1. Definisi
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa
tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.
pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan
echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung
memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan,
kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian
ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan
fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan
relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif.
2.
dilatasi, kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada
penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan,
fistula A V, beri-beri, dan Penyakit Paget . Secara praktis, kedua kelainan ini
tidak dapat dibedakan.
3.
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal
jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada
hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi
kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan
distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi
pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah
berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.
4.
akibat endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang
menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai
edema perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan
multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat
menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.
Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut
forward failure ,
Etiologi
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi
aorta dan defek septum ventrikel, beban akhir meningkat pada keadaan dimana
terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat
menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat
Patofisiologi
Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti infark miokard, maka
3.
Hipertrofi ventrikel :
Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau
bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan
peningkatan kekuatan kontraksi ventrikel.
Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang
menguntungkan;
namun
akhirnya
mekanisme
kompensatorik
dapat
4.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap
derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara
khas gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah
beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejalagejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan. Gejala-gejala dari
gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai dengan sistem organ
yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.
Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun
kelelahan adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala
kelelahan merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh
banyak
berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan ini dan mereka tanpa
sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
juga
berkembang
progresif.
Dispnea
saat
beraktivitas
menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat
berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagianbagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan
interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti
vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND)
dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan manifestasi
yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dispnea
atau ortopnea.
Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada
posisi berbaring.
Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri
khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah
paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi.
Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti
vena sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; venavena leher mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat
meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal
tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke
jantung selama inspirasi.
Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual
dapat disebabkan kongesti hati dan usus.
5.
Diagnosis
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada
dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto
thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan
biomarker.
a. Kriteria Diagnosis :
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif
Kriteria Major :
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekana vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria Minor :
1. Edema eksremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea deffort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi(>120/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan jika ada 2 kriteria mayor atau 1 kriteria
major dan 2 kriteria minor.
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan
pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan
tingkat aktivitas fisik, antara lain:
istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di
atas.
b. Pemeriksaan Penunjang
Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan
penunjang sebaiknya dilakukan.
1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :
Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN),
kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula
darah, profil lipid.
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG
adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH)
atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya
menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV.
3. Radiologi :
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung
dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang- kadang efusi
pleura. begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi
penyebab nonkardiak pada gejala pasien.
4. Penilaian fungsi LV :
Pencitraan
kardiak
noninvasive
penting
untuk
mendiagnosis,
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan
Non farmakologi :
a. Anjuran Umum
-
b. Tindakan Umum
-
Hentikan rokok
Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 2030 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan
beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan
dan sedang).
Farmakologi
-
Penghambat
ACE
bermanfaat
untuk
menekan
aktivasi
yang
intoleran
dengan
penghambat
ACE
dapat
dipertimbangkan.
-
Antiaritmia
asimptomatik
tidak
atau
direkomendasikan
untuk
aritmia
yang
ventrikel
pasien
tidak
yang
menetap.
3.
Prognosis
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudowo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed.IV,
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta
2. P R Marantz et al. 2012. The relationship between left ventricular systolic
function and congestive heart failure diagnosed by clinical criteria.
Circulation Journal Of The American Heart Association. Available from :
http://circ.ahajournals.org
3. Nicholas J. Talley, Nimish Vakil. 2005. Guidelines for the Management of
Dyspepsia, Practice Parameters Committee of the American College of
Gastroenterology. American Journal of Gastroenterology
4. Djojodibroto R Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine).
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
5. McPhee S and Papadakis M A. 2008. Current Medical Diagnosis &
Treatment 47th Edition. Mc Graw Hill
6. Brashers V L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan &
Manajemen. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
7. Rani A A, dkk. 2009. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta
8. Lelosutan S A R. 2009. Kapita Selekta Gastroentero-Hepatologi Ilmu
Penyakit Dalam. Sub SMF Gastrentero-Hepatologi Departemen Penyakit
Dalam RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. JC Institute. Jakarta