Anda di halaman 1dari 17

DIAGNOSIS

Anamnesis
gejala yang timbul, hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu termasuk A1C,
hasil pemeriksaan khusus yang telah ada terkait DM
pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan
riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk
terapi gizi
medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara
mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan
pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan
makan
dan program latihan jasmani
riwayat komplikasi akut (KAD, hiperosmolar hiperglikemia, hipoglikemia)
riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus
urogenitalis
gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal,
mata, saluran pencernaan, dll.)
pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas,
dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)
riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, status ekonomi kehidupan
seksual, penggunaan kontrasepsi dan kehamilan.
Pemeriksaan Fisik
pengukuran tinggi dan berat badan
pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi
berdiri
untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik
pemeriksaan funduskopi
pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
pemeriksaan jantung
pevaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop

pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari


pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin)
pemeriksaan neurologis
tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole
blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angkaangka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti :

Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan


berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara :


1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan,
mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan
untuk diagnosis DM
3. Dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif
dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang
dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.

Langkah-langkah diagnosis DM :

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka
dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang
diperoleh.
o TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan
glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7.8-11.0
mmol/L)
o GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma
puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5.6 6.9 mmol/L).

PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup
penyandang diabetes. Adapun tujuan penatalaksaannya terbagi atas :
Jangka pendek hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
Jangka panjang tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan
adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik
dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
Pilar penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau
suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal
atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat,
adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan (PERKENI, 2006).

1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat (PERKENI, 2006).

2. Terapi Gizi Medis


Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara
total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu
sendiri).Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,
jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat
a.

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

b.

Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan

c.

Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat


tinggi.

d.

Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat


makan sama dengan makanan keluarga yang lain

e.

Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

f.

Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak


melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)

g.

Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat


dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah
atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak
a.

Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak


diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

b.

Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

c.

Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.

d.

Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung


lemak jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu
penuh (whole milk).

e.

Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.

Protein
a.

Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.

b.

Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll),
daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,
kacang-kacangan, tahu, tempe.

c.

Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi


0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65%
hendaknya bernilai biologik tinggi.

Natrium
a.

Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan


anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau
sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.

b.

Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam


dapur.

c.

Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan
bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat
a.

Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan


mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran
serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung
vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.

b.

Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/1000 kkal/hari.

Pemanis alternatif
a.

Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak


bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula alcohol dan fruktosa.

b.

Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol


dan xylitol.

c.

Dalam

penggunaannya,

pemanis

bergizi

perlu

diperhitungkan

kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.


d.

Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena


efek samping pada lemak darah.

e.

Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame


potassium, sukralose, neotame.

f.

Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman


(Accepted Daily Intake / ADI )

Kebutuhan kalori :
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada
beberapa faktor yai tu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll (PERKENI,
2006).
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi
dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3
porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien,
sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang
diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan
penyakit penyertanya (PERKENI, 2006).

3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM
tipe 2. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah.

4. Terapi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai
dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
A.

pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid

B.

penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion

C.

penghambat glukoneogenesis (metformin)

D.

penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.

Pemicu Sekresi Insulin


Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat
badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan
berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada
berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang
nutrisi

serta

penyakit

kardiovaskular,

tidak

dianjurkan

penggunaan

sulfonilurea kerja panjang.


Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan

Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah


pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
Penambah sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di sel
otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat
edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang
menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara
berkala.
Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama

dipakai

pada

penyandang

diabetes

gemuk.

Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum


kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal
jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.
Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose
tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling
sering ialah kembung dan flatulens.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:


1. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal
2. Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan
3. Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
4. Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
5. Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
6. Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makan suapan pertama
7. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali


dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin :
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
1. insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
2. insulin kerja pendek (short acting insulin)
3. insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
4. insulin kerja panjang (long acting insulin)
5. insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat
dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan
OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai
mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat
pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi
OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana insulin
tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO. (lihat
bagan 2 tentang algoritma pengelolaan DM tipe-2). Untuk kombinasi OHO dan
insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin
kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari
menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh
kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian
dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan
harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih
tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.

PROGNOSIS
Diabetes mellitus tidak bisa disembuhkan tetapi dapat dikontrol sehingga
kualitas hidup penderitanya sama dengan orang normal. Prognosis DM akan berbedabeda sesuai dengan kondisi pasien, dan komplikasi yang telah dideritanya.

KOMPLIKASI AKUT
Diabetic Ketoacidosis
Diabetik Ketoacidosis (DKA) paling sering terjadi pada Diabetes Melitus tipe
1. DKA dapat pula terjadi pada DM tipe 2 pada kondisi yang ekstrim. Apabila kadar
insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat,
penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak
bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton).
Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi
keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria
dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil
akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan
mengalami syok. Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien

akan mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini
jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi
bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.
Terdapat beberapa kelainan metabolik pada DKA, antara lain:
1. Hiperglikemia Glukosa darah >250 mg/dL
Menimbulkan: Diuresis Osmotik akibat hiperglikemia (Poliuria) dan Polidipsia
yang muncul dalam 1-2 hari.
2. Ketosis dan Asidosis metabolik Ketonemia dan ketonuria sedang, serum
Bikarbonat yang rendah(<15 mEq/L) dan pH <7.3
Menimbulkan: Pernapasan Kussmaul, Nafas beraroma buah.
DKA ditangani dengan
(1) perbaikan kekacauan metabolik akibat kekurangan insulin,
(2) pemulihan keseimbangan air dan elektrolit, dan (
3) pengobatan keadaan yang mungkin mempercepat ketoasidosis.
Pengobatan dengan insulin (regular) masa kerja singkatdiberikan melalui
infus intravena kontinu atau suntikan intramuskular yang seringdan infus glukosa
dalam air atau satin akan meningkatkan penggunaan glukosa, mengurangi
lipolisis dan pembentukan benda keton, serta memulihkan keseimbangan asambasa. Selain itu, pasien juga memerlukan penggantian kalium. Karena infeksi
berulang dapat meningkatkan kebutuhan insulin pada penderita diabetes, maka
tidak mengherankan kalau infeksi dapat mempercepat terjadinya dekompensasi
diabetik akut dan DKA. Dengan demikian, pasien dalam keadaan ini mungkin perlu
diberi pengobatan antibiotika.

Hyperosmolar Hyperglikemik
Kondisi ini paling sering ditemukan pada Diabetes Melitus tipe 2. Kondisi ini
ditandai dengan :
1. Hiperglikemia yang berlebihan yaitu >600 mg/dL
2. Hiperosmolaritas Osmolaritas plasma >310 mOsm/L
3. Dehidrasi
Kondisi ini dapat terjadi akibat resistensi insulin dan intake glukosa yang
berlebihan. Prognosis penyakit ini lebih buruk jika dibandingkan dengan DKA.
Manifestasi klinisnya berupa dehidrasi, gejala dan tanda neurologis (hemiparesis,
penurunan kesadaran, hemianopia, nistagmus), dan rasa haus yang berlebih. Kondisi

ini sering ditemukan pada lansia, oleh karena itu seringkali disalah-artikan sebagai
stroke.
Pengobatan HHNK adalah rehidrasi, penggantian elektrolit, dan insulin
regular. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat
ketosis.
Komplikasi metabolik lain yang sering dari diabetes dependen insulin
mungkin suatu saat menerima in sulin yang jumlahnya lebih banyak daripada yan
dibutuhkannya

untuk

mempertahankan

kada

glukosa

normal

yang

mengakibatkan terjad hipoglikemia. Gejala-gejala hipoglikemia disebabkan oleh


pelepasan epinefrin (berkeringat, gemetar, sakit kepala, dan palpitasi), juga a kibat
kekurangan glukosa dalam otak (tingkah laku yang aneh, sensorium yang tumpul, dan
koma). Har us ditekankan bahwa serangan hipoglikemia adalah berb ahaya, bila sering
terjadi atau terjadi dalam waktu yang lama, dapa: menyebabkan kerusakan otak yang
permanen atau bahkar: kematian. Penatalaksanaan hipoglikemia adalah perlu segera
diberikan karbohidr at, baik oral maupun intravena. Kadang-kadang dibe rikan glukagon,
suatu hormon glikogenolisis secara intramuskular untuk meningkatkan kadar
glukosa darah. Hipoglikemia akibat pemberian insulin pada pasien diabetes dapat
memicu pelepasan hormon pelawan regulator (glukagon, epinefrin, kortisol,
hormon pertumbuhan) yang seringkali meningkatkan kadar glukosa dalam kisaran
hiperglikemia (efek Somogyi). Kadar glukosa yang naik turun menyebabkan
pengontrolan diabetik yang buruk. Mencegah hipoglikemia adalah dengan
menurunkan dosis insulin, dan dengan demikian menurunkan hiperglikemi

Hipoglikemia
Kondisi ini paling sering terjadi akibat peningkatan kadar insulin yang
berlebih yang disertai dengan penurunan kadar glukosa di bawah normal. Keadaan ini
paling banyak terjadi akibat injeksi insulin yang tidak terkontrol dan penggunaan obat
hipoglikemik oral yang berkepanjangan.

KOMPLIKASI KRONIS
Prinsip-prinsip timbulnya kelainan pada pembuluh darah dan beberapa organ
lain seperti ginjal dan mata adalah akibat adanya proses glikolisasi enzimatik yaitu
pembentukan AGEs (Advanced Glycolisation End products) atau Glucose Protein
akibat adanya pajanan yang berulang terhadap glukosa pada kondisi hiperglikemik.

AFEs terbentuk setelah glukosa mengalami ikatan enzimatik terhadap protein yang
bersirkulasi dalam darah. AGEs ini akan berikatan dengan berbagai sel-sel tubuh
(memiliki reseptor khusus AGEs) yang selanjutnya akan menyebabkan defek
struktural

pada

sel-sel

tubuhyang

menyebabkan

kerusakan

pada

struktur

kardiovaskuler, mata, dan ginjal.

Mikroangiopati
Terjadi akibat akumulasi AGEs pada pembuluh darah mikro, dan
menyebabkan kerusakan pembuluh darah sehingga akan terjadi gangguan perfusi
organ, yang bermanifestasi pada:
1. Retinopati (kerusakan arteri yang memvaskularisasi retina)
2. Nefropati (penurunan perfusi ginjal).

Makroangiopati
Terjadi akibat akumulasi AGEs pada pembuluh darah makro, dan
menyebabkan kerusakan pembuluh darah sehingga akan terjadi gangguan perfusi
organ, yang bermanifestasi pada:
1. Penyakit Jantung Koroner (pada arteri koroner)
2. Stroke (pada arteri serebral)
3. Gangguan sirkulasi perifer (pada arteri-arteri perifer) .

Neuropati
Ada dua perubahan patologis yang terkait dengan neuropati perifer:
1. Penebalan dinding pembuluh darah yang mensuplai nutrisi ke sel-sel sarafatau
neuron terjadi iskemia seluler
2. Demielinisasi pada sel Schwann sehingga terjadi penurunan konduksi neuron.
Kedua kondisi tersebut masih disebabkan oleh adanya glukosa protein yang
bersifat degeneratif sehingga terjadi kerusakan struktural sel.
Terdapat dua tipe neuropati, yaitu Neuropati Somatosensorik (Somatic
neuropathy) dan Neuropati Autonomik (Autonom Neuropathy). Berikut adalah
perbedaan gejala klinis yang ditimbulkan:

Komplikasi Kaki (Diabetic Feet Ulcer)

Seringkali timbul akibat kombinasi dari makroangiopati perifer dan neuropati


somatosensorik.

Merupakan komplikasi yang paling sering pada pasien diabetes melitus.

Lokasi yang paling sering mengalami ulserasi adalah pada

bagian yang

mengalami penekanan paling besar sewaktu melangkah atau berdiri, yaitu pada
bagian belakang tumit, area plantar-metatarsal, atau pada ibu jari. Kondisi ini
sering terjadi karena pasien tidak dapat merasakan adanya kerusakan pada struktur
kaki sehingga pasien seringkali terlambat menyadari timbulnya komplikasi.

Anda mungkin juga menyukai