Anda di halaman 1dari 9

STRATEGI PENANGGULANGAN BENCANA KITA

Beruntunglah kalau saat ini anda bertempat tinggal di suatu


wilayah yang aman dari ancaman bencana.Tapi siapa

sangka

kalau sesungguhnya wilayah yang ditempat tinggali terdapat


potensi ancaman bencana.
Jangan heran jika 95 % (496) kabupaten / kota dari 514
kabupaten / kota

di Indonesia merupakan daerah berisiko

bencana multi ancaman. Artinya bahwa daerah daerah tersebut


paling sedikit terdapat 1 jenis risiko bencana.( IRBI : 2013).
Jika ditelusuri lebih jauh, Risiko Bencana Banjir terdapat di
381 kabupaten / kota dengan kategori Tinggi dan Sedang, Risiko
Bencana Gempa Bumi dapat menimpa 497 kabupaten / kota,
Risiko Bencana Tsunami terdapat di 249 kabupaten / kota,
sedangkan Risiko Bencana Tanah Longsor ada di 497 kabupaten /
kota. 93 kabupaten / kota berada pada daerah berisiko bencana
Gunung Api.Risiko Bencana Gelombang ekstrim dapat menimpa
314 kabupaten / kota.
Selajutnya Risiko Bencana Kebakaran Lahan dan Hutan
dapat terjadi di 489 kabupaten / kota, Untuk Risiko Bencana
Cuaca Ektrim dapat saja menimpa di 494 kabupaten / kota
sedang Risiko Bencana Kekeringan juga dapat terjadi di 494
kabuypaten / kota di seluruh Indonesia.
Berbagai jenis risiko

bencana tersebut memang masih

belum lengkap karena terdapat jenis risiko bencana yang belum


terpetakan yakni Risiko Bencana Kebakaran Pemukiman, Risiko
Bencana Penyakit Menular maupun Risiko Bencana Terorisme dan
Risiko Bencana Kegagalan tehnologi.Risiko Bencana yang belum

terpetakan tersebut sedang dalam proses metodologinya agar


data yang di sajikan betul betul sahih sebagai bahan rujukan.
Dari keseluruhan jenis Risiko Bencana tersebut

rerata

mempunyai nilai Risiko tinggi dan sedang. Hal di maklumi bahwa


Sekitar

60

persen

penduduk

Indonesia

hidup

dan

tinggal

disdaerah lereng dataran tinggi yang rawan terhadap risiko


bencana tanah longsor seperti yang ungkapkan oleh Dosen Teknik
Geologi, Universitas Gajah Mada, Dr. Wahyu Wilopo, S.T., M.Eng.
Tegasnya , manusia merupakan komponen utama dalam penilaian
tinggi rendahnya risiko bencana di suatu daerah.
Lalu apa yang akan terjadi jika bencana itu betul betul
terjadi ?, terlalu panjang untuk di kemukakan, yang pasti, dalam
jangka

waktu

lama

bangsa

Indonesia

akan

mengalami

kemunduran tingkat kesejahteraan meskipun bencana juga punya


sisi positip yakni kesempatan pemerintah untuk melakukan
evaluasi

pembangunan

dan

meningkatnya

nilai

nilai

kemanusiaan, solidaritas serta kegotong royongan.


Bagaimana dengan wilayah provinsi Jawa Tengah ?.Di
walayah ini Jawa Tengah merupakan daerah dengan Indeks Risiko
Bencana tertinggi se Indonesia. Jawa Tengah

mempunyai 35

kabupaten / kota yang berisiko bencana baik tinggi maupun


sedang. Jadi 100 % kabupaten / kota di wilayah Jawa Tengah
adalah daerah berisiko bencana.
Risiko Bencana banjir dapat terjadi di 20 kabupaten/ kota.
Risiko Bencana Gempa Bumi memungkinkan ada di 30 kabuipaten
/ kota.Sedangkan Tsunami sangat berisiko di 5 kabupaten / kota.
Tanah longsor akan berisiko di 31 kabupaten / kota. Kebakaran
Hutan dan lahan di 27 kabupaten / kota .Risiko Bencana Gunung

Api di 11 kabupaten / kota . Gelombang

Ekstrim di 13

kabupaten / kota.Cuaca Ekstrim di 30 kabupaten / kota dan Risiko


Bencana Kekeringan ada di 31 kabupaten / kota.
Strategi Penanggulangan Bencana
Menilik strategi penanggulangan bencana di Indonesia,
sesungguhnya kita telah mempunyai sistem penanggulangan
bencana lengkap dan telah disesuaikan dengan kebutuhan. Kita
sudah punya regulasi, perencanaan, kelembagaan, penadanaan
serta upaya upaya pengembangan kapasitas.
Dari aspek regulasi, Indonesia mempunyai UU tentang
penanggulangan bencana yang dituangkan dalam UU Nomor 24
tahun 2007, Kita juga punya peraturan pelaksananya yakni
Peraturan

Pemerintah

(PP)

Nomor

21

tahun

2008

Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, PP Nomor 22 tahun


2008, PP nomor 23 serta Keputusan Presiden Nomor 8 tahun
2008 tentang Pembentukan BNPB.
Tidak hanya itu saja, masih terdapat berbagai peraturan
yang

terkait

dengan

penanggulangan

bencana

seperti

Permendagri Nomor 46 tahun 2008 tentang pembentukan Badan


Penanggulangan Bencana dan berbagai pedoman tehnis lain yang
dileluarkan oleh BNPB seperti Peraturan Kepala ( Perka ) BNPB
Nomor 3 tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan BPBD ,
Perka BNPB Nomor 4 tahun 2008 tentang Penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana. uga terdapat Perka BNPB Nomor 6
tahun 2208 tentang Pedoman Penggunaan Dana Siap Pakai BNPB.

Selain itu terdapat Perka BNPB Nomor 17 tahun 2011 tentang


Pedoman Relawan Penanggulangan Bencana (PB),Perka Nomor 1
tahun 2012 tentang Pedoman Desa / Kalurahan Tangguh Bencana,
Perka BNPB Nomor 2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum
Pengajian Risiko Bencana serta Perka BNPB Nomor 3 tahun 2012
tentang Pedoman Penilaian Kapasitas Daerah Dalam PB.
Strategi yang bertumpu pada regulasi ini memberikan
pandangan yang jauh berbeda dibandingkan dengan regulasinya
terkait merespon bencana. Penanggulanan bencana

bukan

urusan pemerintah semata tetapi sudah menjadi urusan bersama


antara pemerintah,masyarakat maupun dunia usaha. Demikian
juga dalam merespon bencana, dimasa lalu penanggulangan
bencana direspon pada saat terjadinya bencana namun sekarang
hal itu di perkuat menjadi saat sebelum bencana terjadi, saat
bencana dan pasca bencana. Demikian halnya lembaga yang
merespon bencana, tidak hanya satu sektor namun bencana
dapat direspon melalai berbagai sektor.
Selain itu terdapat

penekanan dalam penanggulangan

bencana yakni pengurangan risiko bencana menjadi konten utama


dalam

penanggulangan

bencana.Ini

artinya

bahwa

upaya

pencegahan, membangun kesiapsiagaan dan mitigasi bencana


menjadi kunci dan prioritas dalam penanggulangan bencana.
Pada

aspek

Penanggulangan

kelembagaan
Bencana

kita

BNPB

punya
)

Badan

yang

Nasional

berdiri

setelah

disahkannya UU Nomor 24 tahun 2007 dan PP nomor 21 Tahun


2008.Lembaga
menteri.

Di

ini

dipimpin

daerahdaerah

oleh
juga

seorang
sudah

pejabat

setingkat

terbentuk

Badan

Penanggulangan Bencana Daderah ( BPBD ) tingkat provinsi dan


tingkat kabupaten / kota.
Selain BNPB dan BPBD, terbentuk juga lembaga lembaga
non

pemerintah

yang

berkecimpung

dalam

penanggulangan

bencana bahkan lembaga ini jauh telah ada jauh jauh hari
sebelum BNPB / BPBD di bentuk .Mereka mengikatkan diri dalam
berbagai forum maupun komunitas.Di Pusat terdapat Platform
Nasional (Planas) Penanggulangan Bencana sedangkan di Jawa
Tengah terdapat Forum Pengurangan Risiko Bencana ( FPRB),
Wartawan Peduli Bencana ( Wapena ), Forum Bengawan Solo,
Forum Slamet, Sabuk Merapi dan sebabagainya.
Strategi

yang

dituangkan

dalam

regulasi

maupun

kelembagaan pun masih juga di lengkapi oleh adanya kreatifitas


para

pelaku

penanggulangan

bencana

seperti

terdapatmya

philosofi penanggulangan bencana yang selalu di kumandangkan


oleh

Kepala

BNPB

Prof.Dr

Samsul

Maarif.

yakni

jauhkan

masyarakat dari bencana, jauhkan bencana dari masyarakat,


hidup

selaras

dan

berdampingan

dengan

bencana

serta

memperhatikan kearifan lokal.


Ada juga pola - pola untuk untuk mengelola pengungsi
agar lebih efektip dan efesien

seperti model desa bersaudara

( pengungsi menempati rumah penduduk desa lain yang tidak


terkena

bencana).

Demikian

juga

dengan

berbagai

produk

penanggulangan bencana yang dihasilkan oleh perguruan tinggi


seperti melakukan kajian risiko bencana, pembuatan system
peringatan dini, sistem distribusi logistic berbasiskan internet.

Kegagalan strategi
Sungguh ternyata kita punyai strategi yang sudah relatip
lengkap

untuk

melindungi

bangsa

Indonesia

dari

ancaman

bencana. Namun demikian hal ini masih menyisakan pertanyaan


mengapa bencana masih terjadi dan banyak menelan korban ?.
Sebagai
Berdasarkan

contoh
data

Longsor

Badan

Nasional

bencana

tanah

longsor.

Penanggulangan

Bencana

(BNPB), bencana longsor paling banyak menelan korban jiwa di


Indonesia selama tahun 2014, terhitung ada 248 korban jiwa.
Jumlah ini hampir dua per tiga dari korban meninggal akibat
bencana di Indonesia selama 2014 seperti yang di ungkapkan
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo
Nugroho kepada berbagai media.
Apakah strategi kita salah ? dan dimana Kekurangannya ?
Pertama, secara umum strategi - strategi yang apik
diatas kertas tersebut ternyata belum di implementasikan secara
menyeluruh

oleh

para

pengampu

kebijakan

dan

pelaksana

kebijakan penanggulangan bencana.


Mengambil contoh di Jawa Tengah saja baru sebagian dari
BPBD tingkat kabupaten / kota yang telah menyusun Analisis /
kajian Risiko Bencana . Padahal Kajian Risiko Bencana (KRB) ini
adalah instrumen fundamental dalam mengambil kebijakan. Hasil
KRB dipergunakan untuk menyusun Rencana Kontijensi untuk
berbagai jenis ancaman bencana.KRB sebagai rujukan dalam
menyusun

Rencana

Penanggulangan

Bencana,

KRB

juga

dipergunakan sebagai bahan rujukan untuk menyusun kebijakan


lebih lanjut seperti pembangunan infrastruktur di daerah itu agar

kegiatan pembangunan tidak di lakukan di area ancaman bencana


maupun menimbulkan bencana lanjutan.
Kedua, Para pemangku kepentingan hanya menggunakan
standar normatip untuk melaksanakan program kegiatan. Yang
penting program kegiatan terlaksana sesuai dengan kaidah
kaidah normatip.Pelaksana penanggulangan bencana baik

dari

pemerintah maupun swasta belum banyak yang merujuk pada


fenomena sosial yang terjadi di daerah sasaran lokasi bencana.
Mengamati fenomena tanah longsor yang baru saja terjadi di
Banjarnegara,

kita

yakin

bahwa

penduduk

Kecamatan

Karangkobar paham betul bahwa mereka hidup di daerah rawan


longsor.Mereka adalah warga modern yang tidak buta komunikasi
artinya bahwa informasi tentang tanah longsor yang menewaskan
beberapa orang di sekitar tempat mereka tinggal di tahun lalu
juga terdengar diatara mereka pun upaya mitigasi, sosialisasi
dan

pengurangan

risiko

juga

sudah

dilakukan

oleh

BPBD

setempat.
Namun juga perlu mempertimbangkan akan sikap sejumlah
masyarakat terkait dengan keberandaan mereka di area rawan
longsor. Assesment singkat yang dilakukan oleh penulis sebelum
kejadian

bencana

tanah

longsor

kepada

sejumlah

warga

menghadirkan informasi bahwa penduduk mempunyai sikap atau


pandangan hidup - mati seseorang itu ada di tangan Tuhan .
Nah

dengan

memahami

sebagian

dari

femomena

ini

para

pelaksana akan menyusun strategi lebih lajut agar mengena


sasaran.
Kreatifitas yang tinggi pun perlu ada di setiap benak para
pelaku penanggulangan bencana. Menyikapi fenomena longsor di

Kecamatan Karangkobar Banjarnegara tidak salah kalau sekiranya


kita membentuk kader

yang berasal dari warga masyarakat

sebagai analis sekaligus informan dalam terhadap kemungkinan


terjadinya longsor. Model model seperti sudah dilakukan oleh
BPBD provinsi Riau dalam menghadapi ancaman bencana asap.
Ketiga, publik jarang mendengar akan kemajuan langkah
langkah penanggulangan bencana secara menyeluruh. Evaluasi
penanggulangan bencana jarang terdengar atau bahkan dilakukan
sehingga kita tidak kemajuannua baik proses maupun hasilnya.
Nah dengan adanya strategi penanggulangan bencana yang
sebenarnya

layak dan baik tersebut akhirnya tergantung pula

pada para pelaksana / implementor untuk mensikapinya sekaligus


meningkatkan kreatifitasnya, semoga saja strategi itu bukan
sekedar dokumen yang hanya sekedar dibaca atau bahkan
menjadi catatan sejarah semata kalau kita pernah membuat
strategi penanggulangan bencana yang baik.

Herman Suryosardjono
Unsur Pengarah BPBD Provinsi Jawa Tengah

Anda mungkin juga menyukai