Anda di halaman 1dari 12

\

LAPORAN PENDAHULUAN
THYPUS ABDOMINALIS

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Patofisiologi


Dosen Pengampu Alfyana Nadia , S. Kep,. Ns, M. Kep

Disusun Oleh :
Nama : Frizka Mulyani
NIM

: P 13 025

PRODI DIII KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014

LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever.
Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
(Harahap, 2011)
B. ETIOLOGI
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip,
tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak
dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam
bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan
pemanasan (suhu 600C) selama 15 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan
khlorinisasi. (Harahap, 2011)
`Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh
kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau
disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol
tetapi tidak tahan terhadap formaldehid
2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau
pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein
dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan
alkohol.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.Ketiga macam antigen tersebut
di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula pembentukan
3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

C. TANDA DAN GEJALA


Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding
dengan penderita dewasa. Masainkubasi rata-rata 10 20 hari. Setelah masa
inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan,
lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.
Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat
febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama,
suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun
pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam
minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam
minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur turun dan normal
kembali pada akhir minggu ketiga.
b. Ganguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecahpecah (ragaden) . Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue),
ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen
mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan
limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan
konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi
diare.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa
dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau
gelisah. (Harahap, 2011)

D. PATOFISIOLOGI
Salmonella typhidan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh
manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan

berkembang biak.Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik
maka kuman akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke
lamina propia.
Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel
fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di
dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan
kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam
makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia
pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial
tubuh terutama hati dan limpa.
Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke
dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya
dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti
demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut. (library.upnvj.ac.id)

E. KOMPLIKASI
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor
yang tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi
hingga penderita mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat
bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam
b. Perforasi Usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul
pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama.
Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang
hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar

ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan


darah turun dan bahkan sampai syok.
2. Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis),
miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi
intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis
e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus,

meningitis,

polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia. (Harahap, 2011)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Tes Diagnostic
Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu :
a. Diagnosis klinik
Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis yang
khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat
juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering
kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak
diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid.
b. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman
Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan
lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positip
dalam minggu pertama. Hasil ini menurun drastis setelah pemakaian obat
antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%. Meskipun demikian kultur
sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90%
positip. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun,
tetapi kultur urin meningkat yaitu 85% dan 25% berturut-turut positip

pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam tinja masih dapat
ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3% penderita
tetap mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka
waktu yang lama.
c. Diagnosis serologik
1) Uji Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella
typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang
pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah
mendapatkan vaksin demam tifoid.Antigen yang digunakan pada uij
Widal adlah suspensi Salmonella typhiyang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium.
Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid. Dari
ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H
yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer
aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai
penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan
meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu
paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat
selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.
Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :
a) Titer O yang tinggi ( >160) menunjukkan adanya infeksiAkut
b) Titer H yang tinggi (>160) menunjukkan telah mendapat
imunisasi atau pernah menderita infeksi
c) Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada
carrier.
2) Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
a) Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen

Salmonella typhi belakangan ini mulai dipakai. Prinsip dasar uji


ELISA yang dipakai umumnya uji ELISA tidak langsung.
Antibodi yang dilacak dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis
antigen yang dipakai.
b) Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi
Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen
klinik

(darah atau urine) secara teoritis dapat menegakkan

diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji ELISA yang
sering dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi
dalam spesimen klinis, yaitu double antibody sandwich ELISA.
(Harahap, 2011)

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d absorpsi nutrisi
2. Kekurangan volume cairan b.d intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh
3. Hipertermia b/d proses infeksi
4. Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi

H. PATHWAY
Bakteri Salmonella Typhi

Masuk ke saluran cerna melalui


makanan dan minuman
Sebagian dimusnahkan
di lambung
Peradangan pada saluran
cerna

Peningkatan produksi
asam lambung

Merangsang pelepasan zat


pirogen oleh leukosit

Mual, muntah

Penurunan nafsu
makan

Hipotalamus

Berat badan
menurun

Merespon dengan
meningkatkan suhu tubuh

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

DEMAM THYPOID/
THYPUS ABDOMINALIS

Peningkatan suhu tubuh

Infasi kuman pada usus halus

Hipertermi

Ileum terminalis

Sebagian menetap dan


hidup di ileum terminalis
Kurang
informasi
kurang
pengetahuan

Perdarahan dan perforasi

Tubuh banyak kehilangan


cairan ( darah)
Kekurangan volume cairan

Sebagian menembbus
lamina propia
Masuk ke aliran darah

Masuk dan berkembang di


organ limfa

Hepatomegalisplenomegali
(pembesaran hati dan limfa)

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian sistem gastrointestinal meliputi riwayat kesehatan serta fisik
komprehensif dimulai dari rongga mulut, abdomen, rektum dan anus pasien.
Tujuan tindakan ini untuk mengumpulkan riwayat, pengkajian fisik dan tes
diagnostik untuk mengidentifikasi dan mengatasi diagnosa keperawatan dan
medis klien. (Monica Ester, 2001).
Pada pengkajian penderita dengan kasus typhus abdominalis yang perlu dikaji:
- Riwayat keperawatan
- Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam
hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan
kesadaran (Suriadi, dkk 2001)
2.

Diagnosa Keperawatan
a.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d absorpsi


nutrisi

3.

b.

Kekurangan volume cairan b.d intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh

c.

Hipertermia b/d proses infeksi

d.

Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi

Intervensi
a.

Anak menunjukkan tanda-tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi

b.

Anak menunjukkan tanda-tanda terpenuhi kebutuhan cairan

c.

Anak menunjukkan Hipertermi

d.

Anak dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kondisi fisik dan tingkat
kembang anak

e.
4.

Anak dapat menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal

Implementasi
a. Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan
- Menilai status nutrisi anak
- Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak
- Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk
meningkatkan kualits intake nutrisi
- Menganjurkan kepada orangtua untuk memberikan makanan dengan
teknik porsi kecil tetapi sering
- Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan
skala yang sama
- Mempertahankan kebersihan mulut anak
- Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan
penyakit
b. Mencegah kurangnya volume cairan
- Mengobservasi tannda-tnda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap 4 jam
- Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan
- Mengobservasi dan mencatat intake dan output dan mempertahankan
intake dan output yang adekuat
- Memonitor dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan dengan
skala yang sama
- Memberikan antibiotik sesuai program
c. Mempertahankan suhu dalam batas normal
- Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipetermia
- Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan
- Beri minum yang cukup
- Berikan kompres air biasa
- Lakukan tepid sponge
- Pakaikan baju yang tipis dan menyerap keringat
- Pemberian obat antipireksia
- Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat

d. Memberikan edukasi terkait penyakit thypus abdominalis


- Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipetermia dan thypus
abdominalis

5.

Evaluasi
Hasil yang diharapkan pada tahap evaluasi adalah :
a. Anak menunjukkan tanda tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi.
b. Anak menunjukkan tanda tanda terpenuhinya kebutuhan cairan.
c. Anak tidak menunjukkan tanda hipertermia
d. Anak dapat mengathui tentang penyakit thypus abdominalis

DAFTAR PUSTAKA

Admin.

2014.

Askep

Demam.

Online.http://www.tricajuscenter.com/askep-

demam/. Diakses pada tanggal 15 November 2014

Anonim.2014.

Tinjauan

Pustaka

Demam

Tipoid.

Online.

http://library.upnvj.ac.id/pdf/3d3keperawatanpdf/0910703004/bab2.pdf.
Diakses pada tanggal 15 November 2014

Harahap,

N.2011.Demam

Tipoid.

Online.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28625/4/Chapter%20II.pd
f. Diakses pada tanggal 15 November 2014

Sjaifoellah Noer, 1998, Standar Perawatan Pasien, Monica Ester, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai