JURNAL tLHIAH
LINGUA
PUSAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN P ADA MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI BAHASA ASING LIA JAKARTA
Penasihat
Dr. Ekayani Tobing
Penanggung Jawab
Sulistini Dwi Putranti MHum.
Penyunting Penyelia
Askalani Munir, M Pd.
Penyunting Pelaksana
Dewi A. Yudhasari, MHum.
Agus Wahyudin, MPd.
Penyunting TamuIPenelaah Ahli
Dr. Agus Aris Munandar
Sekretaris
Agus Wahyudin, MPd.
Tata Usaha
Tely Kurniati
Alamat Redaksi
Jalan Pengadegan Timur Raya No.3
Pancoran, Jakarta 12770
Telepon (021) 79181051, Faksimile (021) 79181048
E-mail: askalanimunir@yahoo.com
ISSN 1412-9183
108-123
124-138
139-150
168-179
Berani tampil beda. ltulah kalimt yang pantas untuk terbitan volume 8,
No.2, Oktober 2009. Tidak seperti biasanya, kali ada beberapa perubahan
perwajahan. Daftar isi tidak hanya ada di dalam, tetapi diletakkan pada kulit
Iuar. Tujuannya agar pembaca langsung mengetahui judul-judul dan para
penulis edisi tersebut sehingga tidak perIu membuka daftar isi bagian dalam
lagi. Tidak hanya itu, seri terbitan pun berubah, jika sebelumnya ada di bagian
atas, sekarang seri terbitan ada pada bawah yang berbentuk kotak persegi
panjang. Satu hal yang sangat penting, saat ini setiap penulis dilengkapi dengan
alamat pos elektronik (email) agar memudahkan untuk korespondensi atau
komunikasi lainnya.
Beberapa perubahan tata letak di atas dimaksukan agar Jumal Ilmiah
Bahasa dan Budaya STBA LIA Jakarta memiliki daya pandang menonjol (eye
catching). Diharapkan setiap orang yang melihat jumal tersebut tertarik untuk
membacanya.
Ada lima tulisan dalam edisi ini, yang terdiri atas 2 bidang bahasa, 2
bidang budaya, dan 1 tentang jender. Kelima tulisan tersebut ditulis secara
sistematik dan analitis sehingga memberikan deskripsi yang jelas tentang halhal yang dibahasnya.
Selamat membaca.
Jakarta, Oktober 2009
Redaksi
Abstrak
Informasi pribadi merupakan hal yang umum diberikan saat kita berkenalan. Setiap
ujaran yang berisi informasi tersebut dapatdianalisis berdasarkan fungsi sintaksis, semantis,
dan pragmatis dengan menggunakan teori dari Harimurti Kridalaksana. Temyata secara
sintaktis semua kalimat bahasa Inggris dalam ungkapan yang memberi informasi pribadi ini
dapat mengisi fungsinya. Secara semantis penggunaan to be memunculkan peran identitas,
pokok, dan ciri. Adapun secara pragmatis, tema dan rema tetap mendominasi.
Kata kunci: fungsi, sintaxis, semantis, pragmatis
Abstract
Personal information is a general information given on the first meeting. Each
utterance consisting the information is actually can be analyzed base don syntactic, semantic,
and pragmatic function using the theory of Harimuri kridalaksana. Syntactically, all English
sentences in expressions giving personal information can fulfill all the functions. Semantically,
the use ofto be can show the role of identitas, pokok, and cir;. Pragmatically, theme and rheme
is still dominating.
Key words: function, syntactic, semantic, and pragmatic
I. Latar Belakang
Setelah aliran generatif dalam linguistik, aliran yang kini banyak
mendapat perhatian adalah aliran fungsional. Aliran ini dikembangkan oleh
Simon Dik, M.A.K Halliday, JR Martin, dll. Halliday telah mengembangkan
teori yang disebut sebagai Systemic Functional Lingistics (SFL) sejak awal 60an.
SFL
menempatkan
fungsi
bahasa
sebagai
sentral
(apa
yang
109
pekerjaan, dan asal. Hal ini tentunya berbeda-beda dalam setiap kebudayaan.
Dalam Kebudayaan Indonesia, keluarga dan status peroikahan bisa merupakan
informasi yang dapat disampaikan pada pertemuan pertama atau pada saat
perkenalan. Bentuk penyampaian ini tidak terdapat dalam kebudayaan negaranegara Barat. Tulisan ini akan menganalisis fungsional secara sintaktis,
semantis, dan pragmatis tentang ungkapan-ungkapan informasi pribadi yang
diberikan pada saat perkenalan dalam bahasa Inggris.
II. Kerangka teoretis
Secara umum analisis sintaktis, semantis, dan pragmatis akan dilakukan
berdasarkan penjabaran Kridalaksana dalam Struktur, Kategori, dan Fungsi
dalam Teori Sintaksis. Jadi, tulisan ini berupaya mengaplikasikan teori yang
diungkapkan Kridalaksana dalam buku tersebut.
1. Fungsi Sintaktis
Sintaktis adalah sebuah struktur dengan menggunakan unsur leksem.
Pada tingkatan struktur, sintaksis suatu bahasa mepunyai unsur-unsur yang
terorganisasi secara sintaksis, yakni klausa dan frasa. Adapun unsur unsur
frasa adalah induk dan determinator/pewatas, serta perangkai dan sumbu.
Unsur-unsur klausa adalah subjek, predikat, objek, pelengkap, dan
keterangan. Pelengkap masih bisa dibedakan menjdi pelengkap subjek,
pelengkap objek, pelengkap pengguna, pelengkap pelaku, pelengkap
musabab, pelengkap pengkhususan, pelengkap resiprokal, dan pelengkap
pemeri. Keterangan merupakan bagian luar inti klausa yang terbagi atas
keterangan akibat,. keterangan alasan, keterangan alat, keterangan asal,
keterangan
kualitas,
keterangan
kuantitas,
keterangan
modalitas,
110
2. Fungsi Semantis
Fungsi semantis menyangkut interaksi di antara satu unsur dan unsur
lain. Dengan kata lain, unsur satuan grammatikal diwujudkan dalam
konstruksi
sehingga
interaksi
semantis
di
antara
satuan-satuan
Predikator
argumen 1
argumen2
3.
Fungsi Pragmatis
Pragmatis
merupakan
struktur
yang
memberikan
kesesuaian
111
tentang isi ujaran. Aspek pragmatis ujaran diperinci atas tema dan rema,
fokus dan latar, fokus kontras, dan penegasan.
III. Analisis
2. PekeIjaan
I work for Diamond Bank
I work as an accountant
I am an accountant
3. Asal
I am from Denver
I come from Denver
sintakstis, semantis, dan pragmatis secara umum dalam informasi pribadi yang
diberikan.
Sintaktis
My name
Subyek
is
John Anderson
Predikat
Pelengkap Subyek
Semantis
Proposisi
Argumen 1
Predikator
Ideltas
pokok
V (be)
FN
Proposisi 2
Pred2
Arg 2.l.
Relasi
sumber
Ajektiva
Arg2.2.
sasaran
nomina
I
is
Pragmatis
my
113
Sintaktis
am
Subyek Predikat
John Anderson
Pelengkap subyek
Semantik
Proposisi
Argumen 1
Predikator
,J""
I
pokok
V (be)
Pronomina
FN
John Anderson
am
Pragmatis
I
Tema
114
am John Anderson
Rema
me
Semantis -7
Proposisi
Predikator
Argumen 1
Perbuatan
Argumen2
pelaku
J.
ciri
pengguna
I
Pronomina
Proposisi 2
Pred2
I .
Relasl
Arg 2.1.
sumler
Ajektiva
call
John
pelengkap pengguna
Pragmatis -7
my
Nomina
Arg 2.2.
sasaran
nomina
friends
me
JOM
115
John
Semantis -7
Proposisi
Pre
Argumen 1
ator
1mn
I
sasaran
I
I
Prolm;na
Verna
NomJ
Call me John
Fokus
116
penggJ
me
call
Pragmatis -7
Argumen2
latar
Sintaktis
work
Subyek Predikat
Pre
ator
Argumen2
pe<bLtan
penggui
pelaku
Ja
Prop.!; ,;2
pJomina
pre12
Arg 2.1
arah
temlat
1
Proposisi 3
prr 3
Arg 3.1
Arg 3.2.
Relasi
sumber I
sasara
Diamodd
Bank
wor
Pragmatis
for
Rema
117
Sintaktis -7 I
work
as an accountant
Predikator
pel_
Argumen2
,asamn I
ve1
Proposisi2
pre 2
ArgrU
j angkauan
sasalan
I
Proposisi 3
Pred 3
idenJitas
wor
Pragmatis -7 I
Tema
118
as
01
Arg 3.1
Arg 3.?
cih
pokok
ccountant
al
work as an accountant
Rema
am
an accountant
Subyek Predikat
Semantik
Pelengkap subyek
Proposisi
Predikator
Argumen2
Argumen 1
I
I
V (be)
I
I
proposisi 2
Identitas
pokok
ciri
Pronomina
Pred2
am
Pragmatis
Tema
Arg 2.1.
Arg 2.2
Identitas
ciri
pokok
Numeralia
Nomina
an
accountant
am an accountant
Rema
119
Sintaktis
am
from Denver
Subyek Predikat
Semantik
ket. tempat
Proposisi
Predikator
Argumen 1
Argumen2
I
Identitas
V (be)
tempat*
Pronomina
proposisi 2
Predikator 2
Pragmatis
Tema
120
Arab
tempat
Nomina
from
Denver
Preposisi
am
Arg 2.1
am from Denver
Rema
Sintaksis
Semantik
Proposisi
Predikator
Argumen 1
Argumen2
perbuatan
pelaku
Verba
Pronomina
tempat*
proposisi 2
Predikator 2
Arah
Preposisi
Arg 2.1
tempat
Nomina
I
come
Pragmatis
from
Tema
Denver
em. Identitas untuk predikator, sedangkan pokok dan ciri merupakan argumen.
Analisis Fungsional pada Informasi Pribadi yang diberikan Saat
Perkenalan dalam Bahasa Inggris (Soraya Ramli)
121
Hal ini muncul karena sebagian besar pola kalimat dalam ungkapan
menggunakan to be. Ada juga yang tidak berbentuk seperti ini karena
menggunakan kata kerja, di antaranya, work (bekerja) dan come (datang). Pola
yang terbentuk adalah perbuatan untuk predikator dan pelaku untuk argumen.
Ada juga bagian yang sifatnya meragukan. Frasa preposisional dalam
Dalam tulisannya,
tempatnya, dalam hal ini Denver, yang menjadi tempat dalam kategori
semantis. Preposisi tidak diikutkan. Jika hanya kata Denver yang mempunyai
peran tempat, kata from tidak punya peran apa-apa. Hal ini juga terjadi pada
frasa for Diamond Bank dan as an accountant. Secara sintaktis, keduanya
mempunyai fungsi, tetapi secara semantis tidak mempunyai peran yang sesuai
dengan kategori peran yang ada karena keduanya diawali preposisi. Apakah
preposisi tidak pedu mempunyai peran? Hal ini membutuhkan kajian yang
mendalam.
Secara pragmatis pola yang banyak ditemukan adalah tema dan rema.
Tidak banyaknya variasi muncul karena bentuk-bentuk kalimat dalam
ungkapan tersebut diawali oleh bagian yang memberi informasi tentang apa
yang diujarkan, sedangkan bagian berikutnya memberi informasi tentang
bagian yang dikatakan pada bagian sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Badger, Ian, et.al. 1993. American Business English Program. Hong Kong:
MacMillan Publishers Ltd.
Chapelle, Carol A. 1998. "Some notes on Systemic-Fuctional Linguistics".
123
Abstract
This study analyzes the English derivational sufflXes -ing and -ed in which
derivational process is often inconsistent and it may result in a word changing its part of
speech category. Derivational afflXes are sometimes hard to understand, for they appear to be
variable in their meanings as attached to different bases. The interpretation can be variable in
adjectival, verbal and nominal. The process of derivation itself is opaque. Hence, the
interpretation of them is not easy. Therefore, this study is to determine the type of derivational
sufflXes -ing and -ed and their syntactic functions. Then,it is to investigate the interpretation
of derivational sufflXes -ing and -ed The strategy ofshifts that the translator used is analyzed
Finally, this study is to investigate to what extent the derivational sufflXes -ing and -ed are
accurately, clearly, and naturally translated
Key words: Derivational sufflXes -ing and -ed, acijectival, verbal, nominal, shifts
Unlike
o
125
THEORETICAL REVIEW
Derivational Suffixes
meeting.
126
The second homophone of {-ING vb} is the adjectival morpheme {IN G aj}, as in a charming woman. There are two tests by which the verbal {ING vb} can be distinguished from the adjectival {-ING aj}. The verbal {-ING
vb} can usually occur after as well as before the noun it modifies, e.g., I saw a
burning house. It is not possible to attach qualifier before the word burning.
Therefore, it is not accepted for I saw a rather burning house. The adjectival
{ING aj} can be preceded by a qualifier like very, rather, quite, or by the
comparative and superlative words more and most, as in:
(i) It is a very comforting thought.
(ii) This is a more exciting movie.
Moreover, it can be compared with the phrases that interesting
snake and that crawling snake. The bold words are interpreted as adjectival
derivational. The adjectival {ING aj} can occur after seem: That snake seems
interesting, whereas the verbal {-ING vb} cannot occur after seem that snake
seems crawling. Therefore, the word crawling cannot be interpreted as
adjectival derivational.
The verbal inflectional {-D pp} has a homophone in the adjectival
derivational {-D aj}, as in Helen was excited about her new job. The adjectival
{-D aj} is characterized by its capacity for modification by qualifiers like very,
rather, quite, and by more and most. For example, A rather faded tapestry
hung over the fire place shows the verbal {-D pp}, on the other hand, it does
not accept such modifiers. The seems test for adjectival {-ING aj} is applicable
to adjectival {-D aj}; for example, The tapestry seems faded but it is not
accepted for The guests seem departed.
Ambiguity occurs when the -ed suffix can be interpreted as either
{D-pp} or {-D aj}. The example it was finished job means it was a completed
127
job or it was a perfected job. In the sentence our new surgeon is reserved
means that he is quiet or he is kept reserved set aside to practice his specialty.
Derivation and Its Structure
Aronoff and Fudeman (2005) elaborate derivation and the structure of
derivation. To determine the order of functions leading to a form, it helps to
consider other words that contain the same parts. The prefix un- attached to
nouns is exceptional case. However, it regularly attaches to adjectives. The use
of "add -ly" which forms adjectives, must come before the function "Add un". In the case of unfriendly, it can determine the order of functions easily since
friendly is a possible word, but unfriend is not.
The fact that speakers of many languages can add phonological
material to either end of a word sometimes leads to complex structures. The
examples show that case:
a. Reinterpretation
b. Poststructuralist
These words have the following structures:
a. [{ re - {interpret} v } v - ation] N
b. [Post - [{{ structure]N - al ] A - ist ] A ] A
It tells that reinterpretation is the act of reinterpreting, not re- the act
of interpreting. It starts out with a verb, interpret, form a new word via the
prefix re -and finally form a noun by adding the suffix -ation. In the case of
poststructuralist, it starts by the noun structure, make an adjective via the
adjectival suffix -aI, create a new adjective by adding the suffix -ist, and a
further, one by adding the prefix post-. The bracketing structures are in
convenient, in part because they are so compact. It is clear when using the tree
diagrams:
128
v
re-
/\
-ation
interpret
This diagram shows that re- and verb interpret form a unit, a verb,
which attaches to the noun forming suffix -ation. Combining prefixation and
suffixation leads to ambiguous forms in
a. Undressed
b. Unpacked
c. Unzipped
The ambiguity of the forms is due to the fact that the prefix un- has
at least two distinct roles in English, depending on what it attaches to. When
prefixed to a verb, un- is called reversative with the basic meaning, 'Undo the
action of the verb'. If you unpack a suitcase, you return the suitcase to the state
it was in before the packing action took place. If you untie a package, you
return it to the state it was in prior to being tied.
When attached to adjectives, including participial adjectives like
wounded or stressed, un- means not. If a soldier leaves the battlefield
unwounded, it is not the case that he was first wounded and then unwounded,
because it is impossible to unwound a person. The soldier in question is 'not
wounded'. Other forms are unafraid, uncertain, and un-American.
The analysis of an example like Unzipped depends the interpretation of its
prefix un-.
129
/\
un-
-ed
ZIP
Adj
/\
un-
zipped
ambiguous. They m;e not since they mean not. The only word that works is
unraveled. There is a verb ravel. However, it means the same thing as unravel:
130
the difference between verb and gerundial noun which is genuinely noun:
(i) He was expelled for killing the birds.
Derivational Suffixes -ing and -ed and Their Translation in Indonesian
[ gerundial noun]
and noun.
c. Determiners
The and comparable determiners combine with nouns, not verbs. Thus it is
Words with a verb base and -ing suffix fall into the following three
classes:
(i) She had witnessed the killing of the birds.
[ gerundial noun]
[ participial adjective]
132
DATA ANALYSIS
Untiring
SL : His energy is untiring.
149
152
The word untiring is classified as negation. It has the type of featural derivation
in which there is no change of category of the underlying base but operates on
the values of inherent features. Those adjective has the structure [{v} v -ing
adj]adj}] which is realized by a diagram tree following:
Adj
(verb)
(suffix)
(prefix)
(suffix)
The adjective untiring means not to get tired. It is translated into tak
kenai lelah which is an adjective. The translator chooses tak mengenal lelah.
Derivational Suffixes -ing and -ed and Their Translation in Indonesian
133
However, the translation does not sound natural. The suggested translation is
unused
SL: With absent-minded fingers he straightened the unused inkstand
108
III
tempat tinta yang telah dibuat miring oleh tangan Japp yang
kurang sabar.
D: Unused means tak terpakai
use
(verb)
-ed
(suffix)
un(prefix)
134
(verb)
(suffix)
LlNGllA VoL8 No.2, Oktober 124-138
The adjective unused means not used, not in use, that has never been
used. It is translated into tak terpakai in Indonesian. The translator chooses
yang dibuat miring in order to meet the equivalency. However, it does not
sound accurate, clear and natural. The suggested translation is Dengan pikiran
menerawang jari-jari Poirot membetulkan letak tempat tinta yang tak terpakai
lagi yang tersenggol tangan Japp.
CONCLUSIONS
Based on the analysis, the research has verified the types and the interpretation
of derivational suffixes -ing and -ed as follow:
1. The -ing and the -cd which apparently derive adjective from verb
undergoes the process of adjectivalisation. The conversion results in
deverbal adjective. Their interpretations are both adjectival and verbal.
2. The
process of
nominalization. The
resultant base is categorized as deverbal noun. This type of derivation is
interpreted as
nominal.
3. There are two tests by which the verbal can be distinguished from the
adjectival. The seem test and adverb degree test are used to distinguish
the data whether they are interpreted as adjectival and verbal. Those
tests can be applied both. Otherwise, it is only compatible for seem test
or adverb degree test to distinguish the adjectival or the verbal. In other
words, if the data do not pass the seem or adverb degree test, they are
interpreted as verbal.
4. In translating the derivational -ing and -ed, the translator applies the
category shifts which are segmented into unit shift and class shift. Unit
Derivational Suffixes -ing and -ed and Their Translation in Indonesian
135
BmLIOGRAPHY
Baker, Mona. 1992. In Other Words: A Course Book on Translation. New
York: Routledge.
Bauer, Laurie. 1983. English Word-Formation. Cambridge: Cambridge
University Press.
Bauer, Laurie. 2003. Introducing Linguistic Morphology. Edinburg: Edinburg
University Press.
Bickford, J. Albert. Tools/or Analysing the World's Language: Morphology
and Syntax. 1998. The Summer Institute of Linguistics.
University Press.
Huddlestone, Rodney and Geoffrey K. Pullum. 2005. The Cambridge
137
CONSULTED DICTIONARY
Alwi, Hasan (ed). Kamus Besar Bahasa Indonesia. 3rd edn. Jakarta: Balai
Pustaka.
Frederick C. Mish (ed). Merriam- Webster's Collegiate Dictionary. 11th ed.
Merrlam-Webster Incorporated: USA.
Richards, J. C. and Richard Schmidt. 2002. Longman Dictionary of Language
Teaching and Applied Linguistics. 3rd edn. London: Pearson Education.
Salim, Peter. 1991. The Contemporary English- Indonesian Dictionary. 15t edn.
Modem English Press: Jakarta.
138
Abstract
Comics is a part of Indonesia and Japan's culture, and in it's development, there are
many similarities and differences that could be seen clearly. The similarities are shown at the
early history, and the influence of European and American comics. The differences could
explicitly seen at the modern developments, as the Indonesian comics' dowrifall and manga 's
(Japanese comics) booming, which spread and influencing the whole world
Keywords: comparative, development, comic
PENDAHULUAN
Kata komik diterima secara umum untuk menyebut sastra gambar
(Boneff, 1998: 9). Ahli teori komik cenderung menganggap komik sebagai
salah
satu
bentuk
akhir
dari
hasrat
manUSIa
untuk
menceritakan
pengalamannya melalui gambar dan tanda. (Boneff, 1998: 16