KESULITAN MAHASISWA STBA LIA DALAM MENERJEMAHKAN
IDIOM BAHASA INGGRIS KE DALAM BAHASA INDONESIA.
Sulistini Dwi Putranti
Sekolah Tinggi Bahasa Asing LIA Jakarta
Abstrak
Penelitian ini berupaya mengungkapkan jenis-jenis kesulitan yang dihadapi para
mahasiswa STBA LIA Jakarta dalam menerjemahkan idiom bahasa Inggris ke bahasa
Indonesia. Metode yang digunakan yaitu deskriptif analitis. Adapun populasi data kajiannya
adalah para mahasiswa program strata satu dan diploma tiga yang telah mengambil mata kuliah
Translation I. Sementara itu, empat puluh mahasiwa dari tiga kelas merupakan sampel yang
diambil secara purposif. Hasiinya menunjukkan bahwa para mahasiswa mengalami kesulitan
menerjemahkan idiom sehingga kurang mampu mengalihkan pesan dari Bahasa Sumber (Bsu)
ke Bahasa Sasaran (Bsa). Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti kekurangpahaman
mahasiswa tentang (eori terjemahan umum dan terjemahan idiom. Di samping itu, para
mahasiswa tidak melakukan analisis teks, tidak menerapkan tahap-tahap penerjemahan, tidak
mengetahui penelaahan object, image, dan sense. Kesulitan berikutnya adalah terbatasnya
wawasan para mahasiwa tentang kebudayaan, khususnya Bsu. Terakhir, kelangkaan kamus
idiom, baik Inggris maupun Indonesia, merupakan kesulitan referensi para mahasiswa
menerjemahkan idiom bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.
Kata kunci : Kesulitan, Menerjemahkan, Idiom
Abstract
This research tries to explain kinds of difficulties faced by the students of STBA LIA
Jakarta in translating idiom from English to Indonesia. The method that is used is descriptive
analysis. The population of the data is taken from the students of S1 and D3 programs who
have taken Translation I as their subject. The sample is purposively taken from forty students
of three classes. The result shows that students are facing difficulties in translating idiom
therefore the message from Source Language (SL) is not well conveyed to Target Language
(TL). There are several reasons that cause this difficulty: students are lack of comprehension
of theory of general translation and that of idiom. Then, they do not carry out text analysis, do
rnot apply the proper steps of translating and do not study the object, image and sense in the
idiom. Further, they have inadequate knowledge of the culture particulary the culture of the
SL. Finally, the limited number of idiom dictionaries whether in English or Indonesian is
another difficulty in terms of reference that is faced by the students.
Key Words: Difficulty, Translating, Idiom
1. Pendahuluan
Mahasiswa STBA LIA sering menghadapi kendala dalam
menerjemahkan idiom bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Idiom
banyak ditemukan dalam teks-teks yang harus mereka terjemahkan, dan sering
Kesuitan Mabasiswa STA LIA dalam Menerjemakan Idiom Bahasa Inggris 23
dalam BahasaIndonesia Sulstin’ Dwi Puteanti)kali mereka tidak memahami kata tersebut merupakan suatu idiom yang
mempunyai arti yang sangat berbeda dengan kata asalnya. Kesalahan
penerjemahan akan berakibat fatal pada hasil akhir, dan boleh jadi akan
menyebabkan kesalahan interpretasi teks yang mengganggu keseluruhan
pemahaman hasil penerjemahan. Hasil penerjemahan tersebut dapat
menyimpang artinya dari teks asli sehingga terjadi kesalahan penerjemahan
dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Dengan kata lain, pesan yang ingin
disampaikan dalam bahasa sumber tidak dapat disampaikan melalui bahasa
sasaran dengan baik. Pemahaman bahasa, baik Bsu maupun Bsa, mutlak
diperlukan oleh seorang penerjemah agar dapat menghasilkan terjemahan yang
akurat dan wajar sehingga pesan sampai kepada sasarannya. Pemahaman
bahasa yang baik membantu penerjemah mencari padanan yang sesuai dan
tepat di dalam Bsa karena éranslation is constituted by a ‘double-binding’
relationship both to its source and to the communicative conditions of the
receiving linguaculture, and it is the concept of equivalence which captures
this relationship (House, 1997: 29). Penerjemahan merupakan hubungan dua
pihak (antara Bsu dan Bsa) yang membutuhkan kerja sama yang baik sehingga
dapat diperoleh hasil yang memuaskan. Konsep padananlah yang menyatukan
hubungan antara keduanya.
Selain faktor pemahaman kedua bahasa, baik Bsu maupun Bsa, banyak
hal penting lain yang harus diketahui oleh mahasiswa ketika akan
menerjemahkan suatu idiom. Semua itu perlu diidentifikasi sehingga
memudahkan mereka dalam memahami dan menerjemahkan ke dalam bahasa
sasaran. Menerjemahkan suatu teks tidak hanya memerlukan kemampuan
menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran, melainkan juga membutuhkan
kemampuan pemahaman latar belakang budaya, sastra, agama, dan
pengetahuan lain yang diperlukan, Hal tersebut tercermin dari kutipan berikut.
24 LINGUA Vol. 3 No. 1, Maret 2004 23—39“No two languages are ever sufficiently similar to be considered as
representing the same social reality. The worlds in which different societies
live are distinct worlds, not merely the same world with different labels
attached” (Sapir qtd. in Bassnet, 1980: 13). Kenyataan sosial tidak akan dapat
diterjemahkan secara mudah dan akurat ke dalam bahasa lain karena adanya
perbedaan dunia tempat masyarakat tersebut hidup. Perbedaan dunia tersebut
meliputi perbedaan adat-istiadat, budaya, hukum, aturan, dan sebagainya.
Usaha menerjemahkan suatu teks perlu dilengkapi dengan pemahaman budaya
dan hal-hal lain yang mendukung pemahaman keseluruhan proses
penerjemahan agar tidak terjadi misinterpretation ‘kesalahan penerjemahan’.
Hal ini diperkuat oleh Snell-Hornby yang mengatakan bahwa the concept of
culture as a totality knowledge, proficiency and perception is fundamental in
our approach to translation. If language is an integral part of culture, the
translator needs not only proficiency in two languages, he must also be at
home in two cultures (1995: 42). Selanjutnya, Snell-Hornby (1995)
menegaskan karena bahasa merupakan bagian penting dari suatu kebudayaan,
penerjemah harus mengetahui dan memahami juga kebudayaannya. Sejalan
dengan Hornby, Machali juga menjelaskan bahwa menerjemabkan idiom
memerlukan suatu teknik khusus yang dapat menghasilkan terjemahan yang
fungsional dan mudah dipahami serta tidak melenceng dari bahasa sumber
(2000: 87).
Berdasarkan latar belakang tersebut, pencliti beminat menganalisis
kesulitan mahasiswa STBA LIA dalam menerjemahkan idiom bahasa Inggris
ke dalam bahasa Indonesia, Dengan demikian, penelitian ini sekaligus
diharapkan dapat menemukan faktor-faktor yang menyulitkan mereka ketika
menerjemahkan dari Bsa ke dalam Bsu.
Keaton Mahasivs STBA LIA dat Mereremshian idiom Babes Iogris 25
{eal Betas indonesia alist Dt Patan)2. Permasalahan
Mahasiswa STBA LIA mempunyai kemampuan berbahasa Inggris yang
cukup bagus. Ketika diminta menerjemahkan teks-teks sederhana dalam bahasa
Inggris ke bahasa Indonesia, mereka tidak banyak menemui kesulitan.
Kesulitan baru muncul apabila mereka harus menerjemahkan teks yang sedikit
lebih kompleks serta memerlukan pemahaman budaya, misalnya yang
berhubungan dengan idiom dan metafora. Kesulitan yang mereka hadapi
tersebut sering menyebabkan kesalahan fatal dalam menerjemahkan.
Dari uraian di atas, penelitian ini berupaya untuk mengungkapkan jenis-
jenis kesulitan yang dihadapi mahasiswa STBA LIA dalam menerjemahkan
idiom bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, dan apabila mungkin mencari
jalan keluar dari kesulitan tersebut. Dengan demikian, mahasiswa dapat
memperkecil risiko kesalahan penerjemahan yang akan datang,
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis yang dilakukan
dalam beberapa tahap.
Pertama, lembar soal, yang terdiri dari sepuluh kalimat, yang berisi
berbagai macam idiom dibagikan kepada mahasiswa. Mereka juga diberi
lembar kuesioner untuk diisi dan dikembalikan kepada peneliti. Idiom yang
dipilih adalah idiom yang jarang muncul dalam teks sehari-hari dengan
pertimbangan untuk menganalisis kemampuan sesungguhnya dari mahasiswa.
Idiom yang sering muncul dalam teks atau yang sudah sering terdengar,
misalnya look for, a pain in the ass, tidak dipilih karena dikhawatirkan
mahasiswa Kurang menunjukkan kemampuan dalam menganalisis teks dan
menerjemahkannya. Kuesioner diberikan untuk menunjang penerjemahan
26 LINGUA Vol.3 No. 1, Maret 2004 23-39sehingga selain dari hasil terjemahan, peneliti dapat melihat dan menganalisis
pendapat pribadi mahasiswa.
Kedua, Peneliti mengolah data dengan cara mengklasifikasikan hasil
terjemahan ke dalam empat kategori, yaitu penerjemahan yang menggunakan
idiom atau equivalen yang paling dekat (termasuk di dalamnya image yang
sama dan penggunaan simile), penerjemahan harfiah, penerjemahan bebas, dan
kesalahan penerjemahan.
Ketiga, Hasil penahapan di atas dikombinasikan dengan jawaban
pertanyaan, Hal ini dilakukan untuk mencari jawaban bagi permasalahan dan
melihat kemungkinan-kemungkinan untuk mengatasi kesulitan tersebut.
4, Data Kajian
Penelitian ini melibatkan mahasiswa STBA LIA program strata satu
dan diploma tiga minimal sudah mengambil mata kuliah Translation I. Dari
kedua program tersebut diambil sebanyak tiga kelas dengan masing-masing
kelas berisi lebih kurang lima belas mahasiswa. Jumlah mahasiswa yang
terlibat dalam penelitian ini sebanyak sekitar empat puluh orang. Mahasiswa
tersebut diberi sejumlah kalimat berbahasa Inggris yang berisi idiom dan harus
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Mereka juga diminta menjawab lembar
kuesioner dan mengembalikannya untuk dianalisis. Pengambilan sampel
dilakukan secara acak dengan pertimbangan bahwa mahasiswa yang sudah
mengambil Translation 7, yang materi pelajarannya meliputi_ teori
penerjemahan, diharapkan sudah memahami dasar dan teori penerjemahan.
5, Kerangka Teori
Penelitian ini menggunakan kerangka teori penerjemahan yang
diberikan olch Newmark (1988) tentang empat tingkat dalam teori tentang
‘Kesuitan Mahssiswa STBA LIA dala Menejonus Idiom Bahasa Inggris 27
Ke dalam Gabasa Indonesia (Sullstini Dri Putrani)penerjemahan, yaitu (1) tingkat tekstual, (2) tingkat referensial, (3) tingkat
kohesif, dan (4) tingkat kewajaran. Keempat tingkat penerjemahan tersebut
perlu dilaksanakan oleh seorang penerjemah agar hasil terjemahannya baik
sehingga pesan yang disampaikan tidak melenceng dari teks aslinya. Selain itu,
seorang penerjemah yang akan menerjemahkan idiom perlu mengetahui teknik
penerjemahan idiom dan tahap-tahap atau langkah-langkah yang perlu
ditempuh untuk menghasilkan hasil terjemahan yang akurat. Penerjemahan
idiom masuk dalam kategori penerjemahan metafora yang merupakan
perbandingan antara objek dengan image yang mempunyai sense di antaranya.
Dalam menerjemahkan idiom, seorang penerjemah harus mampu
mengidentifikasi yang mana yang merupakan obyek, dibandingkan dengan apa,
dan persamaan apa yang terdapat pada keduanya. Pemilahan ini memudahkan
penerjemah mencari padanan yang tepat dan meminimalkan kesalahan
penerjemahan.
Menurut Newmark (1988) terdapat tujuh prosedur penerjemahan
metafora (dalam kasus ini idiom) yang dapat dilakukan oleh seorang
penerjemah. Ketujuh prosedur tersebut adalah:
(1) mencari penggambaran yang sama di dalam Bsa,
(2) mengganti penggambaran yang terdapat dalam Bsu dengan
penggambaran baku yang ada di Bsa,
(3) menerjemahkan metafora dengan menggunakan simile,
4
menerjemahkan metafora dengan simile dan kemudian diberi
keterangan,
(8) mengubah metafora menjadi arti yang sebenarnya atau sensenya,
(6) menghapus metafora. Hal ini dapat dilakukan apabila metafora yang
harus diterjemabkan sudab ada artinya di dalam kalimat schingga
penggunaan metaforanya dapat dihilangkan tanpa mengubah artinya;
28 UNGUA Vol. 3 No. 1, Maret 2004 2339(7) menggabungkan metafora dengan sense.
6. Analisis dan Temuan
Dari sepuluh kalimat yang harus diterjemahkan oleh empat puluh
mahasiswa dapat dipilah-pilah sebagai berikut
Kalimat pertama memuat idiom these books sell like hot cake.
Sebanyak 17 mahasiswa menerjemahkannya menjadi ‘laris seperti
kacang/pisang goreng’, 7 orang menerjemahkan secara harfiah menjadi ‘terjual
seperti kue panas’, 2 orang salah menerjemahkan menjadi ‘terkenal, kue
dadar’, dan 12 orang menerjemahkan secara bebas menjadi ‘laris atau sangat
laris’. Hasil penerjemahan ini dapat dianalisis sebagai berikut. Sebanyak tujuh
belas orang mahasiswa yang menerjemahkan menjadi ‘aris seperti
pisang/kacang goreng’ telah melakukan proses identifikasi object dan image
sehingga dapat mencari padanan yang tepat dalam Bsa. Mereka merujuk pada
konteks sosial bahwa masyarakat Indonesia tidak terbiasa makan kue sebagai
teman minum teh, melainkan kacang goreng atau pisang goreng. Dalam
menjalani prosedur penerjemahan metafora, mahasiswa tersebut_memilih
prosedur yang kedua, yaitu menggunakan penggambaran baku yang ada di Bsa.
Meskipun ada tujuh belas mahasiswa yang mampu mencari padanan yang tepat
dalam menerjemahkan, belum dapat disimpulkan bahwa mereka benar-benar
tahu prosedur dan teori penerjemahan yang tepat. Sebanyak 12 orang
mahasiswa yang menerjemahkan secara bebas dan 2 orang yang salah dalam
menerjemahkan dapat dipastikan tidak memiliki pengetahuan yang cukup
memadai tentang teori menerjemahkan metafora. Mereka juga tidak
mengaitkan dengan konteks sosialnya. Hal ini dapat dibuktikan dari jawaban
atas pertanyaan yang diajukan, apakah Anda memahami teori penerjemahan
secara umum dan teori menerjemahkan idiom. Sebagian besar mahasiswa
‘Kesulitan Mahasinws STBA LIA dalam Meneyemabian Idiom Bahasa Inggris 29
‘ce dlom Bahasa Indonesia (Sulstin! Dwi Pura)menyatakan belum menguasai teori atau tahu sedikit tentang teori, tetapi belum
dapat menerapkan dalam menerjemahkan teks. Hanya ada delapan mahasiswa
yang menyatakan tidak tahu sama sekali tentang teori penerjemaban.
Kalimat kedua yang mempunyai idiom try to sugar the pill a bit
membuktikan bahwa sebagian besar (26 orang) mahasiswa cenderung
berpaling kepada penerjemahan secara bebas, yang tidak berpijak pada image
ataupun sense dari idiom tersebut. Sebagian besar _mahasiswa
menerjemahkannya menjadi ‘cobalah menenangkan dia, katakanlah dengan
baik-baik, usahakan agar tidak terdengar buruk, cobalah untuk menyampaikan
dengan hati-hati, dan janganlah dilebib-lebibkan’. Sebanyak tiga belas
mahasiswa menerjemahkan secara salah menjadi ‘cobalah untuk menerima
kenyataan, cobalah untuk memberikan pengobatan’, dan tidak menerjemahkan
sama sekali. Seorang mahasiswa menerjemahkan secara harfiah menjadi
‘mencoba merasakan manisnya obat’. Dari kalimat yang kedua ini dapat dilihat
bahwa mahasiswa tidak melakukan identifikasi object, image, dan sense.
Apabila dapat memisahkan objectnya adalah masalah dan pembandingnya
adalah sugar the pill, mahasiswa seharusnya mampu menelaah sensenya
sehingga dapat mencari padanan yang tepat bagi idiom tersebut. Arti literal dari
kata fo sugar the pill adalah menutupi rasa pahit yang ditimbulkan oleh obat
yang harus ditelan dengan memberi gula sehingga rasa pabitnya menjadi
sedikit/banyak berkurang.
Idiom ketiga yang harus diterjemahkan adalah he’s a hard nut to
crack, Sebanyak 23 mahasiswa menerjemahkan secara bebas menjadi ‘dia
sangat mengesalkan, dia orang yang susah diatur, dia orang yang sukar, orang
yang keras, dia orang yang sama sekali tidak lembut’, dan beberapa terjemahan
lain yang mirip dengan yang telah disebutkan tadi. Sebanyak 14 mahasiswa
menerjemahkan secara harfiah menjadi ‘dia seperti kacang yang sulit untuk
30 LINGUA Vol. 3 No. 1, Maret 2008 23—39dikupas/ dibuka/ dipecahkan’, 3 mahasiswa menerjemahkan dengan
menggunakan idiom lagi, yaitu ‘dia seorang kepald batu atau keras kepala, dan
23 mahasiswa menerjemahkan secara bebas. Hal terakhir ini menunjukkan
bahwa mereka cenderung membuang idiom yang dianggap terlalu sukar untuk
dicari padanannya dalam Bsa, Apabila merujuk pada prosedur penerjemahan
yang disampaikan oleh Newmark, penerjemah memang diperbolehkan untuk
menghilangkan idiom dengan syarat idiom tersebut membingungkan atau
sudah ada keterangan lain sebelum atau sesudah idiom tersebut. Sebanyak
empat belas mahasiswa menerjemahkan secara harfiah, Ini menunjukkan
bahwa mereka tidak mempertimbangkan tingkat kewajaran hasil terjemahan.
Mereka tidak melihat kejanggalan hasil terjemahannya karena sebenamya ‘dia
seperti kacang yang sukar untuk dikupas’ bukan merupakan kiasan yang
terdapat di dalam bahasa Indonesia.
Kalimat keempat yaitu idiom no matter how much you try uttering
him up. Sebanyak 32 mahasiswa menerjemahkan secara bebas menjadi ‘betapa
pun kamu berusaha memujinya, seberapa besar usahamu menjilatnya,
bagaimanapun kamu merayunya, tak peduli seberapa pun kamu membujuknya,
seberapa banyak usahamu, betapa pun kamu mengganggunya’, dan kalimat-
kalimat lain mempunyai arti mirip dengan kalimat di atas. Hanya empat
mahasiswa menerjemahkan dengan menggunakan idiom lagi, _yaitu
‘bagaimanapun kamu mengambil muka’. Empat mahasiswa lainnya tidak
menerjemahkan idiom tersebut. Dari idiom ini dapat ditarik simpulan bahwa
sebagian besar mahasiswa tidak mengaitkannya dengan konteks sosial
masyarakat dalam Bsu tersebut berada. Proses seperti yang dilakukan idiom
nomor satu seharusnya dapat dilaksanakan. Kalau hal ini tidak dilaksanakan,
mahasiswa seharusnya dapat menelaah dan mampu mencari makna literal
‘Kesulitan Mahasiswa STBA LIA dalam Menexjemahkan Idiom Bahasa Inggris| 31
‘ke dalam Bahasa Indonesia (Sulistinl Dwi Potrant)(dalam hal ini sense) dari image yang dipergunakan sehingga dapat mencari
padanan yang tepat dalam Bsa.
Idiom yang kelima adalah sebagai berikut. Billy managed to impress
the interviewer and brought home the bacon by getting the job. Hampir semua
mahasiswa (sebanyak 36 orang) menerjemahkan menjadi ‘berhasil
mendapatkan/memperoleh pekerjaan, membawa kabar gembira ke rumah
dengan diterimanya dia bekerja, mengejutkan orang rumah karena berhasil
diterima bekerja’. Empat mahasiswa tidak menerjemahkan idiom tersebut.
Dari idiom ini diperoleh simpulan bahwa mahasiswa cenderung melihat makna
sesungguhnya idiom tersebut, dan tidak menghiraukan unsur-unsur lain yang
ada di baliknya. Ini tidak berarti bahwa mahasiswa melakukan kesalahan dalam
menerjemahkan idiom bring home the bacon, melainkan mahaiswa cenderung
hanya mencari kata/kalimat terjemahan yang telah mereka kenal dengan baik.
Idiom yang keenam yaitu J won't sell for mere peanuts. Idiom ini
diterjemahkan oleh dua puluh mahasiswa secara harfiah, sedangkan sebagian
lagi menerjemahkan secara bebas. Penerjemahan harfiah tersebut menjadi
‘saya tidak akan menjualnya hanya demi setumpuk kacang/kacang tanah
belaka’. Penerjemahan bebas menjadi ‘demi tambahan uang/uang
tambahan/uang lebih, tidak akan menjualnya sembarangan, tidak dijual untuk
hal kecil’. Kedua puluh mahasiswa yang menerjemahkan secara harfiah
tersebut tidak melihat dan tidak mempertimbangkan tingkat penerjemahan,
terutama di tingkat kewajaran. Mereka tidak membaca ulang _hasil
terjemahannya yang sebenarnya terdengar sangat janggal. Mereka juga jelas
tidak menelaah image peanuts yang menunjukkan sesuatu yang murah dan
banyak. Mahasiswa lainnya cenderung mencari yang mudah daripada harus
menerapkan teori dan menganalisis teks yang membutuhkan kesabaran dan
32 UNGUA Vol. 3 No. 1, Maret 2004 23-39ketelitian. Kacang sebenarnya menunjukkan suatu barang yang banyak dan
biasanya tidak mahal harganya.
Idiom yang ketujuh adalah sebagai berikut. Gerry spilled the beans...
Idiom ini diterjemahkan olch 22 mahasiswa dengan padanan yang paling dekat
dan menjadi ‘Gerry membocorkan rahasia, Gerry membuka rahasia, dan Gerry
menceritakan rahasia’. Sebanyak empat belas anak menerjemahkan secara
bebas menjadi ‘Gerry secara berbisik-bisik memberi-tahu, dengan tidak
sengaja Gerry menceritakan/berbicara pada setiap orang’. Sisanya empat
mahasiswa menerjemahkan —secara_—harfiah = menjadi. ‘Gerry
menumpahkan/menyebarkan kacang’. Dari hasil penerjemahan ini terlihat
sebagian besar mahasiswa mampu memperoleh padanan yang paling dekat
dalam Bsa Karena memahami makna sesungguhnya. Pemberlakuan proses
penerjemahan idiom belum tergambar secara jelas di dalam idiom ke tujuh ini.
Keberhasilan mahasiswa mencari padanan yang paling dekat boleh jadi karena
sudah terbiasa mendengar idiom tersebut, atau karena mereka memang telah
melakukan tahapan penerjemahan dan menerapkan teori yang telah mereka
pelajari. Masih adanya mahasiswa yang menerjemahkan secara literal
(meskipun jumlahnya tidak banyak) menunjukkan ketidakmampuan mahasiswa
tersebut menganalisis teks dan menelaah object, image, dan sense.
Idiom yang kedelapan berbunyi you gotta know on which side your
bread is buttered, Idiom ini memang jarang terdengar dipakai secara umum,
tetapi bukan berarti bahwa idiom ini tidak mungkin dicari padanannya, Dari
empat puluh mahasiswa terdapat sembilan belas mahasiswa yang tidak
menerjemahkan dan/atau salah menerjemahkan. Sebanyak delapan_belas
mahasiswa memilih terjemahan bebas dan ada tiga orang yang menerjemahkan
secara harfiah, Terjemahan bebas menjadi ‘kamu harus mengetahui sisi mana
yang menguntungkanmu, kamu harus tahu di pihak mana kamu berdiri, kamu
Kesulitan Mahasiswa STBA LIA dalam Menerjemahkan Idiom Bahasa Inggris 33
ke dalam Bahasa Indonesia (Sulistni Dwi Putrant)akan mengetahui keuntunganmu, di sisi mana kamu bisa melihat’, dan
terjemahan sejenis. Kelompok lain salah menerjemahkan menjadi ‘kamu harus
tahu di mana letak kesalahanmu’, sebagian membiarkan bagian tersebut kosong
dan tidak menerjemahkan. Sementara itu, ada yang menerjemahkan secara
harfiah berbunyi ‘kamu harus tahu di sebelah mana rotimu diberi mentega’.
Dari hasil penerjemahan ini terlihat mahasiswa cenderung melihat ke dalam
kamus (umum) dan menerjemahkan sesuai dengan arti kata yang ada di dalam
kamus. Apabila kalimat terdengar janggal (apabila menyadari kejanggalannya),
mereka cenderung menebak artinya sesuai dengan pengertian saja. Kalimat di
nomor delapan ini memerlukan pemahaman budaya dari Bsu. Makanan pokok
orang barat adalah roti. Roti tersebut biasanya diolesi mentega. Arti dari idiom
on which side your bread is buttered adalah ‘siapa yang
menyokong/menghidupimu’ (schingga kamu tidak boleh
membantah/melawannya). Apabila mau melakukan penelaahan object, image,
dan sense, mereka akan mampu mencari padanan yang paling dekat. Lebih-
Jebih jika dapat mengaitkan dengan pemahaman budaya dan adat istiadat,
mereka boleh jadi tidak akan mengalami kesulitan yang berarti.
Idiom yang kesembilan adalah Don’t put all your eggs in one basket.
Idiom ini diterjemahkan secara bebas oleh 19 mahasiswa, 13 mahasiswa
menerjemahkan dengan menemukan padanan yang paling dekat, 4 mahasiswa
menerjemahkan secara harfiah, dan 4 mahasiswa salah menerjemahkan dan
atau tidak menerjemahkan. Padanan yang dipilih oleh sebagian besar
mahasiswa adalah ‘jangan menaruh/meletakkan/menumpukan/ menumpukkan
harapanmu pada satu orang saja, jangan mempertaruhkan segalanya pada satu
orang saja, jangan menaruh seluruh harapanmu pada satu hal saja’, dan
terjemahan lain yang sejenis. Mereka yang menerjemahkan secara harfiah
adalah ‘jangan meletakkan semua telur di dalam satu keranjang’. Dengan
34 LINGUA Vol.3 No.1, Maret 2004 2339melihat sensenya saja, seharusnya mahasiswa mampu dengan mudah
memaknai kalimat don’t put all your eggs in one basket. Arti literal dari
Kalimat tersebut adalah ‘apabila banyak telur diletakkan di dalam satu
keranjang, kemungkinan pecah/rusaknya semua telur sangat besar’. Paling
tidak kebanyakan mahasiswa dapat merasakan makna berbahaya dari adanya
banyak telur di dalam satu keranjang tersebut sehingga mereka dapat mencari
padanan yang tepat. Mereka yang masih menerjemahkan secara literal, sekali
lagi, terbukti mahasiswa tidak mengindahkan tingkat kewajaran_ hasil
terjemahannya dan tidak berusaha supaya hasil terjemahannya tidak terdengar
aneh atau janggal di dalam Bsa
Idiom yang terakhir sepertinya merupakan idiom yang paling mudah
bagi mereka. Idiom tersebut adalah she’s the apple of your eye, Sebanyak
empat orang menggunakan idiom lagi dalam menerjemahkannya, sedangkan
sisanya mencari padanan yang paling dekat. Tidak ada seorang pun yang
menerjemahkan secara harfiah dan atau membuat kesalahan dalam
menerjemahkannya. Mereka mencari padanan yang paling dekat
menerjemahkannya menjadi ‘dia adalah anak kesayanganmu, anak yang paling
kamu sayangi/cintai’. Mereka yang memilih menggunakan idiom lagi adalah
‘dia merupakan buah hatimu, dia adalah biji matamu’. Dari idiom yang terakhir
ini tergambar mahasiswa sebenarnya mampu mencari padanan yang paling
dekat dalam Bsa, asal idiom tersebut sudah sering didengar, sering dijumpai
dalam teks, atau percakapan sehari-hari. Ketika menemukan idiom seperti itu,
mereka tidak menemukan kesulitan dalam menerjemahkan. Bahkan, mereka
mampu menggunakan idiom dalam Bsa yang mempunyai makna yang sama
dengan idiom di dalam Bsu.
Berdasarkan angket_ yang diberikan, semua _—_mahasiswa
setuju/menyatakan bahwa menerjemahkan idiom tidak dapat dilakukan secara
‘Kesulitan Mahasiowa STBAA LIA dala Menerjmahan Idiom Bahasa Ingris 35
‘dalam BahasaIndonesia (Sulistin! Dwi Putranti)harfiah, Hal ini mengherankan karena hampir semua nomor ada beberapa
mahasiswa yang menerjemahkan secara harfiah. Akan tetapi, kemudian mereka
menyatakan bahwa seharusnya menerjemahkan idiom tersebut tidak seperti itu.
Mereka mengingkari sendiri apa yang telah mereka lakukan. Sebanyak 34
mahasiswa menyatakan bahwa apabila menerjemahkan idiom secara harfiah,
arti dalam Bsa akan menjadi lain dari Bsu, Dua orang mahasiswa menyatakan
bahwa mereka mendasarkan hasil terjemahannya pada feeling. Yang mereka
maksud dengan feeling di sini adalah ketepatan menganalisis padanan yang
paling dekat dalam Bsa sehingga pesan yang ingin disampaikan tidak
melenceng dari Bsu. Dari jawaban dua mahasiswa ini dapat ditarik simpulan
bahwa kedua orang ini memahami betul tingkat kewajaran hasil terjemahan
dan hasil terjemahan tidak boleh terdengar janggal atau aneh/tidak biasa
dipergunakan dalam Bsa. Hampir semua mahasiswa menyatakan tidak
menemukan kesulitan yang berarti dalam menerjemahkan idiom karena merasa
telah menguasai bahasa dengan baik. Hal ini patut dipertanyakan sebab
pernyataan mereka agak bertentangan dengan hasil terjemahan yang telah
dilakukan, Meskipun mereka menyatakan tidak mendapat kesulitan yang
berarti dalam menerjemahkan idiom tersebut, hasil terjemahan menunjukkan
lebih dari 50% mahasiswa tidak mampu mencari padanan yang paling tepat
dan akurat.
Di Jain pihak, mahasiswa juga menyebut salah satu faktor utama
Kesulitan dalam menerjemabkan idiom adalah tidak adanya kamus yang
memadai (di sini mereka menyebut perlu disediakan/mempunyai kamus khusus
idiom yang lengkap). Mereka menyatakan bahwa kamus biasa seringkali tidak
memadai dalam memberikan alternatif padanan yang tepat dalam
menerjemahkan. Selain kamus, mereka juga menyatakan bahwa pengetahuan
lain sangat diperlukan agar dapat menerjemahkan (idiom pada khususnya)
36 UNGUA Vol. 3 No. 1, Maret 2004 23-39dengan tik, Scbviginn mereka menyarankan agar tajia bertanya kepada orang:
orang yang mempunyai kemampuan lebih dan pengalaman lebih baik dalam
menerjemahkan apabila menemui kesulitan. Sebagian lain menyatakan seorang
penerjemah harus rajin membaca, baik itu buku pengetahuan, koran, majalah,
maupun bahan bacaan lain untuk memperluas pengetahuan. Mereka percaya
bahwa dengan banyak membaca akan memudahkan menganalisis teks dan
memindahkan pesan dari Bsu ke Bsa dengan baik. Sebagian besar mahasiswa
menganggap seorang penerjemah harus betpengetahuan luas, tidak
berpengetahuan penerjemahan saja. Banyak berlatih menerjemahkan juga akan
menolong mereka agar dapat menerjemahkan dengan baik.
Kesulitan utama bagi mahasiswa adalah keterbatasan dalam memahami
dan menggunakan teori menerjemahkan. Sebagian besar mahasiswa (28 orang)
menyatakan kurang mengerti teori penerjemahan dan teori penerjemahan
idiom. Hanya delapan mahasiswa menyatakan tidak tahu apa-apa mengenai
teori, Dalam melaksanakan proses terjemahan mereka lebih berpegang pada
feeling yang telah disebut di atas untuk keakuratan hasil terjemahan. Sebagian
mahasiswa mengaku tidak melakukan analisis teks sebelum mencoba
menangkap pesan yang akan disampaikan ke dalam Bsa. Sebagian mahasiswa
yang lain menyatakan mengetahui teori penerjemahan dan menggunakannya
berdasarkan tahap-tahap penerjemahan meskipun diakui hasilnya tidak
maksimal. Selain mahasiswa yang berpegang pada feeling, terdapat lima orang
mahasiswa yang menganggap bahwa seorang penerjemah perlu mempunyai
daya imajinasi yang tinggi agar dapat memperoleh hasil penerjemahan yang
baik. Meskipun mahasiswa tersebut tidak menerangkan dengan detail apa
maksud dan fungsi daya imajinasi tersebut, dapat disimpulkan maksudnya
adalah melihat dengan lebih jauh latar belakang idiom tersebut. Di samping itu,
penggunaan pemikiran mengapa atau bagaimana idiom tersebut terbentuk
estan Mahasiwa STBA LIA dalam Menejemaban Idiom Bahasa Inggris 37
‘ke dalam Bahase Indonesia (Sulistini Dwi Ptranti)dapat mempermudah mencari padanan yang paling sesuai di dalam Bsanya.
Seorang mahasiswa menyatakan bahwa idiom dalam bahasa Indonesia saja dia
tidak mengerti apalagi idiom bahasa Inggris yang harus diterjemahkan.
7. Penutup
Berdasarkan analisis keseluruhan hasil penerjemahan dan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, dapat ditarik simpulan sebagai berikut.
Pertama, Mahasiswa STBA secara umum tidak mengalami kesulitan
dalam menerjemahkan idiom Karena _mempunyai kemampuan_ berbahasa
Inggris yang cukup memadai sehingga dapat menerjemahkan dengan baik. Hal
ini mungkin benar untuk penerjemahan teks umum, tetapi dalam
menerjemahkan idiom terbukti mereka kurang mampu menangkap pesan dari
Bsu untuk dipindahkan ke dalam Bsa.
Kedua, sebagian besar mereka tidak memahami teori terjemahan
umum, apalagi teori menerjemahkan idiom. Mereka juga tidak melakukan
analisis teks dan tidak menerapkan tahap-tahap penerjemahan sehingga tidak
mampu menangkap pesan dengan tepat dan meghasilkan terjemahan yang
akurat. Di sini terlihat mereka tidak mengetahui penelaahan object, image, dan
sense yang scharusnya dilakukan dalam menerjemahkan idiom. Yang dapat
dilakukan untuk memecabkan masalah ini adalah memilih teori yang mudah
diaplikasikan dan melatih mereka menggunakan teori-teori tersebut dalam
praktik terjemahan secara bertahap. Mahasiswa juga diusahakan dilatih terus
menerus menganalisis teks sebelum diberi tugas menerjemahkan teks.
Ketiga, kesulitan yang lain adalah tidak tersedianya kamus yang
memadai, terutama kamus idiom yang besar dan lengkap. Mereka juga
menghendaki disediakan kamus bahasa Indonesia yang lengkap untuk bahan
referensi. Di sini PPM (Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat), baik
38 LINGUA Vol. 3 No. , Maret 904 2339Inggris, Indonesia, umum, maupun idiom. Selain itu, perpustakaan perlu
mengoleksi buku-buku tentang teori penerjemahan sehingga mahasiswa tidak
hanya tergantung pada dosen untuk memperoleh bahan referensi. Keragaman
buku tentang teori terjemahan di perpustakaan akan merangsang mereka
membaca sebanyak mungkin. Dengan demikian, mereka diharapkan mampu
dan mudah mengaplikasikan teori penerjemahan dengan baik.
Keempat, kesulitan yang dijumpai mahasiswa yang tidak kalah penting
untuk dipertimbangkan adalah terbatasnya wawasan mahasiswa, khususnya
tentang budaya dan sebagainya. Keterbatasan pengetahuan ini disebabkan
terbatasnya bahan bacaan mereka. Untuk kasus ini, dosen dapat mengingatkan
mahasiswa tentang pelajaran yang telah diambil di semester sebelumnya,
terutama mata kuliah yang menyangkut budaya, misalnya Telaah Pranata
Masyarakat Inggris, Australia, dan Amerika. Selain itu, mata kuliah sejarah
juga sangat membantu mereka untuk mengetahui latar belakang suatu kejadian
sebelum — menerjemahkan. Dosen dapat memotivasi_ mahasiswa untuk
memperluas wawasan dan menambah pengetahuan dengan banyak membaca,
menonton TV dan film, dan hal-hal lain yang sekiranya perlu.
DAFTAR PUSTAKA
Bassnett, Susan. Translation Studies. London: Routledge, 1980.
House, Juliane. Translation Quality Assessment, A Model Revisited. Tubingen:
Gunter Narr Verlag Tubingen, 1997.
Machali, Rochayah. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: Grasindo, 2000.
Newmark, Peter. A Textbook of Translation. New York: Prentice Hall, 1988.
Snell-Hornby, Mary. Translation Studies An Integrated Approach.
Philadelphia: John Benjamins North America, 1995.
sultan Mahisia STBA LIA dalam Menesjemablan Idiom Bahasa Ingasis 39
ike datam BahasaIndonesia (Sulstin! Di Putra)