A. TRANSPORT OBAT
Transport merupakan suatu peristiwa perpindahan dari satu tempat ke
tempat yang lain disertai dengan penembusan membran seluler. Kecuali
metabolisme, proses farmakokinetika melibatkan transport membran tersebut.
Obat berpindah-pindah dalam tubuh melalui dua jalan yaitu transfer difusional
misalnya molekul ke molekul, dengan jarak yang pendek, transfer beraliran
misalnya dalam aliran darah. Dalam aliran darah (sistem kardiovaskuler), transfer
beraliran tidak dipengaruhi oleh sifat kimiawi obat. Sedangkan pada transfer
difusi dipengaruhi oleh ukuran molekul obat dan kelarutannya dalam lipid.
Semakin kecil ukuran partikel suatu obat maka proses transport obat juga
semakin besar dan semakin larut dalam lipid maka transfer pada barrier
hidrofobik semakin besar pula.
Membran sel
Barrier antara dua kompartemen dalam tubuh terdiri dari membran sel.
Membran tersebut memisahkan antara kompartemen ekstraseluler dengan
intraseluler. Yang dimaksud dengan membran sel adalah suatu organel yang
memisahkan isi sel dari lingkungan sekitarnya. Komposisi dari membran sel dan
fungsinya disajikan pada tabel V dan gambaran membran sel disajikan pada
gambar 10.
Ketebalan ( A )
Protein
lapisan hidrofilik
20-25
Trigliserida
lapisan lipofilik
25-35
Steroid (kolesterol)
barier bimoleuler
25-35
Fosfolipida (lesitin)
barier bimoleuler
25-35
Protein
lapisan hidrofilik
20-25
Gambar 11. membran menu rut model mozaik cair (Albert et a/., 1994).
Mekanisme transport
Mekanisme transport disajikan pada tabel dan gambar berikut ini:
Karakteristik
absorpsi
Difusi pasif
Contoh
kadar obat
Alkohol, urea,
amidopirin
Glikosida jantung
Transport
aktif
Bersifat spesifik
organic
Glikosida jantung
kompetitif
Vit. B, testosteron,
dinitrofenol) menghambat
transport
Transport
konvektif
maupun anorganik
viskositas
Ion
organik
yang
Diameter pori 7 A
bermuatan berbeda
dg pori
hidrostatik
Transport
Elektrolit
fasilitatif
Sulfonamid
terisonisiasi
VitB12
Asam sulfonat
Ammonium kuartener
kadar obat
Membutuhkan karier
Bersifat spesifik
Transport
pasangan
ion
medium / membran
Pinositosis
B. ABSORPSI
Absoprsi menggambarkan kecepatan pada saat obat meninggalkan
tempat / sisi pemberian. Obat agar dapat diabsorpsi harus dilepaskan dari bentuk
sediaannya sebagai contoh apabila obat dalam bentuk tablet maka harus
mengalami disintegrasi sediaan dan disolusi senyawa aktifnya. Pelepasan obat
dari sediaannya tergantung dari faktor fisika kimiawi obat, bentuk sediaan, dan
lingkungan dalam tubuh tempat obat diabsorpsi. Dalam hal ini, formulasi bentuk
sediaan adalah faktor paling penting dalam pelepasan obat.
Apabila molekul obat terikat pada permukaan kulit atau mukosa oleh
ikatan ion, ikatan hidrogen atau van der Waal dinamakan adsorpsi. Sedangkan
jika obat mencapai lapisan yang lebih dalam tapi tidak mencapai kapiler darah
dinamakan peristiwa penetrasi. Kemudian, obat menembus melalui dinding
kapiler dan menuju sirkulasi sistemik dinamakan absorpsi. Secara ringkas,
Defmisi absorpsi adalah perpindahan obat dari tempat pemberian ke sirkulasi
sistemik (peredaran darah).
Obat harus berada dalam larutan air pada tempat absorpsi agar dapar dapat
diabsorpsi. Absorpsi suatu obat dapat terjadi pada bagian bukal, sublingual
(bawah lidah), gastrointestinal (saluran cerna), kulit (kutan), otot (muskular),
rongga perut (peritoneal), mata (okular), nasal (hidung), paru atau rektal.
Mekanisme absorpsi bisa dengan cara difusi pastf, transport aktif, transport
konvektif, difusi terfasilitasi, transport pasangan ion dan pinositosis. Obat dapat
diabsorpsi dengan beberapa jalur mekanisme.
obat
tidak
optimal
diabsorpsi.
Kulit
kurang
permeabel
dibandingkan mukosa (mulut, gastrointestinal, rektal dan paru). Bahkan area kulit
hanya 1,73 m2, sedangkan area permukaan absorpsi paru adalah 70 m2. Luas
area permukaan absorpsi gastrointestinal adalah paling luas 120 m2 karena
terdapat makrovili dan mikrovili pada usus halus. Dengan pertimbangan tersebut,
banyak obat yang diberikan secara oral dengan harapan tempat absorpsinya
terjadi
pada
traktus
gastrointestinal.
Gambaran
absorpsi
pada
traktus
Bioavailibilitas
Bioavailibilitas atau ketersediaan hayati merupakan parameter keefektifan
suatu obat diabsorpsi. Bioavailibilitas merupakan suatu istilah yang digunakan
untuk menggambarkan kandungan obat dimana obat dapat mencapai tempat
aksinya. Sebagai contoh obat yang diabsorpsi dari lambung dan usus (intestin)
harus pertama kali melalui hati sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Apabila
obat dimetabolisme di hati dan diekskresi pada empedu, beberapa obat aktif
akan diinaktivasi sebelum mencapai tempat aksinya. Dan apabila kapasrtas
metabolisme atau ekskresi hati terhadap obat adalah besar maka bioavailibilitas
akan berkurang dan peristiwa ini disebut efek lintas pertama (first-pass effect).
Bioavailibilitas merupakan fungsi dari dua hal yaitu kecepatan obat
terabsorpsi dan jumlah obat yang diabsorpsi. Dua faktor tersebut dapat diukur
dengan cara in vitro (metode kantong usus atau usus terbalik), in situ (metode
Doluisio) dan in vivo (mengukur kadar obat baik dalam darah maupun urin pada
waktu-waktu tertentu).
2.
Ukuran partikel
Untuk obat yang sukar larut dalam air, ukuran partikel sangat mmpengaruhi.
Obat-obat dengan ukuran partikel kecil relatif mudah larut dalam cairan
dibandingkan partikel dengan ukuran yang besar.
3.
4.
lonisasi
Sebagian besar obat merupakan suatu elektrolit lemah sehingga ionisasinya
dipengaruhi oleh pH medium. Dalam mediumnya obat tersebut dalam dua
bentuk yaitu bentuk terion yang lebih mudah larut dalam air dan bentuk tak
terionkan yang mudah larut dalam lipid dan lebih mudah diabsorpsi.
5.
6.
7.
Motilitas usus
Motilitias usus yang besar misalnya pada saat diare dapat mengurangi
absorpsi obat karena waktu kontak antara obat dengan absorpsinya adalah
pendek.
8.
9.
Cara pemberian
Cara pemberian obat dapat dilakukan dengan jalur enteral dan parenteral.
Pemberian enteral adalah pemberian obat melalui saluran cerna atau dari
rongga mulut sampai poros usus contohnya adalah peroral, sublingual,
bukal dan rektal, sedangkan pemberian parenteral adalah pemberian obat di
luar saluran cerna misalnya topikal, suntikan dan inhalasi. Selain itu,
pemberian obat dibedakan berdasarkan sistem vaskuler atau pembuluh
darah menjadi pemberian intravaskuler dan ekstravaskuler. Pemberian
intravaskuler adalah pemberian obat melalui sirkulasi sistemik (pembuluh
darah) misalnya intravena, intraarteri dan intrakardial, sedangkan pemberian
ekstravaskuler adalah pemberian obat diluar sirkulasi sistemik misalnya
subkutan, peroral dan intramuskular.
C. DISTRIBUSI
Cairan tubuh didistibusikan ke empat kompartemen utama seperti
disajikan pada gambar 16. Cairan tubuh total dalam prosentase berat badan
adalah bervariasi 50 hingga 70 %. Pada wanrta lebih rendah dibandingkan pada
pria.
Barter darah-otak
Barter mengandung beberapa lapisan sel endotelial yang digabungkan
oleh tight junction. Otak sulit ditembus oleh beberapa obat misalnya beberapa
obat antikanker dan antibiotik misalnya aminoglikosida karena barter tersebut
bersifat lipid solubel. Pada kondisi inflamasi misalnya meningitis, dapat
menggangu integritas barter sehingga beberapa obat dapat menembusnya.
Penisilin diberikan pada meningitis karena pada kondisi penyakit tersebut dapat
menembus barter otak. Beberapa peptida seperti bradikinin dan enkefalin dapat
meningkatkan permeabilitas barter darah otak dengan meningkatkan proses
pinosttosis. Hal ini dijadikan suatu pendekatan dalam strategi kemoterapi pada
tumor otak.
Volume distribusi
Volume distribusi adalah volume cairan tubuh tempat suatu obat pada
akhirnya terdistribusikan, dinotasikan Vd. Volume distribusi menggambarkan luas
distribusi obat dalam tubuh. Volume distribusi merupakan parameter kuantitatif
distribusi.
Q
Vd
=
Cp
Dimana Q adalah jumlah obat total dan Cp adalah konsentrasi obat dalam darah.
Volume distribusi dari beberapa obat disajikan pada tabel VII.
Volume plasma berkisar 0,05 L/kg BB. Beberapa obat misalnya heparin
yang hanya didistribusikan pada kompartemen plasma karena molekulnya terlalu
besar untuk menembus dinding kapiler. Di samping itu juga disebabkan karena
ikatan yang kuat dengan protein plasma. Volume ekstraseluler berkisar 0,2 L/kg
dan tepat untuk obat-obat yang bersifat polar misalnya vekuronium, gentamisin
dan karbesilin. Obat tersebut sulit menembus sel karena kelarutan lipid-nya
rendah sehingga tidak dapat menembus barier darah-otak dan plasenta. Cairan
total tubuh berkisar 0,55 L/kg dan volume distribusi dicapai oleh obat yang larut
dalam lipid misalnya fenitoin. Ikatan obat diluar kompartemen plasma seperti
pada lemak tubuh akan meningkatkan volume distribusi.
Tabel
VII
Volume
distribusi
beberapa
obat
dibandingkan
volume
Vd (L/kg BB)
Obat
0,05
0,05-0,1
Heparin, Insulin
0,1 -0,2
Warfarin, Sulfametoksasol,
Plasma
Glibenklamid, Atenolol
0,2
0,55
Cairan
0,2 - 0,4
Tubokurarin
ekstraseluler
0,4 - 0,7
Teofilin
Cairan total
<1
tubuh
1 -2
Metotreksat, Indometasin,
Parasetamol, Diazepam,
Lignokain
2-5
>10
Nortriptilm, Imipramin
sedangkan obat basa terikat lemah pada albumin. Ikatan tersebut bersifat
reversibel dan tidak spesifik.
Gambar 17. Distribusi dan ikatan obat terhadap plasma dan protein jaringan
(Ritschel, 1992)
D = obat bebas; D-P = obat terikat protein plasma; D-T = obat terikat protein
jaringan; D-R obat terikat reseptor biofase; [ ] = konsentrasi;
seimbang,
kondisi
ikatan obat dan protein sebesar lebih dari 80-90 % dan volume distribusinya kecil
( < 0,15 mL/g). Sebagai contoh warfarin dapat didesak oleh klofibrat atau asam
mefenamat sehingga meningkatkan efek antikoagulasi warfarin sehingga
penderita dapat mengalami pendarahan.
obat
disebut
Sel
Sel parenkim (hepatosit)
Ginjal
Paru
Usus
Kulit
Sel epitel
Testis
p-asam
klorofenilasetat)
atau
N4-asetilsulfanilamid
(metabolit
dikatalisnya.
Purifikasi
enzim
P-450
dan
klonining
cDNA
dapat
diekskresikan dan mengubah molekui obat yang aktif menjadi metabolit yang
relatif kurang aktif. Contoh metabolisme obat fase II adalah reaksi konjugasi
sulfat, konjugasi glukuronat dan konjugasi merkapturat.
Gugus yang sering terlibat dalam reaksi konjugasi adalah sulfat, metil,
asetil, glisil dan glukuronil. Pembentukan glukuronida melibatkan pembentukan
senyawa fosfat energi tinggi, uridin difosfat asam glukuronat (UDPGA), dari
bagian asam glukuronat ditransfer pada atom kaya elektron (N, O atau S) pada
substrat membentuk suatu amida, ester atau tiol. Reaksi tersebut dikatalis oleh
enzim UDP glukuronil transferase yang mempunyai spesifikasi substrat yang
luas sehingga rekasi tersebut dapat terjadi pada beberapa obat dan juga pada
senyawa endogen seperti bilirubin dan kortikosteroid adrenal. Reaksi asetilasi
dan metilasi terjadi berturut-turut dengan asetil-KoA dan S-adenosil metionin
beraksi sebagai senyawa donor.
Beberapa reaksi metabolisme baik fase I maupun II beserta contoh obatobatnya disajukan pada tabel IX, dan Beberapa gugus fungsional obat beserta
kemungkinan reaksi metabolismenya disajikan pada tabel X.
Cincin aromatik
Hidroksilasi
Deam.nasi, metilasi
Dealkilasi,metilasi
Gugus Sulfhidnl
Tabel XI. Durasi, waktu paro dan aktivitas enzim metabolisme pada
beberapa makhluk hidup (Gibson dan Skett, 1986)
Spesies
Mencit
12
19
598
Kelinci
49
60
196
Tikus
90
140
135
Anjing
315
260
36
dengan
kemampuannya
menginduksi
atau
E. EKSKRESI
Ekskresi merupakan perpindahan obat dari sirkulasi sistemik (darah)
menuju ke organ ekskresi. Obat mengalami ekskresi untuk keperluan
detokstfikasi obat tersebut. Apabila obat tidak diekskresi maka obat akan
tertinggal dalam tubuh dan mengakibatkan ketoksikan pada organisme
bersangkutan. Tempat atau jalur ekskresi adalah melalui ginjal (organ utama),
hati atau empedu, paru, kelenjar saliva, kelenjar susu dan kelenjar keringat,
seperti disajikan pada tabel XII. Pada kesempatan ini hanya dibahas detail
ekskresi melalui ginjal dan hati karena dua mekanisme tersebut merupakan
mekanisme ekskresi dari kebanyakan obat.
Mekanisme
Contoh
Urin
tubular aktif
kuartener, pinositosis
kuinin, tetrasiklin
Intestin / usus
Saliva
Empedu
dan eter
Difusi pasif
Paru
Keringat
Difusi pasif
Susu
Mekanisme ekskresi
1. Ekskresi melalui ginjal
Organ utama dalam proses ekskresi adalah ginjal. Sebelum membahas
tentang mekanisme mi, terlebih dahulu membahas anatomi dan fisiologi ginjal.
Ginjal mempunyai panjang 10-12 cm dan panjang 5-6 cm, dengan berat 120-200
g. Fungsi organ ini adalah mengekskresikan senyawa dari darah guna
memelihara atau mempertahankan miliu internal. Dalam ginjal dikenal suatu unit
unit fungsional dimana proses ekskresi terjadi yaitu nefron. Tiap ginjal
mengandung sekitar 1 juta nefron dan tiap nefron terdiri dari bagian kapiler dan
pembuluh. Bagian pembuluh terdiri dari pembuluh proksimal, lengkung Henle
dan pembuluh distal, sedangkan bagian kapiler terdiri dari glomerulus yang
terdapat dalam jaringan ikat berbentuk kapsul yang dinamakan Bowman.
Gambaran anatomi unit nefron disajikan pada gambar 18.
Darah dari arteri masuk ke jaringan kapiler melalui arteri afferent. Apabila
tekanan intra-kapiler lebih tinggi daripada tekanan dalam tubulus lumen, cairan
yang mengandung senyawa teriarut pada plasma disaring menembus dinding
kapiler dan melalui pori-pori epitelium kapsul Bowman menuju lumen tubulus.
Filtrasi glomelurus dibatasi oleh suatu ukuran molekul senyawa yaitu kurang dari
20.000 dan dalam bentuk bebasnya. Selanjutnya filtrat akan melalui lumen
tubulus proksimal, lengkung Henle dan tubulus distal memasuki duktus
kolektifus. Selama proses ini senyawa obat dapat mengalami reabsorpsi ke
sirkulasi sistemik kembali. Secara ringkas, proses atau mekanisme ekskresi
ginjal melalui 3 tahap yaitu :
Filtrasi glomerulus
Sekresi atau reabsorpsi tubulus aktif
Difusi pasif menembus epitelium tubular
Gambar 18. Struktur anatomi unit nefron dan fungsinya (Ritschel, 1992)
menuju
sirkulasi
sistemik,
peristiwa
ini
dinamakan
sirkulasi
Kliren (Clearance)
Kliren renal (CLR) adalah volume plasma yang mengandung senyawa
yang dipindahkan oleh ginja! per satuan waktu. Definisi lain adalah volume darah
yang dibersihkan dari obat oleh ginjal per satuan waktu. Kliren merupakan tolok
ukur keefektifan ekskresi suatu obat. Kliren tersebut dihitung berdasarkan
konsentrasi obat dalam plasma (Cp) dan konsentrasi obat dalam urin (Cu) dan
kecepatan alir urin (Vu) seperti pada persamaan berikut ini:
CuVu
CLR=
Cp
Harga kliren renal bervariasi tergantung padsa obat yang bersangkutan dan
bervariasi hingga 700 mUmenit. Kliren renal ini merupakan representasi dari
kecepatan eliminasi obat melalui ginjal. Kecepatan eliminasi obat melalui ginjal
adalahj jumlah kecepatan filtrasi glomerulus dan kecepatan sekresi tubular
dikurangi kecepatan reabsorpsi tubular.
Pertanyaan
1.
2.
3.
REFERENSI
Albert, B., Bray, D., Lewis, J., Raff, M., Robert, K. and Watson, J.D., 1994.,
Molecular Biology of The Cell, 3rd Ed., Garland Publishing Inc., New
York.
Bowman, W.C. and Rand, M.J., 1980, Textbook of Pharmacology, 2nd Ed.,
Blackwell Scientific Publications, Melbourne.
Brody, T.M., Lamer, J.L., Minneman, K.P., and Neu, H.C. (Ed.), 1994, Human
Pharmacology, 2nd Ed., Mosby, Sydney.
Ganiswara, S.G. (Ed.), 1995, Farmakologi dan Terapi, Ed. IV, Bagian
Farmakologi FK Ul, Jakarta.
Gibson, G.G. and Skett, P., 1986, Introduction to Drug Metabolism, Chapman
and Hall, London.
Gilman,
A.G.,
Rail,
T.W.,
Nies,
A.S.,
Taylor,
P.,
(Eds.),
1996,
The
L.
and
Yu,
A.B.C.,
1999,
Applied
Biopharmaceutics
and