PAGI sebelum Joko Widodo dan Jusuf Kalla dilantik, Mujiono sudah terbangun pada pukul
05.00 WIB. Ia mempersiapkan segala perhiasan kereta dan sebuah ritual khusus seraya
menaikkan doa. Pukul 06.00, ia sudah berada di sekitar Bundaran HI untuk menunggu
Jokowi dan JK. Ini akan menjadi kenangan manis seumur hidup saya, cetus Mujiono.
Keputusan Jokowi untuk menggunakan kereta kuda membawa banyak komentar dan tafsir.
Budayawan Adi Kurdi menilai keputusan itu didasari dua alasan, yaitu demokrasi kerakyatan
dan untuk menghindari membeludaknya iklan terang-terangan ataupun terselubung.
Bila Presiden Jokowi menggunakan mobil bermerek tertentu, suatu waktu mobil itu akan
bernilai mahal sekali. Jokowi punya sikap pemimpin sejati. Ia ibarat tidak mau menunjukkan
kesombongan sehingga hanya mengendarai kereta kuda, ujar lelaki yang berperan sebagai
tukang becak dalam sinetron Keluarga Cemara (1997) itu.
Adi melihat ada harapan baru demi merealisasikan revolusi mental. Apalagi, lanjutnya, dalam
tradisi Jawa pun ada prosesi ruwatan demi kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia.
Ruwatan inilah yang mampu membuat semua pihak berkumpul dan euforia mengantar sang
presiden ke istana. Saya kira, ini demokrasi sesungguhnya, jelas Adi yang kini sedang
mempersiapkan syuting film layar lebar Tak Melaju Kencang.
***
BUNDARAN Hotel Indonesia (HI), Jakarta, Senin (20/10), luar biasa ramai. Rakyat tumpah
ruah mengiringi kereta kencana yang menjadi kendaraan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Seusai
dilantik, pasangan presiden dan wakil presiden itu memang memilih membaur, naik kereta
menuju istana.
Di mata koreografer Matheus Wasi Bantolo, kereta kencana merupakan kendaraan tradisional
yang dikendalikan kusir dan ditarik kuda. Ada simbol filosofis yang begitu kuat. Kusir
diibaratkan rakyat yang melayani, sedangkan kuda sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Ke arah mana kereta berjalan, tergantung kusir dan kudanya. Bukan raja yang menjadi
penumpang. Di sinilah, makna pemimpin harus mengutamakan kepentingan rakyat, ujar
Wasi kepada Media Indonesia, Jumat (24/10).
Wasi yang kini sedang berada di Tokyo, Jepang, mengaku keputusan Jokowi menumpang
kereta kuda sebagai bukti kebijakan untuk menjaga hubungan dekat dengan rakyat.
Dalam dunia koreografi, kereta kuda memiliki simbol khusus, yaitu sebuah kehormatan.
Lewat kereta kuda dalam kisah Mahabharata, misalnya, Kresna selalu digambarkan
menunggang kuda. Kresna menjadi raja sekaligus kusir. Untuk Jokowi, apakah Jokowi mau
menjadi sekadar `raja' yang menumpang kereta atau mau berperan seperti Kresna? ujar
Wasti yang juga menjadi visiting professor di University of Michigan dan University of
Wisconsin, Amerika Serikat.
Wasi pun mengaku tidak memiliki harapan pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi jika
sistem pemerintahan masih sama seperti sebelumnya. Namun, bila Jokowi bisa mengontrol
sistem pemerintahannya, ia optimistis revolusi mental akan mengubah Indonesia sehingga
bisa dikenang dunia.
Kereta kencana
Filsuf Plato, dalam dialog termasyhurnya, Phaedrus (bagian 246a-254e), menggunakan
alegori kereta kuda untuk menjelaskan pandangannya mengenai jiwa. Ia mengatakan kereta
kuda memiliki dua kuda, satu menjadi perlambang keturunan bangsawan, lainnya rakyat
biasa. Satu kuda merupakan simbol impuls rasional, lainnya merupakan kehendak atau sifat
irasional. Perlu keahlian untuk mengarahkan keduanya.
Bagaimana dengan makna kereta kuda? Pada zaman kerajaan dan kesultanan di Nusantara,
kereta kuda punya gengsi tersendiri. Di Keraton Kesepuhan, Cirebon, masih terdapat kereta
kencana Singa Barong. Dulu itu diperuntukkan Sunan Gunung Jati. Kini, kereta tersebut tidak
lagi dipergunakan dan hanya dikeluarkan tiap 1 Syawal untuk dimandikan lewat prosesi adat
Cirebonan.
Begitu pula dengan kereta kencana di Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Pada saat
penobatan raja, misalnya, Keraton Surakarta memiliki kereta kencana Kyai Garuda Kencana,
sedangkan Yogyakarta memiliki Kyai Garudayaksa. Kereta yang juga untuk tumpangan
Pakubuwono X itu masih tersimpan rapi dan menjadi salah satu objek wisata sejarah.
Tak hanya di keraton-keraton di Nusantara, keberadaan kereta kencana juga menjadi
kendaraan elite pada masanya, baik di Inggris, Prancis, maupun Rusia. Inilah bukti peradaban
telah membawa semangat atas nama rakyat di berbagai penjuru dunia.
Sekarang Singa Barong sudah tidak memungkinkan untuk digunakan. Namun, ini bukti
peninggalan keraton yang masih kami jaga, papar Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati
Arief Natadiningrat dari Keraton Kasepuhan dalam sebuah perbincangan.
Simbol kehormatan
Keberadaan kereta kencana menjadi simbol kekuasaan sekaligus kehormatan. Untuk itulah,
cendekiawan Yudi Latif menilai keberanian Jokowi dalam mengambil langkah untuk
menumpangi kereta kuda sebagai simbol pemimpin nan merakyat.
Saya kira, Presiden Jokowi tetap ingin lebih dekat dengan rakyat. Langkah itu sudah tepat.
Ini menjadi catatan sejarah penting bagi bangsa. Presiden Jokowi menjadikan momen itu
sebagai sebuah hajatan rakyat, jelasnya.
Seakan, ada pesan simbolis di balik keputusan kereta kuda Jokowi-JK. Mereka berasal dari
rakyat biasa yang ingin mengabdikan diri bagi kepentingan rakyat, di atas kepentingan partai,
golongan, suku, agama, ras, dan sebagainya.
Seperti disebutkan Wasi, sekarang keputusan ada di tangan Jokowi-JK, apakah Jokowi mau
menjadi sekadar `raja' yang menumpangi kereta atau mau berperan seperti Kresna yang
dikenal pandai, berani, arif, dan bijaksana. (M-3)
miweekend@mediaindonesia.com
PIGURA
Jokowi Ajatasatru
ONO SARWONO
BILA menyimak perilaku kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) dari perspektif dunia
wayang, Presiden Republik Indonesia itu tampak mencerminkan watak lima kesatria
Pandawa yang legendaris, yakni karakter Puntadewa, Werkudara, Arjuna, Nakula, dan
Sadewa.
Seninya, Jokowi sangat mengerti kapan dirinya berperan sebagai Puntadewa, kapan pula
harus menjangkah seperti Werkudara, lalu kapan waktunya menyelinap di tengah rakyat ala
Arjuna, serta kapan pula mesti menjadi pendengar yang baik ibarat Nakula dan Sadewa.
Peran-peran tersebut muncul bergantung pada sikon dan kebutuhan.
Seperti seusai pilpres hingga hari-hari menjelang pelantikannya sebagai kepala negara lalu.
Di tengah mengerasnya persaingan Koalisi Merah Putih (KMP) versus Koalisi Indonesia
Hebat (KIH), Jokowi muncul dengan berperan sebagai Puntadewa, sulung Pandawa.
Jokowi mencairkan serta mendinginkan suasana. Ia menunjukkan kepada siapa saja, seluruh
rakyat, bahwa dirinya sesungguhnya tidak memiliki musuh seperti yang terlanjur
terpersepsikan sebagian masyarakat akibat ketegangan KMP dengan KIH, pendukungnya.
Lihatlah, bagaimana luwesnya Jokowi dengan kerendahan hati aktif menjalin komunikasi
dengan sejumlah ketua umum parpol yang berada di KMP. Termasuk, yang paling utama
ialah menemui kompetitornya dalam pilpres lalu, yakni Prabowo Subianto, di kediaman
keluarga besarnya di Jakarta. Semua itu dilakukan dengan asas kejujuran dan ketulusan.
Pengorbanan itu, kalau boleh disebut demikian, yang sangat sulit dilakukan kebanyakan
pemimpin di negeri ini, merupakan refleksi murni dari pemahaman yang mendasar bahwa
negara ini tidak bisa dibangun bila semua komponen bangsa tidak akur. Tidak akan berhasil
bila tanpa kegotongroyongan. Karena itu, kerukunan para elite dan pemimpin, sekeras apa
pun perbedaan sikap politik mereka, hukumnya fardu.
Atas dasar pertimbangan itu, Jokowi tidak pernah lelah untuk terus beranjangsana,
bersilaturahim dengan kekuatan-kekuatan mana pun guna menciptakan sekaligus
mengukuhkan kondisi kondusif itu. Dalam konteks kearifan lokal, langkah-langkah Jokowi
itu juga merupakan pengejawantahan sesanti rukun agawe sentosa, crah agawe bubrah atau
bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
Fokus urus rakyat
Itulah sebagian watak utama Puntadewa, raja Amarta atau Indraprastha, yang dipraktikkan
Jokowi. Menurut sanggit pedalangan, Puntadewa ialah satu-satunya titah yang tidak memiliki
musuh. Jangankan sesama insan, dengan makhluk lainnya, termasuk kutu-kutu walang ataga
(berbagai jenis hewan kecil) pun, ia merasa satu keluarga sehingga sikapnya welas asih
kepada semuanya. Dari wataknya itu Puntadewa memiliki nama Ajatasatru yang berarti tidak
ada musuh.
Sebagai kepala negara, Puntadewa tidak pernah memosisikan dirinya lebih tinggi derajatnya
daripada rakyat. Karena itu, dalam kehidupannya sehari-hari, ia begitu sederhana. Contohnya
dalam hal penampilan, ia hanya bergelung keling, bukan bermahkota bertakhtakan emas
permata seperti yang umum dikenakan para raja.
Puntadewa juga tidak sekelumit pun jemawa. Sebagai penguasa, ia memiliki berbagai hak
prerogatif serta kekuasaan yang besar. Namun, ia tidak pernah sekali pun memerintah dengan
otoriter. Berdiskusi dengan keluarga, pepunden, serta selalu meminta masukan dari rakyat
merupakan langgam kepemimpinannya.
Dalam konteks kekuasaan pula, Puntadewa bukanlah kalis dari pihak-pihak yang
menginginkan kejatuhannya, terutama dari saudara sepupunya sendiri, keluarga Kurawa.
Namun, menghadapi itu semua, Puntadewa tidak pernah memberikan perlawanan, apalagi
dendam. Ia memilih fokus mengurus rakyat dengan kesabaran dan ketelatenan prima.
Sebagai pemimpin, Puntadewa juga menghindari penyelesaian setiap persoalan dengan
konfrontasi. Ia memilih untuk bicara baik-baik serta mencari solusi bersama tanpa harus
menimbulkan perselisihan. Padahal, Puntadewa bisa saja memaksakan kehendak karena ia
memiliki kesaktian yang tak tertandingi, mampu ber-tiwikrama.
Pada bagian lain, Puntadewa mengemban misi luhur, yakni memayu hayuning bawana. Ia
ikhlas mendarmabaktikan jiwa raganya untuk ketenteraman dunia. Namun, ia sadar bahwa
kebaikan dunia tidak bisa tercipta bila tidak ada persaudaraan serta kegotongroyongan semua
unsur penghuni jagat. Dengan kualitas jiwanya itulah Puntadewa menjadi rumah yang
nyaman bagi Bethara Darma--dewa kebenaran dan keadilan--untuk menitis. Karena kebaikan
hatinya pula, Puntadewa mendapat nama Samiaji, yang berarti makhluk yang menghormati
orang lain seperti dirinya sendiri.
Satu kesatuan
Akankah Jokowi sebagai presiden akan selalu berwatak Puntadewa? Pada dasarnya, ia sudah
terbukti mampu melakukan itu. Namun, kapan ia akan berperan sebagai Puntadewa tentu
bergantung pada kebutuhan. Berdasar rekam jejaknya sejak menjabat Wali Kota Surakarta
dan kemudian Gubernur DKI Jakarta, Jokowi pernah berwatak Bratasena, yakni tegas tanpa
kompromi. Itu muncul ketika ada pihak yang membandel.
Pada sisi lain, Jokowi juga sangat piawai seperti Arjuna. Dalam hal ini terkait dengan
kesukaannya blusukan. Arjuna ialah kesatria yang tidak betah duduk nyaman di istana atau
kesatrian Madukara. Panengah Pandawa tersebut menghabiskan sebagian besar hidupnya
untuk tapa brata (prihatin) di berbagai pelosok negeri bersama-sama punakawan yang
merupakan simbol rakyat. Dari aktivitasnya itu ia mendapatkan inspirasi.
Kemudian pada suatu waktu, Jokowi bisa bersikap seperti halnya Nakula dan Sadewa. Watak
anak kembar itu ialah sama-sama berpredikat sebagai pendengar yang baik. Namun,
keduanya memiliki keahlian dalam bidang pangan. Nakula memiliki perhatian besar terhadap
pertanian, sedangkan Sadewa konsen kepada urusan maritim.
Dari filosofinya, Pandawa itu sesungguhnya lima tetapi satu. Mereka memiliki komitmen
hidup satu hidup semua, mati satu mati semua. Maknanya mereka tidak bisa dipisahkan satu
sama lain. Itulah rahasia Pandawa berhasil membawa Amarta hebat. (M-2)
Para menteri yang ditunjuk Presiden Jokowi segera bekerja setelah pelantikan Senin
besok.
PRESIDEN Joko Widodo telah menuntaskan proses seleksi kandidat menteri yang akan
membantu menjalankan roda pemerintahan lima tahun ke depan. Sore nanti pukul 16.00 WIB
di Istana Negara, Presiden Jokowi akan memperkenalkan satu per satu menteri yang
dipilihnya.
Sejumlah nama yang dipanggil ke Istana Negara untuk melakukan audiensi dengan Presiden
Jokowi hampir dipastikan mereka yang akan mengisi pos-pos menteri di Kabinet Trisakti.
Bahkan, meski libur 1 Muharam, kemarin, Presiden Jokowi tidak menyia-nyiakan waktu
untuk memfinalisasi penyusunan anggota kabinet dengan memanggil sejumlah nama. Mereka
yang dipanggil di antaranya pengusaha Rachmat Gobel dan Ketua DPP Hanura Saleh Husin.
Saya diundang ke Istana bertemu Pak Jokowi, tapi hanya diskusi, ujar Saleh seusai bertemu
Jokowi, seraya mengaku tidak ada pembicaraan soal posisi menteri.
Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto menilai nama-nama yang dipanggil Presiden Jokowi ke
Istana mempunyai kompetensi, kapabilitas, dan integritas yang baik.
Tokoh yang dipanggil hampir semuanya yang mempunyai kapabilitas, kompetensi, dan
integritas yang baik. Kalau nanti line up seperti itu, suatu posisi yang tepat, ujar Ryan
melalui sambungan telepon, kemarin.
Hal senada juga dikemukakan pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie
Sudjito. Menurutnya, nama-nama yang mengerucut dalam daftar kandidat yang dipanggil
Jokowi sesuai dengan ekspektasi publik. Apalagi, pemilihan kandidat juga berdasarkan
penilaian KPK dan PPATK.
Ini tradisi yang baru dan awal yang baik. Tinggal para menteri ini bekerja untuk rakyat dan
tidak boleh mencederai awal yang baik itu, tandasnya, kemarin.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati pun
mengingatkan menteri yang mengisi pos strategis perekonomian harus mengusung platform
ekonomi kerakyatan. Masyarakat berharap dari ekonomi yang liberal ke kerakyatan. Ini
harus mempunyai komitmen yang sungguh-sungguh, ujar Enny.
Harapan publik agar pemerintahan Jokowi-JK bersih dan profesional juga disampaikan dalam
aksi relawan Jokowi-JK di depan Istana Merdeka, kemarin.
Langsung kerja
Mantan Deputi Tim Transisi Jokowi-JK Andi Widjajanto mengatakan Presiden Jokowi akan
melantik para menteri besok dan langsung dilanjutkan dengan memimpin rapat seluruh
anggota kabinetnya. Persiapan rapat perdana ini sudah dirancang Menteri Sekretaris Negara
(Mensesneg) dan Kepala Bappenas yang telah ditunjuk sejak Kamis (23/10) lalu.
Mensesneg dan Kepala Bappenas yang baru sudah bekerja sejak Kamis. Mereka yang
mempersiapkan pelantikan dan rapat kabinet nanti. kata Andi tanpa mau mengungkap siapa
yang dipilih menjadi Mensesneg dan Kepala Bappenas.
Menurutnya, pada rapat pertama seluruh anggota kabinet itu, Presiden Jokowi akan segera
memberikan arahan dan instruksi pertama kepada para menterinya untuk langsung bekerja,
seperti janji yang diucapkan Jokowi saat pesta rakyat di Lapangan Monas, Jakarta.
(Nov/Ant/X-10)
anshar@mediaindonesia.com
Kirimkan tanggapan Anda atas berita ini melalui e-mail: interupsi@mediaindonesia.com
Facebook: Harian Umum Media Indonesia Twitter: @MIdotcom Tanggapan Anda bisa
diakses di metrotvnews.com
Pola relasi kedua lembaga tinggi negara, antara presiden dan parlemen formal dan
institusional, bukan personal dan informal.
PENELITI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan membaiknya
komunikasi politik dua koalisi sebaiknya tidak membuat Koalisi Merah Putih (KMP) akan
menyejukkan suasana politik yang memanas pascaPemilu 2014.
Jalinan komunikasi politik ini sekaligus menepis rumor yang ada bahwa Koalisi Indonesia
Hebat akan mengganggu langkah pemerintah. Ia menilai sepanjang tujuannya untuk menjalin
komunikasi dan stabilitas politik agar pemerintahan proposional yang dilakukan para elite
ialah langkah yang baik.
Menurut saya, selama komunikasi dilakukan untuk menjamin stabilitas politik dan membuat
pemerintah proposional, ini baik, kata Siti Zuhro di Jakarta, kemarin.
Namun, ia mengingatkan bahwa KMP berjanji untuk jadi pengawas pemerintah di parlemen.
KMP harus memegang janjinya melakukan fungsinya secara baik di parlemen, katanya.
Siti Zuhro mengatakan perlu membangun pola relasi eksekutif-legislatif yang efektif dan
profesional tanpa harus menonjolkan rasa permusuhan atau saling tidak suka. Pola relasi
kedua lembaga tinggi negara tersebut adalah formal dan institusional, bukan personal dan
informal, kata dia.
Dia mengingatkan mencairnya ketegangan politik dan teduh serta jernihnya iklim politik di
Indonesia tetap memerlukan rasionalitas dan kedewasaan serta kematangan politik para elite.
Ia khawatir akan ada terlalu banyak investor dalam kabinet.
Salah satu kekuatan pemerintahan Jokowi ialah kepercayaan publik, yang kuat dari gayanya
ialah tidak terbebani dengan banyak parpol, pungkasnya.
Beberapa elite politik dari KMP dan KIH telah menjalin komunikasi politik. Beberapa waktu
lalu Wakil Presiden Jusuf Kalla bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie.
Selain itu, secara terpisah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto juga bertemu JK
dan tim Jokowi; Rini Soemarno, Akbar Faisal, dan Luhut Panjaitan. Ketua Fraksi PDIP Puan
Maharani juga dikabarkan menemui sejumlah petinggi Partai Keadilan Sejahtera.
Saat ditanya mengenai konteks pertemuan antara Puan dan partainya, Sekretaris Jenderal
PKS Taufik Ridho membenarkan adanya pertemuan tersebut. Begitu pun Wakil Ketua
Pemerintah harus mengawasi distribusi dan harga pangan agar tidak terlalu tinggi
pascapenaikan harga BBM.
RENCANA Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menaikkan harga BBM
bersubsidi Rp3.000 per liter pada 1 November mendatang diprediksi mengerek inflasi kurang
lebih 3%. Dampak ikutan penaikan harga tersebut harus diantisipasi pemerintah.
Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah, dengan penaikan harga
BBM bersubsidi pada November, inflasi keseluruhan pada 2014 ditaksir sekitar 8%-9%.
Adapun target inflasi pada APBN-P 2014 ialah 5,3%. Inflasi mungkin akan tetap tinggi
sampai awal 2015, tapi dia lama-lama akan melandai dan turun di akhir tahun, ujar Halim
dalam forum group discussion di Pangkal Pinang, Bangka, kemarin.
Halim menegaskan penaikan harga BBM bersubsidi ialah langkah tidak terelakkan untuk
memperbaiki keseimbangan APBN. Tanpa itu, APBN tidak tertolong, ucapnya.
Halim merujuk kepada besaran subsidi BBM dan elpiji yang kian membengkak. Pada 2015,
bujetnya mencapai Rp276 triliun, naik dari Rp246,5 triliun pada 2014. Besarnya subsidi
BBM membuat pemerintah kehilangan potensi untuk memanfaatkan APBN bagi aktivitas
ekonomi yang lebih produktif, seperti pengadaan infrastruktur.
Pengamat ekonomi dari Institute for Development for Economics and Finance (Indef) Enny
Sri Hartati menyebut kenaikan angka inflasi akibat penaikan harga BBM bersubsidi
sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan, sebab inflasi Indonesia pernah mencapai 8% pada
tahun lalu.
Kalau harga BBM dinaikkan, akan ada inflasi 6%-7%, tidak terlalu masalah, bahkan kita
pernah capai 8% dan buktinya Indonesia kuat, jelasnya via telepon, kemarin.
Sekjen Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Franky
Sibarani mengklaim tidak ada kenaikan harga makanan yang signifikan jika BBM bersubsidi
naik Rp3.000 per liter November nanti.
Enggak sampai 1%, ujar Franky melalui sambungan telepon, kemarin.
Franky menjelaskan anggota Gapmmi yang tergolong kelompok industri menengah memakai
BBM industri yang mengacu harga internasional dalam proses produksinya.
Ia justru mengkhawatirkan kelompok usaha kecil dan menengah (UKM) yang tidak
mempunyai akses mendapatkan BBM industri dari Pertamina. Kelompok itu harus
menggunakan BBM seperti masyarakat pada umumnya. Alhasil, biaya produksi ikut
meningkat.
Harga pangan
Pengamat ekonomi dari Universitas Padjadjaran Ina Primiana mengingatkan pemerintah
harus mengawasi distribusi dan harga pangan agar tidak terlalu tinggi pascapenaikan harga
BBM itu.
Pemerintah juga harus menjaga harga bahan pangan. Pasti semuanya akan naik, tetapi
pemerintah harus punya batasan agar kenaikan harga tidak melebihi standar yang sudah
ditetapkan, jelasnya.
Hal itu diamini seorang karyawan swasta, Laila, 24, yang mengkhawatirkan dampak ikutan
penaikan harga BBM.
Sebenarnya kalau dinaikkan tidak akan terlalu menjadi masalah dan dampaknya tidak akan
terlalu besar kalau para pedagang dan penyedia jasa tidak panik dan berlebihan dalam
menanggapinya. Kalau mereka berlebihan, pasti tarif angkot dan makanan akan naik, kata
dia. (Riz/Wib/E-3)
iras@mediaindonesia.com
Sejauh ini, beragam ulasan yang dikemukakan terhadap gim buatan Fung sangat positif.
Kami memainkan permainan ini untuk terus mengingatkan perjuangan demi demokrasi.
Berjuang untuk kebebasan! kata Zux Kev yang memberikan penilaian maksimum di Google
Play. (AFP/Fox/I-2)
Louis van Gaal juga akan berkutat dengan rotasi pemain menyusul banyak anak
asuhnya yang bakal absen.
DIDIER Drogba amat mungkin bakal mengakhiri penantiannya untuk berada dalam starting
line-up Chelsea malam nanti. Menghadapi Manchester United di Old Trafford, dua
penyerang utama the Blues Diego Costa dan Loic Remy tak bisa tampil akibat cedera.
Saat menghadapi Maribor di Liga Champions, tengah pekan lalu, Remy yang mencetak gol
pembuka terpaksa ditarik keluar hanya 16 menit setelah kick-off. Ia kemudian digantikan
Drogba yang juga mencetak gol lewat titik putih, 7 menit kemudian.
Cedera Remy menambah panjang daftar pemain cedera yang diderita Chelsea. Sebelumnya,
Costa juga terlebih dahulu absen karena cedera hamstring meski pelatih MU Louis van Gaal
percaya pemain naturalisasi Spanyol itu akan tetap turun di Old Trafford nanti.
Saya baca di situs resmi mereka bahwa Costa telah ikut berlatih, jadi saya tetap waspada dia
akan bermain melawan kami, ujar Van Gaal.
Soal itu, pelatih Chelsea Jose Mourinho menegaskan hanya akan menurunkan Costa di Old
Trafford jika kondisinya sudah t betul. Ia menegaskan duel Minggu malam ini hanya
diperuntukkan pemainnya yang sudah t karena ia tak ingin berjudi.
Bukan hanya Costa dan Remy, John Obi Mikel dan Ramires juga diragukan untuk turun.
Meskipun demikian, kondisi keduanya sudah jauh lebih baik jika dibandingkan dengan Costa
dan bisa menjadi pilihan dari bangku cadangan, begitu pula Andre Schuerrle. Tidak tertutup
kemungkinan juga, Mourinho bakal memainkan false nine dengan mengandalkan Cesc
Fabregas.
Apa pun strategi yang bakal diterapkan the Special One, para pengamat menilai the Blues
tetap difavoritkan untuk membawa pulang tiga angka.
Sejarah pun mengatakan tim London biru itu berada dalam sisi yang baik. Secara
keseluruhan, United baru menang enam kali dari 22 laga Liga Primer kontra Chelsea. John
Terry dkk selalu menjaga clean sheet di dua pertemuan terakhir dengan `Setan Merah'.
Putar otak
Bukan hanya Mourinho yang bakal memutar otak akibat banyaknya daftar pemain cedera.
Van Gaal juga akan berkutat dengan hal yang sama menyusul Wayne Rooney yang masih
menjalani sanksi, begitu pula dengan bek Jonny Evans dan Paddy McNair serta gelandang
Jesse Lingard (lutut) dan Antonio Valencia (hamstring).
Untungnya, winger Angel Di Maria dipastikan t meski menderita sakit ringan di pahanya,
pekan lalu. Namun, untuk sektor serangan, Van Gaal masih punya jasa Radamel Falcao yang
mungkin kembali berduet dengan Robin van Persie.
Saya sudah menduga sakit Di Maria tidaklah parah dan ternyata itu benar. Dia sudah
kembali berlatih bersama kami seperti tidak pernah mengidap cedera sebelumnya, ujar
mantan juru taktik timnas Belanda itu seperti dilansir situs resmi MU.
Meski memiliki nama besar, Van Gaal masih harus membuktikan kapabilitasnya dalam
menukangi Manchester merah. Apalagi pekan lalu, United hanya mampu imbang dengan
West Brom 2-2 sehingga kini terpaut 10 angka dari pemuncak tabel sementara Chelsea.
Selain performa kedua tim, hal menarik yang ditunggu dalam laga ini ialah reuni Van Gaal
dengan Mourinho. Keduanya pernah berada dalam satu payung ketika menangani Barcelona
di era 1990-an dengan Van Gaal sebagai pelatih utama dan Mou menjadi asistennya.
(AFP/AP/R-1)
asni@mediaindonesia.com
WASTU berjalan paling belakang. Teman-temannya sudah jauh di depan. Ia sengaja berjalan
lambat di jalan setapak yang diapit pohon-pohon mahoni. Ia enggan pulang dari hutan mungil
di Kawali ini. Seolah ada yang menahannya.
Hampir seharian ia mengitari situs Astana Gede. Masih saja belum puas.
Senja hampir habis. Mendung menyerbu langit. Malam berkemas.
Puluhan kelelawar terbangun di dahan-dahan pohon. Serentak beterbangan. Berputar di atas
situs sebelum bergerak ke utara. Kepak sayapnya seakan menjatuhkan gerimis.
Memasuki areal situs, setetes gerimis pecah menimpa jarinya, Wastu teringat karinding.
Karinding pemberian seorang kakek tadi pagi. Barangkali Aki Kuncen. Ia tak sengaja
menjumpainya sedang menyendiri dalam situs, tepatnya di tengah akar melingkar di depan
cungkup berisi batu datar terhampar dan batu yang berdiri. Tangannya menggenggam pisau
raut, di tangan yang lain sebuah karinding.
Ambillah! bisik Aki Kuncen sambil tersenyum.
Kakek bisa membuat karinding? Wastu bertanya takjub. Selama ini ia hanya bisa
memainkannya, tanpa pernah bisa membuatnya.
Kau bisa memainkannya? Aki Kuncen balik bertanya, lalu bangkit meraih sapu lidi yang
disandarkan pada sebuah pohon.
Wastu hanya mengangguk, masih dengan perasaan takjub.
Ambillah! Karinding ini sepertinya berjodoh denganmu. Wastu meraih karinding dari
tangan Aki Kuncen. Wajah Aki Kuncen seolah bercahaya, ubannya tampak berkilau.
Ah, barangkali itu karena cahaya matahari pagi yang menerobos rimbun dedaunan, pikir
Wastu.
Aki Kuncen menyapu serpih-serpih sisa rautan, lalu daun-daun di sekitar situs. Suara sapu
lidi mengisi keheningan situs. Wastu memperhatikan Aki Kuncen yang berjalan ke arah
prasasti, sampai menghilang di kelokan jalan setapak menuju areal situs, yang konon tempat
penyimpanan abu orang yang gugur di Bubat.
Suara sapu lidi itu bergema lagi dalam ingatannya. Teman-temannya sudah tak terlihat.
Mungkin sudah bersiap untuk pulang. Namun, Wastu masih ingin di sini. Menikmati suasana
situs menjelang malam. Sebentar lagi, kata Wastu. Bus yang membawanya tak akan pergi
jika jumlah rombongan belum utuh.
Gerimis menjadi hujan. Wastu menaiki pagar cungkup Batu Panglinggihan. Melompat dan
berteduh di dalamnya. Duduk di batu yang datar lebar terhampar. Ia merasa nyaman.
Sejak bertemu Aki Kuncen, ia ingin duduk di batu itu. Sunyi. Hanya suara hujan. Ia mainkan
karinding. Mula-mula pelan, lama-lama ia asyik sendiri.
Bunyi karinding seperti mengundang hujan lebih lebat lagi, mengundang malam. Seperti
panggilan. Dari langit bersusulan suara guludug. Hujan deras menimpa hutan mungil yang
remang.
Menerobos dedaunan. Berjatuhan di atas akar, batu, dan membasahi jalan setapak di antara
cungkup-cungkup sunyi. Bunyi karinding terus mengalun dari prasasti ke prasasti. Bunyi
sunyi.
Wastuuuu! Wastuuuu! teriakan dari gerbang situs Astana Gede tak dihiraukannya.
Di atas batu, yang konon dulunya digunakan untuk penobatan raja itu, Wastu menabuh
karinding. Ia serasa menabuh segala yang ada di dalam situs itu. Menabuh batu, menabuh
daun, menabuh akar, menabuh angin, menabuh waktu. Ia seperti menabuh tubuh sendiri.
Menabuh jantung, hati, lambung. Menabuh kesunyian situs, kesunyian diri sendiri.
Wastu semakin khusyuk.
Karinding dan hujan. Malam merayap.
Karinding semakin cepat tabuhannya dan hujan semakin deras menimpa apa saja. Wastu
samar-samar melihat seseorang berjalan dari arah gerbang.
Perempuan berpakaian putih-putih. Berjalan limbung. Di belakangnya obor-obor melayang,
apinya berwarna hijau kebiruan. Obor-obor yang melayang mengikuti ke mana saja
perempuan itu berjalan.
Setiap akar, batu, daun, dan mendadak memancarkan cahaya hijau keperakan. Aksara-aksara
pada setiap batu prasasti serentak bercahaya keemasan.
Situs itu marak dengan cahaya yang disiram bening hujan.
Wastuuuu! Wastuuuuu! teriakan kembali terdengar. Ini bukan suara teman-temannya. Ini
suara perempuan. Merdu.
Wangi kembang menyeruak. Wastu memejamkan mata. Ia tahu ini tempat yang menyimpan
sejarah. Ia tak ingin terbawa suasana. Namun, semakin dipejamkan semakin tampak sosok
yang berjalan itu, semakin bening suara panggilannya. Semakin tak tentu tabuhan
karindingnya. Terkadang dengung yang bergulung, terkadang seperti jerit tipis burung mungil
kesepian.
Obor-obor melayang di udara. Cahaya menetas di mana-mana. Di tangan perempuan itu
terlihat bunga-bunga mekar, di tangan yang lain, darah berleleran. Teriakan perlahan menjadi
nyanyian. Wastu, Aku pulang.... perempuan itu berputar dan menari. Seperti tersesat.
Bunga-bunga terus bertebaran dari tangan kanan, sedang tangan kirinya tak henti meneteskan
darah.
Tirai hujan dan remang malam tak dapat menutupi kecantikan perempuan muda itu. Jelita.
Seperti bunga yang sedang mekar. Mekar dalam deras hujan. Wastu merasakan getar dalam
dadanya. Batu, daun, tanah, dan angin ikut berdebar. Seisi situs seakan memiliki jantung. Dan
semua jantung itu berdegup dalam dada Wastu. Ia mendengar seisi situs seperti berkata-kata,
seperti merapal mantra atau doa. Seperti pernyataan cinta yang diulang-ulang. Pernyataan
cinta yang murung dan gemuruh.
Wastuuuu! Wastuuuu! teriakan dari arah gerbang muncul lagi. Gaduh tak merdu.
Mendekat. Ia mendengar langkah-langkah kaki. Tapi ia tak melihat siapa pun. Langkahlangkah begitu sibuk di sekitar situs. Tak lama menyebar, menjauh ke arah jalan setapak
menuju mata air Cikawali.
Teriakan yang memanggil Wastu bergantian dari yang gaduh ke yang merdu. Yang merdu,
pemilik suara merdu masih terus berputar dan menari. Dari cungkup ke cungkup.
Menebar kembang meneteskan darah. Seperti mencari sesuatu. Seperti mencari pintu rumah.
Pakaian putih perempuan itu kuyup. Ada merah darah di dadanya. Ada sesuatu yang
menancap. Wastu merasakan degupnya makin gemuruh.
Pesona keindahan itu menikamkan kesedihan yang dalam. Ia tiba-tiba menyadari hujan
adalah tangisan.
Tangisan langit.
Perempuan itu terus menyibak hujan. Kain putihnya yang jatuh menutupi kaki, mulai
bercampur warna tanah. Warna tanah itu naik merambati kain putih.
Wastu ingin bangkit dan menyongsong perempuan itu. Ingin memeluknya dan meredakan
kesedihannya. Tapi ia tak bisa menghentikan jarinya yang terus menabuh karinding. Ia
tumpahkan segalanya pada karinding yang menempel di bibirnya. Karinding seperti
menguasai dirinya. Ia tak tahu lagi siapa yang sesungguhnya memainkan karinding, atau
mungkin ia sendiri yang dimainkan oleh karinding.
Wastu! Wastu! Aku pulang membawa kembang dan darah, perempuan itu meliuk dari
cungkup ke cungkup. Disentuhnya daun-daun. Tariannya melambat. Gerakan yang seakan
melayang.
Warna tanah terus merambat naik ke pinggangnya, sedang warna darah di dadanya melebar.
Kain putih itu pelan berganti warna. Warna tanah melahap putih kain, melahap merah darah.
Wastu serasa ikut melayang. Batu, akar, daun, dan pohonan juga ia saksikan melayang. Ia
seakan berada di tempat lain. Berada di ketinggian.
Jauh di atas hujan. Ia masih mendengar gaduh yang memanggil namanya, tetapi suara-suara
itu seperti berada jauh di bawah.
Semakin jauh. Teriakan-teriakan itu semakin riuh.
Namun, ia terus melayang. Seisi situs melayang. Cahaya-cahaya melayang.
Wastu! Aku pulaaang! jerit perempuan itu melengking tinggi.
Melayang lebih tinggi lagi. Seluruh kain putihnya sudah berwarna tanah. Benar-benar tanah.
Tiba-tiba saja seluruh cahaya menetes seperti hujan, seperti air mata, lalu bergerak
mengerumuni tubuh yang masih menari dengan gerakan yang sangat lambat. Cahaya-cahaya
bergulung.
Menyatu. Membubung tinggi membawa perempuan jelita itu lepas dari pakaiannya. Melesat
menjadi cahaya dalam cahaya. Pakaiannya yang berwarna tanah meledak. Berguguran.
Hujan abu. Wastu merasa dirinya ikut hancur menjadi abu.
Pulanglah, Wastu. Pulanglah, Wastu! seseorang berbisik, melepas karinding dari bibirnya.
Wastu tersentak. Ia mendapati dirinya terduduk di dalam cungkup Batu Pangeunteungan. Tak
ada hujan.
Di hadapannya Aki Kuncen tersenyum sambil membawa obor. Di luar cungkup ada banyak
orang. Remang wajah orang-orang. Selebihnya gelap.
Siapa yang tadi kulihat, Ki? Wastu gemetar.
Dia yang berangkat berhias dan pulang hanya abu. Dia yang abunya disemayamkan di sini.
Dia yang sangat mencintai tanah airnya, melati Kawali yang gugur di Bubat. Barangkali ia
melihat adiknya dalam dirimu, bisik Aki Kuncen halus. Dyah Pitaloka barangkali ingin
mengisahkan kesedihannya. Namamu Wastu, bukan? Adiknya bernama Wastu Kancana.
Wastu diam. Nama yang benar-benar sama dengan namanya. Aki Kuncen kembali tersenyum
sambil mengusap lembut kepalanya.
Hampir pagi, Ki! terdengar ada yang berbisik gelisah dari orang-orang berwajah remang.
Ayo, pulang. Teman-temanmu sudah lama menunggu. Bawalah karinding ini sebagai
kenang-kenangan. Ini milikmu. Aki Kuncen menuntunnya. Memintanya berjalan di depan.
Wastu melangkah sambil menggenggam karinding, ia teringat cahaya-cahaya yang marak di
situs.
Ia teringat kesedihan seisi situs. Cahaya-cahaya yang menangis. Wastu tenggelam dalam
kesedihan.
Sebelum mencapai pintu gerbang, Wastu berbalik, ingin mengucapkan terima kasih kepada
Aki Kuncen.
Namun, nyala obor itu, orang-orang itu, seolah lenyap ditelan gelap. Tak ada siapa pun di
belakangnya. **
Religiositas bukan diukur dari penampilan semata. Namun, kesalehan yang mampu
mengangkat harga diri lewat teater.
PRODUKSI ke-99 Teater Kanvas menghadirkan Penghuni Kapal Selam suguhan sutradara
Zakaria Sorga. Kelompok teater asal Depok, Jawa Barat, itu tidak sekadar mengangkat isu
korupsi dan kritik sosial. Namun, ada religiositas yang terbungkus lewat lakon berdurasi 2
jam itu.
Lewat penampilan di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Jakarta Pusat, pertengahan pekan ini,
Teater Kanvas memang menghadirkan gaya teater realis. Pertautan dramaturgi terbagi dalam
dua babak. Itu menandaskan ada tokoh sentral sebagai bagian yang tak terpisahkan.
Lakon Penghuni Kapal Selam memang berbeda dari kelompok teater pada umumnya. Pada
pementasan kali ini, Zak Sorga, sapaan Zakaria, menghadirkan tautan yang cukup khas.
Tata panggung pun sengaja tidak dibuat berganti-gantian. Pada awal hingga akhir hanya
berkisah tentang para penghuni penjara yang berasal dari berbagai profesi.
Lampu samar-samar membuka adegan awal. Tata panggung tampak sederhana. Ada sebuah
jendela kecil, toilet, ember, dan tempat duduk. Tiang-tiang penyangga berukuran besar pun
angkuh berdiri. Di sudut kanan, ada sebuah tangga kecil untuk menuju ke ruangan atas.
Zak Sorga memang punya pilihan tersendiri lewat bui bawah tanah. Sebuah tempat bagi
orang-orang yang dinistakan. Mereka harus mendekam seumur hidup di ruangan sempit dan
bau busuk itu.
Hamparan sobekan kertas koran menjadikan ruangan itu memang menjadi tempat `angker'
bagi para tahanan. Ada harapan dan doa, tetapi suasana mencekam menjadikan Penghuni
Kapal Selam sebagai refleksi atas kehidupan itu sendiri.
Pementasan lakon ini menjadi khas dengan gaya berteater aktor Teater Kanvas. Ada Jimmy S
Johansyah, Husnawi, Uche Ismail, Achmad Fadhilah, Bambang Wahyudin, Angga Roman
W, Risdo M, Andy Birulaut, Badri, Dwi Cahyadi, Sapto Wibowo, Pradono, Nursaid Saputra,
Heri Purwoko, dan Ogel.
Penistaan
Tokoh utama dalam lakon Penghuni Kapal Selam ialah Abdul Ghofar (Nursaid Saputra).Ia
merupakan tokoh agama berpengaruh yang dinistakan dan dipenjarakan rezim penguasa atas
alasan yang tidak jelas. Tentu saja, suspensi yang ada dalam lakon terasa kuat, terutama
kebaikan yang `disalahartikan'.
Tentu saja, sebagai tokoh sentral dalam lakon, Abdul Ghofar memiliki karakter yang saleh,
religius, penyabar, dan bijak. Sebuah karakter yang menggambarkan keimanan seseorang
yang diuji kesetiaannya saat harus mendekam dalam bui bawah tanah.
Di bui, Abdul Ghofar bertemu dengan berbagai sosok, mulai perampok, politikus, tukang
bengkel, mahasiswa, mantan pejuang, hingga tukang es. Setiap aktor memerankan sosoksosok yang dibangun sehingga memberikan sentuhan realis pada lakon realisme itu.
Selama pementasan, selain tokoh utama, ada dua yang menjadi perhatian khusus, yaitu
tukang es (Dwi Cahyadi) dan mantan pejuang (Jimmy S Johansyah). Kedua aktor itu
membuat suasana yang tegang bisa sedikit mencair. Sang mantan penjuang, misalnya, selalu
berpikir untuk melakukan revolusi, sedangkan si tukang es gesit merealisasikan cita-citanya
untuk bisa berdagang es kembali.
Harapan utopia memang menjadikan proses pengadegan terasa memiliki alur cerita
mendebarkan. Itu membuat penonton tetap menikmati pentas.
Inilah kejelian sutradara untuk menghadirkan lakon yang pertama kali dipentaskan pada 2008
silam itu.
Bagaimana Ustaz. Bisa? Ustaz bisa berdakwah lagi. Ustaz bisa mendapatkan semuanya
yang Ustaz inginkan (bila mau membantu kami), ujar kepala sipir (Risdo M) dalam suatu
adegan. Abdul Ghofar pun tidak berkata. Hal itu pun membuat kepala sipir pun naik pitam
dan meletakkan gagang tongkat golf ke leher sang ustaz.
Kegigihan dan kewibawaan Abdul Ghofar, tokoh pendiri Negara Islam, yang tidak bisa
disuap atau diperdaya membuat kepala sipir dan penjaga sel pun bungkam. Salah satu
adegan, saat seorang algojo (sipir) melibas dan memukul ustaz. Namun, ia tidak bisa
memengaruhi Abdul Ghofar. Algojo pun frustrasi sendiri.
Si algojo memutuskan untuk tidak mau bekerja lagi di bui bawah tanah itu. Bila kau melepas
jabatan, ingat tidak saja kau yang mati. Ingat anak-anakmu juga akan mati, teriak kepala
sipir ke arah anak buahnya itu.
Biarkan istri saya dan anak-anakku ikut mati, jawab algojo. Ah! Dasar desersi, balas
kepala sipir seraya menembak si algojo.
Tentu saja, ada pelajaran bijak lewat lakon suguhan Teater Kanvas. Kesalehan dan kebenaran
tidak bisa dibeli atau diperdaya. Tokoh Abdul Ghofar memiliki karisma sehingga bisa
memengaruhi para penghuni `Kapal Selam'. Malahan, para sipir yang saling baku bunuh.
Terlepas dari lakon realis itu, masih ada beberapa adegan yang masih kaku. Itu tampak
semisal pada adegan tukang es mengepel lantai di bui. Namun, kain pelnya tidak basah. Lalu,
pada bagian terakhir seperti pada runtuhnya bangunan yang membuat semua penghuni tewas.
Namun, hanya Abdul Ghofar yang selamat.
Tentu saja, ada antiklimaks pada pementasan itu sehingga akhir lakon masih terasa dangkal.
Namun, Zak Sorga mampu menghadirkan realitas yang ia suguhkan lewat produksi kali ini.
Di pekerjaan inilah (ranah teater), kita bisa mengemas pesan-pesan sosial dan banyak hal
yang bisa disuarakan lewat penciptaan karya seni, tutur sutradara kelahiran Tuban, Jawa
Timur, 8 Januari 1964.
Salah satu penonton yang juga aktor, Didi Hasyim, menilai pementasan itu masih belum kuat.
Beberapa adegan membuat penonton merasa bosan.
Unsur realis yang dibangun Teater Kanvas belum maksimal sehingga masih perlu
pemantapan, nilainya.
Setelah pentas di GKJ, Teater Kanvas akan pentas keliling Penghuni Kapal Selam di kotakota besar di Jawa dan Sumatera, pada November hingga Desember ini. Teater Kanvas masih
minim menghadirkan unsur religiositas dan kritik sosial kali ini. (M-2)
miweekend@mediaindonesia.com
Barman ialah tokoh sentral dalam roman itu. Karakter Barman ditampilkan perlahan dalam
kisah itu sebagai seorang pensiunan diplomat yang galau dan mengidap gangguan post power
syndrom.
Dari hari ke hari, Barman bergelut mencoba menjawab pertanyaan tak berujung. Pertanyaan
mengenai makna hidup yang tak juga dia genggam, bahkan saat usia senja terus
mengganggunya.
Meningkahi hari-harinya yang gelisah, Barman memutuskan untuk menghabiskan waktu
bersama Poppy. Seorang perempuan muda, rupawan, semampai, dan bertubuh sempurna.
Hari-hari Barman bersama Poppy dilalui pada sebuah rumah di atas bukit yang hening.
Keputusan cepat dan pragmatis diambil Barman, setelah Bobi dan Dosi, putera dan menantu
Barman berhasil membujuk pengagum kuda dan perempuan cantik itu menerima usulan
keduanya.
Barman mengira dengan menjalani hidup bersama Poppy, dia akan menemukan kebahagiaan,
keceriaan, dan kebermaknaan. Ternyata, ekspektasi tentang keindahan, ketenangan,
kenikmatan, kemantapan, dan kebahagiaan hidup bersama Poppy hanyalah ilusi. Sebaliknya,
keputusan untuk mencercap hedonisme di hari tua telah menjadi bumerang bagi Barman.
Kehidupan Barman bersama Poppy kian hari kian diliputi kegelisahan dan kegalauan.
Apalagi, usia yang telah senja, membuat Barman gagal memaknai kemudaan, keindahan, dan
kecantikan Poppy.
Maafkanlah Pop, kata Barman kepada Poppy dalam sebuah dialog yang melukiskan
ketidakberdayaan mantan diplomat sukses itu. Barangkali aku terlalu tua ya? Ah pap,
percayalah, tak ada laki-laki yang cukup tua bahkan untuk gadis sekali pun, jawab Poppy.
Barman tahu itu cara Poppy untuk menghiburnya. Berkali-kali Barman berusaha untuk
bangkit, tetapi setiap kali dia mencoba kembali, setiap itu pula kegagalan datang kepadanya.
Di tengah kegalauan Barman yang kian membuncah, Kuntowijoyo menghadirkan Humam,
karakter lain dalam latar cerita. Usia Humam kira-kira sebaya Barman.Berbeda dengan
Barman yang gagap memaknai hidup, Humam bermata gesit, tajam, dan kaya spontanitas
yang mengejutkan Barman.
Bung, kesenangan itu tak bertambah atau berkurang. Kebahagiaan yang mutlak tak
memerlukan apa pun di luar diri kita.Tinggalkan segala milikmu. Apa saja yang menjadi
milikmu, sebenarnya memilikimu, tutur Humam.
Barman dan Humam pun kemudian menjadi sahabat. Barman menemukan alter ego pada diri
Humam, figur yang dia kagumi sekaligus menjadi sumber pencerahan. Sayangnya,
perjumpaan kedua sahabat itu tidak berlangsung lama, karena Humam kemudian meninggal.
Kematian Humam membuat Barman berubah. Dia memutuskan untuk hidup terpisah dari
Poppy dan tinggal di rumah warisan Humam.
Dalam sebuah adegan, Barman dilukiskan menunggang kuda putih kesayangan. Dia
berkeliling dari sudut ke sudut pasar, membangunkan orang-orang yang tengah terlelap,
setelah mereka terbangun, dia kemudian bertanya, Berbahagiakah engkau? Mmmm,
orang-orang hanya mampu bergumam mendengar pertanyaan itu.
Barman pun kemudian menjadi fenomena. Orang-orang di pasar yang sehari-hari hanya
berpikir tentang jual beli, untung dan rugi, mulai terpana oleh kehadiran Barman yang tibatiba. Mereka menganggap Barman ialah orang suci yang diturunkan kepada mereka untuk
membawa pencerahan.
Orang-orang pun terus berdatangan ke pondok Barman. Mereka mengikuti Barman ke mana
pun dia pergi.
Barman terjebak dalam lingkaran para pencari kebahagiaan. Namun, dia tidak siap dengan
jawaban. Mengapa kalian mencariku nak?, tanya Barman.Kami gelisah tanpa engkau,
kata orang-orang itu.
Barman berupaya melepaskan diri. Secara spontan, dia mengumpulkan orang-orang pasar di
atas bukit. Di sanalah dia berkhotbah. Hidup ini tidak berharga untuk dilanjutkan. Bunuhlah
dirimu! seru Barman.
Tidak lama setelah khotbah yang pendek itu kemudian Barman menghilang bersama kuda
putih kesayangan dan jatuh ke dasar bukit.
Materialisme dan hedonisme
Melalui Khotbah di Atas Bukit, Kuntowijoyo bertutur tentang kehidupan manusia modern
yang terjebak pada kehidupan yang menahbiskan materialisme dan hedonisme sebagai
tujuan. Dalam memaparkan latar dan karakter, Kuntowijoyo menggunakan metode flash back
yang tidak runtut di sepertiga bagian awal cerita. Gaya pemaparan seperti itu menimbulkan
kesan melompat-lompat dan membuat alur cerita berjalan tidak linear.
Gaya Kuntowijoyo itu dalam level tertentu berpengaruh hingga kini dan menjadi inspirasi
para penulis generasi berikutnya dalam membangun gaya flash back sendiri dan membentuk
karakter kepenulisan.
Meskipun ditulis hampir 44 tahun silam, Khotbah di Atas Bukit tidak kehilangan relevansi
dengan kekinian. Fenomena kehidupan kontemporer yang kian didominasi materialisme,
menguatkan pesan Kuntowijoyo dalam novel itu bahwa kisah tentang alienasi manusia
modern yang haus materi tetapi hampa makna bukanlah sekadar fiksi, melainkan fakta yang
kian hari kian telanjang. (M-2)
Bagi Kuntowijoyo, ilmu sosial tidak boleh berpuas diri dalam usaha untuk menjelaskan atau
memahami realitas dan kemudian memaafkannya begitu saja. Dia kemudian merumuskan
tiga nilai dasar sebagai pijakan ilmu sosial profetik, yakni humanisasi, liberasi, dan
transendensi.
Kuntowijoyo meninggal dunia pada 2005 akibat komplikasi penyakit sesak napas, diare, dan
ginjal yang diderita setelah beberapa tahun mengalami serangan virus meningoencephalitis.
(Har/M-2)
Bisa jadi perkataan Ubai benar, seperti yang banyak orang ketahui, buku ini memang
berkisah tentang perlawanan seorang Asisten Residen Lebak yang dikisahkan bernama Max
Havelaar.
Max Havelaar menentang sistem kolonialisme yang telah diterapkan selama bertahun-tahun
oleh Belanda. Tidak hanya vokal menentang sistem yang dibuat negaranya sendiri, Havelaar
pun harus menyaksikan kesengsaraan masyarakat Lebak dari penindasan dan perampasan hak
yang dilakukan pemimpin mereka sendiri yang menjadi cerminan feodalisme yang telah
mengakar di Banten, bahkan di seluruh kawasan Hindia Belanda.
Multatuli, melalui penokohan dirinya sebagai Max Havelaar tetap bersikukuh pada
pandangannya bahwa sistem tanam paksa harus segera diakhiri. Dia pun kerap memberikan
kritik dan protesnya pada gubernur jenderal, tetapi usaha tersebut malah dianggap sebagai
penghalang, dan itu menjadi penyebab dia dipindahkan ke Ngawi. Havelaar pun menolak,
dan memilih untuk kembali ke Eropa, dan menuliskan kisahnya dalam sebuah buku berjudul
asli Max Havelaar, of de koffij-veilingen der Nederlandsche Handel-Maatschappij (1860).
Sastra sekaligus autobiografi
Roman ini dibingkai melalui beberapa jalinan cerita, mulai dari kisah yang dipaparkan
Droogstoppel, seorang makelar kopi di Belanda yang chauvinis, kaku, dan menjemukan yang
menjadi representasi bangsa kolonial. Cerita ini pun pada intinya menceritakan tentang kisah
pribadi Multatuli yang diwakili oleh Max Havelaar selama menjadi pegawai pemerintah
Belanda di Hindia Belanda. Ada pula kisah cinta tragis mengenai Saijah dan Adinda, yang
menjadi korban penindasan dan keserakahan para feodal.
Bisa dibilang, ini adalah autobiografi yang Multatuli tulis sendiri, tetapi keberadaannya
sebagai karya sastra tetap diterima jelas Ubaidilah. Karya ini tidak hanya mengentaskan
sistem tanam paksa, tapi juga menjadi salah satu karya penting dalam dunia sastra, baik
Belanda maupun Indonesia.
Seperti diketahui sebelumnya, Max Havelaar menjadi salah satu karya paling berpengaruh
dalam kesusastraan Belanda pada sekitar abad ke-19, seperti yang pernah disebutkan Maritha
Matijsen, seorang profesor sastra Belanda abad ke-19.
Namun, di sisi lain, mahakarya Multatuli ini pun memberikan pengaruh besar bagi dunia
sastra Indonesia, Karya ini berperan sebagai tonggak awal sastra Indonesia dengan
fiksionalisasi potret sosial yang ada, jelas sejarawan UI Hilmar Farid. Pada abad ke-19, di
Indonesia terdapat keterbatasan bentuk dalam sastra. Menurutnya, kritik-kritik yang
disampaikan dalam roman ini memberikan napas bagi pencapaian tema Indonesia sebagai
gagasan, sekaligus cita-cita yang harus direalisasikan.
Jika Pramoedya Ananta Toer menyebutnya kisah yang membunuh kolonialisme, sejatinya
kalimat tersebut tak berlebihan. Bagi Hilmar, novel Max Havelaar berperan penting terhadap
banyak perubahan yang terjadi. Karya ini berhasil membongkar skandal yang selama
berpuluh tahun dilihat tapi tak disadari, ungkapnya.
Hilmar pun berpendapat, energi yang dimiliki oleh novel realisme memiliki kelebihan untuk
menyampaikan kritik. Kritik dalam bentuk novel bisa mengungkapkan cerita yang lebih
mendalam dan bisa menciptakan perubahan dengan daya yang masif dan global, jelasnya.
Melalui karya ini, pembaca dibuat sadar bahwa kolonialisme akan senantiasa bergantung
pada feodalisme.Kolonialisme itu ibaratnya parasit yang menempel pada feodalisme, tanpa
feodalisme kolonialisme sulit untuk tumbuh, ungkap Hilmar.
Buku ini sudah diterjemahkan ke dalam 46 bahasa di dunia. Buku ini pun diyakini sebagai
penggerak perubahan berakhirnya sistem tanam paksa yang menyengsarakan rakyat pribumi
di Hindia Belanda. Diawali dengan diberlakukannya Agrarische Wet atau Undang-Undang
Agraria.
Kisah tentang kolonialisme dan feodalisme senantiasa relevan, dan keniscayaannya terbukti
kini. Setelah 154 tahun sejak kelahiran buku ini, kisah antara rakyat dan penguasa Banten tak
jauh berubah. Kisahnya tetap terwakili oleh dinasti era kini. Mungkin seharusnya anggota
DPR dan pemimpin di negeri ini harus baca Max Havelaar, singgung Ubai.
Hingga kini, keadaan masyarakat Banten khususnya Lebak tak bisa dibilang jauh berbeda.
Di Lebak, tempat anak-anak Taman Bacaan Multatuli, listrik itu baru masuk 2 tahun
terakhir, ungkap Ubai.
Kondisi itu seharusnya tak terjadi mengingat Banten terletak di Pulau Jawa. Hal ini menjadi
kontras jika dibandingkan dengan dinasti keluarga gubernur Banten yang seakan raja.(M-2)
miweekend@mediaindonesia.com
Monita Tahalea
Berbeda dari beberapa jebolan Indonesian Idol yang sukses di dapur rekaman, Monita
Tahalea tampak lebih eksis di festival. Kenikmatan bertemu musikus lain ternyata
sangat penting baginya.
DARI festival jazz paling populer di Tanah Air--Java Jazz Festival, hingga di panggung yang
jauh dari Ibu Kota seperti Jazz Gunung di Bromo dan Banyuwangi Jazz Festival atau bahkan
di acara jazz kampus, nama Monita Tahalea rajin muncul. Sejak meraih posisi keempat
Indonesian Idol 2005, Monita tampak lebih menikmati panggung festival musik.
Perempuan berusia 27 tahun itu juga telah merilis album solo pada 2010 dan album solo
rohani pada 2013. Meski begitu, pencapaiannya dari sisi dapur rekaman tampak tetap
ketinggalan jika dibandingkan dengan beberapa jebolan Indonesian Idol lainnya.
Ketika ditemui di Jakarta, Rabu (8/10), sebelum manggung di acara seni Salam Kreatif di
Taman Ismail Marzuki, Monita mengaku ada kenikmatan tersendiri dari sebuah acara musik.
Meski begitu, penyanyi dan penulis lagu yang sejak 2013 selalu tampil bersama band The
Nightingales ini juga tidak sembarang menerima tawaran off air.
Baginya, kesesuaian karakter lagu dengan tempat dan citra pribadinya ialah hal penting.
Nilai-nilai itu mungkin sudah semakin jarang di industri musik yang semakin komersial
sekarang ini.
Lalu, bagaimana pandangan soal popularitas dan jalan kariernya ke depan? Berikut
penuturannya kepada Media Indonesia.
Kenapa Anda lebih sering terlihat di ajang festival?
Festival memang sesuatu yang menyenangkan untuk saya, panggungnya banyak dan saya
bisa bertemu dengan berbagai musikus, melihat mereka tampil sebelum saya manggung. Lalu
saya juga bisa berbagi ilmu. Selain itu, saya coba memperkenalkan musik saya lewat festival.
Belum lama ini saya ikutan Kuala Lumpur Jazz Festival, lalu ASEAN Jazz Festival.
Beberapa bulan lalu saya juga ke Rotterdam (Belanda) acara di Kedutaan Besar RI. Saya
memang ingin berekspansi karya ke luar negeri lewat festival.
Apakah setiap tawaran off air pasti akan kamu sambut?
Event yang datang selalu saya filter berdasarkan tempat. Saat ada tawaran di klub atau bar
juga tidak saya ambil karena susunan lagu yang saya bawakan tidak sesuai dengan karakter
tempat. Takut terkesan memaksa. Rezeki tidak ke mana, itu berhubungan dengan nama yang
dibangun, saya tidak membawa nama pribadi saja tapi nama keluarga juga, ada tanggung
jawabnya.
Bagaimana kamu melihat makin banyaknya festival musik sekarang ini?
Sayangnya belakangan ini banyak yang bikin festival karena ikut-ikutan. Bawa nama jazz
tapi tidak bisa dipertanggung jawabkan, tidak mengedukasikan penonton. Lebih enak kalau
dibilang festival musik saja, tidak mengotak-ngotakkan genre karena kepentingan popularitas
sebuah acara. Sebagai musisi yang tampil, kita juga punya tanggung jawab untuk membawa
sesuatu yang mengedukasikan penonton sesuai dengan festival yang diangkat.
Pengalaman menarik saat ikut festival?
Di Java Jazz yang nonton tidak hanya orang Indonesia saja. Waktu turun panggung banyak
yang mendatangi saya, dari warga negara asing dan bawa CD saya. Mereka tidak peduli
bahasanya.Mereka mendengar melodi dan nada. Musik mampu menembus bahasa, kalau
orang suka, mereka akan cari tahu, dan bahasa kita jadi dikenal. Jadi menurut saya, kalau
(ekspansi) ke luar negeri harus pakai bahasa Indonesia.
Kenapa tidak memilih untuk lebih rajin berproduksi lewat album?
Untuk memperkenalkan karya, saya rasa tidak hanya dari banyaknya album yang diproduksi.
Justru dari perjalanan album tersebut agar dimaksimalkan. Saat ini saya juga sedang
memproduksi album ketiga.
Album perdana kamu kan dikerjakan oleh Indra Lesmana, bagaimana dengan yang
ini, apakah sudah berani menulis lagu sendiri?
Saya sebenarnya sudah mulai menulis lirik lagu sejak album pertama itu tapi mas Indra yang
banyak bikin musiknya. Di album kedua sudah mulai bikin lagu sendiri bersama gitaris saya
Gerald Situmorang.
BIDASAN BAHASA
Kultur Bahari
MUHIDIN M DAHLAN Kerani Warungarsip
Kita mengenal satu istilah lagi yang masih memiliki famili dengan dunia laut, bahari.
SEJAK debat capres hingga Joko Widodo menjadi presiden terpilih, wacana kemaritiman
mengalami pasang naik. Apalagi, salah satu titik utama perhatian Jokowi ialah membangun
poros maritim sebagai kekuatan ekonomi baru Indonesia.
Yang terjadi kemudian nyaris maritim menjadi kata tunggal untuk membahas apa pun soal
laut. Padahal, istilah maritim hanya berkait dengan jalur perniagaan dengan menggunakan
lintasan/ pelayaran laut. Karena itu, titik berat maritim ialah segala sesuatu yang terkait
dengan tata kelola niaga laut seperti ketersediaan dermaga representatif dan penambahan
kapal.
Namun, laut bukan hanya semata soal dermaga, kapal peti kemas, dan pelayaran, melainkan
juga puisi, musik, ritus karnaval, dan adat. Maritim tak mengakrabi bidang itu. Karena itu,
kita mengenal satu istilah itu, kita mengenal satu istilah lagi yang masih memiliki famili
dengan dunia laut, yakni bahari.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahari adalah (1) laut, (2) masa silam, (3) dan
sekaligus keindahan. Dalam bahari, laut adalah ekosistem tempat sistem kehidupan tepi-laut
terbangun secara ekstensif dan terus-menerus.
Karena itu, laut juga ialah sebuah tapak dalam babakan sejarah. Bahari memungkinkan
memori kita berenang hingga ke abad XV, misalnya, untuk menyaksikan pulau-pulau rempah
di Maluku dan Malaka menyebarkan bau wangi dan memancing semut rangrang kolonialisme
Eropa masuk dan mengisapnya hingga telangas.
Dari masa silam dalam bahari itulah kita mengenal sumpah Sultan Nuku, Kaicil Paparangan,
sebagaimana diekspresikan dalam sebait puisi Dino Umahuk dalam Panggilan Laut
Halmahera (2011): `mengangkat parang, membangun armada, tapi sekarang binasa'.
Namun, tepian laut tidak sekadar ingatan tentang medan perang yang di sana kita melulu
kalah. Laut juga perairan inspirasi bagi seni dan keindahan yang tiada habisnya. Puluhan
festival yang berkenaan dengan laut (atas dan bawah) digelar tiap tahun secara regular dari
Sabang, Tasikmalaya, Bantul, Probolinggo, Kutai, Mamuju, Manado, Lamalera, Halmahera,
hingga Raja Ampat menunjukkan ritus kebudayaan tepian laut itu mengalami perkembangan
signifikan.
Hanya dalam bahari kita bisa berbicara puisi dari penyair-penyair yang hidupnya dibuai
desau angin buritan. Dalam kultur bahari, penyair adalah keluarga batih bagi laut. Bahasa
mereka ialah, pinjam istilah Gerson Poyk, narasi yang menari di atas buih ombak. Sejak
Sanusi Pane, Subagio Sastrowardojo, Umbu Landu, Zawawi Imron, Mardi Luhung, hingga
Dino Umahuk dan Bara Pattyradja, laut menjadi sahabat dan sekaligus rumah. Karena itu,
jika puisi lahir dari gunung, mestinya puisi berakhir di lautan, tulis Sanusi Pane dalam sebuah
sajaknya.
Bahari sebagai seni dan keindahan pula yang menuntun petikan gitar Leo Kristi yang
merintihkan nasib manusia-manusia tepian laut agar intimasi manusia negeri kepulauan
dengan lautnya ini tidak hanya melulu statistik, harta karun kapal karam, bom ikan, dan
hitungan ekonomi.
Maritim tanpa bahari seperti pedagang yang isi tasnya melulu kalkulator tanpa tasbih kerang,
sirih, bibit bakau, dan gitar. Maritim tanpa kultur bahari seperti bajak laut Eropa abad ke-15
yang datang ke negeri bawah angin untuk mengeksploitasi apa saja yang memiliki
keuntungan besar bagi dunia niaga benua mereka.*
Media Indonesia menerima kiriman artikel yang terkait dengan bahasa, dengan panjang
naskah 440 kata dan berformat .doc (word document). Naskah dikirim ke alamat surat
elektronik bahasa@mediaindonesia.com.