Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Vesika
Urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi 250-450 cc (pada orang
dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak).
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat
menimbulkan rangsangan pada saraf-saaf di dinding vesika urinaria. Kemudia rangsangan
tersebut diteruskan melalui medula spinalis ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat di
korteks serebral. Selanjutnya otak memberikan impuls atau rangsangan melalui medula
spinalis ke neuromotoris di daerah sakral, kemudian terjadi konekssi otot detrusor dan
relaksasi otot sphingter internal. Urine dilepaskn dari vesika urinaria, tetapi masi tertahan di
sphincter eksternal. Jika waktu dan tempat memungkinkan, akan menyebabkan relaksasi
sphincter eksternal dan urine kemudian dikeluarkan/berkemih (A. Aziz Alimul H & Uliyah
Musrifatul, 2008)
Proses berkemih pada seseorang dapat mengalami gangguan sehingga tidak dapat
berjalan dengan normal. Kondisi umum yang terjadi sebagian besar adalah ketidakmampuan
individu untuk berkemih karena adanya obstruksi uretra, inkontinensia urin, retensi urin.
Pada kondisi ini, perlu dilakukan intervensi untuk mengosongkan kandung kemih yaitu
dengan cara pemasangan kateter. Kateter adalah sebuah alat berbentuk pipa yang
dimasukkan kedalam kandung kemih dengn tujuan untuk mengeluarkan urine. Kateterisasi
urin adalah tindakan memasukkan alat berupa selang karet atau plastik melalui uretra ke
dalam kandung kemih untuk mengeluarkan urine (Hooton et al, 2010).
Pada saat pasien terpasang kateter, kandung kemih tidak terisi dan tidak melakukan
kontraksi, sehingga fungsi dari sistem kerja organ ini berkurang. Dan apabila nanti kateter
dilepas, pasien tidak dapat berkontraksi dan juga tidak dapat mengeluarkan urinnya
dikarenakan komplikasi dari gangguan fungsi perkemihan yang disebabkan oleh atonia
(kapasitas kandung kemih menurun/hilang). Salah satu tindakan keperawatan yang dapat
dilakukan untuk membantu mengembalikan fungsi kandung kemih pasien ke keadaan
normal yaitu dengan cara latihan bladder training.
Tujuan dari bladder training adalah untuk mengembalikan pola normal
perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih (AHCPR,
1992 dalam Tiurma Juliana N, 2011). Agar bladder training ini berhasil, klien harus
2

mampu menyadari dan secara fisik mampu mengikuti program pelatihan. Program
tersebut meliputi penyuluhan, upaya berkemih yang terjadwal, dan memberikan umpan
balik positif. Fungsi kandung kemih untuk sementara mungkin terganggu setelah suatu
periode kateterisasi (Potter & Perry, 2005).
Bladder training dapat dilakukan dengan latihan menahan kencing (menunda
untuk berkemih). Pada pasien yang terpasang kateter, Bladder training dapat dilakukan
dengan mengklem aliran urin ke urin bag (Hariyati, 2000 dalam Tiurma Juliana N, 2011 ).
Bladder training dilakukan sebelum kateterisasi diberhentikan. Tindakan ini dapat
dilakukan dengan menjepit kateter urin dengan klem kemudian jepitannya dilepas setiap
beberapa jam sekali. Kateter di klem selama 20 menit dan kemudian dilepas. Tindakan
menjepit kateter ini memungkinkan kandung kemih terisi urin dan otot destrusor
berkontraksi sedangkan pelepasan klem memungkinkan kandung kemih untuk
mengosongkan isinya. (Smeltzer, 2001). Melalui latihan bladder training, penderita
diharapkan dapat menahan sensasi berkemih. (Suharyanto, 2008).
Pada pasien yang tidak terpasang kateter, tetapi kesulitan dalam mengontrol
pngeluaran urin, pasien dapat diajarkan teknik bladder training ini juga.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui apa itu bladder training dan penatalaksanaan bladder training
1.2.2 Tujuan khusus
Mengetahui pengertian dari bladder training
Mengetahui manfaat dari bladder training
Mengetahui tujuan dari bladder training
Mengetahui indikasi dilakukan bladder training
Mengetahui kontraindikasi pada bladder training
Mengetahui alat yang digunakan dalam bladder training
Mengetahui prosedur dari bladder training


3


BAB II
TEORI DAN KONSEP
2.1 Pengertian Bladder Training
Bladder training atau latihan kandung kemih merupakan upaya mengembalikan
fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan, keadaan normal atau fungsi optimalnya
sesuai dengan kondisi semula (Lutfie, 2008). Bladder training membantu pasien untuk
belajar menahan atau menghambat sensasi urgensi, dan berkemih sesuai dengan jadwal
yang sudah ditentukan (Hickey, 2003 dalam Lina Hernida P, 2009)

2.2 Manfaat Bladder Training
Manfaat Bladder Training adalah melatih dan mengembalikan fungsi otot sphingter
uretra internal dan eksternal agar berfungsi secara normal dalam menampung dan
mengontrol pengeluaran urin. Selain itu melatih otot sphingter uretra eksternal untuk bekrja
secara volunter atau dalam keadaan yang terkendali.

2.3 Tujuan Bladder Training
Meningkatkan interval antar waktu pengosongan kandung kemih ataupun
mengurangi frekuensi berkemih selama terjaga sampai dengan waktu tidur,
meningkatkan jumlah urin yang dapat ditahan oleh kandung kemih, dan
meningkatkan kontrol terhadap urge incontinence (Verals, 2003 ; Potter &
Perry,2001).
Untuk melatih sesorang mengembalika kontrol miksi (kemampuan berkemih) dalam
rentang waktu 2-4 jam
Agar klien dapat menahan kencing dalam waktu yang lama
Mempertahankan klien tetap dalam kondisi kering
Memberikan rasa nyaman (Siti Maryam et al, 2008)
Membantu klien mendapatkan pola berkemih yang rutin
Mengembangkan tonus otot kandung kemih sehingga dapat mencegah
inkontinensia
Meningkatkan kapasitas kandung kemih
Melatih kandung kemih untuk mengeluarkan urin secara periodik
4

Mengontrol faktor-faktor yag mungkin meningkatkan jumlah episode
inkontinensi (Karon, 2005)

2.4 Indikasi Bladder Training
Pada pasien yang mengalami inkontinensia
Pasien yang tepasang kateter dalam waktu yang lama, sehingga fungsi sfingter
kandung kemih terganggu (Surharyanto, 2008)
Pada pasien stroke stadium sub akut
Bladder traning umumnya digunakan untuk mengatasi inkontinensia stres, urge dan
campuran (Lina Herdiana P, 2009)
Pasien yang mengalami masalah dalam hal perkemihan.
Pasien yang kesulitan memulai atau menghentikan aliran urin.
Pasien yang mengalami retensi urin
Pasien yang sedang dalam pemulihan setelah pembedahan mayor
Pasien dengan penyakit kritis yang tidak mampu mobilisasi
Klien Post Partum dan pasca seksio searea

2.5 Kontraindikasi Blader Training
Tidak diperbolehkan pada pasien dengan penyakit gagal ginjal. Karena dikawatirkan nanti
akan terdapat batu ginjal

2.6 Alat dan Bahan
Klem kateter
Sarung tangan bersih/disposabel
Kantong urin/ tempat membuang urin
Timer / jam

2.7 Prosedur Bladder Training (Suharyanto, 2008)
1. Lakukan Cuci tangan
2. Mengucapkan salam kepada pasien
3. Jelaskan tujuan da prosedur tindakan kepada klien
4. Ciptakan lingkungan yang nyaman dengan menutup ruangan atau tirai ruangan
5. Atur posisi klien dengan posisi dorsal recumbent
5

6. Pakai sarung tangan disposibel
7. Lakukan pengukuran volume urin pada kantong urin
8. Kosongkan kantung urin
9. Klem selang kateter sesuai dengan progam selama 1 jam yang memungkinkan
kandug kemih terisi urin dan otot detrusor berkontraksi supaya meningkatkan
volume urin residual.
10. Anjurkan klien minum (200-250 cc).
11. Tanyakan pada klien apakah terasa ingin berkemih setelah 1 jam.
12. Buka klem atau ikatan dan biarkan urin mengalir keluar.
13. Mengulangi langkah no. 8 selama 4 kali (4 siklus)
14. Lihat kemampuan berkemih klien dan mengukur volume urin dan perhatikan arna
dan bau urin
15. Lepaskan sarung tangan dan merapikan semua peralatan.
16. Catat dan dokumentasikan
Catatan: Lakukan Bladder Training selama 3-12 minggu ( Ford martin, 2002 dalam Lina Hernida P,
2009)
Selain Bladder training terdapat progam latihan yang tujuannya sama yakni mengontrol
pengeluaran urin yaitu Kegel exercise.
Kegel Exercise
Kegel adalah nama dari latihan untuk menguatkan otot dasar panggul. Latihan Kegel
merupakan suatu upaya untuk mencegah timbulnya inkontinensia urin. Mekanisme
kontraksi dan meningkatnya tonus otot dapat terjadi karena adanya rangsangan sebagai
dampak dari latihan. Otot dapat dipandang sebagai suatu motor yang bekerja dengan jalan
mengubah energi imia menjadi tenaga mekanik berupa kontraksi dan pergerakan untuk
menggerakkan serat oto yang terletak pada interaksi aktin dan miosin. Proses interaksi
tersebut diaktifkan oleh ion kalsium dan adenotrifosfat (ATP), yang kemudian dipecah
menjadi adenodifosfat (ADP) untuk memberikan energi bagi kontraksi otot detrusor.
Cara latihan Kegel adalah dengan melakukan kontraksi pada otot puboccygeus dan
menahan kontraksi tersebut dalam hitungan 10 detik, kemudian kontraksi dilepaskan. Pada
tahap awal bisa dimulai dengan menahan kontraksi selama 3 hingga 5 detik. Dengan
6

melakukan secara bertahap otot ini semakin kuat, latihan ini diulang 10 kali setelah itu
mencoba berkemih dan menghentikan urin. (Pujihidaya, 2010)



















7

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Bladder Training adalah suatu teknik latihan yang digunakan untuk mengontrol
pengeluara urin dengan memperkuat dan mengembalikan secara normal atau ke fungsi
yang optimal pada otot sphingter uretra eksterna dan interna. Tujuan bladder training
adalah meningkatkan interval antar waktu pengosongan kandung kemih ataupun
mengurangi frekuensi berkemih selama terjaga sampai dengan waktu tidur,
meningkatkan jumlah urin yang dapatditahan kandung kemih.Indikasi penatalaksanaan
bladder training ini biasanya banyak digunakan pada pasien inkontinensia urin dan
pasien yang sudah terpasang kateter sudah cukup lama.

3.2 SARAN
Setelah membaca laporan ini diharapkan dapat membantu perawat dalam penatalaksanaan
pasien yang tidak mampu mengontrol urinnya.









8

DAFTAR PUSTAKA
1. Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah, Musrifatul. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk
Kebidanan, edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
2. Hooton, T.M., et. Al. (2010). Diagnosis, Prevention and treatment of Catheher Associated
Urinary Tract Infection in adults: 2009 international Clinical Practice Guidlines from the
Infectious Disease Society of America, Guidelines Catheter Urinary. 625-663.
3. Nababan, Tiurma Juliana. 2011. Pengaruh Bladder Retention Training Terhadap Kemampuan
Mandiri Berkemih Pada Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Medan:
FK Universitas Sumatera Utara
4. Potter & Perry. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan : Proses dan praktik. Ed. 4.
Jakarta: EGC
5. Luftie, S. H. (2008). Penatalaksanaan rehabilitas neurogenic bladder. Cermin Dunia
kedokteran 165. Volume 35. No.6
6. Suryahanto, T. (2008). Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system
perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.
7. Smeltzer, S. C. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8.
Jakarta: EGC
8. Pinem, Lina Herida. 2009. Efektifitas Paket Latihan Mandiri terhadap Pencegahan
Inkontinensia Urin pada ibu Post Partum di Bogor. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan
Kekhususan Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia
9. Maryam, Siti., et. Al. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai