100100123
100100135
M. Rivandio A. Simatupang
100100150
100100168
Rivhan Fauzan
100100236
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul Tuberkulosis Paru MDR.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Paru, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan,
26
Oktober
2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1.Latar Belakang................................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah........................................................................... 3
1.3.Tujuan Penelitian............................................................................ 3
1.4.Manfaat penelitian.......................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 4
2.1.Definisi............................................................................................ 4
2.2.Epidemiologi................................................................................... 4
2.3.Faktor Yang Mempengaruhi Resisten............................................. 5
2.4.Mekanisme Resistensi M. tuberculosis........................................... 6
2.5.Diagnosis......................................................................................... 9
2.6.Penatalaksanaan MDR-TB.............................................................. 10
2.7.Prognosis......................................................................................... 12
BAB 3 LAPORAN KASUS............................................................................ 14
BAB 4 KESIMPULAN................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 26
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di
dunia.
Oleh karena itu sangat diperlukan strategi penatalaksanaan yang tepat pada
kasus TB dengan resistensi OAT agar tidak berlanjut menjadi extensively drug&
resistant tuberculosis & (XDR TB).
1.1. Rumusan Masalah
Bagaimana temuan klinis, klasifikasi, serta penatalaksanaan tuberkulosis
paru MDR di Ruang Rawat InapTerpadu A-5 RSUP H. Adam Malik Medan?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit tuberkulosis paru
MDR.
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap
kasus tuberkulosis paru MDR.
3. Untuk
mengetahui
gambaran
klinis,
perjalanan
penyakit,
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
TB dengan resistensi terjadi dimana basil Mibacterium tuberculosis resisten
terhadap rifampisin dan isoniazid, dengan atau tanpa OAT lainnya. TB resistensi
dapat berupa resistensi primer dan resistensi sekunder. Resistensi primer yaitu
resistensi yang terjadi pada pasien yang tidak pernah mendapat OAT sebelumnya.
Resistensi primer ini dijumpai khususnya pada pasien-pasien dengan positif HIV.
Sedangkan resistensi sekunder yaitu resistensi yang didapat selama terapi pada
orang yang sebelumnya sensitif obat.13
Berdasarkan Guideline for the programmatic management of drug resistant
tuberculosis: emergency update oleh WHO 2008 resisten terhadap OAT
dinyatakan bila hasil pemerikaan laboratorium menunjukkan adanya pertumbuhan
M. tuberculosis in vitro saat terdapat satu atau lebih OAT. Terdapat empat jenis
kategori resistensi OAT, yaitu:5
a. Mono resisten, yakni resisten teradapat satu OAT lini pertama
b. Poli resisten, yakni resisten terhadap lebih dari satu OAT lini pertama
selain kombinasi isoniazid dan rifampicin
c. Multi Drug Resistant (MDR), yakni resisten terhadap sekurangkurangnya isoniazid dan rifampisin
d. Extensivel drug resistant (XDR), yakni MDR TB ditambah kekebalan
terhadap salah satu obat golongan fluoroquinolon dan sedikitnya salah
satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamiin, dan amikasin)
2.2. Epidemiologi
Kejadian MDR TB tidak merata di seluruh belahan dunia. Dari laporan
survei yang dilakukan WHO tahun 1994 -1999 diperkirakan 70 % kasus baru
MDR TB terjadi hanya pada 10 negara, sehingga kasus MDR TB ini lebih
dianggap menjadi masalah lokal. Sedangkan laporan yang dibuat oleh
International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) yang
melakukan survei pada tahun 1994 -1997 terhadap 35 negara, dijumpai bahwa
resistensi obat anti tuberkulosis terdapat di seluruh negara yang disurvei. Hal ini
mengarahkan bahwa kasus MDR-TB ini merupakan masalah global.22 Survei
yang dilakukan pada 54 negara antara tahun 1996 -1999 didapatkan bahwa angka
sebagai akibat dari pengobatan TB yang tidak adekuat dan penularan dari pasien
MDR TB. Pengobatan yang tidak adekuat ini biasanya akibat dari satu atau lebih
kondisi berikut, yaitu:6
a. Regimen, dosis dan cara pemakaian OAT tidak tepat
b. Ketidateraturan dan ketidakpatuhan pasien untuk minum obat
c. Terputusnya ketersedian OAT
d. Kualitas obat yang renda
Selain itu meningkatnya kasuh HIV dan co infeksi dengan TB meningkatkan
jumlah kasus resisten OAT.14
Ada beberapa hal penyebab terjadinya resistensi terhadap OAT yaitu:16
a. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberculosis.
b. Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang
kurang atau di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi terhadap obat
yang digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada
daerah dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut.
c. Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga
minggu lalu berhenti, setelah dua bulan berhenti kemudian bepindah
dokter mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu berhenti
lagi, demikian seterusnya
d. Fenomena addition syndrome yaitu suatu obat ditambahkan dalam
suatu paduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi
karena kuman TB telah resisten pada paduan yang pertama, maka
penambahan (addition) satu macam obat hanya akan menambah
panjangnya daftar obat yang resisten saja
e. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara
baik sehingga mengganggu bioavailabilitas obat
f. Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang-kadang
terhenti
resistensi sekunder bisa menularkan kuman yang sudah resisten tersebut kepada
orang lain yang kemudian disebut resistensi primer. Resistensi primer, sama
seperti resistensi sekunder dapat ditularkan kepada orang lain sehingga terjadi
penyebaran penyakit resisten obat pada masyarakat.15
2.4.1. Resistensi INH
Isoniazid adalah derivat nikotinamid yang juga dikenal dengan
isonikotinic acid hydrazide (INH) dengan rumus kimia 4-pyridinecarboxylic acid
hidrazide. Target kerja isoniazid sebagai antituberkulosis sama dengan mekanisme
terjadinya resistensi isoniazid. Sacchetiniand Blachard menunjukkan bahwa
isoniazid bekerja menghambat enoyl-acyl carier protein reductase, yang
diperlukan dalam biosintesa asam mikolat dinding sel kuman tuberkulosis.
Isoniazid menghambat pembentukan dinding sel kuman dalam bentuk isoniazid
aktif yaitu setelah mengalami oksidasi. Aktivasi isonizid memerlukan enzim
catalase-periksidase (gen katG) dan hidrogen peroksida yang dihasilkan kuman
TB. KatG adalah satu-satunya enzim yang dapat mengaktifkan isoniazid, dengan
demikian mutasi gen katG strain kuman TB merupakan kuman yang resisten
terhadap isoniazid. Demikian juga mutasi gen inhA yang diperlukan dalam
pembentukan asam mikolat pada kuman TB akan menjadikan kuman resisten
terhadap isoniazid.15
2.4.2. Resistensi Rifampisin
Rifampisin menghambat proses transkripsi RNA kuman TB dengan
berikatan pada sub unit beta (RpoB) RNA polimerase dan mencegah pembentukan
RNA. Mutasi pada gen RpoB menyebabkan kuman TB resisten terhadap
rifampisin. Resisten terhadap rifampisin dapat dianggap mewakili MDR TB
sejak dijumpai paling banyak strain kuman TB yang resisten terhadap rifampisin
juga resisten terhadap isoniazid.15
2.4.3. Resistensi Etambutol
Etambutol dengan rumus kimia dextro-2,2-(ethildimino)-di-1 onol adalah
senyawa kimia sintetis yang mempunyai efek antimikroba. Sampai sekarang
mekanisme kerja ethambutol serta dasar genetik resistensi belum diketahui secara
jelas. Spesifik etambutol untuk spesies mikobakteria diindikasikan bahwa target
yang dituju menyangkut pengrusakan dinding sel. Etambutol mencegah
pembentukan dinding sel dengan menghambat arabinosyltransferase yang
menyangkut
dalam
biosintesa
arabinogalactan
dan
lipoarabinomannan.
gen rrs. Mutasi pada rpsL dan rrs dapat menyebabkan resistensi kuman TB
terhadap streptomisin.15
2.5.
Diagnosis
Tuberkulosis paru dengan resistensi dicurigai kuat jika kultur basil tahan
asam (BTA) tetap positif setelah terapi 3 bulan atau kultur kembali positif setelah
terjadi konversi negatif. Beberapa gambaran demografik dan riwayat penyakit
dahulu dapat memberikan kecurigaan TB paru resisten obat, yaitu 1) TB aktif
yang sebelumnya mendapat terapi, terutama jika terapi yang diberikan tidak sesuai
standar terapi; 2) Kontak dengan kasus TB resistensi ganda; 3) Gagal terapi atau
kambuh; 4) Infeksi human immnodeficiency virus (HIV); 5) Riwayat rawat inap
dengan wabah MDR TB.16
Diagnosis TB resistensi tergantung pada pengumpulan dan proses kultur
spesimen yang adekuat dan harus dilakukan sebelum terapi diberikan. Jika pasien
tidak dapat mengeluarkan sputum dilakukan induksi sputum dan jika tetap tidak
bisa, dilakukan bronkoskopi. Tes sensitivitas terhadap obat lini pertama dan kedua
harus dilakukan pada laboratorium rujukan yang memadai.16
Beberapa metode telah digunakan untuk deteksi resistensi obat pada TB.
Deteksi resistensi obat di masa lalu yang disebut dengan metode konvensional
berdasarkan deteksi pertumbuhan M.tuberculosis. Akibat sulitnya beberapa
metode ini dan membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya,
maka belakangan ini diusulkanlah teknologi baru. Yang termasuk metode terbaru
ini adalah metode fenotipik dan genotipik. Pada banyak kasus, metode genotipik
khususnya telah mendeteksi resistensi rifampisin, sejak saat itu metode ini
dipertimbangkan sebagai petanda TB resisten khususnya pada suasana dengan
prevalensi TB resisten tinggi. Sementara metode fenotipik, di lain sisi, merupakan
metode yang lebih sederhana dan lebih mudah diimplementasikan pada
laboratorium mikrobakteriologi klinik secara rutin.8
2.6. Penalaksanaan MDR TB
Dasar pengobatan terutama untuk keperluan membuat regimen obat-obat
anti TB, WHO guidelines membagi obat MDR-TB menjadi 5 group berdasarkan
potensi dan efikasinya, sebagai berikut (World Health Organization, 2008):17
10
1. Grup pertama, pirazinamid dan ethambutol, karena paling efektif dan dapat
ditoleransi dengan baik. Obat lini pertama yang terbukti sebaiknya
digunakan dan digunakan dalam dosis maksimal.
2. Grup kedua, obat injeksi bersifat bakterisidal, kanamisin (amikasin), jika
alergi digunakan kapreomisin, viomisin. Semua pasien diberikan injeksi
sampai jumlah kuman dibuktikan rendah melalui hasil kultur negative
3. Grup ketiga, fluorokuinolon, obat bekterisidal tinggi, misal levofloksasin.
Semua pasien yang sensitif terhadap grup ini harus mendapat kuinolon
dalam regimennya
4. Grup empat, obat bakteriostatik lini kedua, PAS (paraaminocallicilic acid),
ethionamid, dan sikloserin. Golongan obat ini mempunyai toleransi tidak
sebaik obat-obat oral lini pertama dan kuinolon.
5. Grup kelima, obat yang belum jelas efikasinya, amoksisilin, asam
klavulanat, dan makrolid baru (klaritromisin). Secara in vitro menunjukkan
efikasinya, akan tetapi data melalui uji klinis pada pasien MDR TB masih
minimal.
Ada tiga cara pendekatan pembuatan regimen didasarkan atas riwayat obat
TB yang pernah dikonsumsi penderita, data drug resistance surveillance (DRS) di
suatu area, dan hasil DST dari penderita itu sendiri. Berdasarkan data di atas mana
yang dipakai, maka dikenal pengobatan dengan regimen standar, pengobatan
dengan regimen standar yang diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil DST
individu penderita tersebut, dan pengobatan secara empiris yang diikuti dengan
regimen yang sesuai dari hasil DST individu penderita tersebut.17
Pengobatan dengan regimen standar : pembuatan regimen didasarkan atas
hasil DRS yang bersifat representative pada populasi dimana regimen tersebut
akan diterapkan. Semua pasien MDR TB akan mendapat regimen sama. 17
Pengobatan dengan regimen standar yang diikuti dengan regimen yang
sesuai dari hasil DST individu penderita : awalnya semua pasien akan mendapat
regimen yang sama selanjutnya regimen disesuaikan berdasarkan hasil uji
sensitivitas yang telah tersedia dari pasien yang bersangkutan. 17
Pengobatan secara empirik yang diikuti dengan regimen yang sesuai dari
hasil DST individu pasien : tiap regimen bersifat individualis, dibuat berdasarkan
11
12
dimana secara teoritis menghasilkan suasana asam dan pirazinamid bekerja aktif.
(9) Deteksi awal adalah faktor penting untuk mencapai keberhasilan. 17
Pengobatan pasien MDR TB terdiri atas dua tahap, tahap awal dan tahap
lanjutan. Pengobatan MDR TB memerlukan waktu lebih lama daripada
pengobatan TB bukan MDR, yaitu sekitar 18-24 bulan. Pada tahap awal pasien
akan mendapat Obat anti tuberkulosis lini kedua minimal 4 jenis OAT yang masih
sensitif, dimana salah satunya adalah obat injeksi. Pada tahap lanjutan semua OAT
lini kedua yang dipakai pada tahap awal. 17
2.7. Prognosis
Ada beberapa hal yang dapat menjadi petanda untuk mengetahui prognosis
pada penderita TB resistensi ganda. Dari beberapa studi yang ada menyebutkan
bahwa adanya keterlibatan ekstrapulmoner, usia tua, malnutrisi, infeksi HIV,
riwayat menggunakan OAT dengan jumlah yang cukup banyak sebelumnnya,
terapi yang tidak adekuat (< 2 macam obat yang aktif) dapat menjadi petanda
prognosis buruk pada penderita tersebut.18
Dengan mengetahui beberapa petanda di atas dapat membantu klinisi untuk
mengamati penderita lebih seksama dan dapat memperbaiki hal yang menjadi
penyebab seperti malnutrisi.18
13
BAB 3
LAPORAN KASUS
No. RM : 00.61.32.25
Nama Lengkap : Sulanti
Jenis Kelamin :
Tanggal Lahir : 0204/1973
Umur : 41 Thn
Perempuan
No. Telepon : -
Status: Menikah
Pendidikan : -
Agama : Islam
ANAMNESIS
Autoanamnese
Alloanamnese
Hal ini dialami oleh OS sejak 3 hari SMRS dengan volume darah kurang
lebih 100cc, darah yang keluar dalam bentuk darah segar
14
Demam dialami os kurang lebih satu minggu yang lalu, demam hilang
timbul sejak satu minggu terakhir. Demam reda dengan pemberian obat
penurun panas yang dibeli sendiri. Nafsu makan menurun dijumpai pada
os, riwayat penurunan berat badan libih dari 10 kg dijumpai pada os.
Keringat malam hari dijumpai.
Riwayat konsumsi OAT dijumpai pada OS. Tahun 2005 dengan OAT
kategori 1 selama 6 bulan, tahun 2007 OAT kategori 1 selama 6 bulan,
tahun 2011 OAT kategori 2 selama 8 bulan.
RPT
: TB paru, Hipertensi
RPO
Abdomen :
Compos Mentis
Kulit wajah:
Normal
Mata:
Conjungtiva
anemis
Telinga:
Palpebra
inferior
15
Hidung:
Muskuloskeletal :
Sistem saraf:
Pernapasan :
Emosi :
Terkontrol
Jantung :
Vaskuler :
Normal
DESKRIPSI UMUM
Kesan Sakit
Ringan
Sedang
Berat
16
TANDA VITAL
Deskripsi:
Kesadaran
Compos mentis
Nadi
Frekuensi 84x/i
Tekanan darah
150/90 mmHg
Temperatur
Aksila: 37,6C
Pernafasan
Rektal : tdp
TELINGA
HIDUNG
RONGGA MULUT
DAN TENGGORAKAN
MATA
THORAX
17
Depan
Belakang
Inspeksi
Simetris
Simetris
Palpasi
Perkusi
Sonor
memendek
pada Sonor
memendek
pada
Auskultas
ronkhi
basah
pada ST:
ronkhi
Kanan : LSD
Kiri
basah
: 1 cm medial LMCS
ABDOMEN
Inspeksi
: Simetris
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: Peristaltik (+) N
pada
18
PINGGANG
Tapping pain (-) ballotement (-)
INGUINAL
Pembesaran KGB (-)
