Anda di halaman 1dari 21

Laporan Kasus

FRAKTUR ZIGOMATIKOMAKSILARIS KOMPLEKS DEKSTRA

Oleh:
Irbasmantini Syaiful, S.Ked NIM. 04124705083

Pembimbing: dr. Iqmal Perlianta, Sp.BP-RE

BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU BEDAH RSUP DR. MOH. HOESIN PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus

FRAKTUR ZIGOMATIKOMAKSILARIS KOMPLEKS DEKSTRA

Oleh: Irbasmantini Syaiful, S.Ked 04124705083

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian/Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang Periode 19 Agustus 2013 26 Oktober 2013

Palembang,

Oktober 2013

dr. Iqmal Perlianta, Sp.BP-RE

STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI Nama Umur Jenis Kelamin Kebangsaan Alamat Status Pekerjaan Suku Bangsa Pendidikan No. Rec. Med MRS : Firman Herwansyah : 22 tahun : Laki-laki : Indonesia : Talang Tinggi, Pagaralam : Belum Menikah : Mahasiswa : WNI : SMA : 767503 : 06 Oktober 2013

II.

ANAMNESIS (Alloanamnesis, pada tanggal 07 Oktober 2013, pukul 13.00 WIB)

Keluhan Utama: Penurunan kesadaran dan luka pada wajah setelah KLL.

Riwayat Perjalanan Penyakit: 7 jam SMRS, motor yang dikendarai penderita tergelincir akibat tidak dapat menghindari lobang pada saat kecepatan tinggi. Penderita terjatuh dari motor dengan kepala dan wajah sebelah kanan membentur aspal, saat terjatuh helm yang dikenakan penderita terlepas sebelum membentur aspal. Penderita langsung tidak sadarkan diri.

III.

PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Tekanan Darah Denyut Nadi Frekuensi Napas Temperatur : Tampak sakit berat : GCS : 10, E2M5V3 : 110/70 mmHg : 76 x/menit : 20 x/menit : 36,5 OC

b. Keadaan Spesifik Kepala Leher Thorax - Jantung : HR 76x/menit, reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada - Paru : RR 20x/menit, vesikuler normal, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen - Inspeksi - Palpasi - Perkusi - Auskultasi : : : : Datar, simetris Lemas, nyeri tekan (-) Timpani BU (+) : : Lihat status lokalis Dalam batas normal

Ekstremitas - Superior - Inferior : : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

c. Status Lokalis Regio frontal - Inspeksi : Hematom (+), tampak luka ukuran 4x3 cm, telah dijahit, tepi luka tidak rata, dasar tulang

- Palpasi

: Krepitasi (+)

Regio orbita dekstra - Inspeksi : Hematom (+), lagofthalmus (+), tampak luka di palpebra superior ukuran 0,5 cm, telah dijahit, ekimosis periorbita (+), subconjungtival bleeding (+) - Palpasi : -

Regio zigomatikomaksilaris dekstra - Inspeksi - Palpasi : : Hematom (+), deformitas (+), asimetris Krepitasi (+), step off(+), malar depressed (+)

Regio nasal - Inspeksi - Palpasi : deviasi septum (-), epistaksis (-), deformitas (-) : krepitasi (-), nyeri (-)

Regio maksilla - Inspeksi : Tampak luka ukuran 1cm telah dijahit, tepi luka tidak rata, dasar tulang - Palpasi : step off (-), floating maksilla (-)

Regio mandibula - Inspeksi : simetris, deformitas (-), tampak luka ukuran 1cm telah dijahit, tepi luka tidak rata, dasar tulang - Palpasi : step off (-), maloklusi (-)

Regio oral - Inspeksi - Palpasi : maloklusi (-), trismus (-), cedera lidah (-) : fraktur palatum (-)

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium (tanggal 6 Oktober 2013) Darah Rutin Hb Ht Leukosit Trombosit : 12,7 g/dl (Normal: 13,2-17,3 g/dl) : 46 vol % (Normal : 43-49 vol %) : 12.600/mm3 (Normal : 4.500-11.000/mm3) : 190.000/mm3 (Normal : 150.000-450.000/mm3)

Diff count : 0/1/2/64/30/6 (Normal: 0-1,1-6,2-6,50-70,25-40,2-8) Kimia Klinik BSS Natrium Kalium : 102 mg/dl (<200mg/dl) : 145 mEq/l (135-155 mEq/l) : 4,4 mEq/l (3,6-5,5 mEq/l)

CT Scan bone window (pada tanggal 06 Oktober 2013)

Kesan: Tampak fraktur dinding lateral maksilla kanan, arkus zigomatika kanan, sutura sphenozygomatic kanan Soft tissue swelling di regio temporozigomatika kanan Tampak gambaran perselubungan hiperdens sinus maksilaris kanan

CT Scan brain window (pada tanggal 06 Oktober 2013)

Kesan: Sulcus menyempit, girus melebar Ventrikel menyempit Tak tampak lesi hipo/hiperdens di parenkim cerebri

V.

DIAGNOSIS KERJA Cedera Kepala Sedang GCS 10 + Edema Cerebri + Fraktur zigomatikomaksilaris kompleks dekstra

VI.

PENATALAKSANAAN O2 sungkup 8L/menit Head up 30O IVFD NaCl gtt xxx/menit Injeksi Ketorolac 3x30 mg (iv) Injeksi Ceftriaxon 2x1 gram (iv) Pro ORIF

VII.

PROGNOSIS Quo ad Vitam Quo ad Functionam : malam : bonam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Fraktur adalah hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan keras tubuh.Fraktur maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yngmeliputi tulang frontal, temporal, orbitozigomatikus, nasal, maksila

danmandibula. Fraktur maksilofasial lebih sering terjadi sebagai akibat dari faktor yang datangnya dari luar seperti kecelakaan lalu lintas, kecelakaan

kerja,kecelakaan akibat olah raga dan juga sebagai akibat dari tindakan kekerasan. (Fonseca, et al. 2005) Fraktur midfasial melibatkan banyak struktur yang terdiri dari fraktur zigomatikomaksilar (zygomaticomaxillary complex/ZMC) termasuk fraktur Le fort, dan fraktur nasoorbitoethmoid (nasoorbitalethmoid /NOE). Fraktur midfasial cenderung terjadi pada sisi benturan dan bagian yang lemah seperti sutura, foramen, dan aperture. Fraktur zigoma merupakan salah satu fraktur midfasialyang paling sering terjadi, umumnya sering terjadi pada trauma yang melibatkan 1/3 bagian tengah wajah, hal ini dikarenakan posisi zigoma agak lebih menonjol pada daerah sekitarnya. Fraktur ZMC biasanya melibatkan dinding bawah orbita tepat diatas nervus alveolaris inferior, sutura zigomatikofrontal, sepanjang arkus pada sutura zigomatikotemporal, dinding lateral

zigomatikomaksila, dan suturazigomatikosplenoid yang terletak di dinding lateral orbita, sedangkan dindingmedial orbita tetap utuh (Tucker and Ochs, 2003). Fraktur midfasial merupakan tantangan di bidang bedah karena struktur anatomi yang kompleks dan padat Penanganan yang tepat dapat menghindari efek samping baik anatomis, fungsi, dan kosmetik. Tujuan utama perawatan fraktur fasial adalah rehabilitasi penderita secara maksimal yaitu penyembuhan tulangyang cepat, pengembalian fungsi okuler, fungsi pengunyah, fungsi hidung, perbaikan fungsi bicara, mencapai susunan wajah dan gigi-geligi yang memenuhiestetis serta memperbaiki oklusi dan mengurangi rasa sakit akibat adanyamobilitas segmen tulang (Tucker and Ochs, 2003).

2.1 Anatomi Os Zigoma Zygoma berartikulasi dengan tulang frontal, sphenoid, temporal, danmaksilar dan berkontribusi secara signifikan terhadap kekuatan dan stabilitas wajah bagian tengah. Proyeksi kedepan zygoma menyebabkannya sering terkena cedera. Zygoma dapat terpisah dari keempat artikulasi ini. Hal ini disebut fraktur kompleks zygomatik atau sering disebut juga fraktur tetrapod karena melibatkanempat struktur artikulasi tersebut. ZMC memegang peranan penting dalam struktur, fungsi, dan keindahan penampilan pada rangka wajah. ZMC membentuk kontur pipi normal dan memisahkan isi rongga orbita dari fossa temporal dan sinus maxilaris, juga mempunyai peranan dalam penglihatan dan pengunyahan. Zygomatic arch adalah tempat insersio otot masseter melindungi otot temporalis dan processus coronoid (Alvi et all, 2003). serta

Gambar 1. Os zygoma, pandangan submental (A) dan frontolateral (B)

ZMC terdiri dari 4 struktur pendukung (buttress), yaitu : 1. Zygomaticomaxillary buttress 2. Frontozygomatic buttress 3. Infraorbital buttress 4. Zygomatic arch buttress

10

ZMC mempunyai 4 perlekatan pada tengkorak, yaitu : 1. Sutura zygomaticofrontal (perlekatan daerah superior pada os frontale) 2. Sutura zygomaticomaxillary (perlekatan daerah medial pada maksila) 3. Sutura Zygomaticotemporal (perlekatan daerah lateral pada os temporal) 4. Sutura Zygomaticosphenoidal (perlekatan pada sayap terbesar os sphenoid)

Gambar 2. Perlekatan os zygoma Saraf sensori yang berhubungan dengan zygoma adalah divisi keduanervus trigeminal. Cabang-cabang zygomatik, fasial, dan temporal keluar dariforaminta pada tubuh zygoma dan memberikan sensasi pada pipi dan daerahtemporal anterior. Nervus infraorbital melewati dasar orbital dan keluar padaforamen infraorbital. Hal ini memberikan sensasi pada pipi anterior, hidunglateral, bibir atas, dan geligi anterior maksila. Otot-otot ekspresi wajah yang berasal dari zygoma termasuk zygomaticus mayor dan labii superioris. Mereka diinervasi oleh nervus kranialis VII. Otot masseter menginsersi sepanjang permukaan temporal zygoma dan arcus dan diinervasi oleh sebuah cabang dari nervus mandibularis. Fascia temporalis berlekatan ke prosesus frontal dari zygoma dan arcuszygomatik. Fascia ini menghasilkan resistensi pergeseran inferior dari sebuahfragmen fraktur oleh
11

penarikan kebawah dari otot masseter. Posisi bola mata dalam hubungan dengan aksis dipertahankan olehligamen suspensori Lockwood. Perlekatan ini lebih kearah medial hingga aspek posterior dari tulang lakrimal dan lateral terhadap tuberkel orbital (Whitnall) (yang adalah 1 cm dibawah sutura zygomaticofrontal pada aspek medial dari prosesus frontal dari zygoma). Bentuk dan lokasi dari canthi medial dan lateralkelopak mata dipertahankan oleh tendon canthal.Tendon canthal lateral berlekatan dengan tuberkel Whitnall. Tendon canthal medial berlekatan dengankrista lakrimal anterior dan posterior. Fraktur kompleks zygomatik seringkalidibarengi dengan sebuah antimongoloid (kearah bawah)dari daerah canthal lateralyang disebabkan oleh pergeseran zygoma. Fraktur ZMC juga dikenal sebagai fraktur tetrapod dan merupakan merupakan fraktur fasial yang paling sering terjadi. Tingginya insiden dari fraktur ZMC berhubungan dengan lokasi zigoma yang lebih menonjol dan berstruktur konveks. Predileksi terutama pada laki-laki, dengan perbandingan 4:1dengan perempuan dan memuncak pada usia 20-30 tahun (Congton et al, 1994).

2.2 Etiologi fraktur ZMC Penyebab dari fraktur ZMC yang paling sering adalah akibat benturan atau pukulan pada daerah inferolateral orbita atau pada tonjolan tulang pipi dikarenakan kecelakaan kendaraan bermotor, perkelahian, atau cidera olahraga. Patofisiologi fraktur ZMC biasanya melibatkan dinding bawah orbita tepat diatas nervus alveolaris inferior, sutura zigomatikofrontal, sepanjang arkus pada sutura zigomatikotemporal, dinding lateral zigomatikomaksila, dan sutura

zigomatikosplenoid yang terletak di dinding lateral orbita, sedangkan dinding medial orbita tetap utuh. Bilateral fraktur zigoma jarang terjadi, hanya sekitar 4 % dari 2067 kasus yang diteliti oleh Ellis dkk.

2.3 Penegakan Diagnosis Fraktur zygomatik tidak mengancam nyawa dan biasanya dirawat setelah cedera yang lebih serius tertangani dan pembengkakan telah menghilang 4 hingga 5 hari setelah cedera. Evaluasi awal dari pasien dengan fraktur zygomatik

12

termasuk pencatatancedera tulang dan status jaringan lunak yang mengelilinginya (kelopak mata,apparatus lakrimalis, tendon canthal, dan bola mata)dan nervus kranialis II hinggaVI. Ketajaman visual dan status bola mata dan retina harus dibuat; seorangophthalmologis harus dikonsultasikan untuk kemungkinan atau keraguan cederamata. Diagnosa dari fraktur zigoma didasarkan pada pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang. Riwayat trauma pada wajah dapat dijadikaninformasi kemungkinan adanya fraktur pada kompleks zigomatikus selain tanda-tanda klinis. Tetapi pemeriksaan klinis seringkali sulit dilakukan karena adanya penurunan kesadaran, oedem dan kontusio jaringan lunak dari pasien yang dapat mengaburkan pemeriksaan klinis, dan pula tidak ada indikator yang sensitif terhadap adanya fraktur zigoma (Yamamato et al, 2007).

Riwayat

Sifat, daya, dan arah hantaman cedera harus dicari tahu dari pasien dansaksi-saksi yang ada. Sebuah hantaman lateral langsung, seperti pada sebuah penyerangan, seringkali menghasilkan arcus zygomatik yang terisolasi atausebuah fraktur kompleks zygomatik yang tergeser kearah inferomedial. Sebuahcedera frontal seringkali menghasilkan fraktur yang bergeser kearah posterior dan inferior. Pasien dengan fraktur kompleks zygomatik mengeluh nyeri, odem periorbital, dan ekimosis. Mungkin ada paresthesia atau anesthesia diatas pipi,hidung lateral, bibir atas, dan gigi anterior maksila yang dihasilkan dari cederazygomaticotemporal atau nervus infraorbital. Hal ini terjadi pada 18 hingga 83% dari seluruh pasien dengan trauma zygomatik. Ketika arcus bergeser kearahmedial, pasien mungkin mengeluh trismus. E pistaksis dan diplopia mungkin dapat terjadi. Pemeriksaan Fisik

Ekimosis dan odem adalah tanda-tanda klinis awal yang paling umum danterlihat pada 61% dari seluruh cedera zygomatik. Depresi eminensia malaris danlingkaran infraorbital menghasilkan penurunan pipi. Hemoragi subkonjungtiva juga seringkali terlihat. Pergeseran kebawah dari zygoma menghasilkan sebuah

13

kemir ingan terhadap canthus lateral, enophthtalmos, dan penekanan pada lipatan supratarsal dari kelopak mata (Gambar 2). Laserasi pada daerah wajah akan menuntun ahli bedah untuk menduga adanya fraktur di bawahnya. Palpasi sutura zygomaticofrontal, keseluruhan 360lingkaran orbita, dan arcus zygomatik harus dilakukan dalam cara yang berurutan. Kelunakan, patahan,atau pemisahan sutura adalah indikasi terhadap sebuah fraktur. Secara intraoral,gangguan pada penopang zygomaticomaksilaris dapat dipalpasi, dan ekimosis pada daerah fossa akan mungkin terlihat. Rentang pergerakan mandibula dievaluasi untuk mengetahui terkenanya arcus zygomatik pada prosesus koronoid. Diperhatikan simetri dan ketinggian pupil yang merupakan petunjuk adanya pergeseran pada dasar orbita dan aspek lateral orbita, adanya ekimosis periorbita, ekimosis subkonjungtiva, abnormal sensitivitas nervus, diplopia dan enoptalmus; yang merupakan gejala yang khas efek pergeseran tulang zigoma terhadap jaringan lunak sekitarnya. Tanda yang khas dan jelas pada trauma zigoma adalah hilangnya tonjolan prominen pada daerah zigomatikus. Selain itu hilangnya kurvatur cembung yang normal pada daerah temporal berkaitan dengan fraktur arkus zigomatikus. Deformitas pada tepi orbita sering terjadi jika terdapat pergeseran, terutama pada tepi orbital lateral dan infraorbita. Ahli bedah juga meletakkan jari telunjuk dibawah margin infraorbita, sepanjang zigoma, menekan ke dalam jaringan yang oedem untuk palpasi secara simultan dan mengurangi efek visual dari oedem saat melakukan pemeriksaan ini (Kauffman et all, 2008). Gejala klinis yang paling sering ditemui adalah : Keliling mata kehitaman, yakni ekhimosis dan pembengkakan pada kelopak mata Perdarahan subkonjungtiva Proptosis (eksophtalmus) Mungkin terjadi diplopia (penglihatan ganda), karena fraktur lantai dasar orbita dengan penggeseran bola mata dan luka atau terjepitnya otot ekstraokuler inferior Mati rasa pada kulit yang diinervasi oleh n.infraorbitalis.

14

Radiologis

Pemeriksaan radiografis terlihat adanya kabut dan opasitas di dalam sinus maksilaris yang terkena. Pengamatan yang lebih cermat pada dinding lateral antrum pada regio pendukung (buttres) (basis os zygomaticum) sering menunjukkan diskontinuitas atau step. Pergeseran yang umumnya terjadi adalah inferomedial yang mengakibatkan masuknya corpus zygoma ke dalam sinus maksilaris dan mengakibatkan berkurangnya penonjolan malar. Penggunaan CT Scan dan foto roentgen sangat membantu menegakkan diagnosa, mengetahui luasnya kerusakan akibat trauma, dan perawatan. CT scan pada potongan axial maupun coronal merupakan gold standard pada pasien dengan kecurigaan fraktur zigoma, untuk mendapatkan pola fraktur, derajat pergeseran, dan evaluasi jaringan lunak orbital. Secara spesifik CT scan dapat memperlihatkan keadaan pilar dari midfasial: pilar nasomaxillary,

zygomaticomaxillary, infraorbital, zygomaticofrontal, zygomaticosphenoid, dan zygomaticotemporal. Penilaian radiologis fraktur zigoma dari foto polos dapat menggunakan foto waters, caldwel, submentovertek dan lateral. Dari foto waters dapat dilihat pergeseran pada tepi orbita inferior, maksila, dan bodi zigoma. Foto caldwel dapat menunjukkan region frontozigomatikus dan arkus zigomatikus. Foto submentovertek menunjukkan arkus zigomatikus (Kelly et all, 2007).

Gambar 3. CT-scan yang menunjukkan adanya ZMC fracture

15

2.4 Klasifikasi fraktur ZMC Secara historis, klasifikasi fraktur zygomatik digunakan untuk

memprediksi fraktur-fraktur apa yang tetap stabil setelah reduksi. Secara klinis,hal ini akan membiarkan ahli bedah untuk mengidentifikasi fraktur-fraktur tersebut yang memerlukan reduksi terbuka dan beberapa metode fiksasi.Pada 1961 Knight dan North mengklasifikasikan fraktur zygomatik dengan arah pergeseran pada radiografi Waters view.Dengan kemajuan CTscan dan peningkatan penggunaan fiksasi internalyang rigid, skema klasifikasi yang lebih modern bertujuan untuk mengidentifikasifraktur-fraktur tersebut yang memerlukan pendekatan bedah agresif. Pada 1990, Manson et.al mengajukan sebuah metode klasifikasi yangdidasarkan pada pola segmentasi dan pergeseran: Low energy-ZMC fracture. Fraktur yang memperlihatkan sedikit atau tidak ada pergeseran diklasifikasikan sebagai cedera energi-rendah. Fraktur incomplete (tidak lengkap) pada satu atau lebih artikulasi dapat terlihat Mild energy-ZMC fracture. Fraktur energi-menengah memperlihatkan fraktur lengkap (complete) padaseluruh artikulasi dengan pergeseran ringan hingga moderat. Serpihan mungkin dapat timbul. High energy-ZMC fracture. Fraktur energi-tinggi ditandai dengan serpihan pada orbit lateral dan pergeseran lateral dengan segmentasi pada arcus zygomatik.

Zingg

dan

kolega,

dalam

sebuah

tinjauan,

fraktur

zygomatik,

mengklasifikasikan cedera-cedera ini kedalam tiga kategori. Menurut Zingg (1992), klasifikasi fraktur ZMC terbagi menjadi : Type A Relatif jarang terjadi Luka terbatas pada 1 komponen dari struktur tetrapod, yaitu

16

Type B Mencakup seluruh 4 penopang ZMC (fraktur tetrapod klasik) Terjadi sekitar 62% dari fraktur ZMC

Type C Adalah fraktur komplek dengan patahnya os zygomatic itu sendiri. Biasanya fraktur terjadi pada zygomaticomaxillary dan zygomaticotemporal

2.5 Penatalaksanaan Fraktur ZMC biasanya memerlukan pengungkitan dan pergeseran lateral pada waktu reduksi. Fraktur dengan pergeseran minimal dan sedang yang tidak mengakibatkan gangguan penglihatan bisa direduksi secara pengangkatan, disertai insersi pengait tulang atau trakeal melalui kulit. Apabila pergeseran tulang lebih parah, beberapa jalur lain bisa dipilih misalnya metode Gilles (jalan masuk melalui kulit dengan melakukan diseksi mengikuti fascia temporalis profundus ke aspek medial corpus zygomaticus dan arcus zygomaticus), melalui insisi pada regio sutura zygomaticofrontalis dan peroral, baik di sebelah lateral tuberositas atau melalui antrum (Back et all, 2007). Reduksi yang memuaskan bisa disapatkan dengan cara apa saja, dan faktor kritis adalah pengangkatan corpus zygomaticus yang mengalami pergeseran, harus memadai dan dipertahankan. Mengisi antrum dengan menggunakan kasa yang mengandung obat melalui jendela nasoantral, merupakan teknik yang umum digunakan.Reduksi yang lebih akurat dengan stabilisasi segmen yang diangkat dengan pengawatan sutural langsung atau penempatan pelat adaptasi

(zygomaticofrontal) kadang lebih disukai. Walaupun pelat memberikan fiksasi yang bersifat kaku, jaringan lunak tipis yang menutupinya memungkinkan pelat menjadi menonjol dan teraba sehingga nantinya harus dikeluarkan (Kelly et all, 2007). Beberapa treatment untuk fraktur ZMC yang bisa dilakukan : 1. Gillies approach 2. Lateral eyebrow approach 3. Upper buccal sulcus approach
17

4. Fixation at the ZF suture only 5. Fixation at the ZM suture only 6. Fixation at the ZF and ZM sutures 7. No treatment due to financial constraints 8. Antral packing 9. Observation

Optimalnya fraktur ditangani sebelum oedem pada jaringan muncul, tetapi pada praktek di lapangan hal ini sangat sulit. Keputusan untuk penanganan tidak perlu dilakukan terburu-buru karena fraktur zigoma bukan merupakan keadaan yang darurat. Penundaan dapat dilakukan beberapa hari sampai beberapa minggu sampai oedem mereda dan penanganan fraktur dapat lebih mudah (Barry et all, 2008). Penatalaksanaan fraktur zigoma tergantung pada derajat pergeseran tulang, segi estetika dan defisit fungsional. Perawatan fraktur zigoma bervariasi dari tidak ada intervensi dan observasi meredanya oedem, disfungsi otot ekstraokular dan parestesi hingga reduksi terbuka dan fiksasi interna. Intervensi tidak selalu diperlukan karena banyak fraktur yang tidak mengalami pergeseran atau mengalami pergeseran minimal. Penelitian menunjukkan bahwa antara 9-50% dari fraktur zigoma tidak membutuhkan perawatan operatif (Zingg, 1992).

18

BAB III ANALISIS KASUS


Seorang laki-laki berusia 22 tahun, bertempat tinggal di Talang Tinggi, Pagaralam, datang ke RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dengan penurunan kesadaran dan luka pada wajah setelah KLL. Hasil alloanamnesis didapatkan 7 jam SMRS, motor yang dikendarai penderita tergelincir akibat tidak dapat menghindari lobang pada saat kecepatan tinggi. Penderita terjatuh dari motor dengan kepala dan wajah sebelah kanan membentur aspal, saat terjatuh helm yang dikenakan penderita terlepas sebelum membentur aspal. Penderita langsung tidak sadarkan diri. Pada pemeriksaan fisik tanggal 07 Oktober 2013 didapatkan airway, breathing dan circulation penderita dalam batas normal, namun didapatkan penurunan kesadaran GCS 10 yang menunjukkan terjadi cedera kepala sedang akibat kepala yang membentur benda keras. Pada pemeriksaan status lokalis regio frontal pada inspeksi tampak hematom (+), tampak luka ukuran 4x3 cm, telah dijahit, tepi luka tidak rata, dasar tulang, pada palpasi didapatkan krepitasi (+). Pada regio orbita dekstra pada inspeksi tampak hematom (+), lagofthalmus (+), tampak luka di palpebra superior ukuran 0,5 cm, telah dijahit, ekimosis periorbita (+), subconjungtival bleeding (+). Pada regio zigomatikomaksilaris dekstra pada inspeksi tampak hematom (+), deformitas (+), dan asimetris, pada palpasi krepitasi (+), step off(+) dan malar depressed (+). Pada regio nasal tidak didapatkan abnormalitas. Pada regio maksilla pada inspeksi tampak luka ukuran 1cm telah dijahit, tepi luka tidak rata, dasar tulang. Pada regio mandibula tampak luka ukuran 1cm telah dijahit, tepi luka tidak rata, dasar tulang. Pada regio oral tidak ditemukan abnormalitas. Pada pemeriksaan CT Scan bone window tanggal 06 Oktober 2013

didapatkan kesan tampak fraktur dinding lateral maksilla kanan, arkus zigomatika kanan, sutura sphenozygomatic kanan, soft tissue swelling di regio

temporozigomatika kanan dan gambaran perselubungan hiperdens sinus maksilaris kanan yang memberikan kesimpulan dari CT scan terjadi fraktur ZMC.

19

Sedangkan pada pemeriksaan CT Scan brain window tanggal 06 Oktober 2013, didapatkan kesan sulcus menyempit, girus melebar dan ventrikel menyempit yang menunjukkan tanda adanya edema cerebri. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis dapat ditegakkan diagnosa kerja pada kasus ini adalah cedera kepala sedang GCS 10 dengan edema cerebri dan fraktur zigomatikomaksilaris kompleks dekstra Penyebab frakturnya adalah karena benturan benda keras pada wajah bagian kanan penderita. Penatalaksanaan awal dilakukan stabilisasi keadaan umum pasien yang meliputi airway dengan membuka dan membersihkan jalan nafas, breathing dengan pemberian oksigen dan circulation dengan perawatan perdarahan disertai pemberian cairan isotonik. Penatalaksanaan definitif dilakukan operasi terbuka dan fiksasi interna dengan menggunakan plat mini and screw, injeksi Ketorolac 3x30 mg (iv), injeksi Ceftriaxon 2x1 gram (iv). Prognosis pada pasien ini secara vitam malam dan functionam bonam.

20

DAFTAR PUSTAKA
Alvi A, Doherty T, Lewen G. Facial fractures and concomitant injuries in trauma patients.Laryngoscope. 2003. Back C PN, McLean N R, Anderson P J, David D J. The conservative management of facial fractures: indications and outcomes. J Plast Reconstr Aesthet Surg. 2007. Barry C, Coyle M, Idrees Z, Dwyer M H, Kearns G. Ocular findings in patients with orbitozygomatic complex fractures: a retrospective study. J Oral Maxillofac Surg. 2008. Covington D S, Wainwright D J, Teichgraeber J F, Parks D H. Changing patterns in the epidemiology and treatment of zygoma fractures: 10-year review. J Trauma. 1994. Fonseca,R .J., et. all. Oral and Maxillofacial Trauma.Third Ed.WB Saunders Co. Philadelphia.2005. Kaufman Y, Stal D, Cole P, Hollier L., Jr Orbitozygomatic fracture management. Plast Reconstr Surg. 2008. Kelley P, Hopper R, Gruss J. Evaluation and treatment of zygomatic fractures. Plast Reconstr Surg.2007. Tucker MR , Ochs MW. Management of facial fractures. Dalam : Petersonet al. contemporary oral and maxillofacial surgery. St louis: mosby co.2003. Yamamoto K, Murakami K, Sugiura T, et al. Clinical analysis of isolated zygomatic arch fractures. J Oral Maxillofac Surg. 2007. Zingg M, Laedrach K, Chen J, et al. Classification and treatment of zygomatic fractures: a review of 1,025 cases. J Oral Maxillofac Surg. 1992.

21

Anda mungkin juga menyukai