Anda di halaman 1dari 33

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

Percobaan Kelompok Nama

: ADSORPSI ISOTERMIS : III A :


NRP. NRP. NRP. 2313 030 049 2313 030 021 2313 030 025

1. M. Bayu Prasetyo 2. Vonindya Khoirun N. M. 3. Maulana Adi W.

Tanggal Percobaan Tanggal Pengembalian Dosen Pembimbing Asisten Laboratorium

: 21 Oktober 2013 : 28 Oktober 2013 : Warlinda Eka Triastuti, S.Si., M.T. : Dhaniar Rulandari W.

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013

ABSTRAK Percobaan ini bertujuan untuk mengamati peristiwa adsorbsi isotermis dari suatu larutan pada suhu konstan. Larutan yang digunakan adalah asam asetat 0,015 N; 0,03 N; 0,06 N; 0,09 N; 0,12 N; 0,15 N dengan pengadukan selama 30 menit. Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan larutan asam asetat dalam berbagai konsentrasi, yaitu: 0,015 N, 0,03 N, 0,06 N, 0,09 N, 0,12 N, 0,15 N agar dapat mengetahui seberapa besar hubungan antara variasi konsentrasi dengan daya adsorbsi. Prosedur selanjutnya adalah pembuatan larutan asam asetat, pembuatan ini dimulai dengan membuat larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,15N yang kemudian untuk konsentrasi selanjutnya dibuat dari pengenceran larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,15N. Selanjutnya, ditambahkan karbon aktif dan ditutup rapat. Kemudian, larutan asam asetat dengan karbon aktif tersebut diaduk dengan kecepatan 220 rpm selama 30 menit. Fungsi pengocokan ini adalah meningkatkan frekuensi antara absorben (karbon aktif) dan absorbat (asam asetat) sehingga jumlah arang yang menempel pada larutan dapat maksimal, mempercepat proses kesetimbangan adsorpsi sehingga jumlah zat teradsorpsi dapat ditentukan, serta mempercepat proses penghomogenan adsorbat (asam asetat). Selanjutnya, didiamkan selama 1 jam dengan tujuan agar proses penyerapan yang terjadi pada permukaan zat bisa berlangsung sempurna dan terjadi keseimbangan. Langkah selanjutnya, dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sebanyak dua kali. Berdasarkan percobaan adsorbsi isotermis didapatkan volume titrasi rata-rata NaOH pada normalitas 0,015 N sebesar 10,5, pada 0,03 N volume rata-rata NaOH sebesar 3,5 ml, pada 0,06 N volume rata-rata NaOH sebesar 5 ml, pada 0,09 N volume rata-rata NaOH sebesar 10,75 ml, pada 0,12 N volume rata-rata NaOH sebesar 26,65 ml, pada 0,15 N volume rata-rata NaOH sebesar 13 ml. Dari percobaan adsorbsi isotermis ini dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorbsi adalah pengadukan, karakteristik adsorben, jenis adsorbat, luas permukaan adsorbat, konsentrasi zat terlarut, dan temperatur. Pada adsorbsi isotermis ini termasuk dalam adsorbsi isotermis kimia dan grafik yang terbentuk sama dengan adsorbsi isotermis Freudlich.

Kata kunci : Adsorbsi isotermis, titrasi, konsentrasi larutan.

DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................................... . i DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................................ iv DAFTAR GRAFIK ......................................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ............................................................................................... I-1 I.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... I-2 I.3 Tujuan Percobaan ........................................................................................... I-2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Dasar Teori..................................................................................................... II-1 BAB III METODOLOGI PERCOBAAN III.1 Variabel Percobaan ...................................................................................... III-1 III.2 Alat yang Digunakan ................................................................................... III-1 III.3 Bahan yang Digunakan ................................................................................ III-1 III.4 Prosedur Percobaan ..................................................................................... III-1 III.5 Diagram Alir Percobaan .............................................................................. III-3 III.6 Gambar Alat Percobaan ............................................................................... III-4 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil Percobaan ........................................................................................... IV-1 IV.2 Pembahasan ................................................................................................. IV-2 BAB V KESIMPULAN ................................................................................................... V-1 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... vi DAFTAR NOTASI ......................................................................................................... vii APPENDIKS ................................................................................................................... viii LAMPIRAN Laporan Sementara Lembar Revisi

ii

DAFTAR GAMBAR
Gambar II.4.1 Pendekatan Isoterm Langmuir ................................................................ II-4

iii

DAFTAR TABEL

Tabel IV.1.1 Hasil Percobaan Volume Titrasi NaOH Terhadap Larutan Asam Asetat dengan Penambahan Karbon Aktif ............................................................................................. IV-1 Tabel IV.1.2 Hasil Perhitungan N akhir, Nkontrol, dan Faktor Koreksi ........................ IV-1 Tabel IV.1.3 Hasil Perhitungan Larutan Asam Asetat Sebelum dan Sesudah Teradsorbsi oleh Karbon Aktif ................................................................................................................... IV-2

iv

DAFTAR GRAFIK
Grafik II.4.1 Isotermis Langmuir ..................................................................................... II-5 Grafik II.4.2 Isotermis Freudlich ..................................................................................... II-6 Grafik II.4.3 Isotermis BET ............................................................................................. II-7 Grafik II.6.1 Titrasi Asam Basa ...................................................................................... II-9 Grafik II.8.1 Kurva Asam Kuat vs Basa Kuat ................................................................ II-10 Grafik II.8.2 Kurva Asam Kuat vs Basa Lemah ............................................................. II-11 Grafik II.8.3 Kurva Asam Lemah vs Basa Kuat ............................................................. II-12 Grafik IV.2.1 HubunganNormalitasAsamAsetatdengan Volume TitrasiNaOH............... IV-3 Grafik IV.2.2 HubunganNormalitasAsamAsetatdenganMol Asam Asetat yang teradsorpsi ........................................................................................................................................... IV-4 Grafik IV.2.3 Hubungan Faktor Koreksi dengan Normalitas ........................................... IV-5 Grafik IV.2.4 HubunganNormalitas dengan Nteori ......................................................... IV-6

BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Sistem penjernihan untuh menyisihkan kandungan warna maupun organik ada beberapa macam teknik. Sistem pengolahan air limbah industri tekstil yang banyak ditujukan untuk menghilangkan warna dan yang umum digunakan adalah kagulasiflokulasi. Adsorbsi secara umum adalah proses penggumpalan subtansi terlarut (soluble) yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara subtansi dengan penyerapannya. Adsorbsi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu ; 1. Adsorbsi fisik, yaitu berhubungan dengan gaya Van der Waals dan merupakan suatu proses bolak-balik apabila daya tarik menarik antara zat terlarut dan adsorben lebih besar daya tarik menarik antara zat terlarut dengan pelarutnya maka zat yang terlarut akan diadsorbsi pada permukaan adsorben. 2. Adsorbsi kimia, yaitu reaksi yang terjadi antara zat padat dan zat terlarut yang teradsorbsi. Proses adsorpsi oleh karbon aktif terbukti memberikan hasil yang baik dalam menyisihkan kandungan warna maupun organik, namun biaya menjadi sangat mahal untuk mengganti karbon aktif yang jenuh. Karbon aktif dapat digunakan sebagai adsorben karena selain dapat menyerap logam, dapat pula menarik warna dari suatu larutan. Berkurangnya intensitas warna dari suatu larutan menandakan bahwakar bonaktif dapat menyerap warna. Karbon aktif merupakan senyawa karbonamorf, yang dapat dihasilkan daribahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori -pori dan luas permukaan. Meningkatnya efisiensi penyisihan zat warna dan organ iklainnya serta rendahnya biaya pada sistem ini adalah karena berkurangnya pemakaian karbon mikroorganisme. Walaupun demikian sampai saat ini mekanisme bioregenerasi tersebut masih belum dapat diungkapkan dengan jelas. Energi yang dihasilkan seperti ikatan hidrogen da n gaya Van Der Waals menyebabkan bahan yang teradsorpsi berkumpul pada permukaan penjerap.Bila reaksi di balik, molekul yang terjerap akan terus berkumpul pada permukaan

I-1

I-2 Bab I Pendahuluan karbon aktif sehingga jumlah zat di ruas kanan reaksi sama dengan zat pada ruas kiri. Adorbsi isotermis dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya faktor tersebut adalah konsentrasi zat. Pada konsentrasi larutan rendah, jumlah bahan yang dijerap sedikit, sedang pada konsentrasi tinggi jumlah bahan yang dijerap semakin banyak. Hal ini disebabkan karena kemungkinan frekuensi tumbukan antara partikel semakin besar. Oleh karena itu, untuk lebih mengetahui tentang adsorbsi isotermis oleh karbon aktif secara mendalam maka dilakukanlah percobaan ini.

I.2 Rumusan Masalah Bagaimana pengaruh konsentrasi pada proses adsorbsi dengan suhu konstan?

I.3 Tujuan Percobaan Mengamati peristiwa adsorbsi isotermis dari suatu larutan pada suhu tetap (konstan).

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

I-3 Bab I Pendahuluan

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II.1 Adsorbsi Adsorbsi atau penyerapan adalah suatu proses pemisahan dimana komponen dari suatu fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerapa atau adsorben. Biasanya partike-partikel kecil dari zat penyerap dilepaskan pada adsorbsi kimia yang merupakan ikatan kuat antara penyerap dan zat yang diserap, sehingga tidak mungkin terjadi proses yang bolak-balik. Dalam adsorbsi digunakan istilah adsorbat dan adsorban, dimana adsorbat adalah substansi yang terjerat atau substansi yang akan dipisahkan dari pelarutnya sedangkan adsorban adalah suatu media penyerap yang dalam hal ini berupa senyawa karbon. Berdasarkan sifatnya, adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : 1. Adsorpsi Fisik Adsorpsi fisik terjadi karena adanya gaya mrmpunyai jarak jauh tapi lemah dan energi yang dilepaskan jika partikel teradsorpsi secara fisik mempunyai orde besaran yang sama dengan entalpi kondensasi. Adsorpsi ini bersifat reversible, berlangsung pada temperature rendah, yaitu 1000 kal/mol atau kurang dan tidak perlu aktivasi. Penerapannya antara lain pada penentuan luas permukaan, analisis kromotografi, pemurnian gas dan pertukaran ion. 2. Adsorpsi Kimia Adsorpsi Kimia terjadi dengan adanya pembentukan ikatan kimia dengan sifat yang spesifik karena tergantung pada jenis adsorben dan adsorbatnya. Adsorpsi kimia bersifat irreversible, berlangsung pada temperatur tinggi, yaitu antara 10.000 kal/mol sampai 20.000 kal/mol dan tergantung pada energi aktivasi. Penerapannya antara lain pada proses korosi dan katalis heterogen
(Alberty dan Daniels, 1983).

II.2 Mekanisme Adsorbsi Proses adsorbsi dapat digambarkan sebagai proses diman molekul meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat adsorben akibat kimia dan fisika.proses adsorbsi tergantung pada sifat zat padat yang mengabsorbsi, sifat atom atau molekul yang diserap, konsentrasi, temperatur, dan lain-lain. Pada proses adsorbsi terbagi menjadi empat tahap, yaitu:

II-1

II-2 Bab II Tinjauan Pustaka 1. Transfer molekul-molekul zat terlarut yang teradsorbsi menuju lapisan film yang mengelilingi adsorben. 2. Difusi zat terlarut yang teradsorbsi melalui lapisan film (film diffusion process). 3. Difusi zat terlarut yang teradsorbsi melalui kapiler atau pori dalam adsorben (pore diffusion process). 4. Adsorbsi zat terlarut yang teradsobsi pada dinding pori atau permukaan adsorben (proses adsorbsi sebenarnya).

Operasi dari proses adsorbsi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Proses adsorbsi dilakukan dalam suatu bak dengan sistem pengadukan, dimana penyerap yang biasanya berbentuk serbuk dibubuhkan, dicampur dan diaduk dengan air dalam suatu bangunan sehingga terjadi penolakan antara partikel penyerap dengan fluida. 2. Proses adsorbsi yang dijalannkan dalam suatu bejana dengan sistem filtrasi, dimana bejana yang berisi media penyerap aliran air dengan model pengaliran gravitasi. Jenis media penyerap sering digunakan dalam bentuk bongkahan atau butiran atau granular dan proses adsorbsi biasanya terjadi selama berada di dalam media penyerap.

II.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adsorbsi Faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorbsi: 1. Agitation (pengadukan) Tingkat adsorbsi dikontrol baik oleh difusi film maupun difusi pori, tergantung pada tingkat penagdukan pada sistem. 2. Karakteristik adsorban (karbon aktif) Ukuran partikel dan luas permukaan merupakan karakteristik penting karbon aktif sesuai dengan fungsinya sebagai adsorban. Tingkat adsorbsi naik dengan adanya penurunan ukuran partikel. Oleh karena itu adsorbsi menggunakan karbon PAC (powdered activated carbon) lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan karbon GAC (granular activated carbon). Kapasitas total adsorbsi karbon tergantung pada luas permukaanya. Ukuran partikel karbon tidak mempengaruhi luas permukaannya. Oleh

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

II-3 Bab II Tinjauan Pustaka karena itu GAC dan PAC dengan berat yang sama memiliki kapasitas adsorbsi yang sama. 3. Kelarutan adsorbat Senyawa terlarut memiliki gaya tarik-menarik yang kuat terhadap pelarutnya sehingga lebih sulit diadsorbsi dibandingkan senyawa yang tidak larut. 4. Ukuran molekul adsorbat Tingkat adsorbsi pada aldehid atau alkohol biasanya naik diikuti denagn kenaikan ukuran molekul. Hal ini dapat dijelaskan denagn kenyataan bahwa gaya tarik antara karbon dan molekul semakin mendekati ukuran pori karbon. Tingkat adsorbsi tertinggi terjadi jika pori karbon cukup besar untuk dilewati oleh molekul. 5. pH Asam organik lebih mudah teradsorbsi pada pH rendah, sedangkan adsorbsi basa organik efektif pada pH tinggi. 6. Temperatur Tingkat adsorbsi naik diikuti denagn kenaikan temperatur dan turun dengan penurunan temperatur Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas adsorbsi, yaitu: 1. Luas permukaan adsorben Semakin luas permukaan adsorben, semakin banyak adsorbat yang diserap, sehingga proses adsorbsi dapat bersifat efektif. Semakin kecil ukuran diameter partikel maka semakin luas permukaan adsorben. 2. Ukuran partikel Semakin kecil ukuran partikel yang digunakn maka semakin besar kecepatan adsorbsinya. Ukuran diameter dalam bentuk butir adalah lebih dari 0,1mm, sedangkan ukuran dalam bentuk serbuk adalah 200mesh 3. Waktu kontak Waktu kontak merupakan suatu hal yang sangat menentukan dalam proses adsorbsi. Waktu kontak yang lebih lama memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik. Konsentrasi zat-zat organik akan turun apabila waktu kontaknya cukup dan waktu kontak berkisar 10-15 menit.

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

II-4 Bab II Tinjauan Pustaka 4. Distribusi ukuran pori Distribusi pori akan mempengaruhi distribusi ukuran molekul adsorbat yang masuk kedalam partikel adsorben. II.4 Adsorbsi Isotermis Percobaan adsorbsi yang paling umum adalah menentukan hubungan jumlah gas teradsorsi (pada adsorben) dan tekanan gas. Pengukuran ini dilakukan pada suhu tetap dan dan hasil pengukuran di gambarkan dalam grafik dan disebut adsorbsi isotermis. Macam macam adsorbsi isotermis : a. Adsorbsi Isotermis Langmuir Pada tahun 1918, Langmuir menurunkan teori Isoterm Adsorbsi dengan menggunakan model sederhana berupa padatan yang mengadsorbsi gas pada permukaannya. Pendekatan Langmuir meliputi lima asumsi mutlak, yaitu: 1. Gas yang teradsorbsi berkelakuan ideal dalam fasa uap. 2. Gas yang teradsorbsi dibatasi sampai lapisan monolayer 3. Permukaan adsobrbat homogen, artinya afinitas setiap kedudukan ikatan untuk molekul gas sama. 4. Tidak ada antaraksi lateral antar molekul adsorbat. 5. Molekul gas yang teradsorbsi terlokalisasi, artinya mereka tidak bergerak pada permukaan. Pada kesetimbangan, laju adsorbs dan desorpsi gas adalah sama. Bila menyatakan fraksi yang ditempati oleh adsorbat dan P menyatakan tekanan gas yang teradsorbsi maka :

K1 = K2 P (1- )
Lapisan Askorbat

Adsorben

Gambar II.4.1 : Pendekatan Isotherm Langmuir

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

II-5 Bab II Tinjauan Pustaka Dengan K1 dan K2 masing-masing merupakan tetapan laju adsorbsi dan desorbsi. Jika didefinisikan maka :

Pada adsorbsi monolayer, jumlah gas yang teradsorbsi pada tekanan P(y) dan jumlah gas yang diperlukan untuk membentuk lapian monolayer dihubungkan dengan melalui persamaan :

Teori adosorbsi isoterm langmuir berlaku untuk adsorbsi kimia, dimana terjadi reaksi yang terjadi spesifik dan umumnya membentuk lapisan monolayer.

Grafik II.4.1 Isotermis Langmuir

b. Adsorbsi Isothermis Freudlich Adsorbsi zat terlarut (dari suatu larutan) pada padatan adsorben merupakan hal yang penting. Aplikasi penggunaan prinsip ini antara lain penghilangan warna larutan decolorizing dengan menggunakan teknik

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

II-6 Bab II Tinjauan Pustaka kromatognafi. Pendekatan isoterm adsorpsi yang cukup memuaskan dijelaskan oleh H.Freudlich. Menurut Freudlich, jika y adalah berat zat terlarut per gram adsorben dan c adalah konsentasi zat terlarut dalam larutan, maka :

K1 = K2 P (1- ) Log y = Log k + Log C


Dimana k dan n adalah konstanta empiris. Jika persamaan diaplikasikan untuk gas, maka y adalah jumlah gas yang teradsorbsi dan C digantikan dengan tekanan gas.

Grafik II.4.2 Isotermis Freudlich

c. Adsorbsi Isotermis BET Teori adsorpsi isotermis BET merupakan hasil kerja dari S. Brunaver, P.H. Emmet, dan E-Teller. Teori ini menganggap bahwa adsorbsi juga dapat terjadi diatas lapisan adsorbat monolayer. Sehingga, isoterm adsorbi BET dapat diaplikasikan untuk adsorbsi multilayer. Keseluruhan proses adsorbsi dapat digambarkan sebagian : a. Penempelan molekul pada permukaan padatan (adsorben) membentuk lapisan monolayer b. Penempelan molekul pada lapisan monolayer membentuk lapisan multilayer.

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

II-7 Bab II Tinjauan Pustaka Bila V menyatakan volume gas teradsorbsi, Vm menyatakan volume gas yang diperlukan untuk membentuk lapisan multilayer, dan X adalah , maka isotherm adsorbsi BET dapat dinyatakan sebagai :

Grafik II.1.4.3 Isotermis BET

Adsorbsi larutan oleh zat padat ada 3 kemungkinan: 1. Adsorbsi Positif Apabila solute relatif lebih besar teradsorbsi daripada adsorben. Contoh : Zat warna oleh aluminium atau chromium 2. Adsorbsi Negatif Apabila solven relatif lebih besar teradsorbsi daripada solute dalam larutan. Contoh : Alkaloid dengan karbon aktif. Berdasarkan kondisi kita mengenal dua jenis adsorbsi : 1. Adsorbsi Fisika (Physisorpsion) Apabila adsorbsi berjalan pada temperature rendah dan prosesnya reversible jumlah asam yang hilang karena diadsorbsi = pengurangan konsentrasi asam dalam larutan. 2. Adsorbsi Kimia (Chemisorpsion, activated adsorbsion)

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

II-8 Bab II Tinjauan Pustaka Apabila adsorbs berjalan pada temparatur tinggi disertai dengan reaksi kimia yang irreversible. 3. Adsorbsi Molekular Dikatakan adsorbsi molekuler bila molekul yang diadsorbsi tdak mengalami disosiasi. 4. Adsorbsi Asosiatif Dikatakan adsorbsi asosiatif bila molekul yang diadsorbsi terurai menjadi molekul lain yang lebih kecil. II.5 Karbon Aktif Karbon aktif umumnya memiliki daya adsorpsi yang rendah pada daya adsorpsi tersebut dapat diperbesar dengan mengaktifkan arang dengan menggunakan uap atau bahan kimia. Aktivasi karbon bertujuan memperbesar luas permukaan arang dengan membuka pori-pori yang tertutup. Hidrokarbon allppkatt dapat digunakan sebagai bahan pengaktif karbon yang mempunyai aktivasi baik (karenen,1987) Pembuatan karbon aktif dilakukan dengan proses kartonasi dan dilanjutkan dengan proses aktivasi cartona-cartona material berkarbon biasanya berasal dari tumbuh-tumbuhan. Adsorben yang paling baik adalah arang yang dihasilkan oleh kayu, lignin tempurung kelapa, kulit biji kacang (Susana, 1993)

II.6 Titrasi Asam Basa Titrasi asam-basa sering disebut juga dengan titrasi netralisasi. Dalam titrasi ini, kita dapat menggunakan larutan standar asam dan larutan standar basa. Pada prinsipnya, reaksi yang terjadi adalah reaksi netralisasi yaitu :

Reaksi netralisasi terjadi antara ion hidrogen sebagai asam dengan ion hidroksida sebagai basa dan membentuk air yang bersifat netral. Berdasarkan konsep lain reaksi netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa). Dalam menganalisis sampel yang bersifat basa, maka kita dapat menggunakan larutan standar asam, metode ini dikenal dengan istilah asidimetri. Sebaliknya jika kita menentukan sampel yang bersifat asam, kita akan menggunkan lartan standar basa dan dikenal dengan istilah alkalimetri. Dalam

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

II-9 Bab II Tinjauan Pustaka melakukan titrasi netralisasi kita perlu secara cermat mengamati perubahan pH, khususnya pada saat akan mencapai titik akhir titrasi, hal ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan dimana akan terjadi perubahan warna dari indikator.

Grafik II.6.1 Titrasi Asam Basa Analit bersifat asam pH mula-mula rendah, penambahan basa menyebabkan pH naik secara perlahan dan bertambah cepat ketika akan mencapai titik ekuivalen (pH=7). Penambahan selanjutnya menyebakan larutan kelebihan basa sehingga pH terus meningkat. II.7 Natrium Hidroksida Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Ia digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Ia bersifat lembap cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. Ia juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. Ia tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas.

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

II-10 Bab II Tinjauan Pustaka II.8 Indikator Phenolphtaelin Titik ekivalen titrasi yang mana memiliki campuran dua zat pada perbandingan tepat sama. Dalam hal ini membutuhkan pemilihan indikator yang perubahan warnanya mendekati titik ekivalen. Indikator yang dipilih bervariasi dari satu titrasi ke titrasi yang lain. Asam kuat vs Basa kuat Diagram berikut menunjukan kurva pH untuk penambahan asam kuat pada basa kuat, bagian yang diarsir pada gambar tersebut adalah rentang pH untuk jingga metil dan fenolftalein.

Grafik II.8.1 Kurva Asam Kuat vs Basa Kuat anda dapat melihat bahwatidak terdapat perubahan indikator pada titik ekivalen. Akan tetapi, gambar menurun tajam pada titik ekivalen tersebut yang menunjukan tidak terdapat perbedaan pada volume asam yang ditambahkan apapun indikator yang anda pilih. Akan tetapi, hal tersebut berguna pada titrasi untuk memilih kemungkinan warna terbaik melalui penggunaan tiap indikator. Jika menggunakan fenolfatelin, anda akan mentitrasi sampai fenolfatelin berubah menjadi tak berwarna (pada PH 8,8) karena itu adalah titik terdekat untuk mendapatkan titik ekivalen. Dilain pihak, dengan menggunakan jingga metil, anda akan menitrasi sampai dengan bagian pertama kali muncul warna jingga dalam larutan. Jika lalrutan berubah menjadi merah, anda mendapatkan titik yang lebih jauh dari titik ekivalen.

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

II-11 Bab II Tinjauan Pustaka Asam kuat vs basa lemah

Grafik II.8.2 Kurva Asam Kuat vs Basa Lemah Kali ini adalah sangat jelas bahwa fenolfatelin akan lebih tidak berguna. Akan tetapi jingga metil berubah kuning menjadi jingga sangat mendekati titik ekivalen. Asam kuat vs basa kuat

Grafik II.8.3 Kurva Asam Lemah vs Basa Kuat

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

II-12 Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Variabel Percobaan 200 rpm 30 menit

III.2 Alat Yang Digunakan 1. Beaker glass 2. Buret, Klem holder, Statif 3. Corong kaca 4. Gelas ukur 5. Kertas saring 6. Shaker 7. Pipet tetes

III.3 Bahan Yang Digunakan 1. Karbon aktif 2. Larutan asam asetat 3. Larutan NaOH 0,1N 4. Indikator PP 5. Aquadest

III.4 Prosedur Percobaan 1. Bersihkan dan keringkan Erlenmeyer lengkap dengan tutupnya, 7 buah. 2. Letakkan 1gram karbon aktif ke dalam 6 erlenmeyer. 3. Buat larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,15N, 0,12N, 0,09N, 0,06N, 0,03N, 0,015N denagn volume masing-masing 100ml. larutan 0,12N, 0,09N, 0,06N, 0,03N, dan 0,015N dibuat dari larutan 0,15N. 4. Masukkan 100ml larutan 0,03N asam asetat ke dalam Erlenmeyer yang tidak ada karbon aktifnya yang selanjutnya akan digunakan sebagai control. 5. Tutup semua Erlenmeyer tersebut dan kocok secara periodik selama 30 menit, kemudian diamkan paling sedikit selama satu jam agar terjadi kesetimbangan.

III-1

III-2 Bab III Metodologi Percobaan 6. Saring masing-masing larutan memakai kertas saring halus, buang 10ml pertama dari larutan asam asetat untuk menghindarkan kesalahan akibat adsorbsi oleh kertas saring. 7. Titrasi 25ml larutan asam asetat dengan larutan 0,1N NaOH baku dengan indikator PP, tahap ini dilakukan sebanyak dua kali untuk setiap larutan

Laboratorium Kimia Fisika Program D3 Teknik Kima FTI-ITS

III-3 Bab III Metodologi Percobaan III.5 Diagram Alir Mulai

Bersihkan dan keringkan erlenmeyer lengkap dengan tutupnya, 7 buah

Letakkan 1gram karbon aktif ke dalam 6 erlenmeyer

Buat larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,15N, 0,12N, 0,09N, 0,06N, 0,03N, 0,015N denagn volume masing-masing 100ml. larutan 0,12N, 0,09N, 0,06N, 0,03N, dan 0,015N dibuat dari larutan 0,15N

Masukkan 100ml larutan 0,03N asam asetat ke dalam Erlenmeyer yang tidak ada karbon aktifnya sebagai kontrol

Tutup semua erlenmeyer tersebut dan kocok secara periodik selama 30 menit, kemudian diamkan paling sedikit selama satu jam agar terjadi kesetimbangan

Saring masing-masing larutan memakai kertas saring halus, buang 10ml pertama dari asam asetat untuk menghindarkan kesalahan akibat adsorbsi oleh kertas saring Titrasi 25ml larutan asam asetat dengan larutan 0,1N NaOH baku dengan indikator PP, tahap ini dilakukan sebanyak dua kali untuk setiap larutan

Selesai

Laboratorium Kimia Fisika Program D3 Teknik Kima FTI-ITS

III-4 Bab III Metodologi Percobaan III.6 Gambar Alat

Erlenmeyer

Gelas ukur

Pipet tetes

Corong kaca

Kertas saring

Tabung reaksi

Buret, statif, klem holder

Laboratorium Kimia Fisika Program D3 Teknik Kima FTI-ITS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


IV. 1 Hasil Percobaan Tabel IV.1.1 Hasil Percobaan Volume Titrasi NaOH Terhadap Larutan Asam Asetat Dengan Penambahan Karbon Aktif

Volume NaOH Bahan Variabel V1 (ml) 8 2,5 1,5 5 7 17, 6 13 V2 (ml) 13 4,5 1 5 7,5 18,1 10

Rata-rata Volume NaOH (ml) 10,5 3,5 1,25 5 10,75 26, 65 13

0,015 0,03 Larutan Asam Asetat 0,03* 0,06 0,09 0.12 0,15

Tabel IV.1.2 Hasil Perhitungan N akhir, N Kontrol, dan Faktor Koreksi Bahan Variabel 0,015 0,03 Larutan Asam Asetat 0,03* 0,06 0.09 0,12 0,15 N NaOH 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 V Ratarata (ml) 10,5 3,5 1,25 5 10,75 26, 65 13 Nakhir 0,014 0,086 0,24 0,12 0, 084 0,045 0,12 N kontrol 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 Faktor Koreksi 0,47 2,87 8 4 2,8 1,5 4

IV-1

IV-2 Bab IV Hasil dan Pembahasan Tabel IV.1.3 Hasil Perhitungan Larutan Asam Asetat Sebelum dan Sesudah Teradsorbsi oleh Karbon Aktif Jumlah normalitas Bahan Variabel 0,015 0,03 Larutan Asam Asetat 0,03* 0,06 0,09 0,12 0,15 Faktor Koreksi 0,47 2,87 8 4 2,8 1,5 4 N Teori 0,007 0,0861 0,24 0,24 0,252 0,18 0,60 Awal 0,015 0,03 0,03* 0,06 0,09 0,12 0,15 Akhir 0,014 0,086 0,24 0,12 0, 084 0,045 0,12 Terabsorbsi 0,001 -0,056 -0,21 -0,06 0,006 0,075 0,03

(*) = tanpa Karbon IV.2 Pembahasan Percobaan ini dilakukan untuk mengamati peristiwa adsorbsi isothermis dari suatu larutan pada suhu tetap (konstan). Pada percobaan adsorbsi larutan asam asetat diadsorbsi oleh karbon. Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan larutan asam asetat dalam berbagai konsentrasi, yaitu: 0,015 N, 0,03 N, 0,06 N, 0,09 N, 0,12 N, 0,15 N agar dapat mengetahui seberapa besar hubungan antara variasi konsentrasi dengan daya adsorbsi. Prosedur selanjutnya adalah pembuatan larutan asam asetat, pembuatan ini dimulai dengan membuat larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,15N yang kemudian untuk konsentrasi selanjutnya dibuat dari pengenceran larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,15N. Selanjutnya, ditambahkan karbon aktif dan ditutup rapat. Kemudian, larutan asam asetat dengan karbon aktif tersebut diaduk dengan kecepatan 220 rpm selama 30 menit. Fungsi pengocokan ini adalah meningkatkan frekuensi antara absorben (karbon aktif) dan absorbat (asam asetat) sehingga jumlah arang yang menempel pada larutan dapat maksimal, mempercepat proses kesetimbangan adsorpsi sehingga jumlah zat teradsorpsi dapat ditentukan, serta mempercepat proses penghomogenan adsorbat (asam asetat). Selanjutnya, didiamkan selama 1 jam dengan tujuan agar proses penyerapan yang terjadi pada permukaan zat bisa berlangsung sempurna dan terjadi keseimbangan. Langkah selanjutnya, dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sebanyak dua kali yang bertujuan untuk mengetahui perubahan konsentrasi pada asam asetat (CH3C00H) setelah dilakukannya proses

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

IV-3 Bab IV Hasil dan Pembahasan penambahan karbon aktif, pengocokan, dan didiamkan selama 1 jam. Sesuai dengan tabel yang ada, dapat terlihat bahwa beberapa faktor mempengaruhi peristiwa adsorbsi isothermis. Selain menentukan harga rata-rata volume NaOH dari variabel tersebut, percobaan ini juga dilakukan untuk menghitung Nakhir, Nkontrol dan faktor koreksi dari masing-masing variabel.

Hubungan Normalitas Asam Asetat dengan Volume Titrasi NaOH


0,2 0,15 0,1 0,05 0

10,5

3,5

1,25

10,75

26,65

13

Hubungan Normalitas Asam Asetat dengan Volume Titrasi NaOH

Volume Titrasi NaOH

Grafik IV.2.1 Hubungan Normalitas Asam Asetat dengan Volume Titrasi NaOH Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa volume rata-rata NaOH pada normalitas 0,015 N sebesar 10,5, pada 0,03 N volume rata-rata NaOH sebesar 3,5 ml, pada 0,06 N volume rata-rata NaOH sebesar 5 ml, pada 0,09 N volume rata-rata NaOH sebesar 10,75 ml, pada 0,12 N volume rata-rata NaOH sebesar 26,65 ml, pada 0,15 N volume ratarata NaOH sebesar 13 ml. Hal ini sesuai dengan teori dimana nilai adsorbsi semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi larutan yang diukur, pada grafik ini percobaan adsorpsi isotermis ini menunjukkan persamaan dengan grafik yang pada adsorbsi isotermis Freudlich. Selain volume NaOH yang dititrasi terhadap larutan asam asetat, faktor pengadukan juga berpengaruh dimana semakin lama waktu adsorbsi (pengadukan dan didiamkan), maka volume titran yang diperlukan semakin banyak.

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

IV-4 Bab IV Hasil dan Pembahasan

Grafik IV.2.2 Hubungan Normalitas dengan Jumlah NAsam Asetat yang Teradsorbsi Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa jumlah normalitas asam asetat pada normalitas 0,015 N sebesar 0,001, pada 0,03N normalitas yang teradsorbsi sebesar -0,056, pada 0,06 N normalitas yang teradsorbsi sebesar -0,06, pada 0,09 N normalitas yang teradsorbsi sebesar 0,006, pada 0,12 N normalitas yang teradsorbsi sebesar 0,075, dan 0,15 N normalitas yang teradsorbsi sebesar 0,03. Dari hasil grafik yang dibentuk, dapat disimpulkan bahwa grafik ini sesuai dengan grafik yang terbentuk pada adsorbsi isotermis Freudlich sehingga hasil percobaan yang didapat sesuai dengan literatur yang ada.

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

IV-5 Bab IV Hasil dan Pembahasan

Grafik IV.2.3 Hubungan Faktor Koreksi dengan Normalitas Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa pada 0,015N diperoleh faktor koreksi sebesar 0,47, pada 0,03N diperoleh faktor koreksi sebesar 2,87, pada 0,06N diperoleh faktor koreksi sebesar 4, pada 0,09N diperoleh faktor koreksi sebesar 2,8, pada 0,12N diperoleh faktor koreksi sebesar 1,5, dan pada 0,15N diperoleh faktor koreksi sebesar 4. Berdasarkan grafik tersebut, faktor koreksi yang didapatkan tidak konstan yang menunjukkan bahwa ketika faktor koreksi semakin besar maka kesalahan yang terjadi pun semakin tinggi. Dalam grafik faktor koreksi terbesar pada konsentrasi 0,06N dan 0,15N yang sama-sama memiliki faktor koreksi sebesar 4. Faktor yang mempengaruhi terjadinya nilai yang tinggi pada faktor koreksi ini diantara ketika pengambilan bahan praktikan kurang teliti dalam mengambil, kemudian ketika proses titrasi berlangsung juga mengalami kesalahan. Berdasarkan hasil percobaan adsorbsi isotermis ini termasuk dalam adsorbsi kimia yang merupakan terjadi dengan adanya pembentukan ikatan kimia dengan sifat yang spesifik karena tergantung pada jenis adsorben dan adsorbatnya. Adsorpsi kimia bersifat irreversible hal ini sesuai dengan percobaan yang dilakukan

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

IV-6 Bab IV Hasil dan Pembahasan

Grafik IV.2.4 Hubungan Normalitas dengan NTeori Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa pada 0,015 N diperoleh NTeori sebesar 0,007, pada 0,03 N diperoleh NTeori sebesar 0,0861, pada 0,06 N diperoleh NTeori sebesar 0,24, pada 0,09 N diperoleh NTeori sebesar 0,252, pada 0,12 N diperoleh NTeori sebesar 0,18, pada 0,15 N diperoleh NTeori sebesar 0,60. Berdasarkan grafik ini hasil grafik yang dibentuk sesuai dengan grafik pada adsorbsi isotermis Freudlich. Dimana menurut freudlich, adsorbsi zat terlarut (dari suatu larutan) pada padatan adsorben merupakan hal yang penting. Menurut Freudlich, jika y adalah berat zat terlarut per gram adsorben dan c adalah konsentasi zat terlarut dalam larutan, maka :

K1 = K2 P (1- ) Log y = Log k + Log C


Dimana k dan n adalah konstanta empiris. Jika persamaan diaplikasikan untuk gas, maka y adalah jumlah gas yang teradsorbsi dan C digantikan dengan tekanan gas.

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

BAB V KESIMPULAN
1. Berdasarkan percobaan adsorbsi isotermis didapatkan volume titrasi rata-rata NaOH pada normalitas 0,015 N sebesar 10,5, pada 0,03 N volume rata-rata NaOH sebesar 3,5 ml, pada 0,06 N volume rata-rata NaOH sebesar 5 ml, pada 0,09 N volume rata-rata NaOH sebesar 10,75 ml, pada 0,12 N volume rata-rata NaOH sebesar 26,65 ml, pada 0,15 N volume rata-rata NaOH sebesar 13 ml. 2. Berdasarkan percobaan adsorbsi isotermis diketahui bahwa jumlah normalitas asam asetat pada normalitas 0,015 N sebesar 0,001, pada 0,03N normalitas yang

teradsorbsi sebesar -0,056, pada 0,06 N normalitas yang teradsorbsi sebesar -0,06, pada 0,09 N normalitas yang teradsorbsi sebesar 0,006, pada 0,12 N normalitas yang teradsorbsi sebesar 0,075, dan 0,15 N normalitas yang teradsorbsi sebesar 0,03. 3. Berdasarkan grafik yang dibentuk oleh percobaan ini sesuai dengan grafik pada adsorbsi isotermis Freudlich. 4. Pada percobaan adsorbsi isotermis ini sama termasuk dalam adsorbsi kimia dikarenakan terjadi dengan adanya pembentukan ikatan kimia dengan sifat yang spesifik karena tergantung pada jenis adsorben dan adsorbatnya. Adsorpsi kimia bersifat irreversible hal ini sesuai dengan percobaan yang dilakukan.

V-1

APPENDIKS
Perhitungan N CH3COOH

= 15 M N = M.e = 15.1 =15 N Menghitung pengenceran 1 15.x = 0,15. 300 x = 3ml 2 0,15.x= 0,12.100 x= 80 ml. 3 0,15.x = 0,09.100 X 4 = 60 ml

0,15.x =0,06. 100 X =40 ml

0,15.x = 0,03 100 X = 20 ml

0,15 x = 0,015.100 X = 10 ml

viii

Anda mungkin juga menyukai