Anda di halaman 1dari 71

1

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Kanker merupakan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol walaupun rangsangan pemicu perubahan tersebut telah berhenti, serta mempunyai kemampuan untuk menginvasi dan bermetastasis. Kanker merupakan penyakit yang sangat serius, sebagai penyebab kematian dibanyak negara dari tahun ke tahun jumlah penderita dan angka kematian terus meningkat. Diperkirakan kematian akibat kanker mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di negara berkembang. Tingkat penderitaan dan angka kematian yang disebabkan oleh kanker antara laki-laki dan perempuan sejauh ini didominasi oleh perempuan. Berdasarkan data Globocan, International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2002, kanker payudara menempati urutan pertama dari seluruh kanker pada perempuan (insidence rate 38 per 100 000 perempuan).

I.2 Tujuan dan Manfaat I.2.1 Tujuan Khusus Mengetahui keganasan yang sering terjadi pada wanita, insidensi, etiologi, patofisiologi, serta penatalaksanaan dan proses deteksi dini suatu keganasan serta penanganannya. I.2.2 Manfaat a. Menambah pengetahuan serta wawasan bagi penulis mengenai suatu keganasan yang tersering menyerang wanita. b. Pembaca dapat memahami lebih jauh tentang suatu keganasan, khususnya keganasan yang sering menyerang wanita. c. Menambah bahan bahan pustaka bagi institusi.

BAB II TINJAUN PUSTAKA

II. 1 KANKER OVARIUM Tumor ganas ovarium menempati 2,4-5,6 % dari tumor ganas yang sering ditemukan pada wanita. Insidensinya dibawah kanker serviks dan karsinoma endometrium namun angka mortalitas yang tinggi menempatkan tumor ovarium merupakan urutan teratas tumor gans yang sering diderita wanita. (jihong, 2011) Tumor ovarium merupakan entitas patologik yang sangat beragam. Keberagaman tersebut disebabkan oleh adanya tiga jenis sel yang membentuk ovarium normal; epitel penutup (coelomic) permukaan yang multipoten, sel germinativum totipoten, dan sel stroma atau genjel seks yang multipoten. Setiap jenis sel tersebut menimbulkan beragam tumor. (Crum, 2007)

II.1.1 Epidemiologi Insiden dan mortalitas tumor ganas ovarium dalam 30 tahun terakhir tidak banyak berubah. Insiden tertinggi di negara Amerika utara, Skandanavia dan Eropa Utara. Sedangkan di wilayah asia insidensi lebih rendah. Pada tahun 2003 di Amerika serikat terdapat sekitar 25.400 kasus baru tumor gansa ovarium, diantaranya sekitar 14.300 kasus meninggal karena penyakit tersebut.(Jihong, 2007). Pada tahun 1989-1992 di indonesia terdapat 1726 kasus kanker ginekologik di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM, Jakarta dan 13,6 % adalah kanker ovarium. Namun, berdasarkan data histopatologik Departemen Kesehatan RI pada tahun 2002 tumor ganas ovarium menduduki urutan ketiga tumor ganas tersering pada wanita. Pada umumnya penderita datang sudah dalam stadium II IV (42,5%). Diketahui juga angka kematian akibat kanker ovarium sebanyak 22,6% dari 327 kematian kanker ginekologi. Nasar,2010 (Aziz, 1995)

II.1.2 Etiologi Etiologi tumor ganas ovarium tidak jelas, faktor berikut mungkin berkaitan dengan timbulnya penyakit tersebut : 1. Pengaruh reproduksi : Infertil atau jumlah kehamilan sedikit, memakai stimulan ovulasi dll. Dapat menambah risiko keganasan ovarium.

Sedangkan kehamilan atern berefek proteksi jelas terhadap timbulnya kegansan ovarium. Beberapa penelitian menemukan bahwa mwningkatnya jumlah kehamilan tak lengkap juga dapat menurunkan risiko timbulnya karsinoma ovarium. 2. Pengaruh haid : Usia menopause lanjut dapat sedikit menambah risiko karsinoma ovari, tapi pengaruhnya tidak besar. Kebanyakan penelitian tidak menemukan menarke dini sebagai faktor risiko, walaupun beberapa studi menganggap itu sebagai faktor risiko lemah. 3. Efek hormon eksogen : penggunaan jangka panjang pil kontrasepsi dapat menurunkan risiko karsinoma ovari. Sebaliknya, terapi substitusi hormon pasca menopause dapat meningkatkan resikkonya. 4. Faktor Diet : Diet tinggi lemak dapat meningkatkan risiko, sedangkan vitamin, serat, buah dan sayur dapat menurunkan risikonya. 5. Faktor Genetik : pda kebanyakan kasus, faktor genetik (herediter multigenik) berinteraksi dengan faktor lingkungan dalam menimbulkan tumor. Sekitar 5-10% pasien karsinoma ovarium memiliki anggota keluarga yang menderita karsinoma ovarium. Sedangkan pada wanita dengan riwayat keluarga sindrom keganasan ovarium herediter (HOCS) berpeluan 20% sesuai dengan pertambahan usia.

II.1.3 Patologi 1. Keganasan epitel ovarium Keganasan epitel ovarium sering ditemukan, menempati 85-90% dari keganasan karsinoma ovarium, umumnya terjadi pada wanita setengah baya dan lansia, usia tersering adalah 50-60 tahun. Berasal dari epitel permukaan ovarium maupun epitel permukaan yang berinvaginasi kedalam berupa duktus glandular dan kista. Karsinoma serosa : Mencakup kistadenoma serosa papilar dan karsinoma papilar. 50% timbul serentak dikedua ovarium, mudah tersebar di cavum abdomen dan pelvis, dapat disertai dengan asites masif, merupakan keganasan epitel ovari yang sering ditemukan. Irisan penampang tumor sebagai kistik solid, cairan serosa di dalam kista, di dinding dalam kista sering terdapat banyakbanyak papila rapuh dan nodul padat, pada setengah lebih sering terdapat tampak papila eksofitik. Tumor

jenis tersebut dibawah mikroskop menurut diferensiasi sel kankaer dibagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk. Kanker berdiferensiasi baik memiliki percabangan papilar rapat , dapattampak mitosis, sel tampak anaplastik berat terdapat invasi intestinal jelas, badan psamoma relatif banyak. Kanker diferensiasi sedang dan buruk memiliki banyak area padat, papil sedikit atau tidak ada, badan psamoma tidak ditemukan. Karsinoma Musinosa : lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan kanker serosa, mengenai overium bilateral pada 10-20% kasus. Sebagian besar tumor multilokular, padat atau sebagian kistik, didalam kista berisi musin gelatinosa, jarang sekali tumbuh paila eksofitik, area solid berwarna putih susu atau merah jambu, struktur rapat dan konsistensi rapuh. Di bawah mikroskop dibagi menjadi 3 gradasi yang berdiferensi baik dan sedang memiliki struktur glandular yang jelas, percabangan papila epitel rapat, terdapat dinding bersama glandular, atipia inti sel jelas, terdapat invasi intestinal. Yang berdiferensiasi buruk struktur glandular tidak jelas, mitosis atipikal bertambah banyak, produksi musin dari sel sangat sedikit. Pasien sering kali meninggal karena lesi metastasis peritoneal menimbulkan obstruksi usus. Karsinoma Endometrioid: Di China relatif jarang ditemukan. Tumor bersifat solid, irisan penampang berwarna putih kelabu, sangat rapuh, yang kistik di dalamnya berisi massa polipoid luas, sekitar 1/5 kasus disertai karsinoma endometrium. Mengenai ovarium bilateral sekitar 30%. Histologi mikroskopik serupa dengan karsinoma endometrium. Tapi papila di sisni pendek dan lebar, unsur intertisial lebih banyak, jarang atau tidak ada ciri glandula saling membelakangi. Tumor ganas Brenner dan karsinoma transisional: Semuanya tergolong karsinoma fibroepitel. Karsinoma sel transisional merupakan penggolongan baru dari sejenis karsinoma epitel, suatu tumor ganas yang langsung timbul dari epitel permukaan ovarium. Dari tumor Brenner bertransformasi ganas di sebut sebagai tumor ganas brenner. Kedua jenis tumor itu relatif jarang, umumnya ditemukan pada wanita setengah baya dan lansia, berupa tumor kistik solid. Karena kasusnya sedikit prognosisnya masih perlu diteliti. Karsinoma sel jernih: Berasal dari duktus mulleri, jarang ditemukan. Tumor umumnya bersifat padat, lobular, penampang seperti daging ikan,

dapat ditemulan rongga kistik berukuran bervariasi. Umumnya unilateral. Secara mikroskopik tampak 3 jenis sel tumor: sel jernih, sel seperti paku sepatu dan sel asidofil. Sel tumor tampak tersusun seperti bergerombol, papilar dan duktular. Dapat ditemukan endapan kalsium. Sering disertai endometriosis. Prognosis buruk.

2.

Tumor stroma korda seks ovarium Mencakup tumor yang timbul dari sel granulosa, sel teka, fibroblas, sel Leydig atau sel stroma dari korda seks. Banyak tumor stroma korda seks dapat menghasilkan steroid sehingga menimbulkan gejala endrokinal. Yang sering ditemukan adalah tumor sel granulosa dan sel teka, kedua jenis tumor ini sering timbul bersamaan, dapat mensekresi estrogen. Tumor bersifat padat, kebanyakan satu sisi, penempang irisan berwarna putih kelabu atau kekuningan. Di bawah mikroskop tumor sel granulosa berbentuk bundar atau bersudut, tersusun atau bersarang sarang, folikuloid atau difus terbentang. Tumor sel teka sering berbentuk bundar atau kumparan, tersusun dalam berjalinan, sitoplasma kaya akan lipid. Tumor sel granuloma harus dipandang sebagai potensial ganas, rekurensi tinggi, tapi rekuren relatif lambat, terutama tersebar dalam rongga peritoneum, sangat jarang metastasis jauh. Tumor sel teka jarang yang ganas, umumnya pada wanita di atas uisa 50 tahun. Prognosis kedua jenis ini relatif baik.

3.

Tumor ganas sel germinal ovarium Umumnya terjadi pada orang muda, menempati sekitar 6% dari tumor ganas ovarium. Sumber dari sel germinal gonad primordial, derajat keganasan umumnya relatif tinggi, mudah bermetastasis tapi dewasa ini sudah rejimen kemoterapi yang sensitif untuk tumor jenis ini, sehingga prognosisnya secara jelas berubah. Teratokarsinoma: Sangat ganas, sering disertai tumor sel germinal lain, AFP dan HCG serum dapat positif. Massa tumor relatif besar, berkapsul, sering ditemukan nekrosis berdarah. Di bawah mikroskoptampak sel

primordial poligonal membentuk lempeng, pita dan sarang, displasia

menonjol, mitosis banyak ditemukan, nukleus tampak vakuolasi, intrasel tampak butiran glasial PAS positif. Tumor sinus endodermal (tumor sakus vitelinus/yolk sac): keganasan tertinggi, tumbuh sangat cepat, angka metastasis tinggi, reaksi AFP serum positif, HCG negatif. Tumor umumnya uni lateral, massa besar, berkapsul, penampang irisan seprti tahu. Di Bawah mikroskop tampak sel tumor tidak berdeferensiasi, polimorfus, dapat membentuk seperti jala dan gulungan kawat, seperti sinus endodermal, dan struktur glandular dll. Teratoma tidak memiliki strutur ini, di dalam dan diluar juga tampak PAS positif. Teratoma immatur: angka kejadian dibawah atau mendekati tumor sinus endodermal. Masaa tumor sangat besar dan unilateral, penampang irisan bersifat padat dan kistik, berwarna warni. Komponen jaringan kompleks, jaringan embrional belum berdiferensiasi umumnya berupa neuroepitel, juga terdapat jaringan lainyang berasal dari 3 lapisan embrional, seperti kolagen, kartilago, dll. Tomor ini memiliki angka rekurensi dan metastasis tinggi, rekurensi dapat bertransformasi dari immatur ke arah matur, regularitasnya condong menyerupai

pertumbuhkembangan embrio normal. Semakin lanjut rekurensi, jaringan tumorsemakin tinggi bertransformasi ke arah maturasi, proses maturasi ini memerlukan proses waktu tertentu. Disergominoma: merupakan tumor ganas sel germinal ovarium yang tersering ditemukan dari data luar China, Sedangkan laporan dari China umumnya mengatakan lebih jarang ditemukan dibandingkan teratoma immatur. Umumnya unilateral, yang bilateral menempati 10 20% tumor padat, permukaan licin lobulasi, penampang irisan berwarna merah muda hingga kecoklatan. Di bawah mikroskop sel tumor berbentuk bundar atau poligonal, nukleus vakuolasi, terletak sentral, nukleolus besar dan eosinofil, sitoplasma kaya akan glikogen.

4.

Tumor metastaik ovarium Karena ovarium kaya akan limfatik dan aliran darah, ia menjadi organ yang mudah terkena tumor metastasik. Beberapa keganasan primer di saluran digestif dan mamae seringkali bermetastasis ke ovarium, salah satu yang penting adalah tumor Krukenberg atau disebut kanker sel signet ring.

Tumor metastatik dari organ di luar sistem reproduksi pada umumnya tetap mempertahankan bentuk ovarium seperti semula, berbentuk ginjal, atau oval, permukaan licin, kapsul intak, penampang irisan padat gelatinosa, kebanyakan bilateral, Di bawah mikroskop morfologi jaringan bervariasi, dapat berupa adenokarsinoma musinosa dll. Yang paling khas adalah karsinoma signet ring, menunjukan sel musinosa bervariasi jumlahnya di dalam stroma fibrosa. Bentuk sel bulat kecil dan tak beraturan jumlahnya, bila sitoplasma banyak mengandung musin maka nukleus terdesak ke satu sisi, menjadi sel cincin signet yang tipikal. Pasien keganasan sekunder ovarium umumnya berusia muda kebanyakan terjadi menopause, prognosis buruk, survival 5 tahun sekitar 10%. 5. Keganasan epitel ovarium Keganasan epitel ovarium sering ditemukan, menempati 85-90% dari keganasan karsinoma ovarium, umumnya terjadi pada wanita setengah baya dan lansia, usia tersering adalah 50-60 tahun. Berasal dari epitel permukaan ovarium maupun epitel permukaan yang berinvaginasi kedalam berupa duktus glandular dan kista. Karsinoma serosa : Mencakup kistadenoma serosa papilar dan karsinoma papilar. 50% timbul serentak dikedua ovarium, mudah tersebar di cavum abdomen dan pelvis, dapat disertai dengan asites masif, merupakan keganasan epitel ovari yang sering ditemukan. Irisan penampang tumor sebagai kistik solid, cairan serosa di dalam kista, di dinding dalam kista sering terdapat banyakbanyak papila rapuh dan nodul padat, pada setengah lebih sering terdapat tampak papila eksofitik. Tumor jenis tersebut dibawah mikroskop menurut diferensiasi sel kankaer dibagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk. Kanker berdiferensiasi baik memiliki percabangan papilar rapat , dapattampak mitosis, sel tampak anaplastik berat terdapat invasi intestinal jelas, badan psamoma relatif banyak. Kanker diferensiasi sedang dan buruk memiliki banyak area padat, papil sedikit atau tidak ada, badan psamoma tidak ditemukan. Karsinoma Musinosa : lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan kanker serosa, mengenai overium bilateral pada 10-20% kasus. Sebagian besar tumor multilokular, padat atau sebagian kistik, didalam kista berisi musin gelatinosa, jarang sekali tumbuh paila eksofitik, area solid berwarna

putih susu atau merah jambu, struktur rapat dan konsistensi rapuh. Di bawah mikroskop dibagi menjadi 3 gradasi yang berdiferensi baik dan sedang memiliki struktur glandular yang jelas, percabangan papila epitel rapat, terdapat dinding bersama glandular, atipia inti sel jelas, terdapat invasi intestinal. Yang berdiferensiasi buruk struktur glandular tidak jelas, mitosis atipikal bertambah banyak, produksi musin dari sel sangat sedikit. Pasien sering kali meninggal karena lesi metastasis peritoneal menimbulkan obstruksi usus. Karsinoma Endometrioid: Di China relatif jarang ditemukan. Tumor bersifat solid, irisan penampang berwarna putih kelabu, sangat rapuh, yang kistik di dalamnya berisi massa polipoid luas, sekitar 1/5 kasus disertai karsinoma endometrium. Mengenai ovarium bilateral sekitar 30%. Histologi mikroskopik serupa dengan karsinoma endometrium. Tapi papila di sisni pendek dan lebar, unsur intertisial lebih banyak, jarang atau tidak ada ciri glandula saling membelakangi. Tumor ganas Brenner dan karsinoma transisional: Semuanya tergolong karsinoma fibroepitel. Karsinoma sel transisional merupakan penggolongan baru dari sejenis karsinoma epitel, suatu tumor ganas yang langsung timbul dari epitel permukaan ovarium. Dari tumor Brenner bertransformasi ganas di sebut sebagai tumor ganas brenner. Kedua jenis tumor itu relatif jarang, umumnya ditemukan pada wanita setengah baya dan lansia, berupa tumor kistik solid. Karena kasusnya sedikit prognosisnya masih perlu diteliti. Karsinoma sel jernih: Berasal dari duktus mulleri, jarang ditemukan. Tumor umumnya bersifat padat, lobular, penampang seperti daging ikan, dapat ditemulan rongga kistik berukuran bervariasi. Umumnya unilateral. Secara mikroskopik tampak 3 jenis sel tumor: sel jernih, sel seperti paku sepatu dan sel asidofil. Sel tumor tampak tersusun seperti bergerombol, papilar dan duktular. Dapat ditemukan endapan kalsium. Sering disertai endometriosis. Prognosis buruk.

6.

Tumor stroma korda seks ovarium Mencakup tumor yang timbul dari sel granulosa, sel teka, fibroblas, sel Leydig atau sel stroma dari korda seks. Banyak tumor stroma korda seks dapat menghasilkan steroid sehingga menimbulkan gejala endrokinal. Yang

sering ditemukan adalah tumor sel granulosa dan sel teka, kedua jenis tumor ini sering timbul bersamaan, dapat mensekresi estrogen. Tumor bersifat padat, kebanyakan satu sisi, penempang irisan berwarna putih kelabu atau kekuningan. Di bawah mikroskop tumor sel granulosa berbentuk bundar atau bersudut, tersusun atau bersarang sarang, folikuloid atau difus terbentang. Tumor sel teka sering berbentuk bundar atau kumparan, tersusun dalam berjalinan, sitoplasma kaya akan lipid. Tumor sel granuloma harus dipandang sebagai potensial ganas, rekurensi tinggi, tapi rekuren relatif lambat, terutama tersebar dalam rongga peritoneum, sangat jarang metastasis jauh. Tumor sel teka jarang yang ganas, umumnya pada wanita di atas uisa 50 tahun. Prognosis kedua jenis ini relatif baik.

7.

Tumor ganas sel germinal ovarium Umumnya terjadi pada orang muda, menempati sekitar 6% dari tumor ganas ovarium. Sumber dari sel germinal gonad primordial, derajat keganasan umumnya relatif tinggi, mudah bermetastasis tapi dewasa ini sudah rejimen kemoterapi yang sensitif untuk tumor jenis ini, sehingga prognosisnya secara jelas berubah. Teratokarsinoma: Sangat ganas, sering disertai tumor sel germinal lain, AFP dan HCG serum dapat positif. Massa tumor relatif besar, berkapsul, sering ditemukan nekrosis berdarah. Di bawah mikroskoptampak sel

primordial poligonal membentuk lempeng, pita dan sarang, displasia menonjol, mitosis banyak ditemukan, nukleus tampak vakuolasi, intrasel tampak butiran glasial PAS positif. Tumor sinus endodermal (tumor sakus vitelinus/yolk sac): keganasan tertinggi, tumbuh sangat cepat, angka metastasis tinggi, reaksi AFP serum positif, HCG negatif. Tumor umumnya uni lateral, massa besar, berkapsul, penampang irisan seprti tahu. Di Bawah mikroskop tampak sel tumor tidak berdeferensiasi, polimorfus, dapat membentuk seperti jala dan gulungan kawat, seperti sinus endodermal, dan struktur glandular dll. Teratoma tidak memiliki strutur ini, di dalam dan diluar juga tampak PAS positif. Teratoma immatur: angka kejadian dibawah atau mendekati tumor sinus endodermal. Masaa tumor sangat besar dan unilateral, penampang

10

irisan bersifat padat dan kistik, berwarna warni. Komponen jaringan kompleks, jaringan embrional belum berdiferensiasi umumnya berupa neuroepitel, juga terdapat jaringan lainyang berasal dari 3 lapisan embrional, seperti kolagen, kartilago, dll. Tomor ini memiliki angka rekurensi dan metastasis tinggi, rekurensi dapat bertransformasi dari immatur ke arah matur, regularitasnya condong menyerupai

pertumbuhkembangan embrio normal. Semakin lanjut rekurensi, jaringan tumorsemakin tinggi bertransformasi ke arah maturasi, proses maturasi ini memerlukan proses waktu tertentu. Disergominoma: merupakan tumor ganas sel germinal ovarium yang tersering ditemukan dari data luar China, Sedangkan laporan dari China umumnya mengatakan lebih jarang ditemukan dibandingkan teratoma immatur. Umumnya unilateral, yang bilateral menempati 10 20% tumor padat, permukaan licin lobulasi, penampang irisan berwarna merah muda hingga kecoklatan. Di bawah mikroskop sel tumor berbentuk bundar atau poligonal, nukleus vakuolasi, terletak sentral, nukleolus besar dan eosinofil, sitoplasma kaya akan glikogen.

8.

Tumor metastaik ovarium Karena ovarium kaya akan limfatik dan aliran darah, ia menjadi organ yang mudah terkena tumor metastasik. Beberapa keganasan primer di saluran digestif dan mamae seringkali bermetastasis ke ovarium, salah satu yang penting adalah tumor Krukenberg atau disebut kanker sel signet ring. Tumor metastatik dari organ di luar sistem reproduksi pada umumnya tetap mempertahankan bentuk ovarium seperti semula, berbentuk ginjal, atau oval, permukaan licin, kapsul intak, penampang irisan padat gelatinosa, kebanyakan bilateral, Di bawah mikroskop morfologi jaringan bervariasi, dapat berupa adenokarsinoma musinosa dll. Yang paling khas adalah karsinoma signet ring, menunjukan sel musinosa bervariasi jumlahnya di dalam stroma fibrosa. Bentuk sel bulat kecil dan tak beraturan jumlahnya, bila sitoplasma banyak mengandung musin maka nukleus terdesak ke satu sisi, menjadi sel cincin signet yang tipikal. Pasien keganasan sekunder ovarium umumnya berusia muda kebanyakan terjadi menopause, prognosis buruk, survival 5 tahun sekitar 10%.

11

II.1.4 Klasifikasi stadium Menurut asosiasi obstetriginekologi internasioanal (FIGO) tahun 2003 sebagai berikut : Stadium I Ia : Tumor terbatas pada ovarium : Tumor terbatas disatu ovarium, kapsul intak, permukaan tanpa tumor, dalam asites atau air bilasan peritoneal tak ditemukan sel ganas. Ib : Tumor terbatas dikedua ovarium , kapsul intak permukaan tanpa tumor, dalam asites atau air bilasan peritoneal tak ditemukan sel ganas Ic : Tumor terbatas di satu atau kedua ovarium, disertai salah satu berikut ini : kapsul pecah, terdapat tumor di permukaan ovarium; dalam asites atau air bilasan peritoneal ditemukan sel ganas. Stadium II : Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis ke pelvis. IIa : Lesi ekstensi atau metastasis ke uterus atau tuba uterina; dalam asites tau air bilasan peritoneal tidak ditemukan sel ganas. IIb : Lesi ekstensi ke organ pelvis lainnya; dalam asites atau air bilasan peritoneal tak di temukan sel ganas. IIc : Lesi stadium II a atau II b; dalam asites atau air bilasan peritoneal tak ditemukan sel ganas. Stadium III : Tumor mengenai satu atau kedua ovarium; dengan bukti mikroskopik metastasis cavum peritoneal di luar pelvis, dan/ metastasis ke kelenjar limfe regional. IIIa : Bukti mikroskopik metastasis pelvis. IIIb IIIc : Diameter maksimal lesi peritoneal di luar pelvis 2 cm. : Diameter maksimal lesi peritoneal diluar pelvis > 2 cm, dan/ dengan metastasis kelenjar limfe regional. Stadium IV : Metastasis jauh diluar cavum peritoneal. cavum peritoneal di luar

12

II.1.5 Jalur Penyebaran (1) Penyebaran implantasi kavum pelvis dan abdomen: merupakan pola metastasis utama dan khas dari keganasan ovarium. Yang sering terimplantasi adalah permukaan uterus, anterior dan lateral rektum, refleksi peritoneum vesika urinaria, peritoneum pelvis, parakolon, permukaan usus halus, omentum mayus, subdiapragma kanan, permukaan hati dll. (2) Ekstensi direk lokal: Ketika tumor ovarium menembus kapsul, ia dapat menginvasi jaringan organ sekitar, misalnya ke rektum, uterus, tuba uterina, apendiks, dll. Invasi ini dapat supurfisial hanya mengenai lapisan serosa, dapat juga ke lapisan otot bahkan lapisan mukosa organ tersebut. (3) Metastasis limfogen: keganasan ovarium terutama bermetastasis ke kelenjar limfe paraaorta abdominal dan kelenjar limfe kavum pelvis, pada pasien stadium lanjut juga dapat ke kelenjar limfe inguinal. (4) Metastasis hematogen: Jarang ditemukan. Bila timbul metastasis hematogen, maka pertanda masuk ke stadium lanjut. Lokasi metastasis yang sering ditemukan adalah berturut turut hati, paru, pleura, ginjal, tulang, adrenal dan limpa.

II.1.6 Manifestasi Klinis Gejala klinis pada stadium dini umumnya asimptomatik, atau hanya terdapat gejala tidak khas yang ringan, seperti tidak nafsu makan, kembung, sakit perut berat badan turun. Keluhan tersering dari penderita adalah perut kembung tidak nyaman, mudah dikelirukan sebagai dispepsia. Perut kembung dapat disebabkan oleh massa pelvis menyebabkan naiknya tekanan cavum pelvis, atau asites, massa abdominal menyebabkan naiknya tekanan intraabdominal meninggi. Umumnya tanpa nyeri perut atau hanya nyeri samar, bila tumor mengalami torsi, ruptur, perdarahan dan terinfeksi, dapat timbul nyeri perut yang lebih jelas. Selain itu sebagian pasien mengalami perdarahan per vaginam irregular, umumnya gejala ini terjadi pada tumor sel granulose dan tekoma yang mampu memproduksi estrogen. (Jihong, 2011) Pada tumor yang berukuran besar dapat menimbulkan rasa berat dan penekanan terhadapa kandung kemih dapat menimbulkan gejala sering berkemih. (Nasar, 2010)

13

Tanda fisik 1. Massa cavum pelviko abdominal : ketika tumor ovarium terletak di kavum pelvis, pemeriksaan ginekologi meraba massa di satu atau kedua sisi uterus, bila tumor membesar dapat memasuki cavum abdomen. Permukaan tumor ganas dapat bersifat noduler, padat atau kistik dan padat, bila mengenai jaringan sekitar tumor menjadi terfiksasi. Bila di ressesus rekto-uterina terdapat massa keras padat noduler dan koalesen, umumnya bersifat ganas. 2. Tanda asites : pada pemeriksaan fisik terdapat pekak bergeser (shifting dullness) positif, bila asites masif seluruh abdomen pekak pada perkusi. Asites akibat keganasanovarium umumnya berwarna merah muda, pemeriksaan sitologi dapat menemukan sel ganas. 3. Kalainan tanda seksual sekunder : merupakan manifestasi hormon yang di produksi tomur ovarium. Misalnya pubertas prekok sebelum remaja, perdarahan per vaginam pada menopause, amenore pada usia reproduktif atau perdarahan ireguler uteri, maskulinisasi dan lain-lain. 4. Tanda metastasis jauh : seperti pembesaran kelanjar limfe supraclavicular, hidrothoraks, hepatomegali.

II.1.7 Diagnosis Terhadap keganasan ovarium, khususnya stadium dini, masih sangat kekurangan metode diagnosis yang spesifik dan sensitif. Gabungan beberapa penggunaan beberapa metode pemeriksaan berikut dapat membantu

meningkatkan keberhasilan diagnosis pra operasi. A. Pemeriksaan pencitraan 1. Rontgen toraks dapat membantu menemukan hidrothoraks; film polos abdomen dapat menemukan lesi kalsifikasi dalam teratoma;

pemeriksaan barium dan barium enema membantu menyingkirkan tumor primer gastrointestinal dan mengetahui apakah saluran gastrointestinal terkena; pencitraan saluran kemih dapat menemukan desakan atau situasi invasi terhadap buli-buli dan ureter. 2. USG dapat menemukan tumor kecil ovarium yang tidak jelas dengan palpasi; dapat membedakan sifat solid atau kistik dari tumor serta apakah di dalam kista terdapat papilla, ini membantu diagnosis sifat jinak atau ganas dari tumor; dapat menemukan asites dan lesi

14

implantasi agak besar dalam cavum pelviko-abdominal, khususnya membantu penentuan lesi metastatin ke hati, limpa dan ginjal dan organ lain. USG vaginal memiliki berkemampuan diferensiasi lebih tinggi, jarak prober vagina dan organ cavum pelvis lebih dekat sehingga lebih jelas terlihat ukuran dan bentuk ovarium. 3. Pemeriksaan CT dan MRI dapat menemukan lesi kecil yang sulit ditemukan USG, kemampuan diferensiasi lebih tinggi sehingga akurasinya meningkat. Selain itu CT atau MRI dapat dengan jelas menunjukan hubungan dan jaringan organ sekitarnya, situasi kelenjar limfe cavum abdomen, pelvis, ada tidaknya metastasis ke hati limfe dan organ lainnya. 4. PET/CT merupakan tekhnik pencitraan paling maju saat ini. Zat kontras yang sering dipakai
18

deoksiglukosa (18F-FDG) dapat

mencerminkan metabolisme dalam tubuh. Jaringan tumor memiliki metabolisme lebih kuat terhadap FDG, ambilan FDG jaringan tumor

ganas jauh lebih tinggi dari jaringan normal dan tumor jinak

B. Pemeriksaan petanda tumor Jenis tumor ovarium sangat beragam, tidak setiap jenis memiliki zat petanda tumor yang bersesuaian, dewasa ini petanda tumor yang dikenal kurang spesifik, harus digabungkan dengan pemeriksaan lain barulah dapat menegakan diagnosis. AFP: pada tumor sel germinal ganas ovarium, misal tumor endodermal dan tetarokarsinoma dapat bereaksi positif, tapi harus menyingkirkan hepatokarsinoma, hepatitis, kehamilan dll. yang dapat memberikan AFP positif. Pemeriksaan AFP juga dapat dijadikan suatu parameter pemantau perkembangan penyakit pasca terapi. Beta-HCG: HCG merupakan zat petanda sensitif bagi tumor sel germinal ovarium yang mengandung unsur koriokarsinoma primer. CA-125: CA-125 merupakan antigen terkait dengan keganasan epitel ovarium, pada tumor jinak yang berasal dari duktus mulleri lainya, endometriosis dan inflamasi peritoneum juga dapat bereaksi positif. Spesifitas zat petanda ini tidak terlalu kuat tapi sensitivitasnya tinggi, reaksi positif pada keganasan epitel ovarium mencapai 82 94%. Ini merupakan zat petanda pada karsinoma ovari yang paling banyak digunakan di klinis.

15

Selain itu, tumor stroma korda seks dan tumor ovarium tertentu dapat memiliki kadar estradiol dan progesteron serum yang tinggi; beberapa tumor sel germinal dan tumor epitel memiliki CEA meninngi; pemeriksaan CA199 terhadap karsinoma musinosa dan karsinoma sel jernih memiliki sensitivitas cukup tinggi; pemeriksaan zat petanda tersebut dapat menjadi rujukan dalam diagnosis.

C. Pemeriksaan sitologi Terutama dilakukan pemeriksaan sitologi dari asites. Asites keganasan ovarium merupakan transudat, kebanyakan dapat ditemukan sel

adenokarsinoma, pemeriksaan ini penting bagi peningkatan diagnosis keganasan ovarium pra operasi.

D. Laparaskopi Laparaskopi membantu diagnosis dini keganasan ovarium. Ketika hasil pemeriksaan USG atau CA 125 darah mencurigakan masa pelvis sebagai keganasan ovarium; asites masif menyulitkan diferensiasi TB, sirosis dan kegansan ovarium, dapat dilakukan laparoskopi untuk memastikan diagnosis. Selain itu juga membantu difernsiasi keganasam primer atau metastasik ovarium serta penentuan stadium keganasan ovarium secara tepat, dll.

II.1.8 Diagnosis Banding Keganasan ovarium tidak memiliki manifestasi spesifik, mudah dikacaukan dengan beberapa penyakit lain: 1. Tumor jinak ovarium Tumor jinak tumbuh ekspansif, volumenya dapat sangat besar, permukaan tumor licin, umumnya bersifat kistik dinding kista tipis, tanpa asites. Kadar Ca 125 darah<35 U/ml. Diagnosis pasti memerlukan eksisi tumor dan pemeriksaan patologi. 2. Massa inflamasi pelvis Mencakup abses ovarium dan kavum pelvis, pielosalping, dll. Pasien dapat memiliki riwayat demam dan nyeri abdomen bawah, massa terfiksasi, terasa nodular, melekat ke jaringan sekitar. Kadar CA125

16

normal atau agak tinggi. Pasca terapi anti radang tumor dapat menyusut, diagnosis pasti juga memerlukan laparatomi eksploratif. 3. Endometriosis Sering mengenai ovarium, juga implantasi dalam cavum rektouterina. Dengan berulangnya siklus haid mengalami organisasi darah, lesi terus bertambah besar, menjadi kerass dan melekat dengan jaringan sekitar, dapat membentuk lesi yang sangat menyerupai keganasan ovarium. Pasien umumnya berusia muda, ada atau tidak adanya nyeri. Diagnosis dapat dipastikan dari laparoskopi dan laparotomi eksploratif.

II.1.9 Terapi Prinsip terapi secara umum adalah terapi gabungan dengan operasi sebagai intinya. Berdasarkan karakteristik histologisnya dan stadium klinisnya mengguanakan regimen yang berbeda. A. Terapi operasi Operasi merupakan metode paling penting dalam terapi keganasan ovarium, kecuali bila estimasi klinis tumor inoperabel dan terdapat kontraindikasi operasi. Beberapa tekhnik operasi yang digunakan : 1. Laparotomi menyeluruh, memastikan stadium: sesuai untuk pasien kanker ovarium dengan diagnosis pre-operasi stadium I. Ini menyangkut pengangkatan uterus dan sepasang adneksanya, omentum majus, pembersihan kelenjar limfe pelvis dan para-aorta abdominal, pemeriksaan sitologi cavum abdomen (asites atau air bilasan cavum abdomen). 2. Operasi sitoreduksi (debulking): sesuai untuk kasus stadium II ke atas. Operasi ini mengangkat sebagian besar atau praktis seluruh tumor (termasuk lesi metastaik). Patokan dari operasi sitoreduksi yang berhasil, jika setiap lesi yang keganasan yang tertinggal berdiameter < dari 2 cm. Keberhasilan tersebut berpengaruh terhadap pemulihan imun anti tumor dan memudahkan radioterapi, kemoterapi. 3. Operasi eksploratif kedua : dalam satu tahun pasca operasi debulking, dan sudah melakukan minimal 6 kuur kemoterapi, hasil pemeriksaan klinis maupun penunjang (termasuk CA 125 dan petanda tumor lain) dalam batas normal, barulah dikerjakan laparotomi eksploratif.

17

Tujuannya adalah memberikan dasar bagi penghentian kemoterapi atau mengubah regimen terapi dan kemoterapi, serta mengangkat lesi yang ganas yang ditemukan.

B. Kemoterapi Keganasan ovarium tidak dapat disembuhkan tuntas hanya dengan melakukan operasi, kemoterapi kanker merupakan tindakan penting yang harus dilakukan dalam prinsip terapi gabungan terhadap kanker ovarium. 1. Regimen kemoterapi a. Regimen lini pertama Terhadap karsinoma epitel ovari pertama harus memilih regimen TP, yaitu paklitaksel 135-175 mg/m2, ditambah dengan karboplatin AUC=6 atau DDP 75 mg/m2. Juga dapat memilih regimen PAC dan PC, yaitu karboplatin AUC=6 atau DDP 70-100 mg/m2, ADR 50 mg/m2 atau epirubisin 80 mg/m2, CTX 750 mg/m2, kombinasi menggunakan 3 atau 2 jenis obat. Terhadap tumor ganas sel germinal dan tumor stroma korda seks, dengan regimen VAC dan VBP sebagai regimen lini pertama, VCR 2mg, act-D 1,5-2,5 mg, CTX 750 mg/m2, ADR 45 mg, DDP 70-100 mg/m2. Regimen Vac terutama dipakai untuk kasus stadium I, efek buruk lebih ringan. Pada kasus sedang dan lanjut regimen VPB efektif. b. Regimen lini kedua Terhadap kasus rekuren dan belom dikendalikan, dapat memilih obat sebagai berikut; topotekan, paklitaksel, dosetaksel, ifosfamid, gemsitabin, doksil, oksaliplatin, etoposid kapsul oral dan lainnya. 2. Jalur dan cara pemberian obat Pada umumnya, pasca operasi kebanyakan menggunakan

kemoterapi gabungan intra-abdomen dan intravena. Karena keganasan ovarium sering tersebar dalam cavum abdomen dan pelvis, maka infus intar abdomen sangat penting. Cara pemberian obat dapat dengan cara tehnik pungsi jarum tunggal dan teknik kateter dauer. Volume cairan infus intra-abdomen sekitar 2000ml, agar obat dapat tersebar secara

18

merata dalam cavum abdomen. Kemoterapi dapat dilakukan intraarteri, yaitu melalui kateterisasi arteri epigastrik inferior, arteri uterina, atau kateterisasi perkutan melalui arteri femoralis ke arteri illiaka interna dengan tujuan untuk meninggikan konsentrasi obat dalam aliran darah arteri iliaka interna, dapat digunakan untuk mengendalikan lesi di dasar pelvis atau sekitar vagina,. Umumnya diberikan terapi 6-8 kuur, efek toksik kemoterapi yang tersering ditemukan yaitu depresi sumsum tulang, reaksi gastrointestinal, nefrotoksisitas, rambut rontok.

C. Radioterapi Kebanyakan tumor ovarium kurang sensitif terhadap radiasi,

radioterapi bukan metode terapi utama. Tumor disgerminoma ovari sangat peka terhadap radiasi, dapat disembuhkan melalui radioterapi.

II.1.10 Prognosis Diantara keganasan ginekologik yang umum ditemukan, tumor gansa ovarium memiliki efek terapi terburuk, terutama pasien stadium menengah dan lanjut berprognosis buruk, angka ketahanan hidup 5 tahun berkisar 20-30%. Survival 5 tahun keganasn ovarium stadium I, II, III, dan IV masing-masing adalah 86%, 50%, 19% dan 3%. Faktor yang mempengaruhi prognosis adalah stadium klinis, jenis patologis, grade patologik, ukuran sisa tumor pasca operasi, jumlah kuur kemoterapi pasca operasi. Angka survival 5 tahun pada tumor dengan jenis hitologik yang berbeda juga berbeda, pada karsinoma serosa 15-30%, kistadenokarsinoma 40-50%, prognosis lebih baik daripada krsinoma serosa. Karsinoma endometrioid memiliki survival 5 tahun 40-55%, karsinoma embriomnal 13%, terratoma immatur dapat mencapai 63%. Upaya deteksi dini, peningkatan diagnosis dini, peningkatan keberhasilan operasi sitoreduksi dan pelaksanaan kemoterapi memadai merupak jalur perubahan prognosis ke arah yang lebih baik. (Jihong, 2011)

II. 2 KANKER UTERUS Karsinoma endometrium berasal dari endometrium, karena berasal dari korpus uteri, juga disebut karsinoma korpus uteri. Dari keganasan ginekologik, karsinoma

19

endometrium menempati 20-30%, bersama karsinoma serviks uteri, karsinoma ovarium merupakan 3 jenis keganasan ginekologik yang paling sering ditemukan. Karena kekhususan lokasi anatomisnya, kavum uteri dan vagina berhubungan dengan dunia luar, gejala awal karsinoma endometrium seperti perdarahan per vaginam dapat cepat menarik perhatian dokter maupun pasien, mudah ditemukan dini. Umumnya kasus ketika ditegakkan diagnosis lesi masih terbatas pada uterus, selain itu terdapat lapisan otot cukup tebal menyelimuti endometrium sehingga tidak mudah menyebar, metastasis terjadi relatif lambat, maka prognosis relatif baik, survival 5 tahun total antara 60-70%. II.2.1 Epidemiologi Karsinoma endometrium merupakan salah satu keganasan ginekologik yang paling sering ditemukan. Di antara keganasan organ reproduksi wanita, insidennya hanya di bawah karsinoma serviks uteri atau karsinoma ovarium sehingga menempati urutan ke 2 atau ke 3. Di scluruh dunia kasus baru karsinoma endometrium setiap tahun bcrjumlah 150.000. II.2.2 Patologi Pada 90% tumor ganas endometrium/korpus uterus adalah adenokarsinoma, sisanya ialah karsinoma epidermoid, adenoakantoma, sarkoma dan karsinosarkoma. a. Adenokarsinoma endometrium Secara histologik dibagi dalam 3 derajat (grading) sehubung dengan prognosisnya G1) diferensiasi sel-sel masih baik; G2) sudah terdapat bagian-bagian yang solid/ padat; G3) sebagian terbesar sel adalah solid/ padat, atau diferensiasi sel-sel sudah tidak baik lagi. Penyebaran Penyebaran adenokarsinoma endometrium biasanya lambat, kecuali pada G3. Tumor dengan diferensiasi sel-sel yang tiak baik cenderung menyebar ke permukaan kavum uterus dan endoserviks. Jika telah sampai endoserviks, penyebaran selanjutnya seperti pada karsinoma serviks. Jika miometrium telah ditembus, penyebaran selanjutnya akan cepat dan umumnya melalui pembuluh getah bening sel tumor akan sampai kepada kelenjar regional, terutama kelenjar ilika luar dan iliaka dalam/hipogastrika lewat kelenjar ligamentum rotundum akan sampai dikelenjar limfa inguinal dan femoral. Penyebaran retrograd dapat ditemukan di bagian distal vagina.

20

Penyebaran hematogen berjarak jauh tidak umum. Miometrium merupakan barier solid yang dpaat menahan kelanjutan proses untuk waktu yang cukup lama. Gambaran klinik dan diagnosis Pada awal dari penyakit pemeriksaan ginekologi tidak menghasilkan apa-apa (negatif). Penyakit biasanya tersembunyi dan membahayakan. Dalam banyak kejadian gejalanya dikaitkan dengan menopause berupa getah vagina kemerahan atau sesudah menopause (perimenopausal). Rasa sakit dan perasaan rahim berkontraksi sering dikeluhkan. Dengan berlanjutnya proses, berbagai keluhan tekanan akibat membesarnya korpus uterus dapat ditemukan. Pembesaran dan fiksasi uterus akibat infiltrasi sel ganas kedalam parametrium baru terjadi pada tingkatan lanjut. Setiap wanita dalam masa klimakterium atau menopause yang mengalami perdarahan abnormal dari rahim, harus dicurigai akan adanya karsinoma endometrium. Cara yang dibenarkan adalah mendapatkan bukti histologik ada/tak adanya keganasan dengan mengerjakan kuretase seluruh rongga rahim. Pemeriksaan sitologik seperti pada karsinoma serviks kurang berarti oleh karena sel-sel adenokarsinoma yang eksfoliatif biasanya telah mengalami sitolisis dalam kavum uterus. Mungkin aspirasi endometrium untuk mendapatkan sel guna pemeriksaan sitologik ada manfaatnya. Histerografi terkadang dapat menemukan lesi di sudut-sudut fundus yang sulit dicapai oleh sendok kuret. Selain itu juga ada manfaatnya untuk mngevaluasi tipe dan luas pertumbuhan tumor dalam rongga rahim. USG transvaginal/tranrektal dapat mendeteksi uterus yang besar yang

memerlukan pelacakan lebih lanjut akan kemungkinan adanya proses ganas. Penanganan Total abdomen histerektomy + Bilateral Salpingo Oophorectomy. Prognosis Kemampuan tumor ganas endometrium untuk tumbuh agresif dan menyebar, adalah relatif rendah, dengan prognosis pada umumnya baik. Angka ketahanan hidup dari luasnya keganasan.

21

b. Sarkoma uterus Sarkoma pada uterus dapat berupa : 1) Leiomiosarkoma yang murni timbul dari miometrium: 70% intramural, 20% submukosal, dan 10% subserosal. Angka kejadiannya 0,4 % dari seluruh mioma uterus. 2) Sarkoma endometrium yang berasal dari stroma endometrium, terdiri atas sel-sel stroma endometrium tanpa elemen kelenjar. Ada yang menamakannya sebagai stromatosis maligna, berbentuk polipoid dan menyebar melalui darah. 3) Karsinoma sarkoma mengandung 2 unsur keganasan, yakni karsinoma asal dari elemen epitel (endometrium) dan sarkoma yang berasal dari elemen stroma. Keduanya termasuk dalam apa yang dinamakan sebagai malignant mixed mesodermal tumours (MMTs). Sarkoma uterus sangat jarang (1-3% dari seluruh kanker rahim. Penyebarannya cepat karena melalui pembuluh darah, diagnosis dini sering sulit dibuat dan biasanya ditemukan saat operasi mioma uterus. Perlu diingatkan, pembesaran cepat dari uterus pada wanita dengan mioma uterus dalam masa menopause, perlu dicurigai akan kemungkinan pertumbuhan maligna (degenerasi sarkomatosa).

Penanganannya pada dasarnya adalah TAH + BSO dilanjutkan dengan tambahan/adjuvant khemoterapi. c. Khoriokarsinoma Merupakan neoplasma ganas yang timbul dari khorion embrional di mana kedua lapisan epitel trofoblas terlibat. Uterus merupakan lokasi utama dari pertumbuhan prier tumor ini. Etiologi Kehamilan dalam jarak interval pendek, malnutrisi dengan defisiensi protein diduga sebagai faktor penyebabnya. Gejala klinik Dapat menyerupai kelainan ginekologi seperti abortus, perdarahan disfungsional. Detemukan sel khorio-karsinoma dalam kuretemen

diagnostik. Akan tetapi bilamana pertumbuhan sel ganas terdapat di dalam miometrium, akan luput dari sendok kuret, maka hasil biopsi akan menjadi negatif palsu. Ciri khas khorio-karsinoma adalah bahwa tumor itu

22

mensekresi HCG (Human Chorionic Gonadotropin), yang dapat dideteksi dalam air kemih penderita. Jumlahnya kuantitatif berhubungan dengan masa tumor. Dengan demikian pengukiran HCG sangat esensial untuk penetapan diagnosis, juga untuk pemantauan selama pengobatan lanjutan. Beta HCG (sub unit dari HCG) meningkatkan sensitifitas dan spesifitas pengukuran tersebut. Pengobatan Khorio-karsinoma merupakan kegansan pertama yang dapat diobati dengan khemoterapi dan merupakan contoh yang nyata dari tumor ganas yang dapat disembuhkan dengan obat-obatan. Bilamana tidak ada penyebaran (metastasis) 90% dapat disembuhkan dengan Methotrexate. Sisanya 10% bilamana titer Beta-HCG terus menerus tinggi, yang menunjukkan adanya penyakit yang persisten/menetap, perlu dilakukan histerektomi. Bilaman titer Beta-HCG turun sampai normal, lalu kemudian naik lagi, dpat dipertimbangkan selain histerektomi juga pemberian khemoterapi. d. Adneksa Tuba Fallopii (saluran telur) Tumor ganas primer di tuba sangat jarang, lebih sering yang sekunder berasal dari tumor ganas ovarium, uterus, kolorektal, lambung dan payudara. Patologi Hsu, Taymor, dan Hertig membagi histologik tumor ini dalam 3 jenis menurut keganasannya. 1) Jenis papiler: tumor belum mencapai otot tuba dan diferensiasi selnya masih baik, batas daerah normal dengan tumor masih dapat ditunjukkan. 2) Jenis papilo-alveolar (adenomatosa : tumor telah memasuki otot tuba dan memperlihatkan gambaran kelenjar. 3) Jenis alveo-meduler: terlihat mitosis yang atipik dan terlihat invasi sel ganas ke dalam saluran limfa tuba.

23

Penyebaran Pada umumnya terkadi secara langsung ke alat sekitarnya, kemudian melalui pembuluh getah bening ke abdomen, leher, daerah inguinal, vagina, tuba, ovarium dan uterus. Gambaran klinik dan diagnosis Pada awal penyakit tidak menimbulkan gejala. Diagnosis sering terlambat dibuat kateran letaknya yang sangat tersembunyi. Biasanya dibuat secara tak terduga saat laparotomi dan pemeriksaan histologik atas spesimen yang dikirim. Kalau sudah ada keluhan biasanya sudah terlambat. Deteksi dini tumor ganas tuba fallopii sukar di upayakan. Penanganan Total Abdomina Hysterectomy + Bilateral Salpingo Oophorectomy + Omentectomy + Appendectomy Prognosis Tergantung dari tingkatan klinik dan jenis histologik tumor. Karena umumnya penyakit ditemukan terlambat maka angka ketahanan hidup tidak seberapa baik (34,4%).

II. 3 KANKER SERVIKS Karsinoma serviks adalah tumor ganas paling sering ditemukan pada sistem reproduksi wanita. Kebanyakan kasus berupa karsinoma epitel skuamosa, tumor tumbuh setempat, umumnya menginvasi jaringan parametrium dan organ pelvis serta menyebar ke kelenjar limfe kavum pelvis. Gejala yang umum berupa perdarahan dan sekret per vagina. Operasi, radioterapi merupakan cara terapi radikal utama dewasa ini. Prognosis penyakit stadium dini sangat baik. II.3.1 Epidemiologi Kanker serviks adalah penyakit keganasan dengan mortalitas lebih dari 270.000 dan morbiditas lebih dari 500.000 setiap tahunnya di seluruh dunia. Fakta tersebut menempatkan kanker serviks sebagai tumor ganas terbanyak kedua pada perempuan di dunia serta menempati peringkat pertama di negara berkembang termasuk Indonesia. Departemen Kesehatan RI melaporkan, penderita kanker serviks di Indonesia diperkirakan 90-100 di antara 100 000 penduduk per tahun. Data tersebut memperlihatkan bahwa kanker serviks

24

menduduki peringkat pertama pada kasus kanker yang menyerang perempuan di Indonesia. Di Indonesia, insidens kanker serviks mulai meningkat sejak usia 20 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 50 tahun. Ketahanan hidup seseorang tergantung stadium kanker serviks; five years survival rate untuk stadium I, II, III, IV adalah 85%, 60%, 33%, 7%.(Pradipta, 2007)

II.3.2 Etiologi danFaktor resiko A. Faktor Penyebab HPV (Human Papiloma Virus) merupakan penyebab terbanyak. Sebagai tambahan perokok sigaret telah ditemukan sebagai penyebab juga. Wanita perokok mengandung konsentrat nikotin dan kotinin didalam serviks mereka yang merusak sel. Laki-laki perokok juga terdapat konsetrat bahan ini pada sekret genitalnya, dan dapat memenuhi serviks selama intercourse. Defisiensi beberapa nutrisional dapat juga menyebabkan servikal displasia. National Cancer Institute merekomendasikan bahwa wanita sebaiknya mengkonsumsi lima kali buah-buahan segar dan sayuran setiap hari. Jika anda tidak dapat melakukan ini, pertimbangkan konsumsi multivitamin dengan antioksidan seperti vitamin E atau beta karoten setiap hari. B. Faktor resiko perilaku 1) Pola hubungan seksual Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun, juga dapat dijadikan sebagai faktor resiko terjadinya kanker serviks. Hal ini diduga ada hubungannya dengan belum matangnya daerah transformasi pada usia tersebut bila sering terekspos. Frekuensi hubungan seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya resiko pada usia tersebut, tetapi tidak pada kelompok usia lebih tua.

(Schiffman,1996). 2) Paritas Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin sering melahirkan, maka semakin besar resiko

25

terjangkit kanker serviks. Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV. 3) Merokok Beberapa penelitian menunukan hubungan yang kuat antara merokok dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding seperti pola hubungan seksual. Penemuan lain mempekuatkan ditemukanya nikotin pada cairan serviks wanita perokok bahan ini bersifat sebagai karsinogen dan bersama-sama dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah kanker. 4) Kontrasepsi oral Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983 (Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasif terdapat pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat kaitannya dengan hal tersebut. WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan kontrasepsi oral dengan risiko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama penggunaan kontrasepsi oral berinteraksi dengan faktor lain khususnya pola kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering melakukan pemeriksaan smear serviks, sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor confounding.

26

5) Defisiensi gizi Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan peningkatan resiko terhadap displasia ringan dan sedang. Namun sampai saat ini tdak ada indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan menurunkan resiko. 6) Sosial ekonomi Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat antara kejadian kanker serviks dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan dengan masalah tersebut. 7) Pasangan seksual Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan genetalia yang dikaitkan

dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga merupakan faktor resiko yang lain.

II.3.3 Patologi A. Neoplasia intraepitel serviks (CIN) CIN menunjukkan sebagian sel dalam epitel skuamosa serviks uteri menunjukkan baterotippia dengan derajat bervariasi, setara dengan hiperplasia atipik dan karsinoma in situ yang dahulu digunakan. Dan menurut derajat patologinya dibagi menjadi: 1. CIN I hiperplasia atipikal ringan yaitu 1/3 sel bagian bawah epitel skuamosa serviks susunannya menjadi kacau, plaritas lenyap, dismorfosis inti, hiperkromatosis, ukuran dan morfologi inti tak beraturan, kromatin bertambah, kasar, ratio nukleositoplasma kacau, tampak mitosis atipikal.

27

2. CIN II hiperplasia atipikal sedang yaitu 2/3 bagian epitel skuamosa mengalami hiperplasia atipikal, heterotopia jelas, mitosis banyak. 3. CIN III hipierplasia atipikal berat dan karsinoma in situ yaitu hiperplasia atipikal berat menunjukkan hiperplasia atipikal mengenai 2/3 lebih lapisan epitel, hanya 1-2 lapis sel permukaan masih normal, mitosis tampak diseluruh lapissan epitel. Karsinoma insitu

menunjukkan sel hiperplasia atipikal menempati seluruh lapisan epitel skuamosa, tetapi membran basal masih intak, tanpa infiltrasi interstitial. Hiperplasia atipikal dan karsinoma in situ sering kali mengenai glandula tubulat uteri.

B. Karsinoma mikroinvasif serviks uteri Yaitu lesi karsinoma in situ serviks uteri telah menmbus membran basal, menginvasi interstitial dengan kedalaman 5 mm, lebar 7 mm. Karsinoma sel skuamosa invasif serviks uteri Karsinoma ini dapat terjadi d ostium eksternal serviks uteri atau di dalam kanal serviks, tapi umumnya timbul di daerah peralihan epitel skuamosa dan epitel toraks serviks uteri. Tipe patologik utama karsinoma invasif serviks uteri adalah karsinoma sel skuamosa (90%), adenokarsinoma (5-7%), karsinoma adenoskuamosa (2-5%). Klasifikasi mikroskopik karsinoma sel skuamosa serviks uteri. 1. Tipe erosi: bentuk luar serviks uteri masih terlihat, permukaan erosif atau granular, mudah berdarah bila tersentuh, sering ditemukan pada karsinoma invasif stadium dini. 2. Tipe nodular: umumnya berasal dari serviks uteri atau dari ostium eksternal tumbuh ke dalam kanalis servikalis atau permukaan serviks uteri berbentuk nodular atau bongkahan. Bentuk ini sering menginvasi ke jaringan dalam, dapat menyebabkan keseluruhan serviks menjadi kasar, membesar seperti tempayan, sering menginvasi parametrium, prognosis relatif buruk. 3. Tipe kembang kol: tumor umumnya dari ostium eksternal serviks uteri tumbuh ke dalam vagina berbentuk seperti kembang kol, pertumbuhan cepat, kaya vaskular, rapuh, mudah berdarah, nekrosis, sering disertai infeksi. Tumor seperti ini bermasa bear, invasi di serviks relatif

28

dangkal, dapat menginvasi vagina, tapi invasi ke parametrium relatif ringan, prognosis relatif baik. 4. Tipe ulseratif: tipe pertumbuhan ke dalam maupun ke luar, setelah infeksi dapat menimbulkan tukak. Pada tipe pertumbuhan ke dalam, tukak terletak dalam dapat membentuk rongga, keseluruhan serviks uteri lenyap dan menyatu dengan pars forniks vagina.

Derajat deferensiasi karsinoma skuamosa serviks uteri 1. Karsinoma skuamosa diferensiasi baik (grade I): sel besar, terdapat granul keratin yang jelas, tampak jembatan antar sel, heterotipia sel kanker relatif ringan, mitosis relatif sedikit. 2. Karsinoma skuamosa diferensiasi sedang (gradeII): sel besar, heterotopia sel menonjol, mitosis relatif banyak, inti hiperkromatosis dan bentuk tak teratur, jembatan antar sel tidak menonjol, tanpa granul keratin. 3. Karsinoma skuamosa diferensiasi buruk (grade III): sel besar atau sel kecil, tak ada granul keratin, tak ada jembatan antar sel, bentuk sel abnormal dan mitosis banyak.

C. Adenokarsinoma serviks uteri Adenokarsinoma serviks uteri timbul dari epitel torak kanalis servikalis dan asinus yang memproduksi musin, morfologi umum sama dengan karsinoma skuamosa. Tipe histologi mencakup adenokarsinoma

endoserviks, adenoakantoma, karsinoma sel jernih, adenokarsinoma musinosa. Adenokarsinoma endoserviks: berdiferensiasi baik, sulit dibedakan dari epitel dan glandula endoserviks normal, epitel tidak atipikal hanya tampak glandula lebih banyak, berekstensi lebih dalam ke interstitium serviks, jika produksi musin banyak dapat tampak struktur adenokarsinoma musinosa, prognosis buruk. Pada karsinoma berdeferensiasi sedang sel-sel dan duktus glandular lebih jelas atipikal, sekresi musin berkurang. Adenokarsinoma berdefensiasi buruk sel kankernya membentuk sarangsarang padat, pita atau lempengan, sangat jarang membentuk duktus glandular.

29

Adenokarsinoma di dalam lesi kanker serviks dapat ditemukan unsur epitel skuamosa normal di antara unsur adenokarsinoma. Karsinoma sel jernih serviks uteri jarang ditemukan. Timbul dari epitel kavum Mulleri dari mesoderm fetus. Perbedaan dari karsinoma sel jernih adenokarsinoma duktus mesonefros tidak menganduk glikogen, juga tidak mengandung musin. Sering timbul pada remaja, derajat keganasan tinggi, prognosis tidak baik.

D. Adenokarsinoma skuamosa serviks uteri Pada lesi karsinoma serviks uteri, dapat tampak unsur karsinoma skuamosa. Adenokarsinoma skuamosa jarang ditemukan, prognosisnya relatif buruk.

Gambar 1: Lokasi Karsinoma Serviks

Gambar 1 Adenokarsinoma skuamosa serviks uteri

Gambar 2 Adenokarsinoma skuamosa serviks uteri

30

Gambar 3 Progresivitas karsinoma Serviks

Gambar 3. Perbandingan Gambaran Serviks yang Normal dan Abnormal

II.3.4 Klasifikasi stadium A) Klasifikasi stadium TNM Tis : Karsinoms in situ (karsinoma pre invasif) T1 T2 : Kanker terbatas pada seviks uteri : Invasi kanker melebihi uterus, tapi belum mencapai dinding pelvis atau belum menginvasi 1/3 bawah vagina. T3 : Kanker ekspansi ke dinding pelvis dan atau mengenai 1/3 vagina dan atau menimbulkan hidronefrosis atau gagal ginjal. T4 :Kanker menginvasi mukosa buli-buli atau rektum dan atau melebihi pelvis minor. N0 : Tanpa metastasis kelenjar limfe regional. N1 : Ada metastasis kelenjar limfe regional. M0 : Tanpa metastasis jauh M1 : Ada metastasis jauh Stadium 0 : Tis N0M0 Stadium I : T1N0M0 Stadium II : T2N0M0

31

Stadium III : T3N0M0, T1-3N1M0 Stadium IV : T4N0-N1M0, T1-T4N0-1M1

B) Pembagian menurut FIGO Stadium Stadium 0 I Ia : Karsinoma in situ atau karsinoma intraepitel. : Kanker terbatas pada serviks uteri. : Kanker serviks uteri preklinis, diagnosis hanya di bawah mikroskop. Ia1 : Di bawah mikroskop tampak invasi ringan interstisial, kedalaman invasi <3 mm, lebar 7 mm. Ia2 : Kanker mikroskopik yang dapat diukur, kedalaman invasi interstisial 3-5 mm, lebar 7 mm. Ib : Lingkup tumor lebih besar dari Ia2, tidak peduli apakah tampak secara klinis. Invasi interstisial yang ada tidak mengubah stadium. Ib1 Ib2 Stadium II : Lesi kanker tampak secara visual berukuran 4 cm. : Lesi kanker tampak secara visual berukuran > 4 cm. : Lesi kanker melebihi serviks uteri, tapi belum mengenai 1/3 bawah vagina. Invasi parametrium belum mencapai dinding pelvis. IIa : Kanker mengenai 2/3 atas vagina, tak ada invasi jelas parametrium. IIb : Kanker jelas menginvasi parametrium, tapi belum mencapai dinding pelvis. Stadium III : Kanker menginvasi 1/3 bawah vagina atau

menginvasi parametrium sampai ke dinding pelvis atau kanker menimbulkan hidronefrosis atau

insufisiensi ginjal. IIIa IIIb : Kanker mengenai 1/3 bawah vagina. : Kanker menginvasi parametrium sampai ke dinding pelvis, atau timbul hidronefrosis atau insufisiensi ginjal akibat kanker. Stadium IV : penyebaran kanker melewati pelvis minor atau kanker menginvasi mukosa buli-buli atau mukosa rektum.

32

IVa IVb

: invasi kanker meluas ke organ di dekatnya. : kanker menginvasi melebihi pelvis minor, ada metastasis jauh.

II.3.5 Penyebaran Kanker Serviks Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah : a) ke arah fornices dan dinding vagina, b) ke arah korpus uterus, dan c) ke arah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih. Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat menyebar ke kelenjar iliaka luar dan kelenjar iliaka dalam (hipogastrika). Penyebaran melalui pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paruparu, hati , ginjal, tulang dan otak. Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan karena perdarahan-perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstruksi ureter di tempat ureter masuk ke dalam kandung kencing. Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu

perkontinuitatum ke dalam vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung

33

kemih. Penyebaran secara limfogen terjadi terutama paraservikal dalam parametrium dan stasiun-stasiun kelenjar di pelvis minor, baru kemudian mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi penyebaran hematogen (hepar, tulang). Secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah: 1. 2. 3. fornices dan dinding vagina korpus uteri parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum rektovagina dan kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar kelenjar limfe regional melalui ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator, hipogastrika, parasakral, paraaorta, dan seterusnya ke trunkus limfatik di kanan dan vena subklvia di kiri mencapai paru, hati, ginjal, tulang serta otak.

II.3.6 Manifestasi klinis A. Gejala Kanker serviks stadium dini dapat tanpa gejala jelas, gejala yang utama adalah: 1. Perdarahan per vagina: pada stadium awal terjadi perdarahan sedikit pasca kontak, sering terjadi pasca koitus atau periksa dalam. Dengan progresi penyakit, frekuensi dan volume perdarahan tiap kali bertambah, dapat timbul hemoragi masif. Penyebab perdarahan per vagina adalah eksfoliasi jaringan kanker. 2. Sekret per vagina: pada stadium awal berupa keputihan bertambah, disebabkan iritasi oleh lesi kanker atau peradangan glandula serviks, disebabkan hipersekresi. Dengan progresi penyakit, sekret bertambah, encer seperti air, berbau amis, bila terjadi infeksi timbul bau busuk atau bersifat purulen. 3. Nyeri: umumnya pada stadium sedang, lanjut atau bila disertai infeksi. Sering berlokasi d abdomen bawah regio gluteal atau sakrokoksigeal. Nyeri abdomen bawah tengah mungkin disebabkan lesi kanker serviks atau parametrium disertai infeksi atau akumulasi cairan, pus dalam kavum uteri, yang menyebabkan uterus kontraksi. Nyeri keram intermitten abdomen bawah satu atau kedua sisi mungkin disebabkan oleh kompresi

34

atau invasi tumor sehingga ureter obstruksi dan dilatasi. Bila timbul hidronefrosis dapat menimbulkan nyeri area ginjal. Nyeri tungkai bawah, gluteal, sakrum umumnya disebabkan desakan atau invasi tumor terhadap saraf kavum pelvis. 4. Gejala saluran urinarius: sering kali karena infeksi, dapat timbul polakisuria, urgensi, disuria. Dengan progresi kanker, dapat mengenai buli-buli, timbul hematuria, piuria, hingga terbentuk fistel sisto-vaginal. Bila lesi menginvasi ligamen kardinal, mendesak atau invasi ureter, timbul hidronefrosis, akhirnya menyebabkan uremia. Tidak sedikit pasien stadium lanjut meninggal akibat uremia. 5. Gejala saluran pencernaan: ketika lesi kanker serviks menyebar ke ligamen kardinal, ligamen sakral, dapat menekan rektum, timbul obstipasi, bila tumor menginvasi rektum dapat timbul hematokezia, akhirnya timbul fistel rektovaginal. 6. Gejala sistemik: semangat melemah, letih, demam, mengurus, anemia, edema.

B. Tanda fisik Pada wanita lansia lesi serviks uteri sering terjadi di dalam kanalis servikalis, serviks pars vaginalis licin, diagnosis mudah terlewatkan. Pada karsinoma in situ atau karsinoma invasif stadium dini, pada serviks uteri dapat timbul erosi, tukak kecil atau tumor papilar. Dengan progresi lesi, tumor tumbuh eksofitik berbentuk kembang kol, papilar, polipoid, jaringan rapuh mudah berdarah dan bersekret. Bila tumor tumbuh endofitik dapat timbul lesi nodular, dari luar tampak nodul tak beraturan, menginvasi ke dalam, di permukaan dapat tampak erosi, perdarahan per vagina relatif sedikit. Bila tumor di sertai infeksi dapat timbul tukak, dapat berupa tukak kecil atau agak dalam seperti kawah gunung berapi, bila lesi invasif dalam dan jaringan kanker banyak yang nekrosis dan lepas, bentuk luar serviks uteri terdestruksi, terbentuk rongga. Pasien kanker serviks uteri, bila serviks berada di dalam kanalis servikalis, bentuk luar serviks pada stadium awal normal, bila kanalis servikalis disentuh timbul perdarahan. Bila penyakit progresi lebih jauh, serviks dapat membesar merata, bertambah kasar, konsistensi keras. Pada

35

stadium lanjut tumor serviks uteri dapat terlepas membentuk tukak hingga rongga.

II.3.7 Diagnosis dan Diagnosis banding A. Diagnosis Berdasarkan gejala dan tanda fisik, diagnosis kanker serviks tidak sulit, tapi kanker serviks stadium dini atau tipe kanalis servikalis dapat asimtomatik, tanda fisik juga tidak jelas, umumnya secara visual sulit diketahui, jika tidak memakai alat bantu diagnosis. Sering terjadi diagnosis terlewatkan atau diagnosis keliru, metode membantu diagnosis yang sering digunakan adalah: 1. Pulasan kerokan serviks adalah suatu metode pemeriksaan simpel, mudah dikerjakan dan tanpa rudapaksa jelas, digunakan untuk penapisan dan diagnosis dini karsinoma serviks uteri. 2. Sitologi pulasan tipis (TCT= thinprep cytologic test), dibandingkan pulasan pemeriksaan sitologik serviks uteri konvensional. TCT memiliki keunggulan jelas dalam mendeteksi kelainan epitel serviks uteri. Teknik ini mengurangi hasil negatif semu, meningkatkan sensitifitas dan spesifisitas identifikasi. Digunakan untuk penapisan dan deteksi dini karsinoma serviks uteri dan lesi prekanker. 3. Deteksi DNA HPV: telah dipastikan infeksi HPV merupakan kausa utama karsinoma serviks dan lesi prekankernya. Pemeriksaan HPV risiko tinggi merupakan salah satu cara menapis karsinoma serviks dan lesi prekanker dewasa ini, dikombinasikan dengan pemeriksaan sitologik dapat memprediksi tingkat risiko pasien yang diperiksa, menetapkan interval waktu pemeriksaan penapis, dan untuk pemantauan pasca terapi karsinoma serviks dan CIN. 4. Pemeriksaan kolposkopi: di bawah cahaya kuat dan kaca pembesar secara visual binokular langsung melalui kolposkop mengamati lesi di serviks uteri dan vagina merupakan salah satu cara penunjang penting untuk diagnosis dini karsinoma uteri dan lesi prekankernya. Terhadap pasien dengan hasil sitologiknya abnormal atau kecurigaan klinis perlu dilakukan kolposkopi. Pemeriksaan ini dapat menemukan lesi preklinis yang tak

36

tampak dengan mata telanjang. Dapat dilakukan biopsi di lokasi mencurigakan, meningkatkan ratio positif dan akurasi hasil biopsi. 5. Biopsi serviks uteri dan kerokan kanalis servikalis: tujuannya adalah memastikan diagnosis CIM dan karsinoma serviks uteri. Karsinoma serviks stadium dini lesinya tidak jelas, untuk dapat memperoleh jaringan kanker secara akurat harus dilakukan biopsi dari multipel titik, secara terpisan di periksa patologinya. 6. Konisasi serviks uteri: mencakup dengan pisau konvensional dan konisasi dengan eksisi listrik (LEEP = loop electrosurgical excisional procedure), teknik operasi ini sesuai untuk sitologi serviks positif, tapi biopsi insisi negatif. Curiga terdapat mikrokarsinoma invasif namun diagnosis belum ditegakkan. Tidak dapat menyingkirkan karsinoma invasif, pasien CIN III, pasien muda stadium IA 1 yang perlu mempertahankan fungsi reproduksi. 7. Petanda tumor: dari kanker serviks uteri belum berhasil dipisahkan antigen tunggal spesifik, murni secara fisika dan kimia. 8. Pemeriksaan penunjang khusus: pemeriksaan sitoskopi, kanker serviks uteri stadium sedang dan lanjut bila disertai gejala sistem urinarius harus dilakukan pemeriksaan sitoskopi untuk memastikan terkena atau tidaknya mukosa dan otot buli-buli, bila perlu dilakukan biopsi dinding buli-buli untuk memastikan dan menentukan stadium. Kolorektoskopi: sesuai untuk pasien dengan gejala saluran pencernaan bawah atau dicurigai kolon, rektum terkena. Pielografi intravena: untuk mengetahui apakah segmen bawah ureter terdesak atau terinvasi hingga obliterasi oleh kanker atau tidak, ini membantu penentuan stadium dan terapi. Pemeriksaan CT atau MRI: untuk mengetahu ada tidaknya invasi, metastasis di lokasi terkait dengan serviks uteri dan jalur penyebaran kanker serviks uteri.

B. Diagnosis banding 1. Peradangan serviks uteri: erosi serviks uteri, TB serviks uteri, polip inflamasi serviks uteri. 2. Leiomioma submukosa serviks uterus dan uterus. 3. Papiloma, melanoma serviks uteri.

37

4. Karsinoma metastatik serviks uteri: umumnya dari karsinoma vagina dan karsinoma endometrium. Penyakit diatas sering memiliki gejala menyerupai kanker serviks uteri seperti lekore, perdarahan ireguler per vagina. Dapat dibedakan dari kanker serviks uteri dengan pemeriksaan biopsi histologi, sitologi pulasan serviks uteri.

II.3.8 Terapi Metode terapi kanker serviks uteri terdapat operasi, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi dan lainnya. Dewasa ini operasi dan radioterapi menjadi metode terapi utama. Pemilihan metode terapi berdasarkan pembagian stadium klinis, derajat deferensiasi patologi, ukuran tumor. Kasus stadium dini hanya dengan operasi atau radioterapi sudah membawa hasil cukup baik, sedangkan dengan progresi penyakit umumnya diperlukan terapi gabungan. A. Terapi untuk karsinoma intraepitel (CIN) Terdiri atas terapi konservatif, konisasi, dan histeriktomi total. 1. CIN I : menurut data statistik hanya 15% pasien CIN 1 mengalmi

progresifitas lesi, 20% lesi menetap, 65% lesi lenyap spontan. Maka dapat dipilih terapi fisika dan observasi tindak lanjut. 2. CIN II : dapat dengan terapi konservatif ataupun konisasi, seperti laser,

krioterapi, elektrokoagulasi, konisasi pisau dingin, LEEP. Dengan LEEP dan konisasi pisau dingin dapat diperoleh spesimen untuk pemeriksaan patologik, dapat menemukan karsinoma in situ atau mikro invasif yang belum ditemukan praterapi. 3. CIN III : terdapat hiperplasia atipik berat dan karsinoma in situ, perlu

konisasi, untuk pasien berupa lebih tinggi atau tak memerlukan reproduksi lagi dapat dilakukan histerektomi total, masih kontroversial apakah perlu mengangkat dinding segmen atas vagina, tapi dewasa ini umumnya membuang 0,5-1 cm vagina, LEEP hanya sesuai untuk pasien hiperplasia atipik berat.

38

B. Terapi karsinoma serviks uteri invasif 1. Terapi operasi IA1 : Dengan histerektomi total, bila perlu konservasi fungsi reproduksi, dapat dengan konisasi. IA2 : Dengan histerektomi radikal modifikasi ditambah

pembersihan kelenjar limpe kavum pelvis bilateral. IB1-IIA : Dengan hiterektomi radikal modifikasi atau histerektomi radikal ditambah pembersihan kelenjar limfe kavum pelvis bilateral, pasien usia muda dapat mempertahankan ovari.

2. Radioterapi a. Radioterapi radikal Dapat digunakan untuk terapi karsinoma serviks uteri stadium IIV, khususnya sesuai untuk karsinoma serviks uteri stadium Iib-IV. Tujuannya adalah agar lesi primer serviks uteri dan lesi sekunder yang mungkin timbul semuanya mendapat dosis radiasi maksimal, tapi tidak melebihi dosis toleransi radiasi organ dalam abdomen dan pelvis. Formula radioterapi baku adalah iradiasi eksternal kavum pelvis ditambah radioteraapi intrakavital jarak dekat, dosis titik A 80-85Gy, titik B 50-55Gy (titik A terletak 2 cm diatas forniks lateral, titik potong dengan aksis tengah uterus ke lateral 2 cm, titik B terletak pada satu bidang dengan titik A, 3cm di lateral A). b. Radioterapi praoperasi Digunakan untuk stadium IB2/IIA dengan lesi serviks uteri >4 cm, atau tumor serviks tipe tumbuh ke dalam, kanalis servikalis sangat jelas membesar. Radioterapi membuat lesi mengecil, meningkatkan

keberhasilan operasi, menurunkan vitalitas sel kanker dan penyebaran intraoperatif, sehingga mengurangi risiko timbulnya rekurensi sentral. c. Radioterapi pasca operasi Untuk pasien yang secara patologik terbukti terdapat metastasis di kelenjar limfe kavum pelvis, kelenjar limfe para aorta abdominal, jaringan parametrium, tumor menginvasi lapisan otot dalam serviks uteri, tampak tumor residif di vagina residual.

39

3. Kemoterapi Dewasa ini kemoterapi terutama digunakan untuk terapi kasus stadium sedang dan lanjut pra-operasi atau kasus rekuren, metastasis. Untuk tumor ukuran besar, relatif sulit diangkat secara operasi, kemoterapi dapat mengecilkan tumor, meningkatkan keberhasilan operasi. Terhadap pasien radioterapi, tambahan kemoterapi yang sesuai dapat meningkatkan sensitivitas terhadap radiasi, sedangkan bagi pasien stadium lanjut yang tidak sesuai untuk operasi atau radioterapi kemoterapi dapat membawa efek paliatif.

II.3.9 Komplikasi 1) Retensi urin Pada waktu histerektomi total radikal mudah terjadi rudapaksa pleksus saraf dan pembuluh darah kecil intra pelvis, hingga timbul gangguan sirkulasi darah, disuria, dan retensi urin. Biasanya pasca operasi dipertahankan saluran urin lancar 5-7 hari, secara berkala dibuka 3-4 hari, fungsi buli-buli biasanya dapat pulih. Pada retensi urin biasanya sekitar 80% dalam 3 minggu fungsi buli-bulinya pulih. 2) Kista limfatik pelvis Pasca pembersihan kelenjar limfe pelvis, drainasse limfe tidak lancar, dapat terbentuk kista limfatik retroperitoneal, umumnya pasien asimtomatik dan mengalami absorpsi spontan, bila kista terlalu besar timbul rasa tak enak perut bawah, nyeri tungkai bawah, akumulsi cairan kista dikeluarkan, gejala akan mereda. 3) Sistitis radiasi dan rektitis radiasi Pasca radiasi pelvis, pasien umumnya mengalami sistitis radiasi ataupun rektitis radiasi yang bervariasi derajatnya. Gejala berupa rasa tidak enak abdomen bawah, polakisuria, disuria atau hematuria, tenesmus, mukokezia, dan hematokezia. Bagi pasien dengan derajat ringan tidak perlu ditangani, bila derajat sedang ke atas umumnya diobati dengan anti radang, hemostatik, antispasmodik dan lain-lain.

40

II.3.10 Prognosis Dari tumor saluran reproduksi, kanker serviks uteri memiliki prognosis relatif baik, khususnya karsinoma insitu dan karsinoma invasif stadium dini. Survival 5 tahun karsinoma in situ hampir 100%. Menurut FIGO dari laporan gabungan hasil terapi di 137 lembaga, 32.052 kasus kanker serviks uteri berbagai stadium (Petterson, 1991), survival 5 tahun pasien stadium I, II, III, IV masing-masing adalah 81,6%, 61,3%, 36,7%, 12,1%. Faktor yang mempengaruhi prognosis banyak seperti stadium klinis, tipe patologi, metastasis kelenjar limfe, manipulasi operasi, dan lain-lain. Semuanya dapat mempengaruhi hasil terapi. Maka dalam terapi pasien kanker serviks uteri harus berpikir komperhensif, melakukan pemeriksaan cermat, analisis terpadu barulah menetapkan rejimen terapi. Setelah terapi masih harus terapi berulang berkala.

II. 4 KANKER VULVA II.4.1. Epidemiologi Sekitar 80 85% terdapat pada wanita pasca menopause, terutama yang dalam dekade ke-7 sebagai puncak insidensi, paling tidak mengenai 30% wanita kelompok umur 50-70 tahun, dan dapat merupakan 3-4% dari semua keganasan ginekologi. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ditemukan < 5% dari semua keganasan ginekologi dengan angka kejadian 1,1% dari semua keganasan ginekologi. Usia penderita berkisar 27-70 tahun, terbanyak antara 50-7%. Karsinoma vulva jarang ditemukan pada golongan umur <45% tahun dan jauh lebih jarang lagi pada wanita hamil. Umumnya ditemukan pada golongan sosial ekonomi rendah dengan higiene seksual yang kurang mendapat perhatian.

II.4.2. Etiologi Tidak banyak diketahui mengenai faktor etiologinya, meskipun disebut tentang lambatnya menarche (15-17 tahun) dan awalnya menopause (40 tahun) dalam riwayat penyakitnya. Faktor etnik tidak berpengaruh, meskipun lesi granulomatosa sering ditemukan pada suku Negro.

41

II.4.3. Patologi Lesi primer sering berupa ulkus dengan tepi induratif atau sebagai tumbuhan ektofitik (kutil) dengan tempat predileksi terutama di labia mayora, labia minora, klitoris dan komisura posterior. Lesi bilateral tidaklah jarang, bahkan kedua labia mayora dapat simetris terkena.

II.4.4. Pembagian tingkat keganasan Menetapkan tingkat penyakit berdasarkan sistem TNM (Tumor,Nodes, Metastasis) dan p-TNM (post-TNM), yakni penetapan tingkat penyakit keganasan sesudah atau pada saat pembedahan.

Tabel 1. Pembagian tingkat klinik kanker vulva menurut klasifikasi FIGO Tingkat Kriteria 0 Karsinoma in situ, karsinoma intra epitel intraepitel seperti pada penyakit Bowen, penyakit Paget yang non invasif. I Tumor terbatas pada vulva dengan diameter terbesar 2 cm/kurang, kelenjar di lipat paha tak teraba, atau teraba tidak membesar dan mudah digerakkan (mobil). II Tumor terbatas pada vulva dengan diameter > 2cm, kelenjar di lipat paha (inguinal) tidak teraba, atau dapat teraba bilateral, tidak membesar dan mobil. III Tumor dari setiap ukuran dengan : 1) Perluasan di urethra, atau vagina, perineum dan anus, dan/atau 2) Telah menyebar ke tulang atau metastasis jauh.

Tabel 2 Penetapan tingkat kanker vulva menurut sistem TNM T1S T1 T2 T3 Karsinoma pra-invasif, intra-epitel, in situ Tumor terbatas pada vulva; diameter terbesar < 2cm Tumor terbatas pada vulva; diameter terbesar > 2cm Tumor dari setiap ukuran dengan perluasan ke urethra, dan/vagina, dan/perineum, dan/anus. T4 Tumor dari setiap ukuran, yang telah menginfiltrasi mukosa kandung kemih, dan/rektum, atau keduanya, termasuk bagian proksimal mukosa urethra, dan.ke tulang.

42

N N0 N1

Kelenjar getah bening regional. Tak ada kelenjar yang teraba Kelenjar inguinal teraba, di satu/dua belah lipat paha, tidak membesar, mudah digerakkan (mobil).

N2

Kelenjar inguinal teraba, di satu/dua belah lipat paha, membesar, keras, masih mobil.

N3

Kelenjar inguinal membesar, keras, menjadi satu yang terfiksir/sukar digerakkan, mengalami ulserasi.

M M0 M1A M2A

Metastasis jarak jauh Tidak ada metastasis berjarak jauh secara klinis Kelenjar panggul dalam (profundal) teraba. Metastasis berjarak jauh lainnya ditemukan.

II.4.5. Gambaran klinik dan diagnosis Biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama sebelum penderita meminta pertolongan, oleh karena itu mereka pada umumnya dari golongan lansia (lanjut usia), malu mengemukakan kepada rekan sebaya, apalagi kepada mereka yang lebih muda. Bagi mereka yang masih kawin, umumnya sudah tak melayani suami lagi secara seksual dan tak pernah kelainan ada kelainan di vulvanya disampaikan kepada suami, sampai pada suatu saat timbul perdarahan atau mengeluarkan bau tak sedap yang menjadikan orang di sekitar menanyakan kepadanya. Penderita datang dengan keluhan mengenai iritasi vulva atau pruritus (gatal-gatal) vulva. Diagnosis akan lebih mudah bila ditemukan benjolan, ulkus atau lesi yang berdarah. Nyeri biasanya dikeluhkan bila lesinya terdapat dekat klitoris atau urethra, karena pedih saat kencing. Superinfeksi dari lesi ganas juga menimbulkan rasa sakit dan lebih banyak iritasi akibat keputihan yang terus menerus. Hanya sekitar 5% yang datang dengan pembesaran kelenjar lipat paha atau abses sekitar keluhan utama.

II.4.6. Diagnosis dini Perasaan gatal atau terbakar di vulva harus mendapatkan perhatian untuk mencari area yang mencurigakan akan keganasa. Daerah tersebut dapat berupa wart (kutil), benjolan kecil yang berwarna kemerahan, kemerahan atau

43

berpigmen, agak meninggi, atau ulkus datar yang mudah berdarah dengan teppi induratif. Kalau prosesnya sudah agak lanjut, mungkin akan ditemukan luka yang dalam, yang telah mengalami infeksi, dan nekrotik, atau tampak sebagai bunga kobis/kol. Daerah yang mencurigakan harus dibiopsi untuk penilaian histologik. Untuk itu penggunaan kolposkop diikuti dengan biopsi terarah (target biopsy) hendaknya dikerjakan bila keadaan memungkinkan.

II.4.7. Penanganan Pada tingkat klinik 0 (KIS/intraepitel karsinoma) dikerjakan vulvektomi dengan mengangkat kedua labia mayora, labia minora, sebagian mons veneris dan himen. Untuk mengembalikan bentuk yang baik dari vulva, dapat dilakukan bedah rekonstruksi menggunakan skin-graft. Eksisi luas hanya dibenarkan, bila diameter lesi < 2cm, hanya satu, dan kedalaman invasi tak lebih dari 1 mm. Untuk lainnya prosedur standar adalah vulvektomi radikal dan limfadenektomi bilateral en bloc. Jika karena alasan tertentu operasi tak dapat dilakukan, maka dipilih pengobatan dengan sitostatika, elektrokoagulasi, atau dengan sinal laser. Pada tingkat klinik I dan II dilakukan vulvektomi radikal dengan limfadenektomi bilateral kelenjar inguinal luar dan dalam, dalam satu tahap (en bloc). Bila kondisi penderita tidak memungkinkan untuk dikerjakan dalam satu tahap, limfadenektomi inguinal bilateral dapat ditunda pelaksanaannya 57 hari kemudian. Pada tingkat klinik III dan IV, diberikan sitostatika secara sistemik baik sebagai obat tunggal atau pun dalam kombinasi (polikemoterapi), intra-tumor, atau perfusi jaringan melalui infus saluran getah bening di kaki penderita. Radioterapi diberikan pasca bedah sebagai adjuvans, bila kelenjar inguinal positif mengandung tumor, yang ternyata dapat meningkatkan angka harapan hidup 5 tahun penderita dan menurunkan angka kekambuhan (rasio rekurens). Radioterapi primer dengan atau tanpa kemoterapi pada tingkat klinik III dan IV lanjut.

44

Tabel 3 Hubungan kedalaman invasi dengan kelenjar inguinal positif Kedalaman invasi (mm) <1 1,1 - 2,0 2,1 - 3,0 3,1 - 5,8 >5 Jumlah kasus (%) 34 19 17 7 7 Metastasis kelenjar (%) 0 10,5 11,8 14,3 42,5

II. 5 KANKER VAGINA II.5.1. Epidemiologi Kenker vagina jarang terjadi, biasanya diderita oleh wanita berumur 50 tahun ke atas. Insiden lebih dari 1 kasus baru per 100.000 populsi wanita setahun. II.5.2. Patologi Terbanyak hampir 99% adalah squamous cell carcinoma (epidermoid), sisanya adenokarsinoma, dan embrional rhabdomiosarkoma (sarkoma

botriodes). Tumor primer vagina jauh lebih jarang dibandingkan dengan tumor sekunder yang berasal dari penyebaran jaringan yang disekitarnya (serviks dan vulva) dan biasanya terdapat pada wanita usia 50 70 tahun, kecuali sarkoma botriodes pada bayi dan anak-anak. II.5.3. Penyebaran Penyebaran tumor menuju ke kelenjar getah bening tergantung pada lokasi tumor. Bila proses ganas terdapat pada bagian atas vagina, penyebarannya akan terjadi seperti pada kanker serviks. Bila berlokasi pada sepertiga bagian distal vagina, penyebarannya akan menyerupai karsinoma vulva. II.5.4. Gambaran klinik dan diagnosis Karsinoma in situ lebih sering didapat sebagai proses yang multifokal. Ia dapat ditemukan bersama-sama dengan tumor sejenis di bagian lain dari traktus genitalis, atau setelah pembedahan yang tidak radikal pada karsinoma in situ serviks uterus, atau pasca radiasi karsinoma serviks uterus. Adenokarsinoma vagina jarang terjadi, dapat berasal dari urethra, kelenjar

45

Bartholin, atau sebagai metastasis dari karsinoma endometrium/ovarium. Mengingat dinding vagina begitu tipis, kebanyakan kanker vagina yang invasif pada saat didiagnosis, ditemukan dalam tingkat II. Jika seorang wanita merasa sakit waktu bersetubuh dan berdarah, kemungkinan ia mengidap tumor ganas, hal ini perlu dipikirkan. Pada tingkat penyakit yang sudah lanjut, disertai flour albus (keputihan) dan berbau busuk. Pada pemeriksaan in spekulo dapat ditemukan ulkus dengan tepi yang induratif atau pertumbuhan tumor eksofitik seperti bunga kol yang mudah berdarah pada sentuhan. Biopsi harus dibuat pada daerah yang dicurigai, sehingga bukti histologik dapat menegakkan diagnosis. Pembagian tingkat keganasan menurut FIGO Tingkat 0 I II Kriteria

: Karsinoma in situ, karsinoma intra epitelial : Proses masih terbatas pada dinding vagina : Proses sudah meluas sampai ke jaringan para vaginal, tetapi belum mencapai dinding panggul

III : Proses telah meluas sampai ke salah satu/kedua dinding panggul IV : Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa rektum/ kandung kemih

II.5.5. Diagnosis Dini Untuk dapat menangkap lesi pramaligna berupa perubahan

epitel/mukosa vagina yang displastik dapat dikerjakan usapan vaginal untuk pemeriksaan sitologi eksfoliatif dengan pengecatan menurut Papanicolaou (Papsmear). Pada pemeriksaan rutin secara berkala, pengambilan bahan untuk pemeriksaan sitologik dari dinding vagina perlu pula pengambilan bahan dari ektoserviks dan endoserviks. Pada klinik yang sudah maju, pemeriksaan kolposkopik, biopsi terarah dengan bimbingan kolposkop, kolpomikroskopi dilakukan untuk membuat diagnosis dini. Diagnosis karsinoma vagina primer hanya boleh dibuat setelah melalui pemeriksaan yang teliti. Kemungkinan metastasis di vagina dari tumor lain, harus dapat disingkirkan.

