan atau tanpa operasi. ASA VI : penedrita mati batang otak yang organ-organya dapat digunakan untuk donor.(4)

1.6 Pilihan Teknik Anestesi pada Geriatri Ada tiga kategori utama anestesi yaitu anestesi umum, anestesi regional dan anestesi lokal. Masing-masing memiliki bentuk dan kegunaan. Seorang ahli anestesi akan menentukan jenis anestesi yang menurutnya terbaik dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing tindakannya tersebut. Secara umum apapun anestesi yang digunakan kita harus memperhatikan Faktor-faktor yang mempengaruhi respons farmakologi pasien berusia lanjut. Karena banyak perubahan pada (1) ikatan protein plasma, (2) tubuh, (3) metabolisme obat, dan (4) farmakodinamik. Pada pasien tua, pilihan anestesi untuk operasi vesicolithiasis adalah anestesi umum atau anestesi regional.

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

Anastesi Umum Tahapan anestesi umum 1. Persiapan Pre anestesi Secara umum persiapan pre anestesi pada penderita tua sama dengan pasien lain. Monitoring status hidrasi pasien apakah terdapat hipovolemia, perdarahn, diare, muntahatau demam. Akese intravena dipasang untuk pemberian cairan infus, transfusi dan obat-obatan. Dilakukan pemantauan EKG, tekanan darah, saturasi O2 , kadar CO2 dalam darah dan tekanan vena sentral. Premedikasi dapat diberikan secara oral, rectal, intramuskular atau intravena. Contohnya Sedatif (Midazolam), Anti spasmodik (Sulfas Atropin), Analgesik (Fentanyl), dan Anti Emetik (Ondancetron) Pasien tua biasanya ada kecenderungan mengidap penyakit degeneratif seperti hipertensi atau diabetes melitus. Berikan instruksi secara jelas kepada perawat ruangan tentang pemberian obat-obatan tersebut. 2. Induksi Pasien diusahakan tenang dan diberikan O2 melalui sungkup muka. Obat-obat induksi diberikan secara intravena. Agen direkomendasikan untuk induksi anestesi pada pasien lebih tua dari 60 tahun adalah propofol karena resiko hipotensi lebih kecil dibanding agen lain. Premedikasi dengan opioid atau benzodiazepin, atau keduanya, akan mengurangi dosis induksi. Dosis 1 mg/kg (dengan premedikasi) sampai 1,75 mg/kg (tanpa premedikasi). Karena pasien ini menderita hipertensi maka pemberian Ketamin tidak disarankan karena hipertensi merupakan kontraindikasi penggunanaan obat ini. Jalan napas dikontrol dengan sungkup muka atau pipa napas orofaring/nasofaring dan mulailah aliran inhalasi Halotan/isofluran. Karena operasi ini tidak memakan waktu lama, tidak perlu dilakukan intubasi trachea. 3. Rumatan Anestesi Selama operasi nerlangsung dilakukan pemantauan anestesi. Hal-hal yang perlu dipantau adalah fungsi vital (pernapasan, tekanan darah, nadi dan kedalaman anestesi misalnya gerakan batuk, mengedan, perubahan pola napas, takikardia, hipertensi, keringat, air mata dan midriasis. Apabila tekanan darah drop, berikanlah Efedrin 5-10 mg. Apabila bradikardi berikanlah sulfas atropin 0,25-0,5 mg Cairan infus diperhitungkan berdasarkan kebutuhan puasa, rumatanm perdarahan dan evaporasi. Biasanya diberikan cairan kristaloid (Ringer Laktat, NaCl, Dekstrosa 5 %). 9

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

4. Pemulihan pasca anestesi Tetaplah lakukan pemantauan terhadap keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, sensibilitas nyeri, perdarahan dari drain dan lain-lain. Karen pasien ini menjalani operasi di sistem organ urinarinya, makanya memantau produksi urine sangat penting. Bila keadaan umum dan tanda vital pasien normal dan stabil, maka pasien dapat dipindahkan ke ruangan dengan pemberian instruksi pasca operasi. Anestesi Regional Anestesi Regional merupakan penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible), fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan dalam keadaan penderita tetap sadar. Anestesi regional secara garis besar terbagi menjadi dua yaitu Anestesi spinal dan anestesi epidural (Lihat gambar). Secara garis besar perbedaan anestesi spinal dan epidural adalah SPINAL Teknik lebih mudah Efek cepat Hipotensi >> Analgesik (+) Relaksasi (+) Spinal Anestesi Anestesi spinal (subaraknoid)atau yang sering kita sebut juga analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid (cairan serebrospinal). Anestesi ini umumnya menggunakan jarum dengan panjang 3,5 inci ( 9 cm ). 1. Infus Ringer Laktat 2. Posisi lateral merupakan posisi yang paling nyaman untuk penderita. 3. Kepala memakai bantal dengan menempel ke dada, kedua tangan memegang kaki yang ditekuk sedemikian rupa sehingga lutut dekat ke perut penderita. 4. L 3-4 ditandai 5. Skin preparation dengan betadine seluas mungkin 6. Sebelum penusukan betadine yang ada dibersihkan dahulu. 10 EPIDURAL Teknik lebih sulit Efek lambat Hipotensi minimal Level anestesi mudah dikontrol Relaksasi ()

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

7. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan dengan lidokain. 8. Jarum no. 26 dapat disuntikkan langsung tanpa lokal infiltrasi dahulu, jaga tanpa introducer dengan bevel menghadap ke atas. 9. Kalau liquor sudah keluar lancar dan jernih, disuntikkan Bupivacaine HCl 20 mg 10. Penderita diletakkan telentang, dengan bokong diberi bantal sehingga posisi supra pubik lebih tinggi dari kepala penderita. Ada dua macam teknik pada anestesi spinal, yaitu median spinal anestesi dan paramedian spinal anestesi. Tabel berikut menyajikan perbadaan antara median dan paramedian spinal anestesi Median Tepat di prosesus spinosus Ligamen yang dilewati : supraspinosum, interspinosum, flavum Posisi jarum : tegak lurus dengan spinal Paramedian 1,5-2 cm lateral proc. Spinosus Ligamen yang dilewati : flavum Posisi jarum : 10-250 dengan spinal

11

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

Dermatomal Block pada Spinal anestesi

Kontra Indikasi absolut spinal anestesi 1. Penderita menolak 2. Infeksi pada tempat penyuntikan 3. Syok hipovolemi berat 4. Gangguan koagulasi atau mendapat terapi anti koagulan. 5. Tekanan intra cranial tinggi 6. Fasilitas resusitasi minim 7. Kurang pengalaman atau tanpa didampingi konsultan anestesi Kontra Indikasi relatif 1. Infeksi sistemik (Sepsis, bakteremia) 2. Infeksi sekitar suntikan 3. Kelainan neurologis 4. Kelainan psikis 5. Bedah lama 6. Penyakit jantung 7. Hipovolemia ringan 8. Nyeri punggung kronis

12

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

BAB II LAPORAN KASUS


2.1 Identitas Nama Umur Agama Alamat No. RM 2.2 Anamnesa Keluhan Utama Riwayat Penyakit Sekarang Kencing kurang lancar selama kurang lebih 1 bulan. Kencing keluar sedikit-sedikit, kadang lancar. Pasien merasa nyeri saat kencing. Pada awalnya pasiennya menyatakan kencingnya keluar darah, lama kelamaan warnanya kembali normal. Batuk (-), mobilisasi (+), makan/minum (+/+), nyeri (+), BAB/BAK (+/+) Riwayat Penyakit Dahulu Sebelumnya tidak merasa seperti ini. Pasien menderita Diabetes Mellitus sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu, Hipertensi sejak tiga tahun yang lalu, kadang-kadang merasa linu-linu. Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga tidak ada yang seperti ini, riwayat DM dan HT keluarga tidak ada Riwayat Pengobatan Pasien tidak pernah operasi sebelumnya Riwayat Alergi Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat-obatan maupun makanan. 13 : Kencing kurang lancar : Tn. Nawir : 77 Tahun : Islam : Desa Kalirejo, Kecamatan Dringu : 146853

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal MRS : 29 Januari 2013 Pukul 10.23

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

Riwayat Kebiasaan Merokok (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Kesadaran GCS Airway Breathing : Cukup : Compos Mentis :456 : Jalan Napas Bebas, batuk (-) : RR Sesak Asthma Suara Napas Tambahan Circulation : Tensi Nadi Perfusi Suhu Grimace Makan/Minum Mual/muntah Status Generalis Kepala Leher o Kepala o Mata o Leher Thorax : o Jantung o Paru 14 Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : bentuk dada kifosis, Gerakan dada simetris : iktus kordis (-) : batas jantung kesan normal : S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-) : : bentuk simetris : Konjunctiva Anemi (-) sclera Icterus (-) : Pembesaran KGB (-) : 36,5 o C : (+) : (+) : (-) : 16 x/menit : (-) : (-) : (-) : 140/90 : 88 x/menit : merah, hangat, kering

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

Inspeksi Palpasi Perkusi

: bentuk dada kifosis, retraksi (-), Gerakan dada simetris : fremitus vocal simetris : sonor

o Auskultasi Abdomen o Inspeksi o Palpasi o Perkusi o Auskultasi o Inspeksi o Palpasi o Perkusi -

: suara napas vesikuler (+), wheezing (-), ronchi (-)

: Distensi (-) : Defans muskuler (-), nyeri tekan (+) terutama pada daerah : timpani : Bising usus (+) : bulging (-) : Distensi kandung kemih : Redup + + + + Edema + + + +

sekitar regio suprapubik , hepar dan lien tidak teraba dokter.

Urogenital (Regio suprapubik )

Extremitas : akral hangat

2.4 Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Radiologi Foto BOF Abdomen (Tanggal 26 Januari 2013) - Banyak gas dalam ureter - Lipping Corp vertebrae L1-5 - Bridging Corp Vertebrae Th12- L 1; L1-2; L2-3 - Besar 2 countour kedua ginjal baik - Batu Radioopaque dengan diameter 2,5 cm x 2 cm pada cavum pelvis Kesimpulan : Spondylosis Lumbalis dan Batu Buli-buli (BBB) dengan diameter 2,5 cm x 2 cm Pemeriksaan USG Abdomen (Tanggal 26 Januari 2013) o Hepar (+), pancreas dan lien normal o Gall bladder : batu multipel, Ren dextra dan sinistra N o Buli-buli batu diameter 20 mm 15

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

o Prostat ditemukan massa dengan diameter 29 mm x 35 mm x 36 mm (volume 20 ml) homogen Kesimpulan : Cholecystolithiasis multiple, BBB diameter 20 cm 2.5 Assestment Vesicolithiasis 3.6 Planning Vesicolitotomy dengan SAB 2.7 Physical Status : ASA III (Geriatri dan Hipertensi) 2.8 Premedikasi : Ondancetron 4 mg sebagai anti emetik 2.9 Anestesi yang diberikan Pada kasus ini digunakan teknik Regional Anestesi (RA) dengan menggunakan Sub Arakhnoid Block (SAB/Spinal Block) Induksi dan Durante operatif Teknik Regional Anestesi (RA) dengan menggunakan Sub Arakhnoid Block (SAB/Spinal Block) dengan menggunakan Bupivacain HCl 20 mg yang merupakan anestesi lokal golongan amida. Setelah itu pasien diberikan O2 murni sebesar 2 liter per menit melalui nasal prong. Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah dan nadi senantiasa dikontrol. Tekanan darah sistolik berkisar antara 122-160 mmHg. Tekanan diastolik berkisar antara 72-90 mmHg. Nadi berkisar antara 82-90 x/menit. Infus RL diberikan kepada pasien sebagai rumatan, selama operasi pasien kira-kira menghabiskan 500 cc cairan RL. Post Operasi Operasi berlangsung kurang lebih 1 jam. Setelah operasi selesai diberikan Injeksi Tramadol HCl 100 mg secara Intramuskular dan Kaltrofen supp 200 mg sebagai analgesik. Kemudian O2 diberhentikan. Setelah Operasi Selesai, pasien dibawa ke ruangan pada pukul 11.00. Keadaan umum baik, kesadaran baik, GCS 4-5-6, napas spontan, Ronchi (-), wheezing (-) S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-), Mual/muntah (-), Tensi 122/75 mmHg, Nadi 85 x/menit. Terpasang Drain dari vesica urinaria dan DC threeway. urine yang terdapat pada urobag sekitar 80 ml dan berwarna kemerahan. 16

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

17

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

Terapi Post Op Infus RL 1000cc/24 jam dan infus NaCl 0,9 % 1000 cc/24 jam. Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 Injeksi Ketorolac 3 x 1 Injeksi Ranitidine 2 x 1 Drip Neurobion 2 x 1 Pasien Berbaring selama 6 jam bila tidak ada mual muntah diberikan minum sedikitsedikit. Monitoring Post Op a. Rabu, 30 Januari 2013 Pukul 14.15 Kesadaran Compos mentis, GCS 456, posisi berbaring tanpa bantal, pasien mengatakan nyeri pada daerah bekas operasi, mual/muntah (-), kaki sudah bisa diangkat, DC threeway dan drain masih terpasang, jumlah urine 1000 cc warna jernih kekuningan. Tensi 130/80 mmHg, Nadi 82 x/menit, infus RL 1000 cc dan NaCl 0,9 % 1000 cc b. Kamis, 31 Januari 2013 pukul 07.15 Kesadaran Compos mentis, GCS 456, posisi berbaring sudah memakai bantal, nyeri pada bekas operasi, mual/muntah (-), pasien sudah mulai makan pada pagi hari, DC threeway masih terpasang, jumlah urine 300 cc warna jenih kekuningan, tensi 140/90 mmHg, Nadi 85 x/menit. Obat hipertensi antara lain Captopril, Spironolakton dan Hidrochlorohiazide sudah mualai diminum kembali. Infus RL 1000 cc/24 jam dan NaCl 0.9 % 300 cc/24 jam c. Kamis, 31 Januari 2013 pukul 18.00 Kesadaran compos mentis, GCS 456, pasien sudah bisa bangun dari tempat tidur, nyeri bekas operasi, mual/muntah (-), DC threeway masih terpasang, jumlah urine 500 cc warna jernih kekuningan, tensi 130/80 mmHg, nadi 80 x/menit. Infus RL 1000 cc/24 jam

18

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

BAB III PEMBAHASAN


Pada pasien ini status fisiknya adalah ASA III, artinya pasien ini mempunyai kelainan sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan keterbatasan fungsi. Penyulitnya adalah hipertensi, DM dan usia tua. Pada pasien tua, kadar obat yang dibutuhkan lebih sedikit daripada pasien dewasa pada umumnya. Selain itu perubahan-perubahan fisiologis pada pasien ini dapat mengakibatkan perbedaan prosedur anestesi jika dibanding pasien dewasa. Jenis operasi yang akan dilakukan akan vesicolithotomi terbuka, karena batunya berukuran besar, keras, dan kesulitan jika diakses via uretra. Teknik ini mempunyai angka kebebasan batu 100 %. Vesicolithotomy ini tidak termasuk operasi cito, melainkan tindakan elektif, jadi operasi sebaiknya ditunda sampai tensi < 160/100 mmHg. Terapi OAHT diteruskan sampai pagi sebelum operasi, diantaranya Captopril, Spironolactone dan Hidrochlorothiazide. Setelah tekanan darah relatif stabil, operasi dilakukan. Tindakan pemilihan jenis anestesi pada pasien tua diperlukan beberapa pertimbangan. Teknik anestesi disesuaikan dengan keadaan umum pasien, jenis dan lamanya pembedahan dan bidang kedaruratan. Metode anestesi sebaiknya seminimal mungkin mendepresi pernapasan dan jantung, sifat analgesik cukup kuat, tidak menyebabkan trauma psikis pada pasien, toksisitas rendah, aman, nyaman dan memungkin ahli bedah bekerja optimal. Anestesi regional lebih dianjurkan pada pasien tua dibandingkan. Penggunaan anestesi regional tampaknya tidak menurunkan insidens disfungsi kognitif postoperatif bila dibandingkan dengan anestesi umum. Efek spesifik anestesi regional memberikan beberapa keuntungan. Pertama, anestesi regional mempengaruhi sistem koagulasi dengan cara mencegah inhibisi fibrinolisis post operatif. Thrombosis vena dalam atau emboli paru dapat terjadi pada 2,5% pasien setelah menjalani beberapa prosedur berisiko tinggi. Pada revaskularisasi ekstremitas bawah, anestesi regional berhubungan dengan penurunan insidens thrombosis graft bila dibandingkan dengan anestesi umum 19

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

. Kedua, efek hemodinamik anestesi regional mungkin berhubungan dengan lebih sedikitnya jumlah darah yang hilang pada pembedahan pelvis dan ekstremitas bawah. Ketiga, anestesi regional tidak memerlukan instrumen alat bantu nafas dan pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan fungsi parunya sendiri. Data menunjukkan bahwa pasien berusia lanjut lebih rentan terhadap episode hipoksia selama dalam ruang pemulihan. Pasien dengan anestesi regional mempunyai risiko hipoksemia yang lebih rendah. Komplikasi paru yang terjadi pada anestesi regional juga lebih sedikit Namun, penggunaan pada pembedahan Batu buli-buli (BBB) atau vesicolithiasis ini digunakan teknik pembiusan secara regional yaitu SAB (Sub Arakhnoid Block/spinal block). Sebenarnya kurang dianjurkan karena beberapa alasan diantaranya 1. spinal anestesi dikontraindikasikan dengan hipertensi dapat terjadi herniasi otak akibat kebocoran LCS akibat peningkatan TIK(3). 2. Spinal anestesi, hemodinamik akan bergejolak dan cenderung turun padahal loading cairan harus dibatasi karena resiko oedema paru. 3. Komplikasinya berupa Hipotensi Hipotensi disebabkan sympathectomy temporer dan komponen blokade midthoracic Berkurangnya venous return (peningkatan kapasitas vena dan pengumpulan volume darah dari kaki) dan penurunan afterload (penurunan resistensi pembuluh darah sistemik) menurunkan Mean Arterial Pressure (MAP) menimbulkan nausea, kepala terasa melayang dan dysphoria. Anestesi regional yang lebih dianjurkan adalah epidural block, karena efek hipotensi pada epidural block minimal atau setidaknya terjadi secara perlahan sehingga hemodinamik cenderung stabil dibandingkan spinal maupun general anestesi. Tetapi karena keterbatasan alat dan mahalnya jenis anestesi ini, maka pada pasien ini digunakan teknik SAB/spinal anestesi Namun jika dibandingkan dengan anestesi umum, Anestesi spinal punya banyak keuntungan seperti kesederhanaan teknik, onset yang cepat, resiko keracunan sistemik yang lebih kecil, blok anestesi yang baik, perubahan fisologis, pencegahan dan penanggulangan penyulitnya telah diketahui dengan baik; anelgesia dapat diandalkan; sterilitas dijamin; pasien sadar sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya aspirasi. 20

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

Jika dilihat dari jenis pembedahannya pun, tidak memerlukan blok sistem tubuh secara keseluruhan. Daerah yang diiris (vesica urinaria) adalah daerah suprapubik yang medapat persarafan dari daerah Thoracal 11 sampai Lumbal 1. Secara umum spinal anestesi terdiri dari 2 metode, median dan paramedian. Diantara kedua metode tersebut yang lebih dianjurkan adalah metode paramedian, mengapa ? pasien ini juga didiagnosa kelainan tulang belakang yaitu spondilosis lumbalis, dimana terjadi pengapuran antara tulang lumbal satu dengan lumbal lainnya. Jadi bagian tengah tulang belakang pasien lebih keras, padahal untuk teknik median kita harus melalui 3 ligamen (supraspinosum, interspinosum dan flavum) untuk sampai di rongga sub arakhnoid, sedangkan paramedian tidak. Paramedian hanya melewati 1 ligamen saja, yaitu ligamentum flavum. Alasan lain adalah tingkat keberhasilannya yang lebih tinggi, dalam sekali coblos biasanya langsung menembus daerah sub arakhnoid, dan efek paresthesianya lebih kecil jika dibanding median teknik(10,11) Kebutuhan hidrasi pasien tua Secara umum sama dengan dewasa muda, dimana kebutuhan cairan dalam sehari adalah 50100 m/kgBB/24 jam. Jadi kebutuhan cairan dalam sehari adalah 50 x BB = 50 x 70 kg = 3500 ml/24 jam Jika pasien berpuasa mulai pukul 00.00 10.00 berarti cairan yang harus diganti adalah (10/24) x 3500 = 1458 ml 1500 cc Jumlah urine 0,5-1ml/kgBB/jam, jadi jumlah urinenya (0,5-1) x 70 =35-70 ml/jam. Dalam operasi yang berlangsung kurang lebih 1 jam ini jumlah urine pasien 80 ml, masih dalam jumlah normal. Obat-Obatan yang Dipakai 1. Ondancetron 4 mg Antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang dapat menekan mual dan muntah karena sitostatika misalnya ciplastin dan radiasi. Mekanisme kerjanya diduga langsung mengantagonisasikan reseptor 5-HT yang terdapat pada chemoreceptor trigger zone di area postrema otak dan mungkin juga averen vagal saluran cerna. Selain itu juga

21

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

mempercepat pengosongan lambung bila pengosongan kecepatan basal rendah, tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga terjadi konstipasi. Kadar maksimum tercapai setelah 1-1,5 jam. Dosisnya 0,1-0,2 mg/kgBB IV. Efek sampingnya konstipasi, sakit kepala, flushingm mengantuk, gangguan saluran cerna,. Kontra indikasinya hipersensitivitas. Peringatan pada ibu menyusui, penyakit hati dan insufisiensi ginjal. 2. Bupivacaine HCl 20 mg (Marcaine) Derivat anilide yang lebih kuat dan lebih lama efeknya dibandingkan Lidocaine dan Mepivacaine. Digunakan pada konsentrasi 0,25 % - 0,75 %. Jumlah total satu kali pembagian maksimal 200-500 mg. Pada konstentrasi rendrah, blok motorik kurang adekuat. Untuk operasi abdominal diperlukan konsentrasi 75 %. Onsetnya lebih lambat dari Lidocain dan Mepivacaine,tetapi lama kerjanya 2-3 x lebih lama. 3. Tramadol HCl 100 mg Analog kodein sintetik yang merupakan agonis reseptor lemah. Bekerja sebagai analgesik untuk nyeri sedang-berat. Efek analgesiknya timbul dalam waktu 1 jam setelah penggunaan oral dan 2-3 jam mencapai waktu puncak. Efek sampingnya mual, muntah, pusing, mulut kering, sedasi, konvulsi, dan sakit kepala. 4. Kaltrofen supp 200mg

22

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

BAB IV KESIMPULAN
Anestesi pada geriatri atau pasien tua berbeda dengan anastesi pada dewasa muda pada umumnya. Penurunan faal tubuh dan perubahan degeneratif yang mempengaruhi banyak sistem organ membuat respon pasien tua terhadap agen-agen anestesi menjadi berbeda. Pada lapsus ini, pasien menjalani pembedahan batu buli-buli dengan menggunakan teknik vesicolitotomi dan jenis anestesi yang dipakai adalah SAB (Sub Arakhnoid Block). Anestesi ini mempunyai lebih banyak keuntungan dibanding anestesi umum, diantaranya efek hemodinamik yang tidak cepat dan relatif stabil, serta pasien tetap sadar jadi kita tidak perlu mengontrol pernapasan pasien. Teknik SAB yang lebih baik untuk pasien itu ini adalah Paramedian Spinal Anestesi, karena pasien ini juga mengalami kelainan tulang belakang berupa spondylosis lumbalis, jadi apabila harus dimasukkan lewat tengah (Median Spinal Anestesi) lebih susah karena tulang sudah mengalami pengapuran dan ligamen yang harus dilalui pun banyak. Namun sebenarnya, teknik epidural block lebih disarankan daripada spinal block. Sebab efek hipotensinya minimal jika dibanding teknik SAB ataupun general anestesi. Tapi karena harganya mahal dan pelaksanaannya lebih sulit jika dibanding SAB.

23

Fakultas Kedokteran UWKS RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim.
Tanpa tahun. http://kesehatanstikes27.wordpress.com/2011/01/19/gerontologi/

diakses 01 Februari 2013 pukul 00.35

2. REP. 2010. http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/11/28/vesicolithiasis-batu-ginjal322238.html diakses 01 Februari 2013 pukul 02.20

3. Nur, Dian. 2010. Perioperatif. http://www.scribd.com/doc/83062263/perioperatif. Solo :


Departemen Anestesiologi dan Reanimasi FK UNS. Diakses 01 Februari 2013 pukul 01.03

4. Anonim.
02.31

Tanpa

tahun.

http://www.geriatric-anesthesia.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=63&Itemid=69. Diakses 01 Februari 2013 pukul

5. Novi, dwi. 2011. http://eprints.undip.ac.id/13538/1/dwi_novi_andraeni-G2A_002_065.pdf


diakses 01 Februari 2013 pukul 02.35

6. Anonim.
2013 pukul 02.36

Tanpa

tahun.

http://www.anesthesia2000.com/Central/Local_Anes/epidural_block.gif diakses 1 Februari

7. Anonim.

Tanpa

tahun.

http://www.uchospitals.edu/online-library/content=CDR257990

diakses 01 februari 2013 pukul 02.40

8. Anonim. Tanpa tahun. http://www.frca.co.uk/article.aspx?articleid=100126 diakses 1


Februari 2013 pukul 02.43

9. Anonim. 2010. Vesicolithiasis. http://dokterugm.wordpress.com/2010/04/23/batu-kandungkemih-atau-batu-buli-atau-vesicolithiasis/ diakses 3 februari 2013 pukul 10.43

10. Ul-Haq, Ahsan et all. 2005. Paramedian technique of spinal anesthesia in elderly patients for hip fracture surgery. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15808095. diakses 3 februari 2013 pukul 15.40 11. Sohail, beshad et all. 2011. Comparison of median and paramedian technique in spinal anaesthesia. http://www.pafmj.org/showdetails.php?id=447&t=o diakses 3 februari 2013 pukul 15.41

24

Anda mungkin juga menyukai