THAILAND akhirnya keluar sebagai tim terbaik Asia Tenggara tahun ini. Meski kalah 2-3
dari Malaysia di laga kedua final Piala AFF di Stadion Bukit Jalil, Malaysia, kemarin malam;
skuat Gajah Putih tetap unggul agregat 4-3 sehingga berhak mengangkat trofi juara.
Kemenangan itu pun terasa dramatis mengingat pasukan Kiatisuk Senamuang itu tertinggal
0-3 hingga 10 menit jelang bubaran. Adalah Safiq Rahim yang membuat pendukung
Harimau Malaya bersorak hanya 7 menit setelah kick-off lewat gol penaltinya. Wasit tak
ragu menunjuk titik setelah Norshahrul Talaha dilanggar Suttinan Phuk-hom.
Ketinggalan, tim tamu berusaha membalas, tetapi justru kebobolan lagi lewat sundulan Indra
Putra Mahayuddin setelah memanfaatkan umpan Talaha.
Unggul 2-0 membuat kepercayaan diri anak-anak asuh Dollah Saleh itu meningkat tajam di
paruh kedua. Hasilnya, Safiq Rahim menceploskan lesakan keduanya malam itu ke gawang
Kawin Thamsatchanan sehingga Malaysia unggul 3-0 sekaligus 3-2 dalam agregat
keseluruhan.
Di ambang kemenangan, tuan rumah justru tampil grogi sehingga barisan belakang tidak
fokus. Tepatnya di menit 82, Charyl Chappuis akhirnya memecah telur Gajah Putih malam
itu dengan memanfaatkan kemelut di depan gawang Mohd. Farizal bin Marlias setelah
tendangan bebas.
Dengan agregat 3-3, Thailand sebetulnya sudah menjadi juara dengan aturan gol tandang.
Namun, mereka memantapkan hasil itu dengan satu gol pamungkas dari kaki kiri Chanathip
Songkrasin sehingga Thailand berhak untuk berpesta di Bukit Jalil.
Ini merupakan kali keempat Thailand mengangkat trofi lambang supremasi sepak bola seAsia Tenggara tersebut. Sebelumnya, mereka juga merajai turnamen yang sama pada 1996,
2000, dan 2004 serta menjadi runner-up pada 2007, 2008, dan 2012.
Bagi pelatih Kiatisuk Senamuang, ia menjadi orang pertama yang mempersembahkan trofi
Piala AFF sebagai pemain ataupun pelatih. Ia merupakan salah satu punggawa Thailand yang
menjadi juara AFF pada 1996, 2000, dan 2002.
Bagi Malaysia, hasil menyakitkan itu membuat mereka harus kembali menunda pesta.
Harimau Malaya terakhir kali menjadi kampiun pada 2010 dan pada 2012 hanya sampai
babak semifinal yang mengakibatkan pelatih K. Rajagopal dipecat. (Ash/R-1)
Vonis Mengejawantah
ONO SARWONO
KAHYANGAN Jonggring Saloka, dunianya para titah terpilih (elite)--dewa-dewi, hapsarahapsari, bethara-bethari--bukan tempat yang selamanya ayem tenteram dan kalis dari
perilaku dosa. Wilayah yang dianggap sebagai kampungnya golongan suci itu pernah
dilanda prahara gara-gara tingkah laku tidak terpuji sebagian penghuni.
Adabnya, penguasa tegas, dan berani menjatuhkan hukuman berat terhadap mereka yang
berbuat hina. Efeknya, menjerakan. Vonis tersebut berupa degradasi derajat dan otomatis
penanggalan hak-haknya.
Selama rentang waktu tertentu (lamanya hukuman), mereka tidak lagi menyandang predikat
bethara atau bethari. Karena itu, mereka dilarang bertempat tinggal lagi di alam mayapada,
tetapi turun ke arcapada, dunianya makhluk satu kelas di bawah mereka, para titah biasa.
Para terpidana harus menjalani kehidupan layaknya warga arcapada. Sudah barang tentu, itu
merupakan masa sangat berat bagi narapidana yang semula berpredikat bethara dan bethari.
Hidup nikmat jadi kesrakat (sengsara). Mereka harus berjuang mengadaptasi kehidupan
dunia fana dengan segala problematik. Mereka melakoni hukuman mengejawantah.
Wujud, peran, dan lingkungan kehidupan mereka pun berbeda. Itu sesuai dengan berat dan
ringannya hukuman. Ada yang menjadi hewan, titah biasa, hingga ada pula yang berupa
gergasi yang menggiriskan dan mendekam di tengah belantara.
Itulah secuil kisah wayang yang bisa dijadikan diskusi batin kita terkait dengan peringatan
Hari Antikorupsi Dunia (9/12). Khususnya, tentang wacana hukuman apa yang bisa
menjerakan para koruptor sekaligus mencegah warga lain berbuat korup.
Sadarkah kita, kenapa selama ini hukuman terhadap para koruptor di negeri ini tidak
membuat para begundal kapok dan warga lain ngeri berbuat sedeng? Jawabannya, karena
hukuman terhadap mereka masih sangat human (memanjakan). Jadi, tidak aneh meski
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ganas mengganyang koruptor, aksi korupsi seperti
tidak menda (berkurang).
Sidang pengadilan
Dalam sanggit dalang, kaum elite kahyangan yang pernah menjalani hukuman sosial, yakni
turun derajat atau mengejawantah di arcapada, antara lain Bethara Indra, Bethara Bayu, dan
Bethari Wilutama.
Kisahnya, yaitu suatu ketika Bethara Guru, Raja Kahyangan Jonggring Saloka menggelar
pertemuan agung. Semua peserta ialah warga kahyangan. Agenda utama, yakni evaluasi
kinerja dan program ke depan sebagai komunitas pengatur jagat. Seperti yang sudah-sudah,
acara itu disertai hiburan.
Kali ini, salah satu bentuk hiburannya berupa tarian dengan penari utama Wilutama. Ia
tergolong bethari terkemuka karena kecantikan serta kelebihan lainnya. Masuk akal jika
peserta dalam pertemuan tahunan itu berjubel dan berebut dekat panggung.
Pengiringnya, penabuh gamelan, juga para dewa kategori terdepan. Di antara mereka, Bayu
dan Indra. Konon, kedua bethara itu bersedia menjadi niyaga karena ada hasrat terpendam,
keinginan menikmati keindahan Wilutama dalam jarak rapat.
Saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Wilutama muncul membawakan tarian dengan gerakan
lemah gemulai yang merak ati (menyenangkan). Penampilannya semakin menggairahkan
karena kostum yang dikenakan Wilutama tembus pandang. Karena itu, libido semua lawan
jenis yang menyaksikan tersengat. Tidak terkecuali Bayu yang menabuh gong dan Indra
sebagai penggendang.
Tidak puas dengan pemandangan transparan, Bayu menginginkan sesuatu yang lebih jelas
pada diri Wilutama. Dengan ajiannya, Bayu diam-diam menghadirkan angin semilir yang lalu
menyingkap pelan wastra (kain) yang dikenakan Wilutama. Maka, tampaklah puncak
keindahan kerahasiaan bethari berkulit kuning langsat itu. Kontan, publik pun geger genjik
(gaduh).
Tangan Indra pun tiba-tiba gemregel (gemetar). Maka, suara gendangannya pun jadi kacau.
Padahal, gendang ialah pengatur aransemen gamelan. Seluruh bunyi gamelan lain jadi
berantakan karena gendangannya tidak beraturan. Apalagi, niyaga lainnya juga kehilangan
konsentrasi akibat tragedi panggung itu.
Hukuman sosial
Peristiwa tersebut mengakibatkan pertemuan agung kehilangan muruahnya. Tanpa panjang
waktu, Bethara Guru pun langsung menggelar pengadilan kilat terhadap mereka yang diduga
bersalah.
Sidang dengan mudahnya menemukan pihak yang bersalah. Mereka ialah Bayu, Indra, dan
Wilutama. Bayu bersalah karena terbukti mengeluarkan angin nakal. Indra menjadi biang
keladi ketidakkeruannya irama gamelan, sedangkan Wilutama dinyatakan tidak sopan karena
mengenakan kain tembus pandang yang memancing.