46

II.5.6. Penanganan Untuk tingkat klinik 0, dapat dilakukan vaginektomi, elektrokoterisasi, bedah krio, penggunaan sitostatika topikal atau sinar laser. Untuk tingkat klinik I dan II dilakukan operasi atau penyinaran. Operasi pada tumor di bagian atas vagina sama dengan operasi pada kanker serviks, hanya

vaginektomi dilakukan lebih luas (>1/2 puncak vagina harus diangkat), sedang operasi pada bagian bawah vagina mendekati operasi pada kanker vulva. Sehubung dengan letak kandung kemih atau rektum sangat dekat, menjalarnya proses ke salah satu alat tersebut kadang-kadang memerlukan pertimbangan eksenterasi ureterostomi. II.5.7. Prognosis Angka Ketahanan Hidup 5 tahun kurang menggembirakan, berkisar antara 20%-48%. panggul posterior/anterior dengan kolostomi dan/ atau

II. 6 KARSINOMA MAMAE Karsinoma mamae merupakan tumor ganas epitel glandular kelenjar payudara, tumbuh infiltratif dan destruktif serta dapat bermetastasis dan merupakan masalah global dan isu kesehatan internasional yang penting. Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita di Negara maju dan nomor dua setelah kanker serviks. Diperkirakan jumlahnya 23 % seluruh kasus keganasan pada wanita. Karsinoma mamae penyebab kematian terbanyak pada wanita atau 14.1 %. (Bordon ,2007)

Gambar 4. Karsinoma Mamae

47

II.6.1. Epidemiologi Insiden kanker payudara terus meningkat, saat ini lebih dari 170.000 kasus ditemukan pertahun. Insidennya bervariasi di tiap Negara, tertinggi di Swedia dengan rata-rata insiden 129,5/100.000 wanita dan terendah di Jepang 37,0/100.000 wanita. Di Negara berkembang insiden lebih tinggi di Amerika Selatan, Karibia, Asia Barat dan Afrika Utara. (Suyatno, 2010) Di Amerika Serikat pada tahun 2005, ditemukan kasus baru berkisar 212.930 kasus dan sekitar 40.870 meninggal. Menurut National Cancer Institutes Surveillance, epidemiology and Result Program insiden kanker payudara meningkat cepat selama dekade ke empat kehidupan. Setelah menopause insiden ini terus meningkat tapi lebih lambat, puncaknya pada dekade 7 dan 8 dan menurun setelah umur 80 tahun. Insiden juga meningkat pada wanita dengan sosial ekonomi yang lebih tinggi. Rata-rata hidup 5 tahun tergantung stadium saat diagnosis ditegakkan dan berkisar 100% untuk stadium 0 sampai 16% untuk stadium IV. (Suyatno, 2010) Di Indonesia kanker payudara merupakan kanker dengan insiden tertinggi nomor dua setelah kanker serviks dan terdapat kecenderungan dari tahun ke tahun insidennya meningkat. Sebagian besar keganasan payudara datang pada stadium lanjut. Jumlah kanker payudara di Indonesia didapatkan kurang lebih 23.140 kasus baru setiap tahun (200 juta populasi). Muchlis Ramli dkk pada penelitiannya di RSCM, mendapatkan stadium IIIA dan IIIB sebanyak 43,4%, stadium IV sebanyak 14,3%, berbeda dengan negara maju dimana kanker payudara ditemukan lebih banyak dalam stadium ini. Ini mungkin karena kurangnya informasi, letak geografis, pendidikan, banyaknya iklan yang menerangkan tentang pengobatan alternatif, kurangnya alat diagnosis seperti mamografi, USG dan kurangnya keterampilan tenaga medis dalam mendiagnosis keganasan payudara. (Suyatno, 2010)

II.6.2. Etiologi dan Faktor Risiko. Etiologi kanker mamae masih belum jelas, namun risiko untuk menderita kanker payudara meningkat pada wanita yang mempunyai faktor risiko berikut: a. Riwayat keluarga dan gen terkait karsinoma mamae: Penelitian menemukan pada wanita dengan saudara primer menderita karsinoma mamae,

48

probabilitas terkena karsinoma mamae lebih tinggi 2-3 kali di banding wanita tanpa riwayat keluarga. Penelitian dewasa ini menunjukkan gen utama yang terkait dengan timbulnya karsinoma mamae adalah BRCA-1 dan BRCA-2. (Desen, 2011) b. Usia: Kanker payudara jarang terjadi pada perempuan berusia kurang dari 30 tahun. Selain itu, risiko meningkat secara tetap sepanjang usia, tetapi setelah menopause bagian menanjak dari kurva hampir mendatar. (Robbin, 2007) c. Reproduksi: Usia pubertas yang dini, awitan menopause yang lambat, dan kehamilan pertama yang muncul pada usia lanjut secara independen berkaitan dengan peningkatan insidensi kanker payudara. Karena itu baik makanan maupun olahraga dapat pengaruhi usia pubertas dan keteraturan haid. Risiko kanker payudara sebenarnya lebih tinggi pada perempuan yang kehamilan pertamanya setelah usia 30 tahun daripada nulipara, yang mengisyaratkan bahwa kehamilan dini bersifat protektif sedangkan pada kehamilan usia lanjut mendorong pada timbulnya penyakit. (Harrison, 2009) d. Kelainan kelenjar mamae: Penderita kistadenoma mamae hiperplastik berat berinsiden lebih tinggi. Jika satu mamae sudah terkena kanker, mamae kontralateral risikonya meningkat. (Desen, 2011) e. Penggunaan obat di masa lalu: Penggunaan jangka panjang hormon insidennya lebih tinggi. Terdapat laporan penggunaan jangka panjang reserpin, metildopa, analgetik trisiklik dan lain-lain, dapat menyebabkan kadar prolaktin meninggi, berisiko karsinogenik bagi mamae. (Desen, 2011) f. Pajanan lama ke estrogen eksogen pascamenopause, yang dikenal sebagai terapi sulih estrogen (ERT, Estrogen replacement theraphy), diakui dapat mencegah atau paling tidak menunda onset osteoporosis dan melindungi pemakai dari penyakit jantung dan stroke. Namun, terapi ini juga menyebabkan peningkatan moderat insidensi kanker payudara. Insidensi sedikit lebih tinggi pada perempuan yang menggunakan kombinasi estrogen progestagen. Jika semua pro dan kontra dipertimbangkan, manfaat TSE jauh lebih besar daripada kenungkinan efek simpangnya dalam kaitannya dengan peningkatan keseluruhan usia harapan hidup bagi sebagian besar perempuan. (Robbin, 2007)

49

g. Kontrasepsi oral juga dicurigai meningkatkan risiko kanker payudara jika digunakan lebih dari 8-10 tahun. Walaupun buktinya juga saling bertentangan, formulasi yang baru berupa dosis rendah seimbang estrogen dan progestin hanya sedikit meningkatkan risiko. (Robbin, 2007 dan Suyatno, 2010) h. Radiasi pengion: Kelenjar mamae relatif peka terhadap radiasi pengion, paparan berlebih menyebabkan peluang kanker lebih tinggi. Besar risiko bergantung pada dosis radiasi, waktu sejak pajanan, dan usia. Hanya wanita yang diradiasi sebelum usia 30 tahun, saat perkembangan payudara, yang tampaknya terkena. (Robbin, 2007) i. Diet dan gizi: Berbagai studi kasus menunjukkan diet tinggi lemak dan kalori berkaitan langsung dengan timbulnya karsinoma mamae. Terdapat data menunjukkan orang yang gemuk sesudah usia 50 tahun berpeluang lebih besar terkena kanker mamae. Terdapat laporan, bahwa minum bir dapat meningkatkan kadar estrogen dalam tubuh. Wanita yang setiap hari minum bir 3 kali ke atas berisiko karsinoma mamae meningkat 50-70%. Penelitian lain menunjukkan diet tinggi selulosa, vitamin A dan protein kedelai dapat menurunkan insiden karsinoma mamae. (Desen, 2011)

II.6.3. Klasifikasi Kanker payudara sedikit lebih sering mengenai payudara kiri daripada kanan. Pada sekitar 4% pasien ditemukan tumor bilateral atau tumor sekuensial di payudara yang sama. Lokasi tumor di dalam payudara adalah sebagai berikut: a. Kuadran luar atas 50% b. Bagian sentral 20% c. Kuadran luar bawah 10% d. Kuadran dalam atas 10% e. Kuadran dalam bawah 10% Kanker payudara dibagi menjadi kanker yang belum menembus membrane basal (noninvasif) dan kanker yang sudah invasif. Bentuk utama karsinoma payudara dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

50

A. Karsinoma Noninvasif (in situ) Terdapat dua tipe karsinoma payudara noninvasif yaitu karsinoma duktus in situ (DCIS) dan karsinoma lobules in situ (LCIS). Penelitian mofologik memperlihatkan bahwa kedua biasanya berasal dari unit lobules duktus terminl. DCIS cenderung mengisi, mendistorsi, dan membuka lobules yang terkena sehingga tampaknya melibatkan rongga mirip duktus. Sebaliknya, LCIS biasanya meluas, tetapi tidak mengubah arsitektur dasar lobules. Keduanya dibatasi oeh membrane basal dan tidak menginvasi stroma atau saluran limfovaskular. (Robbin, 2007) DCIS merupakan tipe paling sering dari karsinoma payudara noninvasif. In situ berarti tempat, sehingga duktal karsinoma in situ berarti pertumbuhan sel tak terkontrol yang masih dalam duktus. Oleh karena itu beberapa pakar meyakini DCIS merupakan lesi precancer. Umumnya lesi tunggal, terjadi dalam satu payudara tetapi pasien dengan DCIS risiko juga lebih tinggi untuk menderita kanker payudara kontra lateral. Sangat sedikit kasus DCIS muncul sebagai massa yang teraba, umumnya didiagnosis dengan mamografi gambaran yang sering berupa

mikrokalsifikasi yang berkelompok. DCIS kadang muncul sebagai pathologic nipple discharge dengan atau tanpa massa. (suyatno, 2010) Prognosis DCIS sangat baik, dengan lebih dari 97% paisen bertahan hidup lama. Sebagian pasien mengalami metastasis jauh tanpa rekurensi lokal. Kasus ini biasanya adalah DCIS derajat tinggi ekstensif dan mungkin memiliki daerah invasif kecil yang tidak terdeteksi. Paling sedikit sepertiga perempuan dengan DCIS derajat rendah yang kecil dan belum diobati akhirnya akan mengalami karsinoma invasif. Jika memang terjadi, karsinoma invasif terdapat di payudara dan kuadran yang sama dengan DCIS sebelumnya. Saat ini, upaya terapi untuk melenyapkan DCIS adalah dengan pembedahan dan radiasi. Terapi dengan antiestrogen tamoksifen juga dapat mengurangi risiko kekambuhan. (Robbin, 2007) Penyakit paget pada puting payudara disebabkan oleh perluasan DCIS ke duktus laktiferosa dan ke dalam kulit puting susu di dekatnya. Sel ganas merusak sawar epidermis normal, sehingga cairan ekstrasel dapat dikeluarkan ke permukaan. Gambaran klinis biasanya berupa eksudat berkeropeng unilateral di atas putting dan kulit areola pada sekitar separuh

51

kasus, juga ditemukan karsinoma invasif penyebab. Prognosis didasarkan pada karsinoma yang mendasari dan tidak diperparah oleh adanya penyakit paget. (Robbin, 2007) LCIS ditandai oleh adanya perubahan sel dalam lobules atau lobus. Insiden tidak sering dan risiko untuk menderita kanker payudara invasif sedikit lebih kecil dibanding DCIS. Disebut juga lobular intraepithelial neoplasia, saat ini kebanyakan pakar meyakini LCIS bukan lesi premaligna, tapi merupakan marker untuk meningkatkan risiko kanker payudara. Yang khas pada LCIS adalah lesi multiple dan sering bilateral, sering ditemukan insidental dari biopsi payudara. Jarang ditemukan klinis ataupun mamografi (tidak ada tanda khas). (suyatno, 2010)

B. Karsinoma Invasif Karsinoma payudara invasif merupkan tumor yang secara histologik heterogen. Mayoritas tumor ini adalah adenokarsinoma yang tumbuh dari terminal duktus. Terdapat beberapa varian histologik yang sering dari adenikarsinoma payudara. 1. Karsinoma duktal invasif, merupakan 75% dari keseluruhan kanker payudara. Lesi ini ditandai oleh tidak adanya gambaran histologik yang khusus. Tumor ini konsistensinya keras dan terasa berpasir ketika dipotong. Sering terdapat komponen ductal carsinoma in situ (DCIS) di dalam spesimen. Umumnya metastasis ke kelenjar getah bening aksila, metastasis jauh sering ditemukan di tulang, paru, liver dan otak. Prognosis lebih buruk dibanding subtipe histologik yang lain (mucinous, colloid, tubular dan medular). (suyatno, 2010) 2. Karsinoma inflamasi didefinisikan berdasarkan gambaran klinis berupa payudara yang membesar, bengkak, dan eritomatosa, biasanya tanpa teraba adanya massa. Karsinoma penyebab umumnya bukan tipe khusus dan menginvasi secara difus parenkim payudara. Tersumbatnya saluran limfe dermis oleh karsinoma merupakan penyebab gambaran klinis. Peradangan sejati sebenarnya tidak ada atau minimal sebagian besar tumor ini telah jauh bermetastasis jauh dan prognosis sangat buruk. (Robbin, 2007)

52

3. Karsinoma lobular invasif, merupakan 5%-10% dari keseluruhan kanker payudara. Secara klinis lesi sering memiliki area abnormal yang menebal di dalam payudara. Secara mikroskopis gambaran yang khas adalah sel kecil tunggal. Karsinoma lobular invasif cenderung untuk tumbuh di sekitar duktus atau lobules. Multisentris dan bilateral lebih sering terlihat pada karsinoma lobular disbanding karsinoma duktal. Juga metastasis ke kelenjar getah bening aksila, lebih sering metastasis jauh ke tempat yang tidak umum (mening dan permukaan serosa) prognosis serupa dengan karsinoma duktal invasif. (suyatno, 2010) 4. Karsinoma tubular hanya merupakan 2% dari kanker payudara. Diagnosis ditegakkan bila lebih dari 75% tumor menunjukkan formasi tubule. Jarang metastasis ke kelenjar getah bening aksila. Prognosis sangat lebih bagus dibanding tipe lain. (suyatno, 2010) 5. Karsinoma medullar, merupakan 5%-7% dari kanker payudara. Secara histologik lesi ditandai oleh initi dengan diferensiasi buruk, a syncytial growth pattern, batas tegas, banyak infiltrasi limfosit dan plasma sel, dan sedikit atau tanpa DCIS. Prognosis untuk pasien yang murni karsinoma medullar adalah baik, tapi bila tercampur dengan komponen duktal invasif prognosisnya sama dengan karsinoma duktal. (Suyatno, 2010) 6. Karsinoma mucinous atau colloid, merupakan 3% dari kanker payudara. Ditandai oleh akumulasi yang menonjol dari mucin ekstraseluler melingkupi kelompok sel tumor. Karsinoma colloid tumbuh lambat dan cenderung untuk besar ukurannya. Bila terdapat pedominan musinous, prognosis baik. (Suyatno, 2010)

II.6.4. Patogenesis Seperti kanker lainnya, penyebab kanker payudara tidak diketahui. Namun, ada tiga faktor yang tampaknya penting yaitu, perubahan genetik, pengaruh hormon dan faktor lingkungan. Perubahan genetik. Selain yang menyebabkan sindrom familial diatas, perubahan genetik juga di duga berperan dalam timbulnya kanker payudara sporadik. Seperti pada sebagian besar kanker lainnya, mutasi yang mempengaruhi protoonkogen dan gen penekan tumor di epitel payudara ikut

53

serta dalam proses transformasi onkogenik. Di antara berbagai mutasi tersebut, yang paling banyak dipelajari adalah ekspresi berlebihan protoonkogen ERBB2 (HER2/NEU), yang diketahui mengalami amplifikasi pada hampir 30% kanker payudara. Gen ini adalah anggota dari family reseptor faktor pertumbuhan epidermis, dan ekspresi berlebihannya berkaitan dengan prognosis yang buruk. Secara analog amplifikasi gen RAS dan MYC juga dilaporkan terjadi pada sebagian kanker payudara manusia. Mutasi gen penekan tumor RB1 dan TP53 juga ditemukan. Dalam transformasi berangkai sel epitel normal menjadi sel kanker, kemungkinan besar terjadi banyak mutasi didapat. Pengaruh hormon. Kelebihan estrogen endogen, atau yang lebih tepat ketidakseimbangan hormon, jelas berperan penting. Banyak faktor risiko yang telah disebutkan (usia subur yang lama, nuliparitas dan usia lanjut saat memiliki anak pertama) mengisyaratkan peningkatan pajanan ke kadar estrogen yang tinggi saat daur haid. Tumor ovarium fungsional yang mengeluarkan estrogen dilaporkan berkaitan dengan kanker payudara pada perempuan pascamenopause. Estrogen merangsang pembentukan faktor pertumbuhan oleh sel epitel payudara normal dan oleh sel kanker. Dihipotesiskan bahwa reseptor estrogen dan progesteron yang secara normal terdapat di epitel payudara, mungkin berinteraksi dengan promoter pertumbuhan, seperti transforming growth factor (berkaitan dengan faktor pertumbuhan epitel), platelet-derived growth factor, dan faktor pertumbuhan fibroblast yang dikeluarkan oleh sel kanker payudara, untuk menciptakan suatu mekanisme autokrin perkembangan tumor. Faktor lingkungan. Pengaruh limgkungan diisyaratkan oleh insidesi kanker yang berbeda-beda dalam kelompok yang secara genetis homogen dan perbedaan geografik pada prevalensi, seperti yang telah dibicarakan. Faktor lingkungan lain yang penting adalah iradiasi dan estrogen eksogen. (Robbin, 2007)

54

II.6.5. Jalur Penyebaran a. Invasi lokal Kanker mamae sebagian besar timbul dari epitel duktus kelenjar. Tumor pada awalnya menjalar dalam duktus, lalu menginvasi dinding duktus dan ke sekitarnya, ke anterior mengenai kulit, posterior ke otot pektoralis hingga dinding toraks. b. Metastasis kelenjar limfe regional Metastasis tersering karsinoma mamae adalah ke kelenjar limfe aksilar. Data di China menunjukkan mendekati 60% pasien kanker mamae pada konsultasi awal menderita metastasis kelenjar limfe aksilar. Semakin lanjut stadiumnya, diferensiasi sel kanker makin buruk, angka metastasis makin tinggi. Kelenjar limfe mamaria interna juga merupakan jalur metastasis yang penting. Menurut observasi klinik patologik, bila tumor di sisi medial dan kelenjar limfe aksilar positif, angka metastasis kelenjar limfe mamaria interna adalah 50%; jika kelenjar limfe aksilar negatif, angka metastasis adalah 15%. Karena vasa limfatik dalam kelenjar mamae saling beranastomosis, ada sebagian lesi walaupun terletak di sisi lateral, juga mungkin bermetastasis ke kelenjar mamaria interna. Metastasis di kelenjar limfe aksilar maupun kelenjar limfe mamaria interna dapat lebih lanjut bermetastasis ke kelenjar limfe supraklavikular. c. Metastasis hematogen Sel kanker dapat melalui saluran limfatik akhirnya masuk ke pembuluh darah, juga dapat langsung menginvasi masuk pembuluh darah (melalui vena kava atau sistem vena interkostal-vertebral) hingga timbul metastasis hematogen. Hasil autopsi menunjukkan lokasi tersering metastasis adalah paru, tulang, hati, pleura dan adrenal dan lain-lain. (Desen, 2011)

II.6.6. Manifestasi Klinis a. Massa tumor Sebagian besar bermanifestasi sebagai massa mamae yang tidak nyeri, seringkali ditemukan tidak sengaja. Lokasi massa kebanyakan di kuadran lateral atas, umumnya lesi soliter, konsistensi agak keras, batas tidak tegas, permukaan tidak licin, mobilitas kurang (pada stadium lanjut

55

dapat terfiksasi ke dinding toraks). Massa cenderung membesar, dalam beberapa bulan bertambah besar secara jelas. b. Perubahan kulit Tanda lesung : ketika tumor mengenai ligamen glandula mamae, ligamen itu memendek hingga kulit setempat menjadi cekung disebut tanda lesung. Perubahan kulit jeruk (peau dorange) : ketika vasa limfatik subkutis tersumbat sel kanker, hambatan drainase limfe menyebabkan udem kulit, folikel rambut tenggelam ke bawah tampak sebagai tanda kulit jeruk. Nodul satelit kulit : ketika sel kanker di dalam vasa limfatik subkutis masing-masing membentuk nodul metastasis, di sekitar lesi primer dapat muncul banyak nodul tersebar, secara klinis disebut tanda sateli. Invasi, ulserasi kulit : ketika tumor menginvasi kulit, tampak perubahan berwarna merah atau merah gelap. Bila tumor terus bertambah besar, lokasi itu dapat menjadi iskemik. Ulserasi membentuk bunga terbalik, ini disebut tanda kembang kol. Perubahan inflamatorik : secara klinis disebut karsinoma mamae inflamatorik, tampil sebagai keseluruhan kulit mamae berwarna merah bengkak, mirip peradangan, dapat disebut tanda peradangan. Tipe ini sering ditemukan pada kanker mamae waktu hamil atau laktasi. c. Perubahan papilla mamae Retraksi, distorsi papilla mamae : umumnya akibat tumor menginvasi jaringan subpapilar. Secret papilar (umumnya sanguineus) : sering karena karsinoma papilar dalam duktus besar atau tumor mengenai duktus besar. Perubahan eksematoid : merupakan manifestasi spesifik dari kanker eksematoid (penyakit paget). Klinis tampak areola, papilla mamae tererosi, berkrusta, secret, deskuamasi, sangat mirip eksim. d. Pembesaran kelenjar limfe regional Pembesaran kelenjar limfe aksilar ipsilateral dapat soliter atau multiple. Pada awalnya mobil, kemudian dapat saling berkoalesensi atau adhesi dengan jaringan sekitarnya. Dengan perkembangan penyakit,

56

kelenjar limfe supraklavikular juga dapat menyusul membesar. Yang perlu diperhatikan adalah ada sebagian sangat kecil pasien kanker mamae hanya tampil dengan limfadenopati aksilar tapi tak teraba massa mamae, kami menyebutnya karsinoma mamae tipe tersembunyi. (Desen, 2011)

Penentuan stadium karsinoma mamae berdasarkan American Joint Commite on Cancer Staging of Breast Carsinoma: Tabel 4. Stadium Karsinoma Mamae (Robbin) Stadium 0 Stadium I DCIS (termasuk penyakit Paget pada puting payudara) dan LCIS Karsinoma invasif dengn ukuran 2 cm atau kurang serta kelenjar getah bening negatif. Stadium IIA Karsinoma invasif dengan ukuran 2 cm atau kurang disertai metastasis ke kelenjar getah bening atau karsinoma invasif lebih dari 2 cm, tetapi kurang dari 5 cm dengan kelenjar getah bening negatif. Stadium IIB Karsinoma invasif berukuran garis tengan lebih dari 2 cm, tetapi kurang dari 5 cm dengan kelenjar getah bening positif atau karsinoma invasif berukuran lebih dari 5 cm tanpa keterlibatan kelenjar getah bening. Stadium IIIA Karsinoma invasif ukuran berapapun dengan kelenjar getah bening terfiksasi (yaitu invasi ekstranodus yang meluas di antara kelenjar getah bening atau menginvasi ke dalam strukstur lain) atau karsinoma berukuran garis tengah lebih dari 5 cm dengan metastasis kelenjar getah bening nonfiksasi. Stadium IIIB Karsinoma inflamasi, karsinoma yang menginvasi dinding dada, karsinoma yang menginvasi kulit, karsinoma dengan nodus kulit satelit, atau setiap karsinoma dengan metastasis ke kelenjar getah bening mamaria interna ipsilateral. Stadium IV Metastasis ke tempat jauh

57

II.6.7. Diagnosis a. Anamnesis Harus mencakup status haid, perkawinan, partus, laktasi, dan riwayat kelainan mamae sebelumnya, riwayat keluarga kanker, fungsi kelenjar tiroid, penyakit ginekologik, dan lain-lain. Dalam riwayat penyakit sekarang terutama harus perhatikan waktu timbulnya massa, kecepatan pertumbuhan dan hubungan dengan haid. b. Pemeriksaan Fisik Mencakup pemeriksaan fisik menyeluruh (sesuai pemeriksaan rutin) dan pemeriksaan kelenjar mamae. Inspeksi: amati ukuran, simetri kedua mamae, perhatikan apakah ada benjolan tumor atau perubahan patologik kulit (misal cekungan, kemerahan, udem, erosi, nodul satelit, dan lain-lain). Perhatikan kedua papila mamae apakah simetri, ada retraksi, distorsi, erosi, dan kelainan lain. Palpasi: umumnya dalam posisi baring, juga dapat kombinasi duduk dan baring. Waktu periksa rapatkan keempat jari, gunakan ujung dan perut jari berlawanan arah jarum jam atau searah jarum jam palpasi lembut, dilarang meremas mamae. Kemudian dengan lembut pijat areola mamae, papilla mamae, lihat apakah keluar secret. Jika terdapat tumor, harus secara rinci periksa dan catat lokasi, ukuran, konsistensi, kondisi batas, permukaan, mobilitas, nyeri tekan, dan lain-lain dari massa itu. Ketika meriksa apakah tumor melekat ke dasarnya, harus meminta lengan pasien sisi lesi bertolak pinggang, agar muskulus pektoralis mayor berkerut. Jika tumor dan kulit atau dasar melekat, mobilitas terkekang, kemungkinan kanker sangat besar. Jika terdapat secret papilla mamae, harus buat sediaan apus untuk pemeriksaan sitologi. Pemeriksaan kelenjar limfe regional paling baik posisi duduk. Ketika memeriksa aksila kanan, dengan tangan kiri topang siku kanan pasien, dengan ujung jari kiri palpasi seluruh fosa aksila secara berurutan. Waktu memeriksa fosa aksila kiri sebaliknya. Akhirnya periksa kelenjar supraklavikular. (Desen, 2011)

58

II.6.8. Pemeriksaan Penunjang 1. Mamografi Kelebihan mamografi adalah dapat menampilkan nodul yang sulit dipalpasi atau terpalpasi atipikal menjadi gambar, dapat menemukan lesi mamae yang tanpa nodul namun terdapat bercak mikrokalsifikasi. Mamografi memegang peranan mayor dalam deteksi dini kanker payudara, sekitar 75% kanker paling tidak satu tahun sebelum ada gejala atau tanda. Lesi dengan ukuran 2 mm sudah dapat dideteksi dengan memografi. Akurasi mamografi untuk predileksi malignansi adalah 70%80%. Namun akurasi pada pasien usia muda (kurang dari 30 tahun) dengan payudara padat adalah kurang akurat. Terdapat 2 tipe pemeriksaan mamografi yaitu skrining dan diagnosis. Skrining mamografi dilakukan pad awanita yang asimtomatik dan direkomendasikan setiap 1-2 tahun untuk wanita usia 40 tahun dan setiap tahun untuk usia 50 tahun atau lebih. Pada kondisi tertentu direkomendasikan sebelum usia 40 tahun (missal wanita dengan keluarga tingkat pertama menderita kanker payudara). Untuk posisi skrining mamografi, amsing-masing payudra dibuat dalam posisi cranio-caudal (CC) dan medo-lateral oblique (MLO). Mamografi diagnosis dilakukan pada wanita simtomatik, tipe ini lebih rumit dan waktu ini lebih lama dibanding mamografi skrining dan digunakan untuk menentukan ukuran yang tepat, lokasi abnormalitas payudara, untuk evaluasi jaringan sekitar dan kelenjar getah bening sekitar payudara. Untuk mamografi diagnosis, masing-masing payudara difoto dalam posisi cranio-caudal (CC), medo-lateral oblique (MLO) dan dapat ditambah dengan latero-medial (LM) atau medio-lateral (ML). (Desen, 2011 dan Suyatno, 2010) 2. Ultrasonografi (USG) payudara Transduser frekuensi tinggi dan pemeriksaan dopler tidak hanya dapat membedakan dengan sangat baik tumor kistik atau padat, tapi juga dapat mengetahui pasokan darahnya serta kondisi jaringan sekitarnya, menjadi dasar diagnosis yang sangat baik. Penggunaan USG untuk tambahan mamografi meningkatkan akurasinya sampai 7,4%. Namun USG tidak dianjurkan untuk modalitas skrining karena berdasarkan penelitian

59

ternyata USG gagal menunjukkan efikasinya. (Desen, 2011 dan Suyatno, 2010) 3. MRI mamae Karena tumor mamae mengandung densitas mikrovaskular abnormal, MRI mamae dengan kontras memilki sensitifitas dan spesifitas tinggi dalam diagnosis karsinoma mamae stadium dini. Tapi pemeriksaan ini cukup mahal, sulit digunakan meluas, hanya menjadi suatu pilihan dalam diagnosis banding terhadap mikrotumor. (Desen, 2011) 4. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium darah yang dianjurkan adalah darah rutin, alkalin phospatase, SGOT, dan SGPT. Kadar alkalin phospatase yang tinggi dalam darah mengindikasikan adanya metastasis ke liver, saluran empedu, dan tulang. SGOT, SGPT merupakan gambaran fungsi liver, kadar yang tinggi dalam darah mengindikasikan kerusakan atau metastasis pada liver. (Desen, 2011) 5. Pemeriksaan biopsy Biopsy pada payudara memberikan informasi sitologi atau

histopatologi. FNAB (Fine Needle Aspiratio Biopsy) merupakan salah satu prosedur diagnosis awal, untuk evaluasi masa di payudara. Pemeriksaan ini sangat berguna terutama untuk evaluasi lesi kistik. Masa persisten atau rekuren setelah aspirasi berulang adalah indikasi untuk biopsy terbuka (insisi atau eksisi). Namun FNAB merupakan biopsi yang memberikan informasi sitologi, belum menjadi standar buku (gold standar) untuk diagnosis definitif. Bila mampu, dianjurkan triple diagnosis. Biopsi yang memberikan informasi histopatologi adalah biopsi core, biopsi insisi, biopsi eksisi, potong beku dan ABBI (Advnce Breast Biopsy Instrumen). Biopsy eksisi direkomendasikan untuk ukuran kurang dari 3 cm. biopsy insisi dilakukan pada tumor operable dengan ukuran lebih dari 3 cm atau inoperable. Potong beku dilakukan saat operasi, teknik pengambilan spesimen bisa insisi atau eksisi. Dari biopsi ini dapat dilakukan pemeriksaan immunohistokimia dari estrogen reseptor, progesteron reseptor, CerbB2, p53 dan cathepsin D. Hasil dari biopsi ini merupakan standar baku untuk diagnosis dan terapi. Masing-masing

60

memiliki keuntungan dan kerugian. Disamping diagnosis histopatologi juga ditentukan grading histopatologi kanker mamae. (Suyatno, 2010)

II.6.9. Prognosis Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis, tapi yang paling jelas dan berpengaruh terbesar atas prognosis adalah kondisi kelenjar limfe dan stadium. Dari hasil analisis atas data 6263 kasus karsinoma mamae yang oparebel di RS Kanker Universitas Zhongshan, survival 5 tahun pasca operasi pada kasus kelenjar limfe negatif dan positif adalah masing-masing 80% dan 59%, survival 5 tahun untuk stadium 0-1, II dan III adalah maisng-masing 92%, 73%, dab 47% sedangkan pada nonoperabel, survival 5 tahun kebanyakan dilaporkan dalam batas 20%. Oleh karena itu dalam kondisi dewasa ini untuk meningkatkan angka kesembuhan kanker mamae kuncinya adalah penemuan dini, diagnosis dini, terapi dini dan tepat. Untuk mencapai temuan dini, diseminasi pengetahuan tentang kanker mamae, pendidikan wanita untuk memeriksa payudara sendiri merupakan tindakan efektif yang sungguh praktis. (Desen, 2011)

II.6.10. Penatalaksanaan Pengobatan kanker payudara bertujuan untuk mendapatkan kesembuhan yang tinggi dengan kualitas hidup yang baik. Oleh karena itu terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif ditandai oleh adanya periode bebas penyakit (disease free interval) dan peningkatan harapan hidup (overall survival), dilakukan pada kanker payudara stadium I, II dan III. Terapi paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup tanpa adanya periode bebas penyakit, umumnya dilakukan pada stadium IV. Adapun payudara secara umum meliputi: operasi, kemoterapi,

radioterapi, terapi hormonal, dan terapi target. a. Operasi (Pembedahan) Operasi merupakan modalitas utama untuk penatalaksanaan kanker paydara. Berbagai jenis operasi pada kanker payudara adalah Classic Radical Mastectomy (CRM), Modified Radical Mastectomy (MRM), Skin Sparing Mastectomy (SSM), Nipple Sparing Mastectomy (NSP) dan Breast

61

Conserving Treatment (BCT). Jenis-jenis ini memiliki indikasi dan keuntungan serta kerugian yang berbeda-beda. CRM adalah pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple areola komplek, kulit di atas tumor, otot pektoralis mayor dan minor serta diseksi aksila level I-III. Operasi ini dilakukan bila ada infiltrasi tumor ke fasia atau otot pectoral tanpa ada metastasis jauh. Jenis operasi ini mulai ditinggalkan karena morbiditas tinggi sementara nilai kuratifitas sebanding dengan MRM. MRM adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple areola kompleks, kulit di atas tumor dan fascia pectoral serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini dilakukan pada kanker payudara stadium dini dan lokal lanjut. Merupakan jenis operasi yang banyak dilakukan. Kuratifitas sebanding dengan CRM. SSM adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor dan nipple areola kompleks dengan mempertahankan kulit sebanyak mungkin serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini harus disertai rekonstruksi payudara secara langsung yang umumnya adalah TRAM flap (transverse rektus abdominis musculotaneus flap). LD flap (latissimus dorsi flap) atau implant (silicon). Dilakukan pada tumor stadium dini dengan jarak tumor ke kulit jauh (>2cm) atau stadium dini yang tidak memenuhi syarat untuk BCT. NSP adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor dengan mempertahankan nipple areola kompleks dan kulit serta diseksi aksila leve I-II. Operasi ini, juga harus disertai rekonstruksi payudara secara langsung yang umumnya adalah TRAM flap, LD flap atau implant. Dilakukan tumor stadium dini dengan ukuran 2 cm atau kurang, lokasi perifer, secara klinis NAC tidak terlibat, kelenjar getah bening N0, histopatologi baik, dan potong beku sub areola: bebas tumor. BCT adalah terapi yang komponennya terdiri dari lumpektomi atau segmentektomi atau kuadrantektomi dan diseksi aksila serta radioterapi. Jika terdapat fasilitas, lymphatic mapping dengan Sentinel Lymph Node Biopsy (SLNB) dapat dilakukan untuk menggantikan diseksi aksila. Terapi ini memberikan harapan hidup yang sama dengan MRM namun rekurensinya lebih besar. Ada 3 syarat yang harus terpenuhi dalam

62

pemilihan jenis terapi ini yakni tepi sayatan bebas tumor (dibuktikan dengan potong beku), radioterapi dapat dilakukan dan kosmetik bisa diterima. Kontraindikasi yang tidak memenuhi ke 3 syarat tersebut adalah: 1. Tumor yang multisentris, sehingga margin tidak bebas tumor atau bebas tapi kosmetik tidak tercapai, 2. Mikrokalsifikasi yang luas/difus, 3. Riwayat radiasi sebelumnya, 4. Penyakit kolagen (SLE, Scleroderma) terutama yang ketergantungan terhadap steroid, 5. Ukuran tumor yang besar sedangkan payudaranya kecil, 6. Letak sentral atau dibawah, 7. Pada wanita hamil trimester kedua atau ketiga tidak merupakan kontra indikasi karena radiasi dapat ditunda hingga melahirkan, 8. Pada riwayat keluarga (+) dan pada umur muda ditakutkan radiasi akan menimbulkan kanker sekunder.

b. Kemoterapi Kemoterapi adalah penggunaan obat anti kanker (sitostatika) untuk menghancurkan sel kanker. Obat ini umumnya bekerja dengan menghambat atau mengganggu sintesa DNA dalam siklus sel. Pengobatan kemoterapi bersifat sistemik, berbeda dengan pembedahan atau radiasi yang lebuh bersifat lokal/setempat. Obat sitostatika dibawa melalui aliran darah atau diberikan langsung ke dalam tumor, jarang menembus blood-brain barrier sehingga obat ini sulit mencapai sistem syaraf pusat. Ada 3 jenis setting kemoterapi yakni adjuvant, neoadjuvant dan primer (paliatif). Adjuvant kemoterapi adalah terapi tambahan setelah terapi utama (pembedahan). Tujuannya adalah untuk mendapatkan penyembuhan yang sempurna (kuratifitas ) dan memperlama timbulnya metastasis. Adjuvant kemoterapi menurunkan 25% mortalitas kanker payudara . indikasi adjuvant kemoterapi adalah: 1. 2. Ukuran tumor lebih dari 2 cm Kelenjar getah bening aksila positif metastasis 1 atau lebih

63

3.

Kelenjar getah bening aksilla negatif tapi penderita berusia kurang dari 35 tahun atau grading tumor 2-3 atau terdapat invasi vascular atau operekspresi HER2 atau ER/PR negatif. Lama pemberian kemotearpi adjuvant menurut konsep terbaru, 6

bulan kemoterapi ekuivalen dengan durasi yang lebih lama. Namun, masih kontroversi apakah 4 bulan kemoterapi (AC, 4 siklus) ekuivalen dengan 6 bulan. Kemoterapi primer (paliatif) diberikan pada stadium lanjut (stadium IV) untuk mengendalikan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit kanker. Tujuannya adalah untuk mempertahankan kualitas hidup yang baik, control progresi tumor dan memperlama harapan hidup. Radioterapi (RT) merupakan modalitas terapi yang cukup penting pada kanker payudara. Mekanisme utama kematian sel karena radiasi adalah kerusakan DNA dengan gangguan proses repliculikasi. RT menurunkan rekurrensi lokal dan berpotensi untuk menurunkan mortalitas jangka panjang penderita kanker payudara. RT terhadap payudara (dengan dan tanpa area supraklavikula) diindikasi pada BCT, pasien dengan kelenjar getah aksila positif metastasis atau lebih, kontrol lokal pada metastasis disease (perdarahan, ulkus, impending fraktur), tumor besar (>5cm) dan batas sayatan dekat atau tidak bebas tumor. c. Hormonal terapi Tujuan terapi hormonal pada kanker payudara adalah untuk menghilangkan atau mengurangi estrogen dalam sel tumor (estrogen deprivation). Tamoxifem merupakan adjuvant hormonal yang paling banyak digunakan dan merupakan terapi standard untuk wanita

premenopause. Terapi ini menurunkan rekurrensi hingga 50% menurunkan 28% mortalitas kanker payudara sedangkan ablasi ovarium menghasilkan keuntungan yang serupa dengan kemoterapi pada premenopause dengan reseptor hormone positif. d. Targeted (Biologik) terapi Terapi ini ditujukan untuk mengganggu proses yang berperan dalam pertumbuhan sel-sel kanker. Yang termasuk terapi ini untuk kanker payudara adalah: 1. Transtuzumab (Herceptin)

64

2. Bevacizumab (Avastin) 3. lapatinib ditosylate (Tykerb) Trastuzumab merupakan antibodi monoclonal yang bekerja langsung di receptor HER2/neu, dan terbukti secara signifikan memiliki aktivitas anti tumor pada metastasic breast cancer dengan overekspresi HER2/neu (25% dari kanker payudara). Bevacizumab merupakan monoclonal antibodi manusia yang didesain untuk mem-block aksi dari vascular endothelial growth factor (VEGF). VEGF disekresi sel maligna dan nonmaligna hipoksik dan menstimulasi pembentukan pembuluh darah baru dengan pengikatan reseptor spesifik. Lapatinib merupakan monoclonal antibodi yang mampu menghambat dua reseptor dalam sel kanker (HER 1 dan HER 2). (Suyatno, 2010) e. Penatalaksanaan menurut stadium Stadium nol (T0, DCIS, LCIS, Paget) Ductal carcinoma in situ (DCIS), penanganan berdasarkan VNIP ditentukan oleh jumlah skor dari ukuran tumor, batas sayatan, dan klasifikasi histopatologi. Lobular carcinoma in situ (LCIS), cukup dilakukan observasi dengan pemeriksaan klinis tiap 6-12 bulan dan mammografi tiap tahun. Paget, jika tidak disertai adanya tumor dilakukan mastektomi simple dengan atau tanpa rekonstruksi. Jika disertai tumor penatalaksanaannya sesuai stadium menurut ukuran tumornya. Stadium dini (Stadium I dan II) Pembedahan berupa NSP, SSM, BNT dan MRM. Pemilihan jenis pembedahan ini tergantung pada ukuran, lokasi dan jenis tumor juga rekonstruksinya. Stadium lokal lanjut (Stadium IIIA, IIIB,IIIC) Jika operable dilakukan MRM atau CRM kemudian dilanjutkan adjuvant kemoterapi dan radioterapi. Jika inoperable diberikan neoadjuvant kemoterapi 3 siklus kemudian dievaluasi responnya, jika respon parsial atau respon komplet dilakukan MRM atau CRM. Bila respon minimal atau progresif ganti regimen kemoterapi dengan second line chemotherapy atau radioterapi.

65

Stadium lanjut (Stadium IV) Penanganan bersifat paliatif tergantung lokasi dan kondisi metastasis. Terapi utama adalah sistemik (kemoterapi, hormonal terapi, targeted terapi dan bisphosphatase), pada kondisi tertentu terapi lokal (radiasi dan pembedahan) juga diperlukan).

f. Kemoterapi Tidak ada gold standard regimen kemoterapi untuk kanker payudara dengan metastasis jauh. Pada pasien dengan triple negatif [ER(-), PR(-), dan HER2/neu (-)] belum ada penelitian random (randomized trial) yang menunjkkan adanya keuntungan harapan hidup dari kombinasi kemoterapi dibanding sequential single kemoterapi dari obat yang sama. Kemoterapi tunggal yang dianjurkan adalah anthracyline, taxane, capecitabine, vinorelbine, gemcitabine, atau vinblastine. Hormonal dan trastuzumab tidak dianjurkan. 1. Hormonal terapi. Untuk penderita yang non-life threatehing dengan ER dan atau PR positif, single agent hormonal terapi direkomendasikan. Kemoterapi ditambahkan pada penderita dengan life threatening metastases seperti lymphangitic pulmonary metastases atau progressive liver metastases. Untuk post menopause hormonal yang bisa diberikan adalah aromatase inhibitor (anastrozole, letrozole, exemestane), tamoxifen, fulfestrant, megestrol acetate, fluoxymesterone atau diethylstilbestrol. Pada

premenopause plihannya adalah tamoxifen. LHRH agonis atau oophorectomy (operasi/radiasi), megestrol acetate, flourxymesterone atau diethylstilbestrol. 2. Bisphosponates Direkomendasikan untuk penderita dengan metastasis ke tulang. Baik pamidronate (90 mg iv tiap bulan) maupun zolendronate (4 mg iv tiap bulan) efektif untuk mengurangi nyeri tulang dan fraktur patologis. Zolendronate lebih superior dari pamindronate ntuk mengurangi fraktur tulang, kompresi spinal cord, hiperkalsemia malgnansi, dan untuk menurunkan kebutuhan untuk radiasi paliatif.

66

3. Terapi lokal Metastasis tulang, penanganan berdasarkan Skor Mirel. Skor ditentukan oleh lokasi metasis, kualitas nyeri, gambaran radiologi dan ukuran metastasis. Metastasis dengan skor kurang dari 7 dilakukan radiasi eksterna, sedangkan penderita dengan skor diatas 7 dilakukan fiksasi interna dilanjutkan radiasi. Tujuan terapi ini adalah untuk mengurangi rasa nyeri, perbaikan fungsi, kontrol lokal dan stabilisasi. (Suyatno, 2010) Tabel scoring Mirel Metastasis otak, bila lesi soliter dapat dilakukan pembedahan (eksisi) atau radiasi dengan modalitas baru seperti cyber knife atau gamma knife. Lesi multiple harus diberikan radiasi pada seluruh otak. Metastasis pleura (Efusi pleura maligna, MPE), pilihan terapi untuk MPE ditentukan oleh gejala, status performans pasien, respon terhadap kemoterapi, dan pengembangan (re-expansion) paru setelah evakuasi cairan pleura.

II.6.11. Komplikasi a. Komplikasi kemoterapi/efek samping Mual dan muntah Terjadi karena berkurangnya rasa kecap dan penyimpangan rasa kecap (Dysgeusia), dapat diatasi dengan pemberian makanan berupa cairan sehingga tidak banyak dikunyah dan sedikit saliva. Rambut rontok Kehilangan rambut terjadi setelah 2-3 minggu kemoterapi pada fase anagen, rambut menjadi tipis dan mudah rontok, keadaan ini akan membaik setelah 2-3 bulan kemoterapi terakhir. Mukositis dan xerostomia sebagian besar pasien yang mendapat kemoterapi (40%) akan mengalami mukositis, sekitar 50% disertai nyeri yang memerlukan pengobatan dan kemungkinan pemberian cairan infus, biasanya timbul pada hari ke 7 setelah pemberian kemoterapi.

67

Ekstarvasasi Gejalanya bisa timbul belakangan berupa nyeri, eritem, nekrosis luas pada kulit dan subkutis sehingga memerlukan eksisi dan skin graft bahkan dapat dilakukan amputasi.

b. Komplikasi radiasi - Nekrosis jaringan lunak payudara (mis. Nekrosis lemak), edema payudara yang lama, fraktur iga (rata-rata 1%-3%) - Penurunan mobilitas bahu (rata-rata 1%-3%) - Brachial plexopathy dengan parestesia dan nyeri lengan (rata-rata 1%3%) - Limfedema c. Komplikasi mastektomi Infeksi luka dan abses, nekrosis flap kulit, parastesia dinding dada, phantom breast syndrome, sindrom nyeri post operasi, seroma dan limfedema. Komplikasi diseksi aksila Limfedema Pelemahan gerakan bahu Kerusakan plexus brachialis Komplikasi lain: thrombosis vena aksilaris, seroma, dan nyeri dinding dada. d. Komplikasi tamoxifen Endometrial cancer Perimenopausal symptoms Katarak

e. Komplikasi trastuzumab Cardiac toxicity Fever, chils, nausea, vomiting, dan nyeri dengan infuse pertama.

II.6.12. Follow up dan prognosis Follow up dilakukan setiap 4 bulan untuk 1-2 tahun pertama, setiap 6 bulan untuk tahun ke 3-5, dan setiap 12 bulan setelahnya. Setiap bulan direkomendasikan untuk SADARI (pemeriksaan payudara sendiri).

68

Prognosis tergantung jumlah kelenjar getah bening aksila yang terlibat. Disamping kelenjar getah bening aksila faktor prognosis lain adalah ukuran tumor, status hormon reseptor, grading histopatologi dan yang baru adalah ekspresi HER 2/neu, EGF reseptor family, S phase, DNA ploidy, angiogenesis, peritmoral lymphatic invasion dan perineural invasion, cahtepsin D, dan obesitas. Ekspresi ER dan atau PR menandakan prognosis bagus, dan memprediksikan respon baik terhadap terapi hormonal. Overekspresi positif dan perilaku kanker agresif merupakan marker respon terhadap trastuzumab dan kemoterapi (anthracycline dan taxane), relatif resisten terhadap tamoxifen dan CMF. S-phase yang tinggi mengindikasikan proliferasi yang cepat dan berhubungan dengan prognosis yang buruk. Diploid tumor umumnya berhubungan dengan prognosis baik. (Suyatno, 2010)

69

BAB III PENUTUP

III.1 Kesimpulan Kanker merupakan penyakit yang sangat serius, sebagai penyebab kematian dibanyak negara dari tahun ke tahun jumlah penderita dan angka kematian terus meningkat. Kanker serviks menduduki peringkat pertama pada kasus kanker yang menyerang perempuan di Indonesia. Departemen Kesehatan RI melaporkan, penderita kanker serviks di Indonesia diperkirakan 90-100 di antara 100 000 penduduk per tahun. Kemudian keganasaan pada peringkat kedua pada wanita disebabkan oleh kanker payudara diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap 100.000 penduduk per tahunnya. Kanker ovarium merupakan keganasan yang sering diderita pada organ genital wanita setelah kanker serviks, dan merupakan keganasan ketiga setelah kanker payudara serta terdapat juga kanker pada vulva, vagina, dan uterus. Setiap wanita berisiko terkena tiga kanker tersebut, untuk itu sangat diperlukan deteksi dini terhadap kanker tersebut. Semakin dini deteksi kelainan sel kanker, maka semakin mudah penatalaksanaannya dan semakin baik prognosisnya. Tumor ganas ovarium menempati 2,4-5,6 % dari tumor ganas yang sering ditemukan pada wanita. Insidensinya dibawah kanker serviks dan karsinoma endometrium namun angka mortalitas yang tinggi menempatkan tumor ovarium merupakan urutan teratas tumor gans yang sering diderita wanita. Karsinoma endometrium berasal dari endometrium, karena berasal dari korpus uteri, juga disebut karsinoma korpus uteri. Dari keganasan ginekologik, karsinoma endometrium menempati 20-30%, bersama karsinoma serviks uteri, karsinoma ovarium merupakan 3 jenis keganasan ginekologik yang paling sering ditemukan. Karsinoma endometrium berasal dari endometrium, karena berasal dari korpus uteri, juga disebut karsinoma korpus uteri. Dari keganasan ginekologik, karsinoma endometrium menempati 20-30%, bersama karsinoma serviks uteri, karsinoma ovarium merupakan 3 jenis keganasan ginekologik yang paling sering ditemukan. Kanker vulva Karsinoma endometrium berasal dari endometrium, karena berasal dari korpus uteri, juga disebut karsinoma korpus uteri. Dari keganasan ginekologik, karsinoma endometrium menempati 20-30%, bersama karsinoma serviks uteri, karsinoma ovarium merupakan 3 jenis keganasan ginekologik yang paling sering ditemukan. Kenker vagina jarang terjadi, biasanya diderita oleh wanita berumur 50 tahun ke atas. Insiden lebih dari 1 kasus baru per 100.000 populsi wanita setahun.

70

Karsinoma mamae merupakan tumor ganas epitel glandular kelenjar payudara, tumbuh infiltratif dan destruktif serta dapat bermetastasis dan merupakan masalah global dan isu kesehatan internasional yang penting. Penanganan untuk setiap kanker berbeda-beda, prognosisnya sendiri berdasarkan dari derajat atau grading dari keganasan tersebut.

III.2 Saran Sebaiknya seorang wanita melakukan deteksi dini kanker paling tidak satu kali per tahun, yaitu terutama deteksi dini kanker payudara, kanker serviks dan kanker ovarium. Semakin tua usia, sebaiknya deteksi dini semakin sering dilakukan karena prevalensinya semakin meningkat. Untuk deteksi dini terhadap kanker payudara dapat dilakukan sendiri (SADARI) dan mammogram untuk deteksi dini kanker payudara, pemeriksaan USG abdomen untuk deteksi dini kanker ovarium dan juga pemeriksaan papsmear untuk deteksi dini kanker serviks. Sebaiknya setiap wanita harus di vaksinasi HPV sedini mungkin dari mulai usia wanita 10 tahun. Vaksinasi 1: 0 Vaksinasi 2: 1 bulan kemudian Vaksinasi 3: 5 bulan kemudian

Vaksinnya yaitu: Cervarix Gardasil

71

DAFTAR PUSTAKA

1. Desen, Wan. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta. FKUI. 2011 2. Isellbacher et al. 2009. Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol IV. Jakarta:

EGC
3. Pradipta Bram, Saleha Sungkar. Penggunaan Vaksin Human Papilloma Virus dalam Pencegahan Kanker Serviks. Majalah Kedokteran Indonesia, Volum: 57, Nomor: 11, Nopember 2007. 4. Robbin, Kumar dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Anatomi. Jakarta: EGC 5. Wikjosastro H. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai