Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN NEFROLITHIASIS A. Konsep Teori Nefrolithiasis 1.

Definisi
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra), yang dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Batu ini terbentuk dari pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein. Jika batu ini terdapat di dalam ginjal maka disebut batu ginjal atau Nefrolithiasis. Batu dapat berukuran dari sekecil pasir hingga sebesar buah anggur. Batu yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan biasanya dapat keluar bersama dengan urine ketika berkemih. Batu yang berada di saluran kemih atas (ginjal dan ureter) menimbulkan kolik dan jika batu berada di saluran kemih bagian bawah (kandung kemih dan uretra) dapat menghambat buang air kecil. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis dapat menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang yang menjalar ke perut juga daerah kemaluan dan paha sebelah dalam). Hal ini disebabkan karena adanya respon ureter terhadap batu tersebut, dimana ureter akan berkontraksi yang dapat menimbulkan rasa nyeri kram yang hebat.

2. Anatomi Fisiologi Sistem Kemih Sistem kemih (urinearia) adalah suatu sistem tempat terjadinya proses penyaringan darah dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat- zat yang tidak di pergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih). Sistem kemih terdiri atas saluran kemih atas (sepasang ginjal dan ureter), dan saluran kemih bawah (satu kandung kemih dan uretra). Gambar sistem saluran kemih pada manusia dapat dilihat pada gambar berikut:

a. Saluran Kemih Atas i. Ginjal Dalam keadaan normal, manusia memiliki 2 ginjal. Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang berwarna merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya sekitar 2,5 cm (kurang lebih sebesar kepalan tangan). Ginjal adalah organ yang berfungsi sebagai penyaring darah yang terletak di bagian belakang kavum abdominalis di belakang peritoneum melekat langsung pada dinding belakang abdomen. Setiap ginjal memiliki ureter, yang mengalirkan air kemih dari pelvis renalis (bagian ginjal yang merupakan pusat pengumpulan air kemih) ke dalam kandung kemih.23 Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron.21 Selama 24 jam dapat menyaring darah 170 liter.20 Fungsi yang lainnya adalah ginjal dapat menyaring limbah metabolik, menyaring kelebihan natrium dan air dari darah, membantu mengatur tekanan darah, pengaturan vitamin D dan Kalsium. Ginjal mengatur komposisi kimia dari lingkungan dalam melalui suatu proses majemuk yang melibatkan filtrasi, absorpsi aktif, absorpsi pasif, dan sekresi. Filtrasi terjadi dalam glomerulus, tempat ultra filtrate dari plasma darah terbentuk. Tubulus nefron, terutama tubulus kontortus proksimal berfungsi mengabsorpsi dari substansi-substansi yang berguna bagi metabolisme tubuh, sehingga dengan demikian memelihara homeostatis lingkungan dalam. Dengan cara ini makhluk hidup terutama manusia mengatur air, cairan intraseluler, dan keseimbangan osmostiknya. Gangguan fungsi ginjal akibat BSK pada dasarnya akibat obstruksi dan infeksi sekunder. Obstruksi menyebabkan perubahan struktur dan fungsi

pada traktus urinearius dan dapat berakibat disfungsi atau insufisiensi ginjal akibat kerusakan dari paremkim ginjal.

Perbandingan ginjal normal dan ginjal yang terdapat batu

ii.

Ureter Ureter merupakan saluran kecil yang menghubungkan antara ginjal dengan kandung kemih (vesica urinearia), dengan panjang 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm.20 Saluran ini menyempit di tiga tempat yaitu di titik asal ureter pada pelvis ginjal, di titik saat melewati pinggiran pelvis, dan di titik pertemuannya dengan kendung kemih. BSK dapat tersangkut dalam ureter di ketiga tempat tersebut, yang mengakibatkan nyeri (kolik ureter). Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar berupa jaringan ikat (jaringan fibrosa), lapisan tengah terdiri dari lapisan otot polos, lapisan sebelah dalam merupakan lapisan mukosa. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesica urinearia). Setiap ureter akan masuk ke dalam kandung kemih melalui suatu sfingter. Sfingter adalah suatu struktur muskuler (berotot) yang dapat membuka dan menutup sehingga dapat mengatur kapan air kemih bisa lewat menuju ke dalam kandung kemih. Air kemih yang secara teratur tersebut mengalir dari ureter akan di tampung dan terkumpul di dalam kandung kemih.

b. Saluran Kemih Bawah i. Kandung Kemih Kandung kemih merupakan kantong muscular yang bagian dalamnya dilapisi oleh membran mukosa dan terletak di depan organ pelvis lainnya

sebagai tempat menampung air kemih yang dibuang dari ginjal melalui ureter yang merupakan hasil buangan penyaringan darah. Dalam menampung air kemih kandung kemih mempunyai kapasitas maksimal yaitu untuk volume orang dewasa lebih kurang adalah 30-450 ml. Kandung kemih bersifat elastis, sehingga dapat mengembang dan mengkerut. Ketika kosong atau setengah terdistensi, kandung kemih terletak pada pelvis dan ketika lebih dari setengah terdistensi maka kandung kemih akan berada pada abdomen di atas pubis. Dimana ukurannya secara bertahap membesar ketika sedang menampung jumlah air kemih yang secara teratur bertambah. Apabila kandung kemih telah penuh, maka akan dikirim sinyal ke otak dan menyampaikan pesan untuk berkemih. Selama berkemih, sfingter lainnya yang terletak diantara kandung kemih dan uretra akan membuka dan akan diteruskan keluar melalui uretra. Pada saat itu, secara bersamaan dinding kandung kemih berkontrasksi yang menyebabkan terjadinya tekanan sehingga dapat membantu mendorong air kemih keluar menuju uretra. ii. Uretra Saluran kemih (uretra) merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada lakilaki uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis ke bagian penis panjangnya 20 cm. Uretra pada laki-laki terdiri dari uretra prostatika, uretra membranosa, dan uretra kavernosa. Uretra prostatika merupakan saluran terlebar dengan panjang 3 cm, dengan bentuk seperti kumparan yang bagian tengahnya lebih luas dan makin ke bawah makin dangkal kemudian bergabung dengan uretra membranosa. Uretra membranosa merupakan saluran yang paling pendek dan paling dangkal. Uretra kavernosa merupakan saluran terpanjang dari uretra dengan panjang kirakira 15 cm. Pada wanita, uretra terletak di belakang simfisis pubis berjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya 3-4 cm. Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai saluran ekskresi. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada uretra laki-laki.

3. Penyebab pembentukan batu Penyebab pasti pembentukan BSK belum diketahui, oleh karena banyak faktor yang dilibatkannya, sampai sekarang banyak teori dan faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan BSK yaitu : a. Teori Fisiko Kimiawi Prinsip dari teori ini adalah terbentuknya BSK karena adanya proses kimia, fisika maupun gabungan fisiko kimiawi. Dari hal tersebut diketahui bahwa terjadinya batu sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pembentuk batu di saluran kemih. Berdasarkan faktor fisiko kimiawi dikenal teori pembentukan batu, yaitu: Teori Supersaturasi Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu merupakan dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan. Apabila kelarutan suatu produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka terjadi supersaturasi sehingga menimbulkan terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan terbentuk batu. Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi apabila ada penambahan suatu bahan yang dapat mengkristal di dalam air dengan pH dan suhu tertentu yang suatu saat akan terjadi kejenuhan dan terbentuklah kristal. Tingkat saturasi dalam air kemih tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah bahan pembentuk BSK yang larut, tetapi juga oleh kekuatan ion, pembentukan kompleks dan pH air kemih. Teori Matrik Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan mitokondria sel tubulus renalis yang berbentuk laba-laba. Kristal batu oksalat maupun kalsium fosfat akan menempel pada anyaman tersebut dan berada di sela-sela anyaman sehingga terbentuk batu. Benang seperti laba-laba terdiri dari protein 65%, heksana 10%, heksosamin 2-5% sisanya air. Pada benang menempel kristal batu yang seiring waktu batu akan semakin membesar. Matriks tersebut merupakan bahan yang merangsang timbulnya batu. Teori tidak adanya inhibitor Dikenal 2 jenis inhibitor yaitu organik dan anorganik. Pada inhibitor organik terdapat bahan yang sering terdapat dalam proses penghambat

terjadinya batu yaitu asam sitrat, nefrokalsin, dan tamma-horsefall glikoprotein sedangkan yang jarang terdapat adalah gliko-samin glikans dan uropontin. Pada inhibitor anorganik terdapat bahan pirofosfat dan Zinc. Inhibitor yang paling kuat adalah sitrat, karena sitrat akan bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat yang dapat larut dalam air. Inhibitor mencegah terbentuknya kristal kalsium oksalat dan mencegah perlengketan kristal kalsium oksalat pada membaran tubulus. Sitrat terdapat pada hampir semua buah-buahan tetapi kadar tertinggi pada jeruk. Hal tersebut yang dapat menjelaskan mengapa pada sebagian individu terjadi pembentukan BSK, sedangkan pada individu lain tidak, meskipun sama-sama terjadi

supersanturasi. Teori epitaksi Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain yang berbeda sehingga akan cepat membesar dan menjadi batu campuran. Keadaan ini disebut nukleasi heterogen dan merupakan kasus yang paling sering yaitu kristal kalsium oksalat yang menempel pada kristal asam urat yang ada. Teori kombinasi Banyak ahli berpendapat bahwa BSK terbentuk berdasarkan campuran dari beberapa teori yang ada. Teori infeksi Teori terbentuknya BSK juga dapat terjadi karena adanya infeksi dari kuman tertentu. Pengaruh infeksi pada pembentukan BSK adalah teori terbentuknya batu survit dipengaruhi oleh pH air kemih > 7 dan terjadinya reaksi sintesis ammonium dengan molekul magnesium dan fosfat sehingga terbentuk magnesium ammonium fosfat (batu survit) misalnya saja pada bakteri pemecah urea yang menghasilkan urease. Bakteri yang menghasilkan urease yaitu Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Teori pengaruh infeksi lainnya adalah teori nano bakteria dimana penyebab pembentukan BSK adalah bakteri berukuran kecil dengan diameter 50-200 nanometer yang hidup dalam darah, ginjal dan air kemih. Bakteri ini

tergolong gram negatif dan sensitif terhadap tetrasiklin. Dimana dinding pada bakteri tersebut dapat mengeras membentuk cangkang kalsium kristal karbonat apatit dan membentuk inti batu, kemudian kristal kalsium oksalat akan menempel yang lama kelamaan akan membesar. Dilaporkan bahwa 90% penderita BSK mengandung nano bakteria.

b. Teori Vaskuler Pada penderita BSK sering didapat penyakit hipertensi dan kadar kolesterol darah yang tinggi, maka Stoller mengajukan teori vaskuler untuk terjadinya BSK, yaitu : Hipertensi Pada penderita hipertensi 83% mempunyai perkapuran ginjal sedangkan pada orang yang tidak hipertensi yang mempunyai perkapuran ginjal sebanyak 52%. Hal ini disebabkan aliran darah pada papilla ginjal berbelok 180 dan aliran darah berubah dari aliran laminer menjadi turbulensi. Pada penderita hipertensi aliran turbelen tersebut berakibat terjadinya pengendapan ion-ion kalsium papilla (Ranalls plaque) disebut juga perkapuran ginjal yang dapat berubah menjadi batu. Kolesterol
Adanya kadar kolesterol yang tinggi dalam darah akan disekresi melalui glomerulus ginjal dan tercampur didalam air kemih. Adanya butiran kolesterol tersebut akan merangsang agregasi dengan kristal kalsium oksalat dan kalsium fosfat sehingga terbentuk batu yang bermanifestasi klinis (teori epitaksi). Menurut Hardjoeno (2006), diduga dua proses yang terlibat dalam BSK yakni supersaturasi dan nukleasi. Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu terdapat dalam jumlah yang besar dalam urine, yaitu ketika volume urine dan kimia urine yang menekan pembentukan menurun. Pada proses nukleasi, natrium hidrogen urat, asam urat dan kristal hidroksipatit membentuk inti. Ion kalsium dan oksalat kemudian merekat (adhesi) di inti untuk membentuk campuran batu. Proses ini dinamakan nukleasi heterogen. Analisis batu yang memadai akan membantu memahami mekanisme patogenesis BSK dan merupakan tahap awal dalam penilaian dan awal terapi pada penderita BSK.

4. Klasifikasi Batu Komposisi kimia yang terkandung dalam batu ginjal dan saluran kemih dapat diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus untuk mengetahui adanya kalsium, magnesium, amonium, karbonat, fosfat, asam urat oksalat, dan sistin.

a. Batu Kalsium Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua tipe yang berbeda, yaitu: a.1 Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/ hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih. a.2 Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu batu berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite.

b. Batu Asam urat Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat. Pasien biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang lebih besar menderita penyakit BSK, karena keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.

c. Batu Struvit
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 1520% pada penderita BSK Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium dan pH air kemih >7. Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat penting untuk membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat.

d. Batu Sistin Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 12%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine yang asam. Selain karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang statis karena imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih.

5. Faktor Resiko a. Faktor Intrinsik i. Umur Umur terbanyak penderita BSK di negara-negara Barat adalah 20-50 tahun, sedangkan di Indonesia terdapat pada golongan umur 30-60 tahun. Penyebab pastinya belum diketahui, kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan faktor sosial ekonomi, budaya, dan diet.2 Berdasarkan penelitian Latvan, dkk (2005) di RS.Sidney Australia, proporsi BSK 69% pada kelompok umur 20-49 tahun. Menurut Basuki (2011), penyakit BSK paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

ii.

Jenis Kelamin Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan. Tingginya kejadian BSK pada laki-laki disebabkan oleh anatomis saluran kemih pada laki-laki yang lebih panjang dibandingkan perempuan, secara alamiah didalam air kemih laki-laki kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan perempuan, dan pada air kemih perempuan kadar sitrat (inhibitor) lebih tinggi, laki-laki memiliki hormon testosterone yang dapat meningkatkan produksi oksalat endogen di hati, serta adanya hormon estrogen pada perempuan yang mampu mencegah agregasi garam kalsium. 3 Insiden BSK di Australia pada tahun 2005 pada laki-laki 100-300 per 100.000 populasi sedangkan pada perempuan 50-100 per 100.000 populasi.

iii.

Keturunan Faktor keturunan dianggap mempunyai peranan dalam terjadinya penyakit BSK. Walaupun demikian, bagaimana peranan faktor keturunan tersebut sampai sekarang belum diketahui secara jelas. Berdasarkan penelitian Latvan, dkk (2005) di RS. Sedney Australia berdasarkan keturunan proporsi BSK pada laki-laki 16,8% dan pada perempuan 22,7%.

b. Faktor Ekstrinsik i. Geografi Prevalensi BSK banyak diderita oleh masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan. Hal tersebut disebabkan oleh sumber air bersih yang dikonsumsi oleh masyarakat dimana sumber air bersih tersebut banyak mengandung mineral seperti phospor, kalsium, magnesium, dan

sebagainya. Letak geografi menyebabkan perbedaan insiden BSK di suatu tempat dengan tempat lainnya. Faktor geografi mewakili salah satu aspek lingkungan dan sosial budaya seperti kebiasaan makanannya, temperatur, dan kelembaban udara yang dapat menjadi predoposisi kejadian BSK. ii. Keadaan iklim dan cuaca Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh langsung, namun kejadiannya banyak ditemukan di daerah yang bersuhu tinggi. Temperatur yang tinggi akan meningkatkan jumlah keringat dan meningkatkan konsentrasi air kemih. Konsentrasi air kemih yang meningkat dapat menyebabkan pembentukan kristal air kemih. Pada orang yang mempunyai kadar asam urat tinggi akan lebih berisiko menderita penyakit BSK. iii. Jumlah air yang diminum Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian BSK adalah jumlah air yang diminum dan kandungan mineral yang terdapat dalam air minum tersebut. Bila jumlah air yang diminum sedikit maka akan meningkatkan konsentrasi air kemih, sehingga mempermudah pembentukan BSK iv. Diet Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya BSK. Misalnya saja diet tinggi purine, kebutuhan akan protein dalam tubuh normalnya adalah 600 mg/kg BB, dan apabila berlebihan maka akan meningkatkan risiko terbentuknya BSK. Hal tersebut diakibatkan, protein yang tinggi terutama protein hewani dapat menurunkan kadar sitrat air

kemih, akibatnya kadar asam urat dalam darah akan naik, konsumsi protein hewani yang tinggi juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan memicu terjadinya hipertensi. v. Jenis pekerjaan Kejadian BSK lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak duduk dalam melakukan pekerjaannya. vi. Kebiasaan menahan rasa ingin kencing. Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulakan statis air kemih yang dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK yang disebabkan oleh kuman pemecah urea dapat menyebabkan terbentuknya jenis batu struvit.

6. Patofisiologi Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat, asam urat, oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan merupakan batu idiopatik. Batu campuran oksalat kalsium dan fosfat biasanya juga idiopatik; di antaranya berkaitan dengan sindrom alkali atau kelebihan vitamin D. Batu fosfat dan kalsium (hidroksiapatit) kadang disebabkan hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia). Batu fosfat amonium magnesium didapatkan pada infeksi kronik yang disebabkan bakteria yang menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali karena pemecahan ureum. Batu asam urin disebabkan hiperuremia pada artritis urika. Batu urat pada anak terbentuk karena pH urin rendah (R. Sjamsuhidajat, 1998 Hal. 1027). Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang jelas. Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. Infeksi, stasis, dan litiasis merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga terbentuk lingkaran setan atau sirkulus visiosus. Jaringan abnormal atau mati seperti pada nekrosis papila di ginjal dan benda asing mudah menjadi nidus dan inti batu. Demikian pula telor sistosoma kadang berupa nidus batu (R. Sjamsuhidajat, 1998 Hal. 1027).

7. Manifestasi Klinis Manisfestasi klinik adanya batu dalam saluran kemih bergantung pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urine, terjadi obstruksi yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan

hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi biasanya disertai gejala demam, menggigil, dan dysuria. Namun, beberapa batu jika ada gejala tetapi hanya sedikit dan secara perlahan akan merusak unit fungsional (nefron) ginjal, dan gejala lainnya adalah nyeri yang luar biasa ( kolik). a. Nyeri Lokasi nyeri tergantung dari letak batu. Rasa nyeri yang berulang (kolik) tergantung dari lokasi batu. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan diseluruh area kostovertebratal, tidak jarang disertai mual dan muntah, maka pasien tersebut sedang mengalami kolik ginjal. Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering ingin merasa berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan darah, maka pasien tersebut mengalami kolik ureter. b. Demam Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah sehingga menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas normal. Gejala ini disertai jantung berdebar, tekanan darah rendah, dan pelebaran pembuluh darah di kulit. c. Infeksi BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder akibat obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan. Infeksi yang terjadi di saluran kemih karena kuman Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. d. Hematuri atau kristaluria Terdapatnya sel darah merah bersama dengan air kemih (hematuria) dan air kemih yang berpasir (kristaluria) dapat membantu diagnosis adanya penyakit BSK. e. Mual dan muntah Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali menyebabkan mual dan muntah.

8. Pemeriksaan Penunjang a) Air kemih Mikroskopik endapan Biakan

Sensitivitas kuman

b) Faal ginjal Ureum Kreatinin Elektrolit

c) Foto polos perut (90% batu kemih radiopak) d) Foto pielogram intravena (adanya efek obstruksi) e) Ultrasonografi ginjal (hidronefrosis) f) Foto kontras special Retrograd Perkutan

g) Analisis biokimia batu h) Pemeriksaan kelainan metabolik

9. Penatalaksanaan Medis a) diharapkan dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar. b) batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. c) Endourologi PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : mengeluarkan batu yang berada di

saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu. Litotripsi : memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat

pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi : memasukkan alat ureteroskopi per

uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem

pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi atau uretero-renoskopi ini. Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan

keranjang Dormia. d) kemih saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter. e) Bedah terbuka : 1) Pielolitotomi atau nefrolitotomi : mengambil batu di saluran ginjal 2) Ureterolitotomi : mengambil batu di ureter. 3) Vesikolitotomi : mengambil batu di vesica urinaria 4) Ureterolitotomi : mengambil batu di uretra

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan pengumpulan data yang berhubungan dengan pasien secara sistematis. Pengkajian keperawatan pada ureterolithiasis tergantung pada ukuran, lokasi, dan etiologi kalkulus (Doenges, 1999 Hal 672).
a) Aktivitas / istirahatGejala : pekerjaan monoton, pekerjaan di mana klien terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas / mobilitas sehubungan kondisi sebelumnya. b) SirkulasiTanda : peningkatan TD / nadi, (nyeri, obstruksi oleh kalkulus) kulit hangat dan kemerahan, pucat. c) EliminasiGejala : riwayat adanya ISK kronis, penurunan haluaran urine, distensi vesica urinaria, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.Tanda : oliguria, hematuria, piuruia, perubahan pola berkemih d) Makanan / cairanGejala : mual / muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat / fosfat, ketidakcukupan intake cairan. Tanda : Distensi abdominal, penurunan / tidak ada bising usus , muntah. e) Nyeri / kenyamananGejala : episode akut nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi batu, nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat, tidak hilang dengan perubahan posisi atau tindakan lain. Tanda : melindungi, prilaku distraksi, nyeri tekan pada area abdomen f) KeamananGejala : pengguna alkohol, demam, menggigil

g) Penyuluhan dan PembelajaranGejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, ISK, paratiroidisme, hipertensi, pengguna antibiotik, antihipertensi, natrium bikarbonat, allopurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan vitamin. h) Pemeriksaan diagnostik Urinalisis, urine 24 jam, kultur urine, survey biokimia, foto Rontgen, IVP, sistoureteroskopi, scan CT, USG 2. Diagnosa Keperawatan

Dari data-data

yang didapatkan pada pengkajian,

disusunlah diagnosa

keperawatan. Adapun diagnosa keperawatan yang umum timbul pada batu saluran kemih adalah (Doenges, 1999 Hal 672)
Nyeri (akut), berhubungan dengan trauma jaringan Perubahan pola eliminasi berkemih (polakisuria) berhubungan dengan obstruksi mekanik Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis pasca obstruksi Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi 3. Intervensi Dari diagnosa yang telah disusun berdasarkan data dari pengkajian, maka langkah selanjutnya adalah menyusun intervensi. a) Nyeri akut, berhubungan dengan trauma jaringan. Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol. Intervensi : Catat lokasi nyeri, lamanya intensitas, dan penyebaran. Rasional : membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan pergerakan kalkulus. Jelaskan penyebab nyeri. Rasional : memberi kesempatan untuk pemberian analgetik dan membantu meningkatkan koping klien. Lakukan tindakan nyaman. Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot, dan meningkatkan koping. Bantu dengan ambulasi sesuai indikasi. Rasional : mencegah stasis urine. Kolaborasi : pemberian obat sesuai indikasi. Rasional : mengurangi keluhan b) Perubahan pola eliminasi berkemih (polakisuria) berhubungan dengan obstruksi mekanik. Tujuan : Mempertahankan fungsi ginjal adekuat. Intervensi :

Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urine. Rasional : memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi. Tetapkan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi. Rasional : kalkulus dapat menyebabkan eksibilitas saraf, sehingga menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera. Dorong peningkatan intake cairan. Rasional : peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah, dan dapat membantu lewatnya batu. Periksa semua urine, catat adanya batu. Rasional : penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe dan jenis batu untuk pilihan terapi. Selidiki keluhan kandung kemih penuh. Rasional : Retensi urine dapat terjadi, menyebabkan distensi jaringan Kolaborasi : awasi pemeriksaan laboratorium. Rasional : hal ini mengindikasikan fungsi ginjal c) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis pasca obstruksi. Tujuan : Mencegah komplikasi. Intervensi : Awasi pemasukan dan pengeluaran. Rasional : membandingkan keluaran aktual dan yang diantisipasi membantu dalam evaluasi adanya kerusakan ginjal. Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 liter / hari dalam toleransi jantung. Rasional : mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis tindakan mencuci yang dapat membilas batu keluar. Observasi tanda-tanda vital. Rasional : indikasi hidrasi / volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi. Kolaborasi : awasi Hb. / Ht., elektrolit. Rasional : mengkaji hidrasi dan keefektifan / kebutuhan intervensi d) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi. Tujuan : Memberikan informasi tentang proses penyakitnya / prognosis dan kebutuhan pengobatan. Intervensi : Kaji ulang proses penyakit. Rasional : memberikan pengetahuan dasar di mana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi. Tekankan pentingnya peningkatan masukan cairan. Rasional : pembilasan sistem ginjal menurunkan kesempatan pembentukan batu. Kaji ulang program diet. Rasional : diet tergantung tipe batu

4. Evaluasi Evaluasi dilakukan untuk menilai tingkat keberhasilan pelayanan asuhan keperawatan yang telah dilakukan. Dalam tahap ini, akan terlihat apakah tujuan yang telah disusun tercapai atau tidak. Pada penderita dengan ureterolithiasis, hasil evaluasi yang diharapkan meliputi : Nyeri hilang / terkontrol Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan Komplikasi dicegah / minimal Proses penyakit / prognosis dan program terapi dipahami

DAFTAR PUSTAKA C. Long Barbara, Perawatan Medikal Bedah , jilid 3, Yayasan IAPK Pajajaran, Bandung, 1996 Doenges ME, dkk., Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC, Jakarta, 2000 Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, volume I, EGC, Jakarta , 1999 Marry Ann Matteson, Introductory Nursing Care of Adults, Sounder Company, Philadelpia PennSylvani, 1995 Purnomo, B. Basuki, Dasar-dasar Urolog , cetakan I, CV. Infomedika, Jakarta, 2000 Robert Prihardjo, Pengkajian Fisik Keperawatan, cetakan II, EGC, Jakarta, 1996 Wim de Jong dan Sjamsuhidayat, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, 1998

Anda mungkin juga menyukai