oleh :
Priska Natalia 07120015
Preseptor :
dr. Djunianto,Sp.PD
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Di negara maju, sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar
ketiga pada pasien yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke
tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun
akibat penyakit ini. Sirosis hepatis merupakan penyakit hati yang sering
ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di
Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi
berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian
atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, asites, Spontaneous bacterial
peritonitis serta Hepatosellular carsinoma. Gejala klinis dari sirosis hati
sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat
jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus Sirosis
hepatis yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh
populasi penyakit ini, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara
kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi.
B. DEFENISI
Istilah Sirosis hepatis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari
kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan
warna pada nodulnodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat
dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisasi yang difuse dari
struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan
yang mengalami fibrosis. Secara lengkap Sirosis hati adalah suatu penyakit
dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem
arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi
penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami
regenerasi.
C. INSIDENS
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar
40 49 tahun.
D. ETIOLOGI
2
Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.
1. Faktor keturunan dan malnutrisi
WATERLOO (1997) berpendapat bahwa factor kekurangan nutrisi terutama
kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya Sirosis Hepatis.
Menurut CAMPARA (1973) untuk terjadinya Sirosis Hepatis ternyata ada
bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin.
2. Hepatitis virus
Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari Sirosis
Hepatis. Dan secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak
mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa
serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan
hepatitis virus A. Penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang
menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B
akut akan menjadi kronis. Apalagi bila pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan HBs Ag positif dan menetapnya e-Antigen lebih dari 10 minggu
disertai tetap meningginya kadar asam empedu puasa lebih dari 6 bulan,
maka mempunyai prognosis kurang baik (Sujono Hadi).
3. Zat hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut
akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik
akan berupa Sirosis Hepatis. Pemberian bermacam obat-obatan hepatotoksik
secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan
setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat
terjadi Sirosis Hepatis. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut adalah
alcohol. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah penimbunan lemak dalam
hati (Sujono Hadi).
4. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang
muda dengan ditandai Sirosis Hepatis, degenerasi ganglia basalis dari otak,
dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan
disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi
bawaan dan sitoplasmin.
5. Hemokromatosis (kelebihan beban zat besi)
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan
3
hepatis ini, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak.
Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui
melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari
pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan
regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan
penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut
menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan
hati akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi Portal dan Asites. Semua
darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal
dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan
darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa
dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini
menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ
tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja
dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita
dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur
mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring
telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna
biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah
dan keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat
hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan
pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan
pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh
darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita
sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang
mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan
distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus,
lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering
mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang
tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan
menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi
untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus
gastrointestinal. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis
ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma
5
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
varises oesophagus
splenomegali
perubahan sum-sum tulang
caput meduse
asites
collateral veinhemorrhoid
kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)
Skor
1
<2
2 - <3
>3
Albumin(gr%)
>3,5
2,8 - <3,5
<2,8
>70
40 - <70
<40
Minimal sedang
Banyak
Tidak ada
Std I & II
Bilirubin (mg%)
Asites
Hepatic enchepalopathy
F. PATOGENESIS
Mekanis
Pada daerah hati yang mengalami nekrosis konfluen, kerangka reticulum
lobul yang mengalami kolaps akan berlaku sebagai kerangka untuk
terjadinya daerah parut yang luas. Dalam kerangka jaringan ikat ini, bagian
parenkim hati yang bertahan hidup berkembang menjadi nodul regenerasi.
7
Teori Imunologis
Sirosis Hepatis dikatakan dapat berkembang dari hepatitis akut jika melalui
proses hepatitis kronik aktif terlebih dahulu. Mekanisme imunologis
mempunyai peranan penting dalam hepatitis kronis. Ada 2 bentuk hepatitis
kronis :
-
G. PATOFISIOLOGI
Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada penderita Sirosis
Hepatis, yaitu :
-
H. KLASIFIKASI
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
2. Makronodular
3. Campuran
(yang
memperlihatkan
gambaran
mikro-dan
makronodular)
Sirosis Hepatis tanpa kegagalan faal hati dan hipertensi portal. Sirosis
Hepatis ini mungkin tanpa gejala apapun, tapi ditemukan secara
kebetulan pada hasil biopsy atau pemeriksaan laparoskopi
Sirosis Hepatis dengan kegagalan faal hati dan hipertensi portal. Pada
penderita ini sudah ada tanda-tanda kegagalan faal hati misalnya ada
ikterus, perubahan sirkulasi darah, kelainan laboratirim pada tes faal
hati. Juga ditemukan tanda-tanda hipertensi portal, misalnya asites,
splenomegali, venektasi di perut.
I. LABORATORIUM
Urine
Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita ada
ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi natrium berkurang,
dan pada penderita yang berat ekskresinya kurang dari 3 meq (0,1).
Tinja
9
J. KOMPLIKASI
1.
Perdarahan gastrointestinal
Hipertensi portal menimbulkan varises oesopagus, dimana suatu saat
akan pecah sehingga timbul perdarahan yang masih.
2.
Koma Hepatikum.
3.
Ulkus Peptikum
4.
Karsinoma hepatosellural
Kemungkinan timbul karena adanya hiperflasia noduler yang akan
berubah
menjadi adenomata multiple dan akhirnya menjadi karsinoma yang
multiple.
5.
Infeksi
Misalnya : peritonisis, pnemonia, bronchopneumonia, tbc paru,
glomerulonephritis
kronis,
pielonephritis,
sistitis,
peritonitis,
endokarditis,
srisipelas, septikema
6.