Guru lantas menjatuhkan kutukan (hukuman) kepada ketiganya. Bayu dan Indra berubah
wujud menjadi gergasi mengerikan dengan nama Ditya Rukmuka dan Ditya Rukmakala.
Keduanya harus mengejawantah ke arcapada dan bertempat tinggal di belantara Gunung
Reksamuka, sedangkan Wilutama dikutuk menjadi kuda sembrani dan juga mengejawantah.
Akhir kisah itu ialah Rukmuka dan Rukmakala kembali ke wujud asalnya ketika bertemu
dengan panenggak (anak nomor dua) Pandawa, Bratasena, dalam lakon Dewa Ruci,
sedangkan Wilutama badhar (kembali ke wujud aslinya) setelah ia melahirkan anak hasil
perkawinannya dengan kesatria dari atas angin bernama Bambang Kumbayana.
Benang merah cerita itu ialah betapa beratnya hukuman terhadap kaum elite (penghuni
kahyangan) karena berbuat hina. Mereka diturunkan derajatnya menjadi titah lumrah dan
menghela diri di arcapada.
Bila dikontekskan dengan pemberantasan korupsi di negeri ini, mestinya hukuman yang
dijatuhkan kepada para koruptor juga harus manjur. Salah satunya ialah vonis turun derajat
itu. Implementasinya bisa berupa hukuman sosial. Misalnya, mengejawantah menjadi pekerja
kasar, seperti pembersih toilet, membangun sekolahan, jalan tol, jembatan, dan atau pekerjaan
kasar lainnya. Mereka pun mesti mengenakan pakaian khusus pula.Warga pun bebas
menonton dan menyoraki mereka.
Jadi, bukan seperti sekarang ini, hukumannya malah tergolong memanjakan. Faktanya, para
narapidana koruptor masih bisa menikmati segala keistimewaan selama di penjara. Misalnya,
bebas merenovasi ruang dengan fasilitas VIP dan berbisnis. (M-5)
sarwono@mediaindonesia
SAN JUAN Hill gempar karena peristiwa tragis di malam Natal. Koran-koran pagi
memampang headline berita mencengangkan, Warga West Side Menembak Mati Putra
Kandungnya!
Berita ini sebenarnya bukan hal baru bagi warga yang sudah terbiasa dengan kasus-kasus
kriminal di New York. Namun, luar biasa bagi orang-orang yang mengenal pelakunya,
Russell Donovan.
Tak seharusnya Russell membunuh Bernard. Umurnya belum genap 17 tahun. Anak itu
terlalu muda untuk mati. Apalagi jika mengingat kepribadian Russell selama ini. Rasanya
tidak mungkin orang yang begitu religius seperti dia berurusan dengan polisi, dengan kasus
yang sangat mengerikan.
Terkutuk kau, Russell. Kau membunuh anak tak berdosa! Neraka menunggumu! demikian
kira-kira sumpah serapah dan pengadilan kata-kata yang berhamburan dari mulut para
tetangganya.
Namun Russell tak peduli, dia berjalan dengan wajah tegak menantang meski telinganya
dihujani cacian dan tatapan sarat kebencian. Russell meludah ke tanah. Dia tahu tak ada satu
pun di antara mereka yang mengetahui alasannya membunuh Bernard. Tak ada yang tahu
seperti apa perasaannya saat menghabisi anak itu.
Russell tidak menyesali perbuatannya. Jika pun ada yang disesalinya, itu adalah revolver
yang tak sempat menghabisi nyawa orang kedua malam itu. Orang yang berlari sebelum
peluru menembus tubuhnya.
***
Kidung Natal bergema bersama badai salju yang turun lebat di New York. Menurut laporan
badan cuaca, itu badai salju terburuk selama sepuluh tahun terakhir. Badai salju yang
bergerak lamban itu menyapu sebagian kawasan Amerika Serikat. Bahkan di beberapa negara
bagian dan kota, pemerintah setempat terpaksa memberlakukan keadaan darurat, termasuk
New York.
Keadaan darurat yang sudah berminggu-minggu juga berimbas pada perusahaan transportasi
The Greyhound tempat Russell bekerja. Malam itu Russell pulang lebih cepat dari biasanya.
Selain memang bertepatan dengan malam Natal, pemimpin perusahaan menginstruksikan
seluruh armada bus untuk diistirahatkan tanpa batas waktu. Itu berarti kiamat bagi Russell
yang hanya berstatus pekerja lepas.
Russell pulang dengan perasaan kesal. Jangankan tunjangan selama dirumahkan, sekadar
uang lelah pun tak diberikan perusahaan. Ini Natal yang buruk bagi Russell. Di saat orangorang tengah bergembira, dirinya justru berduka.
Dia berjalan menyusuri kawasan Distrik Teater Broadway dengan perasaan kacau. Suhu yang
mengiris jangat dan salju yang menumpuk di pinggir jalan tak mampu meredam panas
hatinya. Russell geram pada pemerintah yang tak berpihak pada kaum minoritas seperti
dirinya.
Pemerintah memang tak pernah tahu masa lalu dan silsilah keluarganya. Kakek buyutnya
cukup pantas diberi gelar pahlawan. Pada masa Revolusi Amerika, leluhurnya turut
memperjuangkan kota ini dari cengkeraman kolonialisme Britania Raya. Leluhurnya ikut
berperang dalam pertempuran heroik pada 1776 di Long Island. Dalam perang itu Amerika
kalah, namun dalam pertempuran-pertempuran kecil setelahnya, kakeknya turut berjuang
melawan tirani yang hendak dibangun di tanah ini.
Tapi semua itu menjadi fakta tak berguna. Tak ada yang peduli siapa dia dan masa lalunya.
Kisah kepahlawanan keluarganya tak mampu membawa Russell keluar dari lingkaran
kesengsaraan.
Salju menumpuk tebal ketika langkah kaki Russell sampai di pekarangan. Ketebalan salju
mungkin sekitar 30 cm, menandakan begitu hebatnya badai salju yang tengah melanda. Suara
televisi masih terdengar samar dari luar. Sepertinya Carolina dan Bernard belum tertidur.
Biasanya Russell memang selalu pulang pagi atau secepatnya dini hari bila ia bekerja pada
shift malam.
Russell memutar gagang pintu perlahan-lahan. Di sepanjang jalan tadi, dia berjanji untuk
tidak membawa masalah pekerjaannya ke rumah. Dia sudah memutuskan untuk menyimpan
masalah pelik itu seorang diri. Lagi pula seharusnya dia pulang membawa kado Natal untuk
Bernard dan Carolina, bukannya beban masalah seperti yang baru saja diterimanya.
Biarlah Carolina--perempuan yang mengikat janji untuk sehidup-semati dalam susah dan
senang itu--tak mengetahui apa-apa. Begitu pun Bernard, tak perlu tahu jika ayahnya
sekarang telah menjadi pengangguran. Russell tak ingin puteranya tahu. Dia malu. Saat
perceraiannya dengan Laura--ibu kandung Bernard--lima tahun lalu, dia bersumpah untuk
membahagiakan Bernard dan mati-matian memperjuangkan hak asuhnya di pengadilan.
Russell melangkah masuk. Pintu sedikit terbuka.Tak biasanya pintu rumah tak terkunci.
Russell melepas jaket tebal yang berlumur serpihan salju dan menggantungnya di belakang
pintu. Dia melangkah ke dapur. Cokelat panas adalah solusi ampuh untuk mengenyahkan
kebekuan di tubuh dan pikirannya.
Russell melangkah ke depan televisi yang masih menyala. Cokelat panas di tangannya
mengepulkan asap tipis dan menebarkan aroma harum. Dengan malas dia menyandar di sofa
yang berlubang beberapa bagian. Berkali-kali Russell mengganti channel, mencari siaran
yang bisa menghilangkan runyam yang mendengung di kepalanya. Namun, televisi hanya
sibuk menayangkan berita tentang cuaca ekstrem yang sedang melanda seisi kota.
Dalam kebosanan yang menyebalkan itu, Russell memilih mematikan televisi dan bergegas
tidur. Tapi gerakannya terhenti saat samar-samar telinganya mendengar suara janggal di
lantai dua. Suara menjengahkan siapa pun yang mendengarnya. Rintihan erotis perempuan
yang sedang bercumbu. Telinganya mendadak panas dan ritme jantungnya berdegup cepat.
Russell bersijingkat ke lantai dua dan berniat mengetahui apa sesungguhnya yang terjadi di
sana.
Jangan-jangan Bernard membawa pacarnya ke kamar? Kemudian bercinta karena mengira
dia belum pulang kerja? Sialan benar anak itu! maki Russell dalam hati.
Nyaris mengendap-endap dia mendekati kamar Bernard. Russell menempelkan sebelah
matanya di lubang kunci. Seketika darahnya naik ke kepala dan emosinya terbakar. Malam
itu Russell melihat adegan yang nyaris membuatnya muntah. Lubang kunci menjadi celah
pembuka tabir nista yang selama ini tak pernah diketahuinya. Bernard sedang bercumbu
dengan Carolina, ibu tirinya! Terkutuk! desis Russell murka.
Darah menggelegak di sekujur tubuhnya.Giginya gemerutup. Kemurkaan di dadanya seperti
hendak meledakkan jantungnya. Russell berlari menuruni tangga dan bergegas masuk kamar.
Dia meraih sepucuk revolver di lemari, di bawah tumpukan baju. Setelah meyakinkan senjata
api itu berisi peluru, dia gegas menuju kamar Bernard. Niatnya sudah bulat, jahanam itu
harus diakhiri dengan hukuman mati.
Braak! Sekuat tenaga Russell mendobrak pintu kamar. Bernard dan Carolina yang sedang
bermesraan tak dapat berbuat apa-apa. Perempuan itu hanya bisa menjerit tertahan saat
menatap wajah dingin suaminya. Bernard menggigil. Wajah ayahnya menjelma setan yang
seolah datang dari neraka. Bernard memungut pakaian dan melompat ke jendela. Tapi,
Russell tak membiarkan anak itu lolos begitu saja. Ia berlari dan menembak punggung
puteranya tiga kali.
Tubuh Bernard limbung, kemudian menggelinding dari atas atap dan jatuh ke pekarangan
belakang. Russell berlari keluar dan memburunya. Dia lupa pada Carolina yang masih berada
di kamar. Perempuan itu memanfaatkan keadaan dan menyelinap lari dalam kegelapan.
Merah darah terlihat kontras dengan salju yang memutih. Jasad Bernard terkapar di tumpukan
salju yang terus berguguran. Anak itu mati di tangan ayah kandungnya sendiri.
Russell tegak berdiri dengan perasaan hampa. Dari kejauhan terdengar raung sirene mobil
polisi yang berbaur dengan Kidung Natal dan gema lonceng gereja. Entah siapa yang
menelepon polisi. Mungkin saja Carolina...
***
Adam Yudhistira, penulis kelahiran Muara Enim, Sumsel, 9 Desember 1985. Buku
terkininya, Kencan Pertama yang Memalukan (2014).
Redaksi menerima kiriman naskah cerpen, ketik sebanyak 9.000 karakter, karya orisinal dan
belum pernah diterbitkan di media massa lain. Kirim e-mail ke
cerpenmi@mediaindonesia.com dan cerpenmi@yahoo.co.id
@Cerpen_MI
BIDASAN BAHASA
yang beroposisi dengan bilangan satu, dua, tiga, dan bukan adjektiva kosong yang
berlawanan dengan adjektiva penuh.
***
Media Indonesia menerima kiriman artikel yang terkait dengan bahasa, dengan panjang
naskah 440 kata dan berformat .doc (word document). Naskah dikirim ke alamat surat
elektronik bahasa@mediaindonesia.com.
TIKA BRAVANI
AKTRIS Tika Bravani, 24, mengaku tengah mendambakan peran antagonis. Pasalnya,
selama ini ia selalu kebagian peran tokoh baik-baik.
Aku merasa peranku sebagai orang baik-baik sudah cukup, ujarnya saat dijumpai saat
peluncuran trailer film Malaikat Kecil di kawasan Kemang, Jakarta, Jumat (19/12) malam.
Aktris yang baru saja meraih penghargaan pemeran pendukung wanita terbaik di Festival
Film Indonesia 2014 itu mengungkapkan sudah menjadi kebiasaan produser di Tanah Air
ketika seorang bintang sukses memainkan peran tertentu, produser lain pun menyodorkan
peran berkarakter sama.
Padahal, sebagai pemain aku ingin berkembang. Makanya aku berharap ada yang memberi
peran antagonis atau peran di film action, kata pemeran Fatmawati di film Soekarno itu.
Terkait dengan film Malaikat Cilik, Tika mengakui perannya sebagai istri dari laki-laki
pengidap autisme cukup berat.
Aku kan belum pernah bersuami, apa lagi punya dua anak, suaminya autis, miskin pula. Itu
tantangannya. (*/H-3)
Para penggila diskon bahkan punya prinsip lebih baik menyesal membeli ketimbang
menyesal tidak membeli.
BERSELANCAR di banyak situs belanja daring sudah menjadi kebiasaan bagi Diah Andrini
Dewi. Di situs-situs tersebut perempuan berusia 28 tahun itu bukan sekadar melihat-lihat. Ia
memang suka berburu barang.
Namun, tidak berbelanja biasa, Diah menargetkan pada barang-barang diskon. Baginya label
diskon seperti membangkitkan adrenalin tersendiri.
Agar tidak ada program diskon yang terlewatkan, Diah pun mendaftarkan alamat surat
elektronik (surel) miliknya ke berbagai situs belanja daring.
Nanti, kalau mereka ada promo kan dikirim informasinya ke email. Tinggal aku cek, kalau
ada produk dan diskon yang menarik ya aku beli ha ha ha. Isi email aku, 50 persennya dari
online shop lo ha ha ha, ucapnya sambil tergelak kepada Media Indonesia, Kamis (18/12).
Hal tidak jauh berbeda dilakukan Astri. Namun, Astri punya cara berbeda untuk selalu
waspada akan program diskon.
Ia memilih mengikuti situs belanja daring yang memiliki akun di Instagram dan juga akun
yang memberikan informasi diskon di Twitter. Jika ada barang murah atau barang yang
menarik, ia akan menjajaki lebih lanjut akun tersebut dan berkomunikasi dengan si pemilik.
Ia pun mengatakan, sebagian besar teman di akun Instagram-nya adalah situs belanja daring.
Meski sama-sama mencari barang berlabel diskon, perempuan yang juga gemar belanja
langsung ini cenderung berburu produk perkakas rumah. Entah mengapa, Astri mengaku
kerap tak mampu menahan diri setiap memasuki gerai yang menjual produk perkakas rumah.
Selain karena bentuknya unik, kok ya kalau dipikir bisa jadi peralatan dekorasi juga,
ujarnya.
Meski begitu, ia mengaku kerap juga hasil belanjanya tidak sesuai ekspektasi. Saat barang
pesanan tiba, produk tersebut tidak sebagus tampilan di daring. Namun ia tidak kapok.
Lebih baik menyesal karena membeli
Lain lagi kesukaan Cantya Anindita. Perempuan berusia 24 tahun itu mengaku akan kalap
untuk produk pakaian.
Ia merasakan sensasi tersendiri jika mengetahui merek kesukaannya menggelar diskon. Rasa
puasnya pun akan memuncak jika bisa mendapatkan produk bermerek dengan harga sangat
murah setelah berjejal dengan banyak orang.
Cantya pun hafal kapan musim diskon datang, dimulai dari awal tahun, pertengahan tahun,
hingga akhir tahun. Seperti kali ini, ia sedang menanti-nanti kehadiran diskon penghujung
tahun.
Meski tidak membutuhkan barang tersebut, Cantya akan tetap membeli saat diskon. Ia pun
tidak pernah membuat daftar barang belanja. Lebih baik menyesal karena membeli daripada
menyesal karena tidak membeli he he he, tukas Cantya.
