Anda di halaman 1dari 9

DERMATITIS PERIORAL DEFINISI Dermatitis perioral adalah kelainan kulit yang menetap dengan gambaran lesi kulit yang

tampak sebagai papuloeritema dan pustul yang utamanya timbul disekitar mulut. Dermatitis perioral sering tampak seperti akne vulgaris, rosasea dan dermatitis seboroik. Penyebab dermatitis perioral hingga kini masih belum d i k e t a h u i d e n g a n j e l a s , n a m u n d i b e b e r a p a j u r n a l d i s e b u t k a n b ahwa timbulnya dermatitis perioral ini berhubungan erat dengan penggunaan obat-obatan steroid topikal. (tami)(6) Berdasarkan penyebabnya, dermatitis perioral secara garis besar dapat dibedakan menjadi dermatitis perioral yang berhubungan dengan penggunaan kortikosteroid topikal yang merupakan subtipe dari CIRD (Corticosteroid-Induced Rosacea-Like Dermatitis) maupun yang tidak berhubungan dengan penggunaan kortikosteroid topikal ( Idhiopathic Perioral Dermatitis). CIRD mempunyai tiga subtipe yang dibagi berdasarkan lokasi anatomi, yaitu: perioral, sentrofasial dan difus. Dermatitis perioral yang merupakan subtipe dari CIRD merupakan yang paling sering terjadi pada dewasa dan anak-anak. Pada beberapa kasus juga terjadi pada perinasal dan periokular. Pada subtipe sentrofasial terjadi pada pipi bagian dalam, kelopak mata bagian dalam, hidung dan dahi. Pada subtipe difus terjadi pada seluruh wajah dan seringkali meluas sampai ke leher. (6) Idhiopathic perioral dermatitis biasanya lebih sering terjadi pada pasien wanita berusia 20-45 tahun meskipun dapat juga terjadi pada pria. Idhiopathic perioral dermatitis juga terjadi pada anak-anak tanpa ada dominansi gender. Terdapat jenis lainnya dari Idhiopathic Perioral Dermatitis yaitu Granulomatous Periorificial Dermatitis atau Facial Afro-Caribbean Childhood Eruption (FACE). Granulomatous Periorificial Dermatitis paling sering terjadi pada anak-anak keturunan AfrikaAmerika dan mungkin juga berhubungan dengan penggunaan kortikosteroid topikal. Idiopathic perioral dermatitis dapat dipengaruhi oleh penggunaan pasta gigi berflorida, pemakaian kosmetik dan pelembab, stres emosional dan agen mikrobiologi.(6)

EPIDEMIOLOGI Dermatitis perioral pertama kali didefinisikan pada sekitar akhir tahun 19501960. Pada era tersebut penggunaan pasta gigi berfluorid e dan kortikosteroid topikal mulai tersedia dan digunakan secara luas. Pada saat itu banyak dokter meresepkan obat kortikosteroid topikal kuat yang digunakan pada kulit wajah sedangkan efek samping dari obat tersebut belum diketahui.(jurnal) Definisi dermatitis perioral kini diperluas menjadi dermatitis periofisial seiring banyaknya lesi kulit pada area perinasal dan periorbital. Dermatitis perioral sering terjadi pada dua kelompok usia antara lain anakanak berusia 6 bulan sampai 16 tahun baik laki-laki maupun perempuan dan wanita berusia 17 t a h u n s a m p a i 4 5 t a h u n . ( 6 )

ETIOLOGI Penyebab dermatitis perioral hingga kini masih belum diketahui dengan jelas, namun terdapat beberapa faktor penting yang telah diketahui berhubungan erat dengan timbulnya dermatitis perioral antara lain organisme patogenik infeksius, faktor hormonal, penggunaan obat-obatan steroid topikal dan paparan zat kimia seperti pasta gigi yang mengandung fluor. Penggunaan kortikosteroid topikal pada kulit wajah merupakan penyebab tersering timbulnya dermatitis perioral. Dalam sebuah studi didapatkan bahwa 71 dari 73 pasien telah menggunakan kortikosteroid dengan florin sebelum timbulnya onset perioral dermatitis. D a l a m s t u d i l a i n n y a pada anak-anak maupun dewasa juga didapatkan adanya r i w a y a t penggunaan kortikosteroid topikal sebanyak 72% dari total kasus dermatitis perioral. Dalam sebuah studi terhadap anak-anak penderita asma yang mendapatkan terapi steroid inhaler juga m e n g a l a m i d e r m a t i t i s p e r i o r a l . P e n g g u n a a n k o r t i k o s t e r o i d o r a l j u g a t e l a h d i k e t a h u i berhubungan dengan timbulnya dermatitis perioral meskipun lebih sering menimbulkan aknesteroid. Beberapa spesies mikroorganisme telah diketahui berhubungan dengan timbulnya dermatitis perioral meskipun belum ada bukti kuat yang menyatakan mereka sebagai agen penyebab. Dimungkinkan penggunaan kortikosteroid topikal dapat mengubah bakteri menjadi patogen. Dalam penelitian lain didapatkan bahwa adanya kutu Demodex folliculorum berhubungan dengan dermatitis perioral. Namun hal ini juga berhubungan dengan adanya penggunaan kortikosteroid pada pasien tersebut sehingga kemungkinan hanya sebagai faktor sekunder penyebab dermatitis perioral tersebut. Dalam sebuah studi lainnya ditemukan bahwa t i d a k a d a p e r b e d a a n j u m l a h m i k r o o r g a n i s m e y a n g d i t e m u k a n a n t a r a k u l i t w a j a h y a n g mendapatkan terapi steroid topikal dan yang mendapatkan krim plasebo. Adanya riwayat atopi juga diperkirakan berhubungan dengan timbulnya dermatitis perioral. Dalam sebuah studi diidentifikasi sebanyak 19 dari 20 pasien penderita dermatitis perioral juga mengalami dermatitis atopi. Dalam studi selanjutnya juga didapatkan 14% kasus dermatitis perioral pada anak yang mengalami dermatitis atopi serta 55% diantaranya memiliki riwayat atopi dalam keluarganya. Kosmetik, pelembab dan produk topi kal wajah lainnya juga berhubungan dengan timbulnya dermatitis perioral. Pasien pengguna kosmetik, pelembab, krim malam sangat mungkin untuk menderita dermatitis perioral dibanding kan dengan pasien yang tidak menggunakan bahan tersebut. Hal inilah yang menjadi penyebab mengapa jumlah kasus dermatitis perioral lebih banyak terjadi pada wanita. Namun saat ini belum diketahui secara pasti zat dalam kosmetik tersebut yang menjadi predisposisi dermatitis perioral. Adanya kandungan florida juga diketahui mempunyai keterlibatan dalam timbulnya dermatitis perioral. Dalam suatu penelitian yang melibatkan 65 pasien penderita dermatitis perioral dimana kesemuanya merupakan pengguna pasta gigi berflorid a dilakukan penggantian dengan pasta gigi tanpa fluoride dan hasilnya setengah dari jumlah pasien tersebut mengalami perbaikan. (6) MANIFESTASI KLINIS

Dermatitis perioral tampak sebagai papuloeritem kecil, vesikel dan pustul yang timbul terlokalisasi disekitar mulut dan pada beberapa kasus lesi juga timbul pada perinasal, glabella dan periokular.(6)

Gambar 1. Dermatitis perioral - ditemukannya papuloeritem di sekitar mulut. (6)

Gambar 2. Dermatitis perioral - lesi pada daerah perinasal. (6) DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan penunjang Anamnesis Pada saat dilakukan anamnesis pasien mengeluh adanya bintik-bintik merah yang terletak utamanya disekitar mulut, kadang-kadang disertai rasa gatal atau rasa panas.(fitz color) Gambaran klinis Dermatitis perioral tampak sebagai papuloeritem kecil, vesikel dan pustul yang timbul terlokalisasi disekitar mulut dan pada beberapa kasus lesi juga timbul pada perinasal, glabella dan periokular.(6) Pemeriksaan penunjang. Tambah gambaran histopatologi.
3

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan histopatologi, namun biasanya jarang dibutuhkan. Pada pemeriksaan histopatologi dapat ditemukan adanya spongiosis, Uji Tempel dapat digunakan untuk mengetahui adanya dermatitis kontak akibat pasta gigi dan bahan kosmetik. (6)

DIAGNOSIS BANDING Rosasea Rosasea adalah penyakit kulit kronis pada daerah sentral wajah (yang menonjol/cembung) yang ditandai dengan kemerahan pada kulit dan telangiektasis disertai episode peradangan yang memunculkan erupsi papul, pustul dan edema.(7) Tempat predileksi rosasea adalah di sentral wajah, yaitu hidung, pipi, dagu, kening, dan alis. Gejala utama rosasea adalah eritema, telangiektasis, papul, edema, dan pustul. Adanya eritema dan telangiektasia adalah persisten pada setiap episode dan merupakan gejala khas rosasea. Papul kemerahan pada rosasea tidak nyeri, berbeda dengan akne vulgaris.(7) Klasifikasi stadium : - Stadium I : Timbulnya eritema tanpa sebab atau akibat sengatan matahari. Eritema ini menetap lalu diikuti timbulnya beberapa telangiektasia.

Gambar 3. Erythematotelangiectatic rosacea. (8)

- Stadium II : Timbul papul, pustul, dan edema, terjadilah eritema persisten dan banyak telangiektasia, papul dan pustul.

Gambar 4. Papulopustular rosacea (8)

- Stadium III : Terlihat eritema persisten yang dalam, banyak telangiektasia, papul, pustul, nodus, dan edema.(buku ui p 262)

Gambar 5. Phymatous rosacea (8)

Dermatitis seboroik Dermatitis seboroik merupakan dermatosis papuloskuamosa kronik yang sering ditemukan. Tempat predileksi adalah kepala, dahi, glabela, telinga posaurikular, liang telinga luar, leher, lipatan nasolabial, daerah sternal, areola mammae, lipatan di bawah mammae pada wanita, interskapular, umbilikus, lipat paha, dan daerah anogenital.(10)

Gambar 6. Dermatitis seboroik pada perbatasan antara skalp dengan wajah. Ditemukan eritem & skuama. (10)

Gambar 7. Dermatitis seboroik pada lipatan nasolabial.(10)

Akne vulgaris Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis akne vulgaris sering polimorfik, terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul, nodus, dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik.(8) Tempat predileksi akne vulgaris adalah di muka, bahu, dada bagian atas, dan punggung bagian atas. Komedo adalah gejala patognomonik bagi akne berupa papul miliar yang ditengahnya mengandung sumbatan sebum, bila berwarna hitam akibat mengandung unsur melanin disebut komedo hitam atau komedo terbuka (black comedo, open comedo). Sedang bila berwarna putih karena letaknya lebih

dalam sehingga tidak mengandung unsur melanin disebut sebagai komedo putih atau komedo tertutup. (8)

Gambar 8. Closed comedo.(9)