EKSTREMITAS:
Superior: Tofus (-/-), sianosis (-) clubbing (-)
Inferior : edema (-)
Akral : Hangat , Edem pretibial (-)
ALAT KELAMIN:
Tidak dilakukan pemeriksaan
NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis (+) Normal
Reflek Patologis (-)
19
Hasil Laboratorium :
Hb
: 12,1 g%
Eritrosit
: 4,35 x 106/mm3
Leukosit
: 11,27 x 103/mm3
Trombosit
: 298.000/mm3
Hematokrit
: 37,0 %
Hirung jenis
Neutrofil
: 79,6
Limfosit
: 13,8
Monosit
: 4,2
Eosinofil
:2
Basofil
: 0,4
20
: 143 mg/dl
: 140 mEq/l
Kalium
: 3,6 mEq/l
Klorida
: 106mEq
Ureum
: 15,6 mg/dl
Kreatinin
: 0.63 mg/dl
: 7,456
pCO2
: 33,4 mmHg
pO2
: 176,5 mmHg
HCO3
: 23,0 mmol/l
Total CO2
: 24,0 mmol/l
BE
: -0,4 mmol/l
Saturasi O2
: 99,6%
Bed rest
O2 2-4 l/menit
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Injeksi Ranitidine 50 ng/8 jam
Codein 2x10 mg
Amlodipine 1x10 mg
Ramipril 1x1 mg
Inj. Kanamycin 750 mg/ hari
Levofloxacin 250 mg 1x3
Etionamide 250 mg 1x2
Sikloserin 250 mg 1x2
Pyrazinamide 50 mg 1x2
Vit B6 50 mg 1x2
21
Konsul Kardiologi
22
Tanggal
O
Tanggal
09/10/1
4
s/d
26/09/1
..
4 s/d
Sens : CM
08/10/1
TD :
160/90
Batuk
mmHg
Darah HR : 84 x/i
(+),
sesak
nafas
(+),
RR : 24
x/i
T
37,70C
Terapi
Diagnostik
A
P
- Pemeriksa
Bed rest
Terapi
Diagnostik
O2 2-4
an BTA
Batuk Sens : CM
TB Paru
Bed rest
l/menit
DS 3xIVFD NaCl
(+)
MDR
TD : IVFD NaCl
SPS 0,9% 20 gtt/i
0,9%
20
gtt/i
- Pemeriksa
Inj.Ranitidin
130/80
Injeksi
an kultur
e 50mg/hari
mmHg
Ceftriaxone 1
Codein
dan uji
HR : 80gr/12
x/i jam
2x10mg
sensitivita
Injeksi
Amlodipine
RR : 20
s sputum
Transamine
1x10mg
x/i
dan
Ramipril
500 mg/8 jam
Hemaptoe
Injeksi Vit
cairan1x1mg
Berat ecTPost:
K /12jam
pleuraInj,
TB Paru36,60C Injeksi
- Pemeriksa
Kanamysin
DD: TB Paru
Ranitidine 1
an Gene
750mg/hari
MDR
Levofloxacin
amo/12 jam
X-Pert
Amlodipine - Pemeriksa
250mg 1x3
1x5 mg
an CTEtionamide
Ranipril 1x5
Scan 250mg 1x2
Sikloserin
mg
Thorax
Rifampisin
250mg 1x2
- Pemeriksa
Pyrazinamid
450mg 1x1
an KGD
Pyrazinamid
e 500mg 1x2
N,
2jam
Vit B6 50mg
1000mg 1x1
Ethambutol
PP dan
1x2
250mg 1x3
Hba1cOmz 2x CI
Streptomicin- LFT Antasida Syr
250 mg 1x3 - RFT 3xCII
S
23
BAB 4
KESIMPULAN
Pasien atas nama Sulanti, 41 tahun didiagnosa TB paru MDR, melalui hasil
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Hill AT, Wallace WA, Emmanuel X. Pulmonary Infection. Oxford New
York: CRC press; 2005: 73
2. Fitzpatrick C, Floyd K, Lienhardt C. et al. The Global Plan To Stop TB
20112015. Mandelbaum-Schmid J, Burnier I, Hiatt T. et al. edts. WHO
2011:5
3. Utarini A, Wuryaningtyas B, Basri C. Strategi Nasional Pengendalian TB
di Indonesia 2010-2014. Mustikawati DE, Surya A, editor. Jakarta:
Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia
Direktorat
Jenderal
25
Health
Organization.
Guidelines
for
the
programmatic