Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Neonatus
Deskripsi : Perempuan,53 tahun, mengeluh badan terasa lemas, pandangan berkunang-kunang dan mengantuk, kemudian tidak
Bahan bahasan:
Cara membahas:
Tinjauan Pustaka
Diskusi
Riset
Presentasi dan
diskusi
Kasus
Audit
Pos
Data pasien :
Nama: Ny.S
2. PERKENI. 2011. Konsesnsus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta
3. Manucci et al,. 2006. Incidence and prognostic significance of hypoglycemia in hospitalized non-diabetic elderly patients. USA:
NCBI available at {http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17167310} diakses 7 Juni 2014
Hasil Pembelajaran:
1. Etiologi Hipoglikemia dan HT urgensi
2. Patofisiologi Hipoglikemia dan HT urgensi
3. Pemeriksaan pada Hipoglikemia dan HT urgensi
4. Diagnosis Hipoglikemia dan HT urgensi
5. Terapi pada Hipoglikemia dan HT urgensi
Subjective
Pasien mengeluh badan terasa lemas, pandangan berkunang-kunang dan mengantuk, kemudian tidak dapat bangun, sulit diajak
berbicara, menggigil dan berkeringat banyak. Pasien tidak ada mengeluhkan mual, muntah, nyeri kepala hebat,nyeri dada dan sesak
nafas sebelumnya. Dalam 1 minggu terakhir nafsu makan pasien berkurang, tetapi pasien tetap mengkonsumsi obat anti diabetes yang
diminum 1x (pagi hari). Hal ini perlu dipikirkan sebagai suatu keadaan hipoglikemia yang sering dijumpai pada pasien diabetes mellitus
yang mendapat pengobatan sulfonylurea.
Objective
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : E4V1M5
Tanda Vital:
- Nadi: 126 kali/menit, reguler, kuat angkat
- Tekanan Darah: 240/100 mmHg
- Frekuensi Nafas:24 kali/menit
- Suhu: afebris
Kepala/leher: konjungtiva anemis (-), sklera ikteik (-)
Thoraks: dalam batas normal
Abdomen: dalam batas normal
Ekstremitas: dalam batas normmal
Pemeriksaan neurologis: Refleks fisiologis (+) normal, reflex patologis (-).
Hasil pemeriksaan fisik menunjang penegakan diagnosis. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan:
3
1. Gejala klinis: mengeluh badan terasa lemas, pandangan berkunang-kunang dan mengantuk, kemudian tidak dapat bangun, sulit
diajak berbicara, menggigil dan berkeringat banyak. Pasien tidak ada mengeluhkan mual, muntah, nyeri kepala hebat,nyeri dada dan
sesak nafas sebelumnya. Dalam 1 minggu terakhir nafsu makan pasien berkurang, tetapi pasien tetap mengkonsumsi obat anti
diabetes yang diminum 1x (pagi hari).
2. Pemeriksaan fisik: TD: 240/100 mmHg
3. Pemeriksaan Laboratorium: GDS: 48 mg/dL
Assessment
Hipoglikemia biasanya ditemukan pada pasien diabetes melitus. Sekitar 90% dari semua pasien yang menerima insulin
mengalami episode hipoglikemia. Kejadian hipoglikemia sangat bervariasi, namun pada umumnya penderita diabetes mellitus tipe 1
memiliki rata-rata episode hipoglikemia simtomatik per minggu dan per tahun. Diperkirakan 2-4% dari mortalitas akibat diabetes
melitus dikaitkan dengan hipoglikemia.
Frekuensi hipoglikemia lebih rendah pada orang dengan diabetes mellitus tipe 2 dibandingkan tipe 1. Studi di Inggris
menunjukkan bahwa pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 risiko hipoglikemia berat rendah dalam beberapa tahun pertama (7%)
dan meningkat menjadi 25% dalam perjalanan diabetes. Namun prevalensi diabetes mellitus tipe 2 adalah sekitar dua puluh kali lipat
lebih tinggi dari diabetes mellitus tipe 1 dan banyak pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 akhirnya memerlukan pengobatan insulin,
sehingga sebagian besar episode hipoglikemia terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2.
Hipoglikemia biasanya dibagi menjadi hipoglikemia pasa-makan (reaktif), hipoglikemia puasa, dan hipoglikemia pada pasien
rawat inap. Hipoglikemia pasca-makan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme pencernaan, intoleransi fruktosa herediter, galaktosemia,
sensitivitas leusin, dan idiopatik. Pada hipoglikemia puasa penyebab utamanya adalah kurangnya produksi glukosa atau karena
penggunaan glukosa yang berlebihan, sedangkan pada hipoglikemia pasien rawat inap paling lazim disebabkan oleh penggunaan obat.
Diagnosis hipoglikemia dapat ditegakan bila kadar glukosa <50mg/dl (2,8 mmol/L) atau bahkan <40mg/dl (2,2 mmol/L).
Walaupun demikian berbagai studi fisiologis menunjukan bahwa gangguan fungsi otak sudah dapat terjadi pada kadar glukosa darah 55
4
mg/dl (3 mmol/L). Lebih lanjut diketahui bahwa kadar glukosa darah 55mg/dl (3 mmol/L) yang terjadi berulang kali dapat merusak
mekanisme proteksi endogen terhadap hipoglikemia yang lebih berat. Selain itu, hipoglikemia juga dapat ditegakkan berdasarkan trias
whipple, yaitu: KGD < 55 mg/dl, didapatkan tanda-tanda hipoglikemia dan gejala menghilang dengan pemberian glukosa
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2006) pedoman tatalaksana hipoglikemiaa adalah sebagai berikut:
Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (Intravena) bisa diberikan satu flakon (25 cc) dextrosa 40% (10 gr dextrosa)
untuk meningkatkan kadar glukosa kurang lebih 25-50 mg/dL.
Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang kardiovaskular yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat.
Hipertensi krisis ditandai dengan peningkatan tekanan darah secara akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan
konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari penderita dengan hipertensi dan menyebabkan
penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa.
Hipertensi urgensi (mendesak), yaitu peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi emergensi namun tanpa disertai kerusakan
organ target. Pada keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat obatan anti hipertensi oral.
Faktor penyebab hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami. Peningkatan tekanan darah secara cepat disertai
peningkatan resistensi vaskular dipercaya menjadi penyebab. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas
endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol kemudian berdampak pada kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi
autoregulasi.
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi tidak membutukan obat-obatan parenteral. Pemberian
obat-obatan oral aksi cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal (Mean Arterial Pressure (MAP)
dapat diturunkan tidak lebih dari 25%). Pada fase awal goal standar penurunan tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg.
Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi parenteral maupun oral bukan tanpa resiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian loading
dose obat oral antihipertensi dapat menimbulkan efek akumulasi dan pasien akan mengalami hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi
penggunaan kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan hipertensi urgensi. Obat-obat yang dapat digunakan:
a. Captopril :
a. Dosis awal 25 mg 50 100 mg 90 120 menit kemudian.
b. Nicardipine :
a. iv: 0.5 6 mcg/kg/min, Oral: 30 mg/ 8 jam
c. Labetalol:
6
: Penuruan kesadaran ec hipoglikemia dan hipertensi urgensi. Penyebab keadaan ini adalah penggunaan OHO dengan
asupan makanan kurang dan pengunaan obat hipertensi yang tidak teratur. Upaya diagnosis sudah cukup optimal.
Pengobatan : Prinsip pengobatan pada hipoglikemia adalah glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120 mg/dl, bila
diperlukan pemberian glukosa cepat (Intravena) bisa diberikan satu flakon (25 cc) dextrosa 40% (10 gr dextrosa) untuk
meningkatkan kadar glukosa kurang lebih 25-50 mg/dL. Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan
hipertensi urgensi tidak membutukan obat-obatan parenteral. Pemberian obat-obatan oral aksi cepat akan memberi
manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal (Mean Arterial Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak
lebih dari 25%).
Medikamentosa : D40% 2 Flacon IV, Perdipine 0,5mcg/kgbb dalam syringe pump, Irvask 150 mg 1x1, Concor 2,5mg
1x1, dan Diet DM 1500 kkal.
Pendidikan :Pendidikan dilakukan kepada pasien dan keluarganya serta diberikan penjelasan mengenai DM dan hipertensi dan
Konsultasi
Dokter Pembimbing