Anda di halaman 1dari 20

Case Report Session

HEMATEMESIS ec RUPTUR VARISES ESOFAGUS ec SIROSIS HEPATIS

oleh :
Priska Natalia 07120015

Preseptor :
dr. Djunianto,Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD LUBUK BASUNG
2012

TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Di negara maju, sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar
ketiga pada pasien yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke
tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun
akibat penyakit ini. Sirosis hepatis merupakan penyakit hati yang sering
ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di
Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi
berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian
atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, asites, Spontaneous bacterial
peritonitis serta Hepatosellular carsinoma. Gejala klinis dari sirosis hati
sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat
jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus Sirosis
hepatis yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh
populasi penyakit ini, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara
kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi.

B. DEFENISI
Istilah Sirosis hepatis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari
kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan
warna pada nodulnodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat
dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisasi yang difuse dari
struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan
yang mengalami fibrosis. Secara lengkap Sirosis hati adalah suatu penyakit
dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem
arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi
penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami
regenerasi.
C. INSIDENS
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar
40 49 tahun.
D. ETIOLOGI
2

Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.
1. Faktor keturunan dan malnutrisi
WATERLOO (1997) berpendapat bahwa factor kekurangan nutrisi terutama
kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya Sirosis Hepatis.
Menurut CAMPARA (1973) untuk terjadinya Sirosis Hepatis ternyata ada
bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin.
2. Hepatitis virus
Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari Sirosis
Hepatis. Dan secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak
mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa
serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan
hepatitis virus A. Penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang
menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B
akut akan menjadi kronis. Apalagi bila pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan HBs Ag positif dan menetapnya e-Antigen lebih dari 10 minggu
disertai tetap meningginya kadar asam empedu puasa lebih dari 6 bulan,
maka mempunyai prognosis kurang baik (Sujono Hadi).
3. Zat hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut
akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik
akan berupa Sirosis Hepatis. Pemberian bermacam obat-obatan hepatotoksik
secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan
setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat
terjadi Sirosis Hepatis. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut adalah
alcohol. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah penimbunan lemak dalam
hati (Sujono Hadi).
4. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang
muda dengan ditandai Sirosis Hepatis, degenerasi ganglia basalis dari otak,
dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan
disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi
bawaan dan sitoplasmin.
5. Hemokromatosis (kelebihan beban zat besi)
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan
3

timbulnya hemokromatosis, yaitu :


a. Sejak dilahirkan, penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe.
b. Kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai pada
penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari
Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya Sirosis Hepatis.
6. Sebab-sebab lain
a. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis
kardiak.
Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap
anoksi dan nekrosis sentrilibuler.
b. Sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan
dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak
dijumpai pada kaum wanita. Saluran empedu membawa empedu
yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana empedu membantu
mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis terbanyak adalah
akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary atresia.
Pada penyakit ini empedu memenuhi hati karena saluran empedu
tidak berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna
kuning (kulit kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi
dengan pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu
meninggalkan hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anakanak yang menderita penyakit hati stadium akhir. Pada orang
dewasa, saluran empedu dapat mengalami peradangan, tersumbat,
dan terluka akibat Primary Biliary Sirosis atau Primary Sclerosing
Cholangitis. Secondary Biliary Cirrosis dapat terjadi sebagai
komplikasi dari pembedahan saluran empedu.
c. Penyebab Sirosis Hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan
dalam sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris
(menurut Reer 40%, Sherlock melaporkan 49%). Penderita ini
sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda hepatitis atau
alkoholisme, sedangkan dalam makanannya cukup mengandung
protein.
E. GEJALA KLINIS
Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan febris yang
intermiten. Adanya pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis
4

hepatis ini, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak.
Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui
melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari
pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan
regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan
penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut
menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan
hati akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi Portal dan Asites. Semua
darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal
dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan
darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa
dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini
menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ
tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja
dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita
dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur
mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring
telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna
biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah
dan keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat
hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan
pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan
pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh
darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita
sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang
mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan
distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus,
lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering
mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang
tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan
menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi
untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus
gastrointestinal. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis
ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma
5

menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi


aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan
ekskresi kalium.
Manifestasi klinis dari Sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal
yang
tersebut di bawah ini :
1. Kegagalan Prekim hati
2. Hipertensi portal
3. Asites
4. Ensefalophati hepatitis
Secara umum keluhan dari kegagalan parenkim hati dapat berupa :
a. Merasa kemampuan jasmani menurun
b. Nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat
badan
c. Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap
d. Pembesaran perut dan kaki bengkak
e. Perdarahan saluran cerna bagian atas
f. Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri (Hepatic
Enchephalopathy)
g. Perasaan gatal yang hebat
Seperti telah disebutkan diatas bahwa pada hati terjadi gangguan arsitektur
hati yang mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan kegagalan perenkym hati
yang masing-masing memperlihatkan gejala klinis berupa :
1. Kegagalan hati
a. edema
b. ikterus
c. koma
d. spider nevi
e. alopesia pectoralis
f. ginekomastia
g. kerusakan hati
h. asites
i. rambut pubis rontok
j. eritema palmaris
k. atropi testis
l. kelainan darah (anemia,hematom/mudah terjadi perdarahan)
2. Hipertensi portal
6

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

varises oesophagus
splenomegali
perubahan sum-sum tulang
caput meduse
asites
collateral veinhemorrhoid
kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)

Klasifikasi Sirosis hati menurut criteria Child-pugh :


Parameter

Skor
1

<2

2 - <3

>3

Albumin(gr%)

>3,5

2,8 - <3,5

<2,8

Prothombrin time (quick%)

>70

40 - <70

<40

Minimal sedang

Banyak

Tidak ada

Std I & II

Std III & IV

Bilirubin (mg%)

Asites
Hepatic enchepalopathy
F. PATOGENESIS

Mekanisme terjadinya proses yang berlangsung terus mulai dari hepatitis


virus menjadi Sirosis Hepatis belum jelas. Patogenesis yang mungkin terjadi
yaitu :
1. Mekanis
2. Immunologis
3. Kombinasi keduanya
Namun yang utama adalah terjadinya peningkatan aktivitas fibroblast dan
pembentukan jaringan ikat.

Mekanis
Pada daerah hati yang mengalami nekrosis konfluen, kerangka reticulum
lobul yang mengalami kolaps akan berlaku sebagai kerangka untuk
terjadinya daerah parut yang luas. Dalam kerangka jaringan ikat ini, bagian
parenkim hati yang bertahan hidup berkembang menjadi nodul regenerasi.
7

Teori Imunologis
Sirosis Hepatis dikatakan dapat berkembang dari hepatitis akut jika melalui
proses hepatitis kronik aktif terlebih dahulu. Mekanisme imunologis
mempunyai peranan penting dalam hepatitis kronis. Ada 2 bentuk hepatitis
kronis :
-

Hepatitis kronik tipe B

Hepatitis kronik autoimun atau tipe NANB

Proses respon imunologis pada sejumlah kasus tidak cukup untuk


menyingkirkan virus atau hepatosit yang terinfeksi, dan sel yang
mengandung virus ini merupakan rangsangan untuk terjadinya proses
imunologis yang berlangsung terus sampai terjadi kerusakan sel hati.
Dari kasus-kasus yang dapat dilakukan biopsy hati berulang pada penderita
hepatitis kronik aktif ternyata bahwa proses perjalanan hepatitis kronis bisa
berlangsung sangat lama. Bisa lebih dari 10 tahun.

G. PATOFISIOLOGI
Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada penderita Sirosis
Hepatis, yaitu :
-

Tekanan koloid plasma yang biasa bergantung pada albumin di


dalam serum. Pada keadaan normal albumin dibentuk oleh hati.
Bilamana hati terganggu fungsinya, maka pembentukan albumin juga
terganggu, dan kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid osmotic
juga berkurang. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr % sudah
dapat merupakan tanda kritis untuk timbulnya asites.

Tekanan vena porta. Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises


esophagus, maka kadar plasma protein dapat menurun, sehingga
tekanan koloid osmotic menurun pula, kemudian terjadilah asites.
Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali normal, maka asitesnya
akan menghilang walaupun hipertensi portal tetap ada (Sujono Hadi).
Hipertensi portal mengakibatkan penurunan volume intravaskuler
sehingga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas
plasma renin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron
berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama
natrium . dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi
natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan.
8

H. KLASIFIKASI
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
2. Makronodular
3. Campuran
(yang
memperlihatkan
gambaran
mikro-dan
makronodular)

Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :


1. Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini
belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata
Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala
sudah jelas, misalnya: ascites, edema dan ikterus.
Atau
-

Sirosis Hepatis tanpa kegagalan faal hati dan hipertensi portal. Sirosis
Hepatis ini mungkin tanpa gejala apapun, tapi ditemukan secara
kebetulan pada hasil biopsy atau pemeriksaan laparoskopi

Sirosis Hepatis dengan kegagalan faal hati dan hipertensi portal. Pada
penderita ini sudah ada tanda-tanda kegagalan faal hati misalnya ada
ikterus, perubahan sirkulasi darah, kelainan laboratirim pada tes faal
hati. Juga ditemukan tanda-tanda hipertensi portal, misalnya asites,
splenomegali, venektasi di perut.

I. LABORATORIUM
Urine
Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita ada
ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi natrium berkurang,
dan pada penderita yang berat ekskresinya kurang dari 3 meq (0,1).
Tinja
9

Mungkin terdapat kenaikan sterkobilinogen. Pada penderita ikterus ekskresi


pigmen empedu rendah.
Darah
Biasanya dijumpai normositik normokromik anemia yang ringan, kadangkadang dalam bentuk makrositer, yang disebabkan kekurangan asam folat
dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah
mengalami perdarahan gastrointestinal, maka akan terjadi hipokromik
anemia. Juga dijumpai leukopeni bersama trombositopeni. Waktu protombin
memanjang dan tidak dapat kembali normal walaupun telah diberi
pengobatan dengan vitamin K. gambaran sumsum tulang terdapat
makronormoblastik dan terjadi kenaikan plasma sel pada kenaikan kadar
globulin dalam darah.
Tes faal hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih-lebih lagi
bagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Hal ini
tampak jelas menurunnya kadar serum albumin <3,0% sebanyak 85,92%,
terdapat peninggian serum transaminase >40 U/l sebanyak 60,1%.
Menurunnya kadar tersebut di atas adalah sejalan dengan hasil pengamatan
jasmani, yaitu ditemukan asites sebanyak 85,79%.

J. KOMPLIKASI
1.
Perdarahan gastrointestinal
Hipertensi portal menimbulkan varises oesopagus, dimana suatu saat
akan pecah sehingga timbul perdarahan yang masih.
2.
Koma Hepatikum.
3.
Ulkus Peptikum
4.
Karsinoma hepatosellural
Kemungkinan timbul karena adanya hiperflasia noduler yang akan
berubah
menjadi adenomata multiple dan akhirnya menjadi karsinoma yang
multiple.
5.
Infeksi
Misalnya : peritonisis, pnemonia, bronchopneumonia, tbc paru,
glomerulonephritis
kronis,
pielonephritis,
sistitis,
peritonitis,
endokarditis,
srisipelas, septikema
6.
Penyebab kematian
10

K. PENATALAKSANAAN
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi
bagian
pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan
pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi
induksi
IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari
a) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x
seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat
badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang
diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
b) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis
yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu
yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48
minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
c) Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan
dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di
serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti:
a.
Astises
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
- Istirahat
- Diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan
istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan
dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.
- Diuretik
11

Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet


rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya
kurang dari 1 kg setelah
4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah
hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka
pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis
rendah, serta dapat
dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis
maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan
dengan furosemid.
Terapi lain :
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan
konservatif. Pada
keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis
cairan asites dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan catatan harus
dilakukan infus albumin sebanyak 6 8 gr/l cairan asites yang
dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat menurunkan masa opname
pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Childs
C, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit <
40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.
b.
Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan
parasintese. Tipe
yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites,
sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati
stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyakit ini
timbul selama masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi secara Blood
Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus
menurun dan mikroba ini beraasal dari usus. Adanya kecurigaan akan
SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut :
Spontaneous bacterial peritonitis
Sucpect grade B dan C cirrhosis with ascites
Clinical feature my be absent and WBC normal
Ascites protein usually <1 g/dl
Start antibiotic if ascites > 250 mm polymorphs (50% die & 69 % recur in
1 year)

12

Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III


(Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral.
Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan
Norfloxacin (400mg/hari)
selama 2-3 minggu.
c.
Hepatorenal syndrome
Adapun criteria diagnostik dapat kita lihat sebagai berikut :
Criteria for diagnosis of hepato-renal syndrome
Major
Chronic liver disease with ascietes
Low glomerular fitration rate
Serum creatin > 1,5 mg/dl
Creatine clearance (24 hour) < 4,0 ml/minute
Absence of shock, severe infection,fluid losses and Nephrotoxic
drugs
Proteinuria < 500 mg/day
No improvement following plasma volume expansion
Minor
Urine volume < 1 liter / day
Urine Sodium < 10 mmol/litre
Urine osmolarity > plasma osmolarity
Serum Sodium concentration < 13 mmol / litre
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang
berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan
elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat
dilakukan berupa : Ritriksi cairan,garam, potassium dan protein. Serta
menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic.
Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra
seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat
mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek pada Childs C, dan
dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi.
Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan
dan fungsi ginjal.
d.

