Virus akan bereplikasi di tempat infeksi primer lalu viron akan ditransportasikan
oleh saraf via retrograde axonal flow ke ganglia dorsal dan masuk masa laten di ganglion.
Trauma kulit lokal (misalnya: paparan sinar ultraviolet, abrasi) atau perubahan sistemik
(misalnya: menstruasi, kelelahan, demam) akan mengaktifasi kembali virus tersebut yang
akan berjalan turun melalui saraf perifer ke tempat yang telah terinfeksi sehingga terjadi
infeksi rekuren. Gejala berupa rasa gatal atau terbakar terjadi selama 2 sampai 24 jam dan
dalam 12 jam lesi tersebut berubah dari kulit yang eritem menjadi papula hingga terbentuk
vesikel berbentuk kubah yang kemudian akan ruptur menjadi erosi pada daerah mulut dan
vagina atau erosi yang ditutupi oleh krusta pada bibir dan kulit. Krusta tersebut akan meluruh
dalam waktu sekitar 8 hari lalu kulit tersebut akan reepitelisasi dan berwarna merah muda.
Infeksi HSV dapat menyebar ke bagian kulit mana saja, misalnya: mengenai jari-jari
tangan (herpetic whitlow) terutama pada dokter gigi dan perawat yang melakukan kontak
kulit dengan penderita. Tenaga kesehatan yang sering terpapar dengan sekresi oral
merupakan orang yang paling sering terinfeksi. Bisa juga mengenai para pegulat (herpes
gladiatorum) maupun olahraga lain yang melakukan kontak tubuh (misalnya rugby) yang
dapat menyebar ke seluruh anggota tim
Gejala Klinis
Infeksi herpes simpleks virus berlangsung dalam tiga tahap: infeksi primer, fase
laten dan infeksi rekuren. Pada infeksi primer herpes simpleks tipe I tempat predileksinya
pada daerah mulut dan hidung pada usia anak-anak. Sedangkan infeksi primer herpes
simpleks virus tipe II tempat predileksinya daerah pinggang ke bawah terutama daerah
genital. Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat sekitar tiga minggu dan sering
disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise dan anoreksia. Kelainan klinis yang
dijumpai berupa vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan
jernih dan menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan dapat mengalami ulserasi.
Pada fase laten penderita tidak ditemukan kelainan klinis, tetapi herpes simpleks
virus dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis.
Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang semula tidak aktif di ganglia
dorsalis menjadi aktif oleh mekanisme pacu (misalnya: demam, infeksi, hubungan seksual)
lalu mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis yang lebih ringan dan berlangsung
sekitar tujuh sampai sepuluh hari disertai gejala prodormal lokal berupa rasa panas, gatal dan
nyeri. Infeksi rekuren dapat timbul pada tempat yang sama atau tempat lain di sekitarnya.
Pemeriksaan Penunjang Herpes Simpleks
Herpes simpleks virus (HSV) dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiakkan.
Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi HSV. Dengan tes Tzanck dengan
pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.
Tes Tzanck dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit atau kurang. Caranya dengan
membuka vesikel dan korek dengan lembut pada dasar vesikel tersebut lalu letakkan pada
gelas obyek kemudian biarkan mongering sambil difiksasi dengan alkohol atau
dipanaskan.Selanjutnya beri pewarnaan (5% methylene blue, Wright, Giemsa) selama
beberapa detik, cuci dan keringkan, beri minyak emersi dan tutupi dengan gelas penutup. Jika
positif terinfeksi hasilnya berupa keratinosit yang multinuklear dan berukuran besar berwarna
biru.
Identifikasi virus dengan PCR, mikroskop elektron, atau kultur. Tes serologi
menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) spesifik HSV tipe II dapat
membedakan siapa yang telah terinfeksi dan siapa yang berpotensi besar menularkan infeksi.
Diagnosa Banding Herpes Simpleks
Herpes simpleks pada daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan dengan
impetigo vesikobulosa. Pada daerah genital harus dibedakan dengan ulkus durum, ulkus mole
dan ulkus mikstum. Diagnosa banding HSV tipe I yaitu stomatitis aftosa, penyakit tangankaki-mulut, dan impetigo.Sedangkan diagnosa banding HSV tipe II yaitu chancroid, sifilis,
dan erupsi oleh obat-obatan.
Penatalaksanaan Herpes Simpleks
Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salap/krim yang
mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) atau preparat asiklovir
(zovirax). Pengobatan oral preparat asiklovir dengan dosis 5x200 mg per hari selama 5 hari
mempersingkat kelangsungan penyakit dan memperpanjang masa rekuren. Pemberian
parenteral asiklovir atau preparat adenine arabinosid (vitarabin) dengan tujuan penyakit yang
lebih berat atau terjadi komplikasi pada organ dalam. Untuk terapi sistemik digunakan
asiklovir, valasiklovir, atau famsiklovir. Jika pasien mengalami rekuren enam kali dalam
setahun, pertimbangkan untuk menggunakan asiklovir 400 mg atau valasiklovir 1000 mg oral
setiap hari selama satu tahun. Untuk obat oles digunakan lotion zinc oxide atau calamine.
Pada wanita hamil diberi vaksin HSV sedangkan pada bayi yang terinfeksi HSV disuntikkan
asiklovir intra vena.
Komplikasi Herpes Simpleks
Komplikasinya yaitu: pioderma, ekzema herpetikum, herpeticwhithlow, herpes
gladiatorum (pada pegulat yang menular melalui kontak), esophagitis, infeksi neonatus,
keratitis, dan ensefalitis. Komplikasi herpes simpleks adalah herpes ensefalitis atau
meningitis tanpa ada kelainan kulit dahulu, vesikel yang menyebar luas ke seluruh tubuh,
ekzema herpeticum, jaringan parut, dan eritema multiforme.
Prognosis Herpes Simpleks
Pengobatan dini dan tepat memberi prognosis yang lebih baik, yakni masa penyakit
berlangsung lebih singkat dan rekuren lebih jarang.Pada orang dengan gangguan imunitas,
infeksi dapat menyebar ke organ-organ dalam dan dapat berakibat fatal. Prognosis akan lebih
baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang dewasa. Penderita HSV harus
menghindari kontak dengan orang lain saat tahap akut sampai lesi sembuh sempurna. Infeksi
di daerah genital pada wanita hamil dapat menyerang bayinya, dan wanita tersebut harus
memberi tahu pada dokter kandungannya jika mereka mempunyai gejala atau tanda infeksi
HSV pada daerah genitalnya.