A. Uretritis Gonorrhea
Definisi
Gonorrhea adalah infeksi menular seksual di saluran genitor urinaria bawah yang
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae. Dengan pengecualian infeksi saluran
Etiologi
Berasal dari bakteria Neisseria gonorrhoeae (gonokokus), merupakan bakteri gram
negative, non-motil, diplokokus berdiameter kira-kira 0,8m. Kokus individual berbentuk seperti
ginjal, apabila organism tersebut berpasangan, sisi yang rata atau konkaf saling menempel.
Epidemiologi
Terjadi diseluruh dunia dengan prevalensi yang lebih tinggi di berbagai negara
berkembang.
Angka serangan paling tinggi pada orang berusia 15-24 tahun yang tinggal di kota,
termasuk dalam kelompok sosio ekonomi rendah, tidak menikah atau homoseksual atau
yang heteroseksual.
Lokasi infeksi ekstragenital termasuk orofaring, mata dan jaringan perihepatik; infeksi
Gonokokus kadang-kadang menyebabkan meningitis dan infeksi mata pada dewasa; gejala
klinisnya mirip dengan yang disebabkan oleh meningokokus.
Gonokokus yang mengakibatkan infeksi local, sering bersifat sensitif serum (dibunuh
oleh antibody dan komplemen) tetapi secara relative resistant terhadap obat antimikroba.
Sebaliknya, gonokokus yang masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan infeksi diseminata
biasanya bersifat resisten-serum tetapi mungkin cukup rentan terhadap penisilin dan obat
antimikroba lainnya.
Manifestasi Klinis
Gejala gonorrhea pada pria adalah :
1. Gejala awal gonore biasanya timbul dalam waktu 2-7 hari setelah terinfeksi
2. Nyeri dan perasaan tidak nyaman pada saluran kencing (urethral discomfort)
3. Nyeri pada saat kencing (disuria)
4. Keluar duh tubuh (pus/nanah) dari penis disertai nyeri (purulent discharge)
5. Sakit tenggorokan jika terjadi infeksi pada tenggorokan disebabkan karena oral seks
6. Gatal-gatal pada anus disertai keluar nanah jika terjadi infeksi pada daerah anus karena
hubungan seks melalui anus
7. Retensi urin akibat inflamasi prostat
Gejala gonorrhea pada wanita adalah :
1. Gejala awal biasanya timbul dalam waktu 7-21 hari setelah terinfeksi
2. Penderita seringkali tidak merasakan gejala selama beberapa minggu atau bulan
(asimtomatis), 80 % tidak menimbulkan gejala
3. Jika timbul gejala, biasanya bersifat ringan. Namun, beberapa penderita menunjukkan
gejala yang berat seperti desakan untuk berkemih
4. Keluar cairan putih keruh kekuningan (Vaginal discharge)
Tes Thomson
Dengan menampung urin pagi dalam dua gelas. Tes ini digunakan untuk mengetahui
sampai dimana infeksi sudah berlangsung.
Spesimen yang digunakan dalam uji laboratorium diagnostik, pus dan sekret diambil dari
uretra, serviks, rektum, konjungtiva, tenggorokan, atau cairan synovial untuk dibiakkan dan
dibuat sediaan apus. Biakan darah penting untuk digunakan mengidentifikasi penyakit sistemik,
tetapi sistem biakan khusus dapat membantu, karena gonokokus sensitif terhadap sulfonat
polianetol yang ada dalam medium biakan darah standar.
Pengobatan
1. Medikamentosa
Walaupun semua gonokokus sebelumnya sangansensitif terhadap penicilin,
banyak strain yang sekarang relative resisten, hal ini terjadi karena pengunaan luas
penisilin. Terapi penicillin, amoksisilin, dan tetrasiklin masih tetap merupakan
pengobatan pilihan. Untuk sebagian besar infeksi, penicillin G dalam aqua 4,8 unit
ditambah 1 gr probonesid per-oral sebelum penyuntikan penicillin merupakan pengobatan
yang memadai.
Spectinomycin berguna untuk penyakit gonokokus yang resisten dan penderita
yang peka terhadap penicillin. Dosis: 2 gr IM untuk pria dan 4 gr IM untuk wanita.
Pengobatan jangka panjang diperlukan untuk endokarditis dan meningitis gonokokus.
2. Non-medikamentosa
Memberikan pendidikan kepada klien dengan menjelaskan tentang:
Bahaya penyakit menular seksual
Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan
Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
Hindari hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat
dihindari.
Cara-cara menghindari infeksi PMS di masa yang akan datang.
Adapun dalam tatalaksana awal gonore, perlu juga diperhatikan alur di bawah ini, dimana
terkait ada tidaknya fasilitas laboratorium atau tidak di tempat-tempat pelayanan kesehatan.
Adapun alurnya seperti di bawah ini:
Tidak Ada Fasilitas Laboratorium
Pencegahan Gonorrhea
Gonorrhea terutama ditularkan melalui kontak seksual, sehingga pencegahan gonorrhea
adalah dengan tidak melakukan hubungan seksual di tempat-tempat pelacuran atau dengan
sembarang orang. Pengunaan kondom sebagai profilaksis mekanik memberikan proteksi parsial.
Sehingga lebih ditekankan untuk selalu setia kepada pasangannya. Jika masih dalam pengobatan
gonorrhea, jangan dulu melakukan hubungan seksual dengan pasangannya karena dapat
menularkan kepada pasangannya (suami/istri) hingga dinyatakan sembuh oleh dokter.
Peran pemerintah dalam melarang dan menutup tempat-tempat pelacuran dan prsotitusi
sangat berperan dalam pencegahan dan penyebaran penyakit gonorrhea ini di tengah masyarakat.
Begitu pula peran dari tokoh agama dan masyarakat dalam memberikan pemahaman yang baik
untuk masyarakat akan pentingnya nilai-nilai norma agama dan etika dalam masyarakat untuk
mencegah pergaulan bebas di masyarakat.
Komplikasi
Diseminasi terjadi pada 1-2% kasus dan bermanifestasi sebagai artri tissendi besar atau
tenosynovitis, suatu ruam makulopapular/pustular yang jarang (biasanya pada ekstremitas) dan
gejala sistemik. Ini lebih sering terjadi pada wanita.
Komplikasi pada pria, prostatitis, cowperitis, vesikulitis seminalis, epididimitis,dan
tysonitis. Sedangkan komplikasi pada wanita, uretritis, servisitis, dan endomertitis.
Viral
Chlamydia. Heat Shock Protein (HSP) yang terkode secara genetik berhubungan dengan respon
imunopathologik. Namun sampai sekarang belum jelas apakah respon anti bodi terhadap CHSP
60 memang terlibat dalam imunopatologik chlamydia atau semata-mata sebagai petanda infeksi
chlamydial yang persinten.
muda aktif seksual. Pada laki-laki, uretritis merupakan manifestasi klinis yang paling sering,
sedangkan pada wanita adalah servisitis, endometritis dan salfingitis, disamping dapat juga
terjadi gejala uretritis.
Gejala baru mulai timbul biasanya setelah 1-3 minggu kontak seksual dan umumnya
tidak seberat gonore. Pada pria, infeksi pada uretra (uretritis) biasanya gejala, menyebabkan
keluarnya cairan putih dari penis dengan atau tanpa nyeri pada buang air kecil (disuria). Kadangkadang, kondisi menyebar ke saluran kelamin bagian atas pada wanita (menyebabkan penyakit
radang panggul) atau epididimis pada pria (menyebabkan epididimitis). Jika tidak diobati, infeksi
klamidia dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius reproduksi dan lainnya dengan
konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang.
Penegakan Diagnosis
Diagnosis uretritis pada pria dapat ditegakkan dengan pemeriksaan pewarnaan Gram
atau biru methylene dari sedian apus uretra. Bila jumlah lekosit PMN melebihi 5 pada
pembesaran 1000 x merupakan indikasi uretritis. Perlu diketahui bahwa sampai 25 % pria yang
menderita gonore, diserta infeksi chlamydia. Bila uretritis karena chlamydia tidak diobati
sempurna, infeksi dapat menjalar ke uretra posterio dan menyebabkan epididimitis dan mungkin
prostatitis.
Diagnosis secara klinis sukar untuk membedakan infeksi karena gonore atau non-gonore.
Menegakkan diagnosis servisitis atau uretritis oleh klamidia, perlu pemeriksaan khusus untuk
menemukan atau menentukan adanya C. trachomatis. Pemeriksaan laboratorium yang umum
digunakan sejak lama adalah pemeriksaan sediaan sitologi langsung dan biakan dari inokulum
yang diambil dari specimen urogenital. Baru pada tahun 1980an ditemukan tehnologi
pemeriksaan terhadap antigen dan asam nukleat C. trachomatis.
Pemeriksaan menyeluruh pada pasien dengan penyakit menular seksual, termasuk
uretritis, sangat penting dalam mengarahkan terapi yang tepat. Kuantitas discar pada uretritis
dapat dikategorikan banyak (mengalir secara spontan dari uretra), sedikit (keluar hanya jika
uretra di ekspos), sedang (keluar secara spontan, namun hanya sedikit). Warna dan karakter
discharge uretra harus diperhatikan. Lendir berwarna kekuningan atau hijau disebut sebagai
lender purulen. Lendir berwarna putih yang bercampur cairan jernih dinamakan lender
mukoid. Jika hanya lendir bening, dinamakan jernih. Adanya inflamasi pada meatus uretra,
edema penis, dan pembesaran kelenjar limfe juga harus diperhatikan.
Pemeriksaan sitologi langsung dengan pewarnaan giemsa memiliki sensitivitas tinggi
untuk konjungtivitis (95%), sedangkan untuk infeksi genital rendah (pria 15%, wanita 41%).
Sitologi dengan Papaniculou sensitivitasnya juga rendah, 62%. Hingga saat ini pemeriksaan
biakan masih menjadi baku emas pemeriksaan klamidia. Spesifitasnya mencapai 100%, tetapi
sensitivitasnya bervariasi bergantung pada laboratorium yang digunakan (nilai berkisar 75-85%).
Prosedur, tehnik dan biaya pemeriksaan biakan ini tinggi serta perlu waktu 3 hingga 7 hari.
Metode pendeteksian antigen ada beberapa cara, yaitu Direct Fluorescent Antibody
(DFA) yang
imunofluoresen dan Enzyme Immuno Assay (EIA) atau Enzyme Linked Immunosorbent Assay
(ELISA) yang menggunakan antibodi monoklonal atau poliklonal dengan alat spektrofotometri.
Metode pendeteksian terbaru adalah dengan cara mendeteksi asam nukleat C. trachomatis.
Hibridisasi DNA Probe (Gen Probe) mendeteksi DNA CT lebih sensitive dibanding Elisa karena
dapat mendeteksi DNA dalam jumlah kecil melalui proses hibridisasi. Cara lain menggunakan
Amplifikasi Asam Nukleat (Polimerase Chain Reaction dan Ligase Chain Reaction).
Dalam sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2008, didapatkan hasil bahwa tidak
diperlukan adanya investigasi lebih lanjut menggunakan mikroskopi pada penderita yang
asimtomatik karena hanya presentase kecil penderita didapatkan hasil yang positif akan bakteri
patogen.
Penegakan diagnosis uretritis didasarkan pada tanda klinis serta pemeriksaan
laboratorium, sebagai berikut:
1. Discar purulen atau mukopurulen.
2. Pengecatan Gram pada sekresi uretra menunjukkan adanya >5 leukosit per lapang
pandang. Pengecatan Gram merupakan tes diagnostik yang umum digunakan untuk
mengevaluasi uretritis. Pemeriksaan ini cukup sensitif dan spesifik untuk menentukan
adanya uretritis dan ada tidaknya infeksi gonococcal. Infeksi gonococcal ditegakkan jika
ditemukan diplococcus intraseluler pada leukosit.
3. Tes leukosit esterase pada pancaran urin pertama yang menunjukkan hasil positif atau
pemeriksaan mikroskopis pancaran urin pertama menunjukkan 10 leukosit per lapang
pandang besar.
Jika tidak ada kriteria diatas yang positif, pasien harus di tes untuk konfirmasi infeksi N.
gonorrhea atau C. trachomatis. Jika hasil tes menunjukkan infeksi N. gonorrhea atau
C.trachomatis, pasien harus diberikan perawatan yang sesuai, pasangan seksual ikut untuk
menjalani tes.
Terapi
Penting untuk dijelaskan pada pasien dengan infeksi genital oleh C. trachomatis,
mengenai resiko penularan kepada pasangan seksualnya, Contact tracing (pemeriksaan dan
pengobatan partner seksual) diperlukan untuk keberhasilan pengobatan.
Untuk pengobatan, Tetrasiklin adalah antibodi pilihan yang sudah digunakan sejak lama
untuk infeksi genitalia yang disebabkan oleh C.trachomatis. Dapat diberikan dengan dosis 4 x
500 mg/h selama 7 hari atau 4 x 250 mg/hari selama 14 hari. Analog dari tetrasiklin seperti
doksisiklin dapat diberikan dengan dosis 2 x l00 mg/h selama 7 hari. Obat ini yang paling
banyak dianjurkan dan merupakan drug of choice karena cara pemakaiannya yang lebih mudah
dan dosisnya lebih kecil. Azithromisin merupakan suatu terobosan baru dalam pengobatan masa
sekarang. Diberikan dengan dosis tunggal l gram sekali minum.
Regimen alternatif dapat diberikan :
- Erythromycin 4 x 500 mg/hari selama 7 hari atau 4 x 250 mg/hari selama l4 hari.
- Ofloxacin 2 x 300 mg/hari selama 7 hari
Pasien dengan infeksi klamidia harus dimonitor selama 2 minggu. Pemberian informasi
kepada pasangan, pencegahan hubungan seksual sementara serta penyelesaian terapi dengan
benar harus dicek. Dalam hal ini pasangan maupun semua orang yang memiliki kontak seksual
langsung dengan penderita harus diidentifikasi dan diberikan saran untuk mendapatkan terapi
serupa.
Prognosis
Kadang-kadang tanpa pengobatan, penyakit lambat laun berkurang dan akhirnya sembuh
sendiri (50-70% dalam waktu sekitar 3 bulan). Setelah pengobatan, kira-kira 10% penderita akan
mengalami eksaserbasi atau rekurensi.