Ensefalophaty hepatic
Suati syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita
penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan
13

kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya


enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor
pencetus, antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat
yang Hepatotoxic.
e.

Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus


Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi
sering
dinorduakan,
namun
yang
paling
penting
adalah
penanganannya lebih dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah
tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini
maka dilakukan :
Pasien diistirahatkan daan dpuasakan
Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu
transfusi
Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali
kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling
dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah
Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik,
Vitamin K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin
Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka
menghentikan
perdarahan
misalnya
Pemasangan
Ballon
Tamponade dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi aatau Oesophageal
Transection.

L. KESIMPULAN:
Mengingat pengobatan sirosis hati hanya merupakan simptomatik dan
mengobati penyulit, maka prognosa Sirosis Hati bisa jelek. Namun penemuan
sirosis hati yang masih terkompensasi mempunyai prognosa yang baik. Oleh
karena itu ketepatan diagnosa dan penanganan yang tepat sangat
dibutuhkan dalam penatalaksanaan sirosis hati.

14

DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I FKUI. Jakarta. 2007.
Huriawati Hartanti, dkk. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
Sabatine M, 2011. Pocket Medicine 4th Edition. The Massachusetts General
Hospital Handbook of Internal Medicine.
Price S and Wilson L, 2005. Patofisiologi Volume 1. Jakarta. EGC.
Cirrhosis Hepatis oleh Noname. disadur dari: http://emedicine.medscape.com

15

KASUS
Telah dirawat seorang pasien laki-laki bernama Dodi Hermadi, berusia 37
tahun, di RSUD Lubuk Basung sejak tanggal 9 Februari 2012, dengan:
Keluhan Utama: Muntah darah sejak 12 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang:
-

Muntah darah sejak 12 jam SMRS, muntah pertama kali berwarna


kecoklatan berbongkah, kemudian muntah darah merah segar
gelas sebanyak 4 kali.

Riwayat BAB hitam setelah muntah darah diakui.

BAK normal.

Nyeri ulu hati (-), rasa dada terbakar atau panas (-)

Sakit perut tidak ada, mata kuning diakui.

Riwayat sakit kuning diakui.

Riwayat demam tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu:


-

Riwayat sakit kuning 4 tahun yang lalu, berobat ke Sp.PD di


Bukittinggi, riwayat sakit kuning sebelumnya sekitar usia 15 tahun
(SMP)

Riwayat Penyakit Keluarga:


-

Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini

Riwayat Pekerjaan:
-

Pasien adalah seorang penghuni lapas, pasien ditangkap sebagai


pengguna sabu-sabu.

Riwayat Kebiasaan:
-

Kebiasaan minum alkohol sejak remaja dan baru berhenti 3 tahun


yang lalu.

PemeriksaanFisik:
16

KeadaanUmum
Kesadaran

: Sedang

: Compos Mentis Cooperatif

TekananDarah

: 110/60

Nadi

: 92 x/menit

Nafas

: 20 x/menit

Suhu

: 36,8oC

Kulit

: turgor kulit normal, spider nevi (-)

KGB

: tidak ada pembesaran

Kepala

: normocephal

Rambut

: hitam, tidak mudah dicabut

Mata

: conjungtiva tidak anemis, sclera ikterik

Telinga

: tidak ada kelainan

Hidung

: tidak ada kelainan

Tenggorokan : tidak ada kelainan


Gigi danmulut

: caries (+)

Leher

: JVP 5-2 cmH2O

Dada

Paru

I : simetris kiri dan kanan


P : fremitus kiri dan kanan sama
Pc: sonor di kedua lapangan paru
A :vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Jantung I : ictus tidak terlihat


P : ictus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

17

Pc: batas atas: RIC II; kanan: LSD

kiri:

jari

medial

LMCS RIC V
A :irama jantung murni, regular, M1>M2, P2<A2, bising (-)

Perut

I : tidak tampak membuncit, vena kolateral (-)


P: hepar teraba 3 jari dibawah arkus costarum, pinggir

tumpul,
permukaan rata, konsistensi kenyal padat.
Lien teraba membesar schufner 2-3
Pc: timpani, shifting dullness (-)
A :bising usus (+) normal
Punggung : CVA Nyeri tekan (-), Nyeri ketok (-)
Alat kelamin
Anus

: tidak diperiksa

: tidak diperiksa

Anggota gerak: udem (-), reflekfisiologis +/+, reflekpatologis -/-,


palmar eritema (-)

PemeriksaanPenunjang:
Laboratorium

Hb: 7,5

Leukosit: 6.000

Ht : 24

Trombosit: 55.000

HbSAg (-)

SGOT : 52 (N:31-37)

GDS: 86

SGPT : 43 (N:32-42)

Bil. Tot : 1,8 (N:<1,1)

Bil. Direk : 0,92 (<0,8)

Bil. Indirek : 0,88 (N:<0,2)


Urinalisis Albumin (-), Bilirubin (-), Urobilin (N)

18

Sedimen eritrosit (-), Leukosit 2-3/LPB, Silinder (-), kristal (-), epitel
0-2/LPB
DiagnosaKerja:
Hematemesis ec ruptur varises esophagus ec sirosis hepatis.
Pemeriksaan:
-

D/ U/ F rutin

USG abdomen

Pengobatan:
-

IVFD NaCl 0,9% 20 tts/1

Inf. Ciprofloxacin 2x200 mg IV

Inj. Transamin 1 amp (extra)

Inj. Transamin 3x1 amp IV

Inj. Vit K 1 amp (extra)

Inj. Vit K 3x1 amp IV

Sementara puasa hingga NGT bersih

Diet hepar I

Furosemid 3x1

Inj. Omeprazole 1 amp/24 jam/IV

Transfusi 2 kantong darah tanggal 10 Februari 2012

19

DISKUSI
Tn. Dodi Hermadi, laki-laki, berusia 37 tahun, masuk kebangsal IP
RSUD Lubuk Basung pada tanggal 9 Februari 2012, dengan keluhan utama
muntah darah sejak 12 jam SMRS.
Dari autoanamnesa didapatkan keluhan muntah darah sejak 12 jam
SMRS. Pasien memiliki riwayat BAB berwarna hitam saat muntah darah.
Riwayat sakit kuning dan mata berwarna kuning diakui. Kebiasaan minum
alkohol sejak remaja diakui pasien. Sedangkan dari pemeriksaan fisik
didapatkan palpasi hepar teraba 3 jari bawah arkus costarum dengan pinggir
tumpul, permukaan rata, konsistensi kenyal padat. Lien teraba membesar
dengan skala skufner 2-3.
Dari hasil di atas kami menyimpulkan diagnosa kerja pasien adalah
hematemesis ec ruptur varises esophagus ec sirosis hepatis. Keluhan
muntah berwarna hitam kami curigai sebagai varises esophagus yang pecah
akibat hipertensi porta yang merupakan salah satu dari gejala klinis dari
sirosis hepatis. Mata yang berwarna kuning menandakan adanya
peningkatan bilirubin. Hal ini dapat terjadi karena terjadi gangguan
mekanisme bilirubin di hati. Akibat lain dari hipertensi porta adalah
terbentuknya pembuluh darah kolateral yang memungkinkan terjadinya
perdarahan saluran cerna sehingga ditemukan BAB pasien pernah berwarna
hitam. Lien yang teraba membesar bisa terjadi karena aliran darah yang
banyak ke lien akibat hipertensi porta.
Namun berdasarkan tinjauan pustaka, selain gejala di atas juga
terdapat tanda dan gejala sirosis hepatis lainnya, yaitu edema, asites, spider
nevi, alopesia pectoralis, ginekomastia, rambut pubis rontok, eritema
palmalis, atrofi testis, dan kelainan darah yang merupakan tanda dari
kegagalan hati. Untuk spider nevi, alopesia pectoralis, ginekomastia, rambut
pubis rontok, eritema palmaris, serta atrofi testis, disebabkan oleh
peningkatan estradiol. Terdapat juga kaput medusa, asites dan vena
kolateral yang merupakan tanda dari hipertensi porta. Namun tanda dan
gejala di atas tidak ditemukan pada pasien.

20

Anda mungkin juga menyukai