Anda di halaman 1dari 3

Iztirani Nur Aisha 15409005

Kasus Tumpahan Minyak pada Perairan Singapura akibat Tabrakan Kapal Tanker MT Bunga Kelana 3 dan Kapal Kargo

Pada Tanggal 25 Mei 2010, terjadi tabrakan kapal tanker MT Bunga Kelana 3 dengan kapal kargo di sekitar 13 kilometer arah tenggara Changi tanker yang menciptakan lubang menganga berukuran sekitar 20 meter x 6 meter pada kapal tanker bunga kelana. Tabrakan tersebut mengakibatkan 2.500 ton minyak mentah tumpah ke perairan Changi. Kapal tanker MT Bunga Kelana 3 saat itu sedang membawa 62 ribu ton minyak mentah. Jumlah minyak yang tumpah lebih dari cukup untuk mengisi kolam renang ukuran Olimpiade dan dengan cepat menyebar ke laut hingga mencapai pantai Changi. Bau minyak yang tajam bisa tercium di sepanjang pantai Changi. Masyarakat yang biasa berolahraga di sepanjang pantai tersebut harus menutupi hidung mereka sewaktu melintasi pantai ini karena baunya yang sangat mengganggu. Wilayah yang terkena tumpahan saat ini berada di utara, menunjukkan bahwa arus laut dan angin mendorong minyak menuju perairan barat laut Singapura. Gambar 1 Tumpahan Minyak Mencemari Pantai Changi

Tumpahan minyak di perairan Singapura meluas wilayah lain di Singapura, termasuk lahan basah Chek Jawa di Pulau Ubin, Jumat 28 Mei 2010. Lahan basah Chek Jawa merupakan tempat tinggal berbagai ekosistem unik, sekaligus tempat perlindungan beberapa tanaman dan hewan yang di masa lalu bukanlah spesies langka di Singapura. Lokasi pada jarak 700 meter memanjang dari Changi Beach juga terkena tumpahan minyak dan sekarang wilayah tersebut tertutup untuk perenang. Menurut media Malaysia, tumpahan minyak juga telah mencapai Teluk Ramunia di tenggara Johor, Malaysia Tumpahan minyak ini juga mengurangi jumlah tangkapan ikan nelayan sekitar serta merusak sejumlah tempat budidaya perikanan laut. Kerugian terbesar dialami oleh kegiatan perikanan tangkap di Malaysia. Sejumlah resort di Johor dan Singapura ditutup karena pantainya tercemar minyak. Tumpahan minyak telah merusak sebagian hutan bakau di Pulau Ubin dan Pulau Chek Jawa.

Penanggulangan tumpahan minyak dilakukan dengan menggunakan metode oil boom dan dispersan. Pertama-tama tumpahan minyak dilokalisasi dengan menggunakan pelampung pembatas (oil booms), yang kemudian akan ditransfer dengan perangkat pemompa (oil skimmers) ke sebuah fasilitas penerima "reservoar" baik dalam bentuk tangki ataupun balon. Langkah penanggulangan ini akan sangat efektif apabila dilakukan di perairan yang memiliki hidrodinamika air yang rendah (arus, pasang-surut, ombak, dll) dan cuaca yang tidak ekstrem. Pihak Singapura telah memasang ribuan meter alat penjerat minyak terapung untuk menghalangi minyak mentah itu mengalir ke pantai. Namun, upaya tersebut gagal. Angin dan kondisi laut membuat petugas mengalami kesulitan menahan tumpahan minyak di laut lepas. Hal ini mengakibatkan pihak Singapura menggunakan dispersan kimiawi yaitu dengan memecah lapisan minyak menjadi tetesan kecil (droplet) sehingga mengurangi kemungkinan terperangkapnya hewan ke dalam tumpahan. Dispersan kimiawi adalah bahan kimia dengan zat aktif yang disebut surfaktan (berasal dari kata : surfactants = surface-active agents atau zat aktif permukaan). Tumpahan minyak yang berada di pantai diangkat dengan menggunakan escavator dan sekop lalu dibuang ke tempat pembuangan akhir. Metode dispersan memang secara efektif dapat mengurangi dampak tumpahan minyak terhadap burung dan mamalia laut namun dispersan dapat mematikan biota laut kecil seperti ikan, mollusca, serta sejumlah plankton karena mengurangi kadar oksigen pada air laut. Penggunaan dispersan pada kasus tumpahan minyak ini menyebabkan terjadinya kematian massal ikan di sekitar Pulau Ubin. Hal ini menyebabkan sejumlah pakar menyarankan untuk menggunakan zat ozon untuk memecah tetesan minyak tersebut. Gambar 2 Ikan Mati di Pulau Ubin

Cara Penanggulangan Tumpahan Minyak Lainnya Adapun cara lainnya untuk menanggulangi tumpahan minyak adalah sebagai berikut, In-situ burning, yakni pembakaran minyak pada permukaan air sehingga mampu mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut, penyimpanan dan pewadahan minyak serta air laut yang terasosiasi, yang dijumpai dalam teknik penyisihan secara fisik. Cara ini membutuhkan ketersediaan booms (pembatas untuk mencegah penyebaran minyak) atau barrier yang tahan api. Beberapa kendala dari cara ini adalah pada peristiwa tumpahan besar

yang memunculkan kesulitan untuk mengumpulkan minyak dan mempertahankan pada ketebalan yang cukup untuk dibakar serta evaporasi pada komponen minyak yang mudah terbakar. Sisi lain, residu pembakara yang tenggelam di dasar laut akan memberikan efek buruk bagi ekologi. Juga, kemungkinan penyebaran api yang tidak terkontrol. Penyisihan minyak secara mekanis melalui dua tahap yaitu melokalisir tumpahan dengan menggunakan booms dan melakukan pemindahan minyak ke dalam wadah dengan menggunakan peralatan mekanis yang disebut skimmer. Upaya ini terhitung sulit dan mahal meskipun disebut sebagai pemecahan ideal terutama untuk mereduksi minyak pada area sensitif, seperti pantai dan daerah yang sulit dibersihkan dan pada jam-jam awal tumpahan. Sayangnya, keberadaan angin, arus dan gelombang mengakibatkan cara ini menemui banyak kendala. Bioremediasi, yaitu mempercepat proses yang terjadi secara alami, misalkan dengan menambahkan nutrien, sehingga terjadi konversi sejumlah komponen menjadi produk yang kurang berbahaya seperti CO2 , air dan biomass. Selain memiliki dampak lingkunga kecil, cara ini bisa mengurangi dampak tumpahan secara signifikan. Sayangnya, cara ini hanya bisa diterapkan pada pantai jenis tertentu, seperti pantai berpasir dan berkerikil, dan tidak efektif untuk diterapkan di lautan. Menggunakan sorbent yang bisa menyisihkan minyak melalui mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pada permukaan sorbent) dan absorpsi (penyerapan minyak ke dalam sorbent). Sorbent ini berfungsi mengubah fasa minyak dari cair menjadi padat sehingga mudah dikumpulkan dan disisihkan. Sorbent harus memiliki karakteristik hidrofobik,oleofobik dan mudah disebarkan di permukaan minyak, diambil kembali dan digunakan ulang. Ada 3 jenis sorbent yaitu organik alami (kapas, jerami, rumput kering, serbuk gergaji), anorganik alami (lempung, vermiculite, pasir) dan sintetis (busa poliuretan, polietilen, polipropilen dan serat nilon)

Daftar Pustaka http://agusnurul.blogspot.com/2011/02/metode-penanggulangan-tumpahan-mintak.html http://wildshores.blogspot.com/2010/05/what-is-being-done-about-oil-spill-25.html#.UTnMFBzxpco http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/05/27/0430421/Tumpahan.Minyak.Ditangani.Singap ura http://www.greenradio.fm/news/latest/3180-tumpahan-minyak-ganggu-nelayan-indonesia http://www.seagrasswatch.org/Info_centre/Magazine/pdf/SW_Magazine_Issue41_low.pdf http://www.tribunnews.com/2010/05/27/singapura-tutup-pantai-akibat-tumpahan-minyak

Anda mungkin juga menyukai