Yang terpenting, tambahnya, produk yang dibelinya memiliki harga asli yang mahal. Hal itu
menimbulkan kebanggaan tersendiri.
Di sisi lain ia juga mengaku tabungannya tergerus akibat hobi belanja. Namun, tetap saja hobi
itu tidak bisa dibendung. Karena saya dapat kesenangan, akunya.
Sementara untuk program diskon tengah malam di mal-mal, Cantya mengaku juga
menyambangi, meski tidak terlalu antusias. Pasalnya ia menilai produk yang ditawarkan
kerap kurang menarik. Meski begitu ia tetap saja datang lebih awal untuk melihat-lihat jika
ada barang yang bisa dibeli.
Belanja cerdas
Tampaknya Cantya dan para penggila belanja lainnya bisa belajar dari Astri dan Diah agar
keuangan tetap sehat meski menggilai diskon. Diah mengaku cukup disiplin menerapkan
skema pengeluaran.
Tiap habis gajian, ia langsung memisahkan uang yang dipakai untuk transportasi, makan
harian, dan tabungan. Uang yang masih tersisalah yang menurutnya bisa dihabiskan untuk
memanjakan diri, termasuk berbelanja.
Sementara Astri mengaku memisahkan uang tabungan dari uang yang ada di kartu debet.
Akan lebih baik, jika kita membuat tabungan di salah satu bank yang tidak banyak memiliki
mesin ATM. Saya sendiri hanya menyisihkan Rp1 juta dalam kartu debet, sehingga mau
tidak mau hanya itu yang digunakan belanja, tuturnya.
Ia juga mengaku mengurangi berjalan-jalan di mal agar tidak muncul dorongan impulsif
berbelanja. Dengan trik-trik tersebut belanja pun tetap dirasa jadi hobi yang menyenangkan.
(M-4)
miweekend@mediaindonesia.com
Di sisi lain, gaung pergantian ketua umum juga mulai bergema di Partai Demokrat. Namun,
Sekretaris Jenderal Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) memprediksi Susilo
Bambang Yudhoyono akan terpilih kembali sebagai ketua umum secara aklamasi dalam
kongres yang menurut rencana akan berlangsung Maret 2015.
Dinamika menjelang kongres Partai Demokrat mendatang akan diwarnai desakan kader di
daerah agar SBY dipilih secara aklamasi sebagai ketum, kata Ibas.
Ibas yakin dinamika yang berkembang pada akhirnya akan menegaskan SBY sebagai ketum
secara aklamasi yang diterima semua kader. Menurut dia, kader Demokrat rasional dan ke
depan menginginkan memiliki masa depan yang cerah sehingga pantas jika banyak yang
menginginkan SBY memimpin kembali.
Kader juga ingin Pak SBY mengayomi kita semua menuju Indonesia yang lebih aman, adil,
demokratis, sejahtera, dan dihormati dunia, ujarnya.
Perkembangan lain, Wakil Sekjen Partai Amanat Nasional Yandri Susanto mengungkapkan
ada sejumlah nama yang muncul dalam bursa calon ketum pada kongres PAN yang
rencananya akan digelar di Bali, Februari 2015. Nama yang mencuat di antaranya Zulkifli
Hasan, Hatta Rajasa, Hanafi Rais, dan Erros Djarot. Namun, kandidat terkuat mengerucut
pada Zulkifli Hasan dan Hatta Rajasa.
Kami kira Bang Zul dan Bang Hatta ialah dua nama yang paling kentara mengerucut sejauh
ini, paparnya. (Ind/Ant/P-3)
arif@mediaindonesia.com
Komnas HAM, kata dia, sudah menjembatani antara pemerintah dan masyarakat suku Anak
Dalam. Hasilnya tetap nihil.
Berbagai upaya yang kerap dilakukan antara lain mendesak pemerintah untuk menerapkan
pembatasan hak guna usaha lahan perkebunan dan mengingatkan perusahaan untuk
memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat tanpa menggusurnya. Hak dan
kelangsungan hidup mereka dengan alam merupakan harga mati untuk diperjuangkan,
pungkas Siti. (Sri Utami/P-3)