Gambar 9. Open comedo. (9) PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan untuk kasus dermatitis perioral meliputi, antara lain: Medikamentosa A. Sistemik A. Untuk pasien dewasa diberikan antibiotik oral antara lain: tertrasiklin 250-500 mg untuk sekali atau 2 kali sehari hingga pengobatan tuntas, kemudian 500 mg perhari selama 1 bulan, hingga 250 mg perhari untuk tambahan bulan. (1-2) Tetrasiklin merupakan antibiotik yang paling efektif untuk dermatitis perioral namun kontraindikasi untuk ibu hamil dan anak-anak dibawah 8 tahun. Untuk ibu hamil dan anak-anak dibawah 8 tahun dapat diberikan antibiotik oral lainnya, yaitu minosiklin 100 mg/hari atau doksisiklin 100 mg/hari, untuk terapi yang efektif diberikan selama 3-4 minggu sampai didapatkan respon, kemudian dapat

diberikan setengah dosis jika lesi sudah berkurang. Untuk anakanak dapat diberikan eritromisin 250 mg 2-3x/hari. Minosiklin atau doksisiklin 100 mg sehari, atau 2 kali sehari hingga pengobatan tuntas, kemudian 50 mg perhari selama 2 bulan

B. Topikal Untuk pengobatan topikal diberikan: - Metronidazol krim 0,75% 2x/hari atau 1%1x/hari. - Eritromisin 1,5%-2% dapat dikombinasikan dengan steroid lemah hydrocortison krim. (6) Non-Medikamentosa - Jika pasien menggunakan steroid, maka langkah pertama pengobatan adalah segera hentikan pemakaian steroid. Pasien harus diperingatkan untuk tidak menggunakan steroid karena akan menyebabkan dermatitis perioral. Edukasi pasien untuk menghentikan pemakaian krim pelembab, krim malam, make up serta pasta gigi berflorida.

PROGNOSIS Dermatitis perioral umumnya merupakan self-limited disease.(1) Tanpa pengobatan, dermatitis perioral dapat berlangsung lama hingga menahun. Pengobatan dengan antibiotik topikal maupun sistemik yang tepat dapat memberikan hasil dalam 6 sampai 10 minggu. Perioral dermatitis dapat sembuh tanpa pengobatan dengan menghindari penggunaan kortikosteroid, pelembab, tata rias dan pasta gigi berflorida. DAFTAR PUSTAKA 1. Chamlin S, Lawley Leslie. Perioral Dermatitis In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine. 7th ed. New york : Mc Graw Hill Medical; 2009. p. 709-11. Wolff K, Johnson R. Perioral Dermatitis In: Wolff K, Johnson R. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology . 6th ed. New york : Mc Graw Hill Medical; 2009. p. 14-5. Berth J. Rosacea, Perioral Dermatitis and Similar Dermatoses, Flushing and Flushing Syndromes In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. 8th ed. London : Wiley-Blackwell; 2010. p. 43.1112 . Gawkrodger D. Sebaceous and Sweat Glands Acne, Rosacea and Other Disorders In: Gawkrodger D. Dermatology An Illustrated Colour Text. 3rd ed. London : Churchill Livingstone; 2002. p .61.

2.

3.

4.

5.

James W, Berger T, Elston D. Acne In: James W, Berger T, Elston D. Andrews Disease of The Skin Clinical Dermatology . 10th ed. Toronto : Saunders Elsevier; 2006. p. 249. Vanderweil SG, Levin NA. Perioral Dermatitis : its not every rash that occurs around the mouth. Dermatology Nursing. 2009; 21: 317-53 Wasitaatmadja S. Akne, erupsi, akneiformis, rosasea rinofima In: Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. p. 253-63. Zaenglein A, Graber E, Thiboutot D. Disorder of the Sebaceous Gland In: Wolff K, Goldsmith R, Katz S. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine. 7th ed. New york : Mc Graw Hill Medical; 2009. p. 687-703. Shen Y, Wang T, Zhou C, et al. Prevalence of acne vulgaris in chinese adolescent and adults. Acta derm veneral. 2012; 40-4.

6. 7.

8.

9.

10. Rosso JQD. Adult seborrheic dermatitis a status report on practical topical management. The journal of clinical and aesthetic dermatology. 2011;4: 32-8. 11.

Anda mungkin juga menyukai