Anda di halaman 1dari 17

ABSTRAK Restless Leg Syndrome (RLS) adalah sebuah kondisi neurologis yang ditandai dengan dorongan untuk bergerak,

biasanya dihubungkan dengan parestesia, akan memberat pada keadaan istirahat dan berkurang dengan aktivitas. Salah satu karakteristik utama RLS adalah gejala akan memberat pada waktu sore dan malam hari. Beberapa studi menunjukkan bahwa keparahan rasa tidak nyaman mengikuti ritme sirkardian, dengan puncaknya setelah tengah malam. Gejala RLS mempunyai dampak pada tidur malam dan aktivitas siang hari. Banyak pasien yang melaporkan kesulitan untuk memulai tidur dan bangun terlalu cepat dengan sensasi rasa tidak nyaman pada tungkai. Mereka juga mengalami rasa lelah berkepanjangan dan mengantuk kemungkinan akibat tidur malam yang tidak sempurna. Meskipun RLS sering terjadi pada pasien dewasa, anak-anak juga sering mengalami hal serupa, yang kadang kita salah mendiagnosanya sebagai nyeri yang merayap atau attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD). RLS sering dihubungkan dengan uremia, anemia dan neuropati. Beberapa penelitian epidemiologi menunjukkan prevalensi RLS sekitar 10%. Ada kontribusi genetik pada RLS. Lebih dari 50% kasus idiopati dilaporkan ada hubungan familial. Secara pedigree diturunkan secara autosomal dominan. Gen kecenderungan RLS didapatkan pada kromosom 12q dan 14q. Ada peningkatan insiden defisiensi besi pada otak penderita RLS. Empat kategori pengobatan pada RLS adalah dopaminergic agen, opioid, antikonvulsan dan benzodiazepin. Karena lebih efektif dan lebih sedikit efek samping dopaminergic agonist dipakai sebagai lini pertama. DISKRIPSI DAN EPIDEMIOLOGI Manifestasi Sensoris dan Motoris Pada tahun 1945 Carl Ekbom, seorang neurolog dari Swedia memberi nama RLS. Pasien RLS mengeluhkan dorongan untuk bergerak dengan dysesthesia ketika istirahat. Pasien menggunakan istilah berbeda untuk menggambarkan dysesthesia. Beberapa hanya mengatakan rasa tidak nyaman, dengan menggunakan istilah spesifik creepy-crawly, jittery, gatal didalam, rasa seperti terkejut, lebih dari 50 % mendeskripsikan sebagai nyeri. Beberapa hanya mengeluhkan dorongan untuk bergerak tanpa keluhan sensoris. Meskipun disebut RLS kelainan ini bisa melibatkan lengan dan bagian tubuh yang lain. Gejala tungkai biasanya mendahului

lengan. Adanya keterlibatan lengan menunjukkan keparahan kelainan ini. Keterlibatan lengan tanpa gejala tungkai sangat jarang terjadi. Karakteristik klinis kedua pada RLS adalah dorongan atau rasa tidak nyaman mulai atau memberat selama istirahat, atau tidak aktivitas seperti berbaring atau duduk. Pasien mendeskripsikan eksaserbasi gejala waktu menonton TV, mengemudi, atau penerbangan lama, pertemuan bisnis. Perburukan gejala dihubungkan dengan penurunan aktivitas CNS. Beberapa pasien melaporkan percakapan yang intens dan bermain komputer menurangi keparahan gejala. Dorongan untuk bergerak dan rasa tidak nyaman berkurang dengan aktivitas. Pasien mempunyai cara yang berbeda untuk mengurangi rasa tidak nyaman. Ketika gejala terjadi pasien menggerakan tungkai dengan kuat, fleksi, peregangan atau menyilangkan kaki berulang-ulang. Pada kasus yang berat pasien berjalan-jalan beberapa jam pada sore hari atau malam untuk mengurangi rasa tidak nyaman. Perbaikan biasanya terjadi segera setelah aktivitas dimulai biasanya rasa nyaman sepanjang aktivitas. Pada kebanyakan pasien RLS gejala akan menghilang sempurna, tapi pada RLS yang berat gerakan tidak mengurangi keseluruhan gejala. Pada kasus yang berat gejala hanya akan berkurang sekitar 30-60 menit setelah aktivitas. Salah satu karakteristik utama yang lain adalah gejala memberat pada waktu sore atau malam hari. Beberapa faktor bisa menimbulkan hal ini. Salah satu faktor adalah peningkatan rasa mengantuk pada sore hari dibanding siang. Beberapa pasien RLS melaporkan gejala memberat ketika terlalu lelah, atau kekurangan tidur. Faktor yang lain adalah penurunan aktivitas motorik pada sore relatif turun dibandingkan pada waktu malam hari. Kemungkinan ketiga karena ritme sirkardian pada penderita RLS. Gejala motorik dan sensoris pada RLS diukur menggunakan metode suggested immobilsation test (SIT),dimana dicatat setiap 2-4 jam sampai 24-48 jam. Penelitian ini menunjukkan sensasi tidak nyaman mengikuti irama sirkardian, dengan puncaknya pada waktu tengah malam. Intensitas tertinggi juga ketika suhu tubuh menurun, Penelitia sekarang menunjukkan irama sirkardian RLS berkorelasi dengan subjective vigilance, suhu tubuh dan sekresi melatonin pada air liur. Tidur Malam dan Kewaspadaan pada Siang Hari Banyak pasien RLS yang mengeluhkan tentang kualitas tidur yang jelek. Pasien mengalami sulit mengawali tidur karena faktor sirkardian gejala RLS pada jam tidur. Beberapa

pasien tidak kesulitan mengawali tidur, tapi sering bangun karena rasa tidak nyaman, dan untuk mengatasinya pasien terbangun dan berjalan-jalan. Pada sebuah penelitian 133 penderita RLS 84,7% kesulitan mengawali tidur dan 86% terbangun pada sepanjang malam. Investigasi pada laboratorium tidur menunjukkan adanya gangguan tidur berat pada pasien RLS dibanding kontrol. Sebagian besar pasien RLS mengalami Periodic Limb Movement Disorder during Sleep (PLMS). Kebanyakan pasien (46% laki-laki dan 22,2% wanita) mengalami kelelahan pada siang hari. Sebaliknya, ditemukan pula pasien yang tidak mengalami kelelahan meskipun terdapat gangguan tidur berat. Sebuah penelitian pada penderita RLS menunjukkan bahwa kadar hipocretin di CNS meningkat, dimana hal ini melawan efek dari gangguan kualitas tidur. Komplikasi Penyakit Beberapa masalah merupakan efek langsung dari RLS. Contohnya gangguan emosi. Pada kasus yang berat dapat menimbulkan depresi dan keinginan untuk bunuh diri. RLS dapat menimbulkan masalah pernikahan karena terganggunya pasangan. Sepertiga pasangan tidur terpisah. Pada sebuah penelitia 424 pasien RLS di Amerika kualitas kehidupan yang lebih buruk dari populasi pada umumnya. Perjalanan Klinis Penelitian terbaru menunjukkan RLS familial mempunyai onset lebih awal, sebelum umur 30 tahun. Gejala sensoris dan motorik pasien RLS mengalami fluktuasi sepanjang kehidupan. Pada kasus yang berat gejala bisa timbul setiap malam dan memberat seiring dengan umur. Pada wanita hamil gejala RLS timbul dihubungkan dengan defisiensi asam folat. Pada beberapa kasus hanya terjadi pada waktu kehamilan, tapi ada juga yang menetap sepanjang kehidupanya. Epidemiologi Prevalensi RLS sekitar 5,2% populasi. Lavigne dan Montplaisir melaporkan sebuag survei pada 2019 orang Kanada didapatkan 15% RLS dan 10% rasa tidak nyaman pada tungkai pada waktu sore hari. Pada tahun 2000, the National Sleep Foundation melakukan survei di Amerika melaporkan sekitar 15% orang dewasa (18% wanita dan 11% laki-laki) mengalami

gejala RLS beberapa malam dalam 1 minggu. 27 % pada umur lebih dari 65 tahun dan 10 % pada umur 18-29 tahun. Kesimpulanya prevalensi sekitar 5-10%, ini merupakan movement disorder terbanyak dan penyebab gangguan tidur paling sering. Ada hubungan yang kuat antara RLS dan umur. Dimana sering diderita pada umur yang lebih tua, dan terjadi lebih sering pada wanita. Umur paling banyak sekitar 60 tahun. Dari kebanyakan penelitian prevalensi RLS pada dewasa, tapi ternyata RLS dapat terjadi pada anak-anak dan remaja. Diagnosa pada RLS Diagnosa RLS berdasarkan evaluasi klinis. Pada tahun 1995 International Restless Leg Syndrome Groupe membuat kriteria diagnostik esensisal untuk RLS. Empat kriteria esensial adalah: 1. Dorongan untuk bergerak, biasanya disertai atau dikarenakan rasa tidak nyaman di tungkai. 2. Dorongan untuk bergerak dan rasa tidak nyaman memberat pada waktu istirahat seperti berbaring atau tidur. 3. Dorongan untuk bergerak dan rasa tidak nyaman berkurang atau hilang dengan gerakan, seperti berjalan, dan selama aktivitas 4. Dorongan untuk bergerak dan rasa tidak nyaman memberat pada sore atau malam dibanding siang hari atau hanya terjadi pada sore dan malam. Untuk menegakkan diagnosa pada kasus yang tidak jelas bisa menggunakan gambaran klinis yang mendukung, yaitu: ada riwayat keluarga RLS dan berespon baik dengan terapi dopaminergik. Sleep Laboratory Diagnosis Periodic Limb Movement during Sleep (PLMS) and Periodic Limb movement while Awake PLMS disebut juga sebagai nocturnal myoclonus, dideskripsikan sebagai gerakan ekstensi jempol secara ritmik, disertai dorsofleksi pada ankle dan kadang disertai fleksi pada lutut dan paha. Pencatatan dan skoring menurut Coleman jika: gerakan 4 atau lebih 0,5 sampai 5 detik

dengan interval 4-90 detik. PLMS index (jumlah PLMS perjam pada waktu tidur) patologis jika lebih dari 5. Jumlah PLMS sangat bervariasi tiap malamnya. PLMS membentuk sebuah kluster tiap menit sampai jamnya. Secara umum episode ini terutama terjadi setengah malam yang pertama. Untuk mendiagnosa diperlukan sebuah polisomnografi, yang terdiri dari sentral EEG (Elektroencephalografi), EOG (Elektrooculography), submentalelektromyography, bilateral EMG pada otot tibialis anterior. PLMS sering dihubungkan dengan EEG pada waktu sadar. Kesadaran ini berdurasi pendek yang disebut EEG arousal atau misroarousal. Pada pasien RLS sekitar sepertiga PLMS dihubungkan dengan mikroarousal. Dengan adanya EEG arrousal semua PLMS dihubungkan dengan takikardia (penurunan R-R interval 5-10 beats), diikuti bradikardia. Tanda ini menurun dengan usia, terutama pada pasien laki-laki. PLMS merupakan poligrafi utama pada RLS. Pengetahuan tentang PLMS biasanya berasal dari pasien RLS, meskipun PLMS juga terjadi pada narkolepsi, REM sleep behaviour disorder, obstructive sleep apnea syndrome, insomnia dan hipersomnia. PLMS juga kadang terjadi pada pasien tanpa gangguan tidur, terutama pada orang tua. Ketika PLMS terjadi pada pasien yang mengeluh primary sleep onset, insomnia atau hipersomnia maka disebut PLMD (Periodic Limb movemeny Disorder). Meski beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan PLMS dengan gangguan tidur bangun, beberapa penulis menyatakan PLMS memiliki efek yang kecil terhadap tidur malam dan kewaspadaan di siang hari. Pada tahun 1980, Coleman dkk menemukan bahwa tidak ada hubungan antara PLMS dan insomnia. Studi terbaru menunjukkan bahwa pada umur pertengahan dan lebih tua tidak ada korelasi yang kuat antara PLMS dan keluhan tidur dan tanda polisomnografi yang mengganggu tidur. Begitu juga pada pasien lebih muda dan pasien hipersomnia. Meskipun masih banyak kontroversi tentang fungsi PLMS, jumlah PLMS tetap digunakan pada laboratorium tidur untuk mendiagnosa RLS. Pada sebuah penelitian terhadap 100 orang PLMS dan 50 kontrol, 84 5 pasien menunjukkan PLMS index lebih dari 5 dan 70% index lebih dari 10, dibanding 36% dan18% pada pasien kontrol. Pasien juga menunjukkan sebuah index lebih besar dihubungkan dengan EEG arousal. Sebuah index PLMS lebih dari 7 mempunyai sensitivitas 78% dan spesifitas 76% dalam diagnosa RLS. PLMW lebih sensitive yaitu 87% dan spesifik 80% pada pasien RLS dibanding subyek normal. Sekitar 50% mengeluhkan gejala pada lengan, rekaman polisomnografi pada waktu bangun menunjukkan dua pertiga mengalami pergerakan lengan, tapi sangat sedikit yang mengeluhkan paresesia.

Suggested Immobilisation Test SIT dibuat untuk mengukur manifestasi sensoris dan motoris pasien RLS pada waktu bangun. Selama test pasien tidur di bed dengan sudut 45%, dengan kaki lurus dan mata membuka. Diinstruksikan untuk tidak bergerak secara volunter selama tes, selama 1 jam dan dilakukan pada sore hari sebelum jam tidur. EMG diukur pada tibialis anterior kanan dan kiri. Setiap 5 menit pasien disuruh untuk mengira-ngira level rasa tidak nyaman pada tungkai dengan skala 100. Pada sebuah kiri no discomfort dan extreme discomfort pada visual analog scale. Selama tes diukur 12 kali (tiap 5 menit dalam 1 jam), kemudian diukur rata-rata Mean Leg Discomfort Score (MDS). Pada sebuah penelitian menggunakan 100 pasien dengan RLS dan kontrol subyek normal berumur 50 tahun, ditemukan MDS 11 pada pasien RLS dengan sensitiifitas 82% dan spesifitas 84%. Kesimpulanya peningkatan index PLMS mendukung diagnosa RLS.Peningkatan index PLMW pada malam hari dan MDS yang tinggi selama SIT lebih sensitif dan spesifik. Pengukuran keparahan Sekarang IRLSSG membuat 10 poin untuk mengukur keparahan RLS. Scala ini sudah divalidasi menggunakan random blind dan multicenter. Skala ini secara luas digunakan untuk menilai peningkatan respon terapi. IRLSSG rating Scale: 1. Bagaimana rata-rata rasa tidak nyaman di tungkai atau lengan? 2. Bagaimana rata-rata gerakan berkeliling yang disebabkan gejala RLS? 3. Berapa besar turunya gejala RLS setelah berkeliling? 4. Seberapa berat gangguan tidur yang disebabkan RLS? 5. Seberapa berat kelelahan dan rasa kantuk akibat RLS? 6. Seberapa berat RLS anda secara keseluruhan? 7. Seberapa sering gejala RLS yang kamu derita? 8. Berapa rata-rata gejala timbul dalam sehari?

9. Seberapa berat akibat gejala RLS yang kamu derita mempengaruhi kehidupan sehariharimu? 10. Seberapa berat gejala RLS mempengaruhi emosimu? Semua jawaban (kecuali pertanyaan nomor 3) meliputi pilihan: (4) sangat berat; (3) Berat; (2) sedang; (1) Ringan. Untuk pertanyaan nomor 3: (4) Tidak ada perbaikan; (3) perbaikan ringan; (2) Perbaikan sedang; (1) Perbaikan omplit; (0) Tidak ada gejala RLS

RLS pada ANAK Kriteria Diagnosa Meskipun RLS dan PLMS sering pada dewasa, ada laporan kejadian pada anak-anak. Untuk diagnosa definitif RLS pada anak harus memenuhi kriteria esensial dan (1) Anak harus dapat mendeskripsikan rasa tidak nyamanya dengan kata-katanya sendiri atau (2) Anak harus memiliki minimal dua dari ketiga gejala ini a. gangguan tidur; b. Index PLMS lebih dari 5 perjam; c. Orang tua definitif RLS. Prevalensi dan hubunganya dengan nyeri yang merayap Sebuah studi menemukan kejadian RLS pada 1353 anak umur 11 sampai 13. Penelitian retropective gejala RLS menemukan ada dua onset, 12-20 % sebelum umur 10 tahun, dan 38,345% sebelum usia 20 tahun. Kebanyakan kasus adalah gejala ringan, jadi tidak diperlukan tindakan medis. Brening mempresentasikan adanya kemungkinan hubungan antara nyeri yang merayap dengan RLS. Pertama pada orang dengan RLS pernah mengalami nyeri yang merayap pada waktu anak-anak. Kedua, pada pasien anak dengan nyeri yang merayap punya orang tua dengan gejala RLS. Hal ini mengarah bahwa RLS adalah diturunkan secara genetik melalui atosomal dominan.

Hubungan dengan ADHD (Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder) Banyak literatur yang membahas hubungan antara RLS,PLMS dan ADHD. 26-64% anak dengan ADHD punya index PLMS lebih dari 5 perjam. Anak-anak denga ADHD dan PLMS mempunyai peningkatan insiden RLS dan riwayat keluarga RLS. Anak-anak dengan PLMS pun kebanyakan adalah ADHD. Sekitar 44% anak dengan PLMS ditemukan gejala ADHD. Data ini mendukung adanya data bhawasanya ada hubungan secara genetik antara RLS/PLMS dan ADHD. Pada penelitian berbasis komunitas dengan metode cross-sectional pada 866 anak, gejala ADHD diukur menggunakan indikator yang obyektif, menemukan gejala RLS lebih banyan pada pasien yang kembar. Pada polisomnografi 113 anak menunjukkan bahwa anak dengan kombinasi ADHD, gangguan tidur berupa kesulitan bernafas dan PLMS, hanya PLMS yang mempunyai hubungan secara linear. Tetapi linieritas ini tidak terjadi pada anak yang hanya ADHD dan PLMS tanpa sleep-disordered breathing. Hal ini mengarahkan bahwa sleep-disordered breathing sebagai modulator hubungan antara PLMS dan ADHD. Hubungan antara RLS dan ADHD terjadi pada orang dewasa. 58 pasien dengan RLS lebih sering terdapat gejala ADHD dibanding 59 orang yang sehat. Dopaminegic agent tidak hanya memperbaiki gejala RLS/PLMS tetapi juga memperbaiki ADHD.

RLS SEKUNDER Uremia RLS sering berhubungan dengan uremia, 15-40% pasien hemodialysis mengeluhkan adanya gejala RLS, diantaranya parah. Kadang hal ini sangat dramatis karena hemodialisis memerlukan imobilisasi yang lama. Beberapa faktor predisposisi pasien uremia menderita RLS adalah anemia dan peripheralneuropathy. Hemodialisis sendiri menyebabkan RLS. Pada satu kasus gejala RLS menghilang setelah transplantasi ginjal.

Neuropathy Hubungan antara neuropati dan RLS masih kontroversial. Pada tahun 1996, Ondo dan Jancovic melakukan pada EMG dan nerve conduction velocity pada 41 pasien RLS, 15 orang abnormal. Pada 15 orang ini hanya 7 yang menunjukkan tanda dan gejala neuropati. Pada penelitian lain menunjukka 8 dari 22 RLS (36%) terdapat polyneuropathy. Penelitian lain menunjukkan adanya atropi axonal pada nervus suralis pada pasien RLS. Pada 144 pasien yang didiagnosa polineuropati hanya terdapat 5,2% yang menderita RLS. Kesimpulanya, neuropati merupakan bentuk sekunder RLS, terutama dengan onset pada orang tua, dengan gejala sensoris atau nyeri, dan tidak adanya anggota keluarga yang mengalami hal ini. Anemia RLS dilaporkan memiliki hubungan dengan anemia akibat kekurangan zat besi dan asam folat. Secara primer didapatkan defisiensi besi pada CNS, walaupun tanpa anemia Lain-lain Pada 135 pasien fibromyalgia 31 % menderita RLS. Pada 70 pasien rhematoid artritis 30% menderita RLS. RLS juga dikatakan mempunyai hubungan dengan pasien diabetes, hipotiroid, hipertiroi, penyakit paru kronik, chorea, leukemia, dan amyotropic lateral sclerosis.Beberapa pengobatan yang menyebabkan RLS adalah antidepressan, lithium carbonat, antagonis D2, seperti neuroleptik, kopi dan alkohol. DIAGNOSA BANDING PLMS harus dibedakan dengan gangguan fungsi motoris yang lain. Beberapa tipe myoklonus yang berhubungan dengan tidur dapat terlihat pada orang normal. Disebut hypnic myoklonus atau sleeps start jika terlihat pada masa transisi antara bangun ke tidur. Berlangsung secara singkat, melibatkan banyak anggota tubuh, dan mengenai kedua sisi extrimitas. Bentuk myoklonus yang patologis menghilang selama tidur, sedangkan myoklonus epilepsi diaktifasi pada waktu bangun. Beberapa kondisi dapat didiagnosa salah sebagai RLS. Painfull legs and moving toes syndrome dikarekteristikkan sebagai nyeri berat pada salah satu atau kedua kaki, kadang seperti rasa terbakar, berulang. Nyeri tidak memberat pada waktu malam hari dan tidak menghilang dengan aktifitas. Nocturnal leg cramps adalah kontraksi otot tungkai karena nyeri

pada otot gastrocnemeus dan soleus. Meskipun kram tungkai secara klinis mudah dibedakan dengan RLS, tetap merupakan faktor perancu pada penelitia RLS berbasis populasi karena sesuai dengan kriteria diagnosa pada RLS. RLS juga harus dibedakan dengan neurolepic induced akithisia. Neurolepic induced akithisia tidak didapatka paresthesia, dan gejalanya tidak memberat pada waktu malam hari. Levodopa tidak memperbaiki gejala neurolepic induced akithisia seperti halnya pada RLS dan parkinsonism, L-dopa cenderung merupakan trigger akithisia. PLMS mungkin terdapat pada neurolepic induced akithisia, tetapi sedikit yang mengalami RLS. Kelainan vascular seperti claudikasio intermitten sering menjadi penyebab nyeri tungkai dan rasa tidak nyaman, tetapi berbeda dengan RLS, kelainan ini membaik pada waktu istirahat, dan memberat pada waktu berjalan. PEMERIKSAAN PENUNJANG Jika diagnosa membingungkan Polisomnografi sebaiknya dilakukan. Dua kali Polisomnografi malam hari sebaiknya dilakukan. EMG dan nerve conduction sebaiknya dilakukan pada penderita yang mengarah suatu polineuropati atau radiculopathy. Pemeriksaan kadar besi harus dilakukan pada pasien RLS. Pemeriksaan kadar besi meliputi kadar ferritin, TIBC, dan saturasi. Sebuah penelitian dilaporkan bahwa terdapat peningkatan angka kejadian RLS pada pendonor darah wanita dibandingkan dengan kontrol. Meskipun blood loss merupakan penyebab tersering defisiensi besi, diet juga harus diperhatikan. Pada vegetarian, 40% mengalami defisiensi besi sebelum umur 50 tahun. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI Genetik Ada kontibusi genetik pada kejadian RLS. Beberapa keluarga mempunyai anggota keluarga RLS yang tergambar dalam tiga sampai lima generasi. Pada keluarga RLS, dilaporkan lebih dari 50% terdapat kasus idiopatik RLS. Penurunan genetik berdasarkan autosomal dominan dengan rata-rata penetrasi yang tinggi (90-100%). RLS didapatkan pada kromosom 12q pada keluarga French-Canadian (RLS1 locus), dan juga pada kromosom 14q. Gen yang berhubungan dengan transmisi dopaminergic (D1-D5

reseptor, tyrosine hidroxylase, dopamin-B hydroxylase) diamati pertama, tetapi tidak ditemukan hubungan. Tetapi, ada hubungan antara monoamine oxidase A dan RLS, Subtrat Neural Masih ada kontroversi lokasi topis pada RLS. Ada beberapa berasal dari saraf perifer, meskipun hasil biopsi otot normal, dan tidak didapatkan axonal athropy pada C-fiber pasie RLS. Abnormal nerve conduction dan small-fiber neuropathy ditemukan pada sebagian pasien dengan RLS, tetapi penemuan ini sedikit ditemukan pada sekunder RLS, lebih banyak pada sporadic daripada familial RLS, dan lebih banyak lagi pada RLS dengan onset yang lambat. Lesi myelum memberi kontribusi pada kejadian RLS. PLMS dan PLMW ditemukan pada banyak pasien denagn lesi myelum dan pada beberapa kasus disebabkan transeksi lengkap medulla spinalis. Penelitian PLMS menggunakan videographic analysiss, ditemukan sama dengan respon babinsky. Penemuan ini menandakan sebuah hiperexcitabilitas pada pasien RLS. Ada generator myelum pada manifestasi motor pada RLS. Sinal cord generato ini difasilitasi oleh penurunan inhibisi supraspinal. Didapatkan latensi reflek berkedip pada pasien PLMS. Walaupun ini tidak terjadi pada semua pasien RLS, tetapi dapat mengindikasikan suatu kelainan pada level pons atau struktur yang lebih tinggi. Pada MRI tidak didapatkan lesi anatomi pada RLS. Pada fungsional MRI didapatkan keluhan sensorik pada tungkai penderita RLS berhubungan dengan aktivasi talamus dan cerebellum, dimana PLMW mempunyai hubungan yang erat dengan aktivasi pons dan nukleus ruber. Pada penelitian 18 orang dengan stimulasi magnetic transkranial mendukung bahwa asal kelaina RLS pada area subkorteks. Disfungsi Nerutransmitter Pengobatan menggunakan opioid dan L-dopa mengawali hipotesa pross fisiopatologi pada RLS-PLMS. Efek terapi L-dopa dan dan dopamin agonis mendukung hipotesa sental dopamin yang mendasari kondisi ini. Dopamin antagonis menimbulkan perburukan gejala RLS. Satu penelitian menggunakan PET menunjukkan penurunan penurunan ikatan raclopride pada striatum, mendukung adanya penurunan aktivitas D2 reseptor.

Respon positif pada penggunaan opioid dalam terapi RLS, digunakan sebagai argumen adanya hipotesa tentang disfungsi opiate endogenes pada RLS dan PLMS. Sebuah penelitian laporan kasus menunjukkan blokade opiat reseptor menggunakan naloxone tidak mengubah efek pengobatan menggunakan L-dopa. Besi Ekbom menyatakan RLS biasanya terjadi pada anemia defisiensi besi. Dapat terjadi pada, CKD, hamil, pembedahan lambung, Pengobatan anemia defisiensi besi dapat menghilangkan gejala LS secara komplet. In mendukung bahwa suatu kondisi yang dapat menyebabkan anemia defisiensi besi dapat menjadi faktor resiko terjadinya RLS. MRI menunjukkan penurunan besi pada substansia nigra dan sedikit pada putamen pada pasien RLS dibandingkan dengan kontrol. Pada otopsi pasien dengan RLS ditemukan penurunan besi dan H-ferritin dan peningkatan tranferin. Data ini mendukung RLS dipengaruhi oleh defisiensi besi pada substansia nigra yang mungkin berhungan dengan abnormalitas pada regulasi reseptor transferrin. Neuromellanin pada substansia nigra merupakan dasar regulasi abnormalitas pada RLS. Besi merupakan kofaktor untuk tyrosine hidroxylase, enzim yang penting pada sintesa dopamin, dan juga berperan pada fungsi D2 reseptor pada post sinap. PENGOBATAN Nonfarmakologi Tidak didapatkan penelitian formal dengan strategi nonfarmakologi pada pasien RLS, untuk mengurangi dorongan untuk bergerak dan mengurangi rasa tidak nyaman pada tungkai, tetapi adalah penting untuk menyarankan sleep hygiene yang baik untuk mencegah insomnia psikis yang akan memperberat gejala RLS. Hindari alkohol, karena pada beberapa pasien dapat memicu gejala RLS. Pemijatan pada tungkai yang terkena, mengolesi dengan sesuatu yang hangat atau dingin, mengerjakan tugas yang menyita pikiran, dilaporka secara anekdot mengurangi gejala RLS. Olah raga sedang memperbaiki gejala RLS, tetapi olah raga berat dapat memperberat RLS. Beberapa pasien mengubah kebiasaan tidurnya, dengan cara tidur lebih malam dan mengisinya dengan aktivitas, pada beberapa RLS yang parah pasien membuat jadwal jalan-jalan pada malam hari.

Farmakologi Empat kategori obat yang sering diresepkan pada pasien RLS: dopaminergic agent, opioids, antikonvulsan dan benzodiazepin. Pengobatan Dopaminergic L-dopa Pengobatan dopaminergic merupakan pilihan utama pada RLS. L-dopa yang digunakan beberapa obat paten menyertakan dopa-decarboxylase nhibitor, seperti benserzide atau carbidopa. Sebuah penelitian pemberian L-dopa dua kali dalam semalam secara signifikan memperbaiki gejala RLS dan PLMS dibanding placebo. Beberapa penelitian tentang keuntungan pemakaian L-dopa dalam jangka waktu yang lama, berkisar 85% setelah 2 tahun, 31 % setelah 31 bulan. L-dopa juga efektif pada pasien RLS dengan uremia dan mengurangi PLMS pada pasien dengan narcolepsy. Beberapa efek samping pada pemberian L-dopa adalah mual, muntah, takikardia, hipotensi orthostatik, halisinasi, insomnia, kelelahan pada siang hari dan mengantuk. Dua efek khusus yang dilaporkan khas pada RLS yang diberi l-dopa adalah morning rebound dan RLS augmentation. Morning rebound dikarakteristikkan dengan adanya gejala RLS yang terjadi sekali sebagai konsekuensi dari pengobatan pada waktu sore atau malam hari. Fenomena rebound terlihat pada akhir malam ketika hanya mengkonsumsi hanya pada waktu tidur. Augmentation adalah perubahan munculnya gejala RLS lebih cepat 2 jam dari gejala biasanya setelah intervensi farmakologi. Pada severe augmentation, gejala tidak hanya terjadi lebih awal, tetapi juga dorongan untuk bergerak dan rasa tidak nyaman lebih parah, dan efek obat lebih pendek. Peningkatan keparahan RLS dan tingginya dosis L-dopa dihubungkan dengan peningkatan augmentation. Pada augmentation ringan terapi bisa dilanjutkan, tetapi pada kasus yang berat obat dihentikan. Dopaminergic Agonist Dopaminergic agonist merupakan pengobatan lini pertama pada RLS, karena lebih efektif dan sedikit memberi efek samping. Lima dopamin agonis yang telah diteliti adalah bromocriptin, pergolide, cabergoline, pramipexole dan ropinirol. Pada penelitian dengan follow up pendek

bromocriptin tampaknya efektif, tetapi mempunyai efek samping seperti mual. Pergolide juga efektif pada penelitian dengan follow up pendek dan panjang. Pergolide lebih superio daripada L-dopa. Pada 28 pasien yang di terapi dengan pergolide selama 416 hari efikasi sekitar 79% tetapi 71 % mempunyai efek samping, termasuk 27 % mengalami augmentation. Cabergoline juga juga sukses dalam pengobatan RLS. Seperti bromokriptin dan pergolide, cabergoline merupakan ergolin derivat yang mempunyai efek samping mual, dan hipotensi orthostatik. Sering diperlukan pemberian domperidon, dopamin antagonis perifer untuk mengurangi efek samping pada awl pengobatan. Sekarang telah dilakukan penelitian menggunakan pramipexole dan ropinirole pada RLS. Pada tahun 1999, pramipexole sebuah agonis D3 yang mempunyai afinitas tinggi, telah dibuktikan sangat efektif dalam pengobatan RLS dan PLMS. Efikasinya lebih dari 90%, dan augmentation sekitar 32 %. Ropinile, dopamin agonis yang mirip dengan pramipexole juga terbukti efektif dalam pengobatan RLS dan tidak memerlukan domperidon. Pada pemberian pramipexole dan ropinirole pada Parkinson dilaporkan mengalami tidur dengan onset tiba-tiba. Pada pasien RLS, mengantuk mungkin terjadi selama pengobatan dengan menggunakan dua macam obat ini, tetapi sedikit sekali menyebabkan masalah, dan tidak pernah dilaporkan adanya onset tidur yang mendadak. Opioids Terapi opioid telah dilakukan oleh Ekbom, dan beberapa open-label. Dua adalah buta ganda, random, dan dibandingkan dengan kontrol pada oxycodone dan propoxyphene menggunakan rating subyektif dan dan polisomnografi. Oxycodone diberikan 15,9 mg/hari memperbaiki rating subyektif, dan penurunan PLMS pada 11 RLS, dan meningkatkan efisiensi tidur. Beberapa open label mencoba meneliti pada codein dan methadone. Opioid sering diresepkan pada penyakit yang berat, kususnya yang tidak berespon dengan terapi yang lain. Opiod juga berguna pada pasien dengan withdrawal dopamin agonis yang mengalami augmentation. Meskipun laporan tentang toleransi dan adiksi sangat jarang dilaporkan, pemberian opioid tetap harus hati-hati. Penggunaan opioid yang sangat hati-hati terutama pada pasien dengan mengorok dan resiko sleep apneu syndrome.

Antikejang Antikejang pertama diteliti pada 1980, dengan Carbamazepin. Carbamazepin tidak berguna pada penggunaan klinis dan sekarang tidak digunakan pada pengobatan RLS. Beberapa open-label meneliti menggunakan gabapentin dengan dosis 300 2400 mg/hari. Tidak

didapatkan perbandingan dengan dopamin agonis, tetapi secara umum adalah poten. Pada kasus ringan, yang pada penggunaan dopamin agonis mempunyai efek samping, gabapentin dapat dipertimbangkan. Gabapentin disarankan pada neuropatik RLS. Benzodiazepin Beberapa studi menunjukkan bahwa benzodiazepin termasuk diazepam, nitrazepam, lorazepam, dan temazepam memperbaiki kualitas tidur dan mengurangi PLMS dan insomnia. Tetapi evaluasi menggunakan rating subyektif tidak signifikan. Karena dopaminergic agent sering menyebabkan perburukan insomnia, maka benzodiazepin digunakan sebagai terapi tambahan. Pengobatan lain Pada pasien dengan ferritin level 45-50g/L, pemberian besi dapat dilakukan. Pengobatan besi secara oral menggunakan ferrous sulfat 325 mg dua kali sehari pada waktu perut kosong. MANAGEMENT KLINIS RLS Kesimpulanya, Mempertimbangkan dopamin efek agonis merupakan pilihan pegobatan dalam dan RLS.

samping,

nonergoli

derivat,

pramipexole

ropinirole

direkomendasikan. Keuntungan pramipexole adalah durasi aksinya yang panjang. Karena pada RLS sering remisi spontan, maka dokter harus mempertimbangkan ini. Pertimbangakan untuk menghentikan pengobatan jika sudah remisi. Penggunaan terapi farmakologik secara kontinyu sebaiknya pada pasien yang mengeluhkan gejala RLS beberapa malam dalam seminggu. Semua pengobatan adalah simtomatis, dokter harus mempertimbangkan keuntungan dan kerugianya. Untuk kasus yang berat diperlukan dosis yang besar, hati-hati gejala augmentation. Jika terjadi

augmentation gantilah dengan pengobatan lain. Jika hal ini terjadi pada penggunaan L-dopa, gantilah dengan dopamin agonis. Jika terjadi pada dopamin agonis, opioid merupakan pilihan terbaik.
Step 1 Agent DA agonis Pramipexole Ropinirole Pergolide 0,125-1mg* 0,25- 4 mg* 0,1-o,5 mg* Daytime fatigue, somnolence Halusinasi Toleransi Insomnia, somnolence. Dosis Efek samping Mual, hypotensi orthostatik Countermeasure Peningkatan dosis pelan dan

gunakan domperidone (10-30mg) Gunakan kecil Kurangi dosis, atau ganti L-dopa Hentikan Hentikan 2 minggu dan awali lagi dengan dosis kecil Augmentation Gunakan extra dose kecil siang, atau hentikan benzodiazepin dosis

DA prekursor L-dopa benserazide/ carbidopa with

100/25 mg, 200/50 mg # Reguler/ slow release

Sama dengan DA Morning rebound/ augmentation RLS pada awal sore

Sama dengan DA L-dopa extra dose kecil siang Kurangi/ hentikan Kombinasi DA agonist benzodiazepin atau

Bezodiazepin Clonazepam Temazepam Nitrazepam 0,5-2 mg* 15-30 mg* 5-10 mg*

Day time somnolence Toleransi

Kurangi dosis Hentikan 2 minggu, mulai lagi dengan dosis kecil

Opiates Oxycodone Codein 15-20 mg# 15-120 mg* Konstipasi Ketergantungan Simtomatis Hentikan

Antiepileptic drug Carbamazepin 200-400 mg Nefrotoxic Monitor kadar dalam darah dan penyesuaian dosis Gabapentine 100-1800 mg Daytime fatigue, somnolence Kurangi dosis

Catatan: *Pada waktu tidur #Pada waktu tidur dan satu malam

Anda mungkin juga menyukai