Penyebab kematian
10
K. PENATALAKSANAAN
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi
bagian
pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan
pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi
induksi
IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari
a) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x
seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat
badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang
diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
b) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis
yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu
yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48
minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
c) Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan
dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di
serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti:
a.
Astises
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
- Istirahat
- Diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan
istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan
dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.
- Diuretik
11
12
Ensefalophaty hepatic
Suati syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita
penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan
13
L. KESIMPULAN:
Mengingat pengobatan sirosis hati hanya merupakan simptomatik dan
mengobati penyulit, maka prognosa Sirosis Hati bisa jelek. Namun penemuan
sirosis hati yang masih terkompensasi mempunyai prognosa yang baik. Oleh
karena itu ketepatan diagnosa dan penanganan yang tepat sangat
dibutuhkan dalam penatalaksanaan sirosis hati.
14
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I FKUI. Jakarta. 2007.
Huriawati Hartanti, dkk. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
Sabatine M, 2011. Pocket Medicine 4th Edition. The Massachusetts General
Hospital Handbook of Internal Medicine.
Price S and Wilson L, 2005. Patofisiologi Volume 1. Jakarta. EGC.
Cirrhosis Hepatis oleh Noname. disadur dari: http://emedicine.medscape.com
15
KASUS
Telah dirawat seorang pasien laki-laki bernama Dodi Hermadi, berusia 37
tahun, di RSUD Lubuk Basung sejak tanggal 9 Februari 2012, dengan:
Keluhan Utama: Muntah darah sejak 12 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang:
-
BAK normal.
Nyeri ulu hati (-), rasa dada terbakar atau panas (-)
Riwayat Pekerjaan:
-
Riwayat Kebiasaan:
-
PemeriksaanFisik:
16
KeadaanUmum
Kesadaran
: Sedang
TekananDarah
: 110/60
Nadi
: 92 x/menit
Nafas
: 20 x/menit
Suhu
: 36,8oC
Kulit
KGB
Kepala
: normocephal
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
: caries (+)
Leher
Dada
Paru
17
kiri:
jari
medial
LMCS RIC V
A :irama jantung murni, regular, M1>M2, P2<A2, bising (-)
Perut
tumpul,
permukaan rata, konsistensi kenyal padat.
Lien teraba membesar schufner 2-3
Pc: timpani, shifting dullness (-)
A :bising usus (+) normal
Punggung : CVA Nyeri tekan (-), Nyeri ketok (-)
Alat kelamin
Anus
: tidak diperiksa
: tidak diperiksa
PemeriksaanPenunjang:
Laboratorium
Hb: 7,5
Leukosit: 6.000
Ht : 24
Trombosit: 55.000
HbSAg (-)
SGOT : 52 (N:31-37)
GDS: 86
SGPT : 43 (N:32-42)
18
Sedimen eritrosit (-), Leukosit 2-3/LPB, Silinder (-), kristal (-), epitel
0-2/LPB
DiagnosaKerja:
Hematemesis ec ruptur varises esophagus ec sirosis hepatis.
Pemeriksaan:
-
D/ U/ F rutin
USG abdomen
Pengobatan:
-
Diet hepar I
Furosemid 3x1
19
DISKUSI
Tn. Dodi Hermadi, laki-laki, berusia 37 tahun, masuk kebangsal IP
RSUD Lubuk Basung pada tanggal 9 Februari 2012, dengan keluhan utama
muntah darah sejak 12 jam SMRS.
Dari autoanamnesa didapatkan keluhan muntah darah sejak 12 jam
SMRS. Pasien memiliki riwayat BAB berwarna hitam saat muntah darah.
Riwayat sakit kuning dan mata berwarna kuning diakui. Kebiasaan minum
alkohol sejak remaja diakui pasien. Sedangkan dari pemeriksaan fisik
didapatkan palpasi hepar teraba 3 jari bawah arkus costarum dengan pinggir
tumpul, permukaan rata, konsistensi kenyal padat. Lien teraba membesar
dengan skala skufner 2-3.
Dari hasil di atas kami menyimpulkan diagnosa kerja pasien adalah
hematemesis ec ruptur varises esophagus ec sirosis hepatis. Keluhan
muntah berwarna hitam kami curigai sebagai varises esophagus yang pecah
akibat hipertensi porta yang merupakan salah satu dari gejala klinis dari
sirosis hepatis. Mata yang berwarna kuning menandakan adanya
peningkatan bilirubin. Hal ini dapat terjadi karena terjadi gangguan
mekanisme bilirubin di hati. Akibat lain dari hipertensi porta adalah
terbentuknya pembuluh darah kolateral yang memungkinkan terjadinya
perdarahan saluran cerna sehingga ditemukan BAB pasien pernah berwarna
hitam. Lien yang teraba membesar bisa terjadi karena aliran darah yang
banyak ke lien akibat hipertensi porta.
Namun berdasarkan tinjauan pustaka, selain gejala di atas juga
terdapat tanda dan gejala sirosis hepatis lainnya, yaitu edema, asites, spider
nevi, alopesia pectoralis, ginekomastia, rambut pubis rontok, eritema
palmalis, atrofi testis, dan kelainan darah yang merupakan tanda dari
kegagalan hati. Untuk spider nevi, alopesia pectoralis, ginekomastia, rambut
pubis rontok, eritema palmaris, serta atrofi testis, disebabkan oleh
peningkatan estradiol. Terdapat juga kaput medusa, asites dan vena
kolateral yang merupakan tanda dari hipertensi porta. Namun tanda dan
gejala di atas tidak ditemukan pada pasien.
20