Anda di halaman 1dari 7

Panca Sila dalam

spiritual
Ada lima prinsip yang harus
dijalankan dan dipatuhi dalam
upaya untuk menyadari keillahian
dalam diri manusia. Kelima prinsip
itu adalah: Ahimsa (tanpa
menyakiti), Sathya (kebenaran),
Soucham (kesucian), Daya (welas
asih) dan Asthikyam (keyakinan kepada Tuhan).
1. Sila Pertama : Tidak menyakiti (ahimsa): ini adalah sebuah kualitas
yang paling mulia. Namun, dalam kehidupan sehari-hari hampir dalam
setiap langkah beberapa menyakiti yang lainnya atau yang lainnya
disakiti. Ketika kita menarik dan mengeluarkan nafas ada begitu banyak
dan tidak terhitung mikroba yang mati. Dalam beberapa keadaan baik
disadari atau tidak disengaja rasa sakit dialami oleh beberapa orang
lainnya. Tanpa menyakiti sepenuhnya adalah sebuah gagasan atau ide
yang bersifat tidak dapat dijalankan. Apa yang harus diyakinkan adalah
bahwa tidak ada keadaan dengan segaja untuk menyakiti atau melukai
yang lainnya.

2. Sila kedua : Kebenaran (Sathyam): kebenaran adalah Tuhan. dimana
ada kebenaran maka disanalah ada Tuhan. ketika Dushyanta lupa bahwa
dia telah memberikan sebuah cincin kepada Sakuntala ketika mereka
bertemu di dekat dengan ashram dari Resi Kanwa, Sakuntala
menyatakan di ruang sidang raja bahwa kebenaran adalah dharma yang
tertinggi dan seorang raja seharusnya menjunjung tinggi kebanaran
apapun resiko yang harus dihadapinya. Sakuntala menegaskan kembali
bahwa dalam tatanan kebajikan, mulai dari menggali sumur sampai pada
upacara pengorbanan kuda maka pengorbanan kuda adalah lebih tinggi
nilainya daripada memiliki ratusan putra yang baik. Namun
menghormati dan menepati perkataan sendiri adalah lebih baik dari
upacara pengorbanan kuda (Aswamedha-Yajna). Ketika sang raja sedang
merenungkan tentang peringatan tentang menjunjung tinggi kebenaran,
ada beberapa nelayan membawa sebuah cincin yang telah mereka
temukan di dalam perut seekor ikan yang mereka tangkap. Raja
kemudian dapat mengingat kembali kejadian tersebut ketika dia pergi
berburu di dekat ashram Resi Kanwa, dan pertemuannya dengan
Sakuntala dan juga kejadian pemberian cincin. Dia akhirnya menerima
Sakuntala sebagai permaisurinya dan putra yang lahir diberi nama
Bharata yang mana negeri ini kemudian diberi nama sesuai dengan
putra Raja Dushyanta dan Sakuntala.


Pentingnya kesucian phisik dan mental
3. Sila ketiga : Kesucian (soucham): keduanya baik kesucian di dalam diri
dan kesucian di luar diri adalah bersifat mendasar. Kita seharusnya
mencoba untuk memastikan kebersihan dari tubuh phisik dan kesucian
dari pikiran. Para leluhur kita biasanya menggunakan tanah liat untuk
membersihkan tubuh phisik. Dalam perawatan mandi lumpur digunakan
untuk pengobatan berbagai penyakit phisik. Tubuh terbuat dari tanah.
Namun tubuh ini juga adalah tempat bersemayamnya Tuhan.
Pentingnya kebersihan tubuh phisik dapat dilukiskan dari sebuah cerita
dalam Mahabharata. Sekali, ada seorang murid dari seorang guru suci
yang telah menyelesaikan pelajarannya. Dia bertanya dan meminta
kepada gurunya tentang apa yang harus dia persembahkan kepada
gurunya sebagai Gurudashina (persembahan) dari muridnya. Guru itu
meminta kepada muridnya untuk mempersembahkan anting-anting
yang dipakai oleh seorang ratu. Murid itu menanyakan kembali kepada
gurunya tentang identitas ratu itu dan akhirnya murid itu pergi ke
kerajaan serta bertemu dengan sang raja dan menyampaikan tujuan dari
kedatangannya. Sang raja mengijinkannya untuk mengunjungi kediaman
sang ratu dan menyampaikan permintaannya. Namun, murid ini tidak
dapat menemukan sang ratu dimanapun juga dan murid itu melaporkan
kembali kepada sang raja atas kegagalannya. Sang raja kemudian
mengatakan kepada murid itu bahwa tidak ada seorangpun yang dapat
melihat sang ratu ketika masih memiliki ketidaksucian dalam phisik dan
mental. Murid itu kemudian menjalani proses penyucian diri dan
akhirnya dia mampu melihat sang ratu.
Sebuah contoh yang lain yang menggambarkan akibat yang lebih berat
dari tidak adanya kemurnian di dalam diri adalah cerita tentang Prabhu
Nala yang harus menghadapi banyak cobaan karena kesalahan yang
telah dilakukannya. Prabhu Nala harus kehilangan kerajaannya dan
berubah menjadi buruk rupa setelah digigit oleh ular di dalam hutan
dan juga harus terpisah dari istrinya dan menjadi seorang kusir kereta.
Hanya setelah dia memiliki kemurnian di dalam hatinya dengan Gayathri
Japa terus menerus dan tanpa henti maka prabhu Nala bisa
mendapatkan kembali kerajaannya, wujudnya semual dan bersatu
kembali dengan istrinya dan juga kekayaannya. (Kebetulan Swami
menjelaskan tentang keampuhan dari Gayathri Manthra).

Semangat dalam pelayanan yang seharusnya diberikan
4. Sila ke-empat : Compassion (daya): Daya tidak hanya menampilkan
sifat kebaikan atau rasa simpati pada seseorang ketika dalam keadaan
kesulitan. Welas asih adalah sepenuhnya memahami penderitaan yang
dialami yang lainnya dan meringankan penderitaan itu sebagai sarana
untuk meringankan penderitaan yang dialaminya sendiri. Melalui cara
ilustrasi ini, Aku akan menceritakan sebuah cerita tentang seekor anak
sapi yang terjebak di sebuah telaga yang berlumpur ketika sedang
menuju sebuah kolam kecil. Sekelompok anak-anak sedang
menyaksikan dengan riang gembira keadaan menyedihkan yang dialami
oleh anak sapi itu yang tidak mampu bergerak maju karena keadaan
tanah yang berlumpur. Seorang pertapa sedang melewati tempat
tersebut dan melihat perjuangan dari anak sapi itu dan membantunya
keluar dari kubangan lumpur. Sekelompok anak-anak itu kemudian
bertanya kepada sang pertapa mengapa dia membantu anak sapi itu
ketika mereka sedang asyik melihat bagaimana perjuangan anak sapi itu
untuk bisa sampai dekat dengan air kolam itu. Sanyasi itu mengatakan
kepada mereka bahwa pandangan melihat perjuangan dari anak sapi itu
membuat dia merasakan kesedihan yang mendalam dan membantunya
untuk bisa melewati semua penderitaan, itulah sebabnya mengapa sang
sanyasi memutuskan untuk menolong anak sapi itu. Ketika pertolongan
dan bantuan apapun yang diberikan kepada yang lainnya, maka kalian
harus memiliki semnagat ini yaitu kalian harus merasakan bahwa kalian
sedang menolong diri kalian sendiri ketika kalian menolong yang
lainnya.

Semua masalah seharusnya dilihat sebagai sebuah ujian
5. Sila ke-lima : Keyakinan kepada Tuhan (asthikyam): yakin kepada
Tuhan menyatakan secara tidak langsung akan pengakuan terhadap
kehadiran Tuhan yang ada dimana-mana, sebagai penguasa alam
semesta dan mencari pengalaman dari keillahian yang ada di dalam diri
setiap orang. Tuhan adalah satu, walaupun Beliau dipanggil dengan
berbagai banyak nama. hal ini harus disadari bahwa Tuhan adalah
meresapi segalanya dan tidak ada satupun yang ada tanpa adanya
kekuatan dari Tuhan. Seseorang seharusnya tidak memberikan
keyakinannya kepada Tuhan menjadi terpengaruh oleh naik turunnya
kehidupan. Semua masalah seharusnya diperlakukan sebagai sebuah
ujian dan tantangan yang harus dihadapai dengan keberanian dan
keyakinan. Kalian seharusnya belajar contoh dari Rathi Deva yang tetap
menjaga keyakinannya kepada Tuhan dan memperlihatkan welas
asihnya bagi mereka yang menderita meskipun dia hidup dalam
keadaan yang sangat melarat yang mana kehidupannya mengalami
penurunan karena keadaan hidupnya. Untuk memberi makanan bagi
mereka yang kelaparan maka dia dan keluarganya merelakan makanan
mereka yang sedikit yang telah mereka kumpulkan dan bahkan
meniadakan air bagi diri mereka sendiri hanya untuk mengurangi
kehausan orang-orang yang menangis karena kehausan. Tuhan
memberikan dia cobaan ini dan kemudian memberkatinya dengan
kebahagiaan.
Prahlada tidak dihinggapi oleh semua bentuk siksaan yang diberikan
kepadanya karena dia melihat wujud Wishnu dalam diri setiap orang
dan dalam semuanya. Dia menunjukkan kekuatan yang berasal dari
kasih Tuhan sampai pada pembebasan dari semuanya. Cinta duniawi
adalah buta dan berubah-ubah. Kasih Tuhan bersifat merangkul
semuanya dan tidak dapat dilukiskan. Ketika hati kita bebas dari
ketidakmurnian maka kita bisa mengalami keillahian. Kebahagiaan dari
mengalami keillahian tidak akan keinginan untuk mencari kesenangan
objek duniawi yang bersifat sementara. Ketika seseorang tenggelam
dalam lautan kasih TUhan maka dia mengalami kebahagiaan yang tidak
terlukiskan. Orang ini mengalami yang namanya Saakshaatkaram
(pengalaman langsung) dari kasih Tuhan.

Wejangan Bhagavan Sri Sathya Sai Baba kepada pelajar dan Bhakta yang lebih
tua di Trayee Brindavan pada tgl 3 Juni 1986

Jenis persahabatan duniawi kebanyakan bersifat mementingkan
diri sendiri dimana setiap orang memiliki kepentingan dirinya
sendiri di dalam hatinya. Hanya Tuhan yang sepenuhnya yang
tanpa adanya kepentingan diri sendiri. Tuhan dapat disebut
sebagai perwujudan dari ketulusan dan tanpa mementingkan diri.
Dalam berbagai bentuk hubungan duniawi mungkin ada kasih di
dalamnya namun kasih ini bukanlah kasih yang sejati karena kasih
ini dicemari dengan kepentingan diri.
---Baba

Anda mungkin juga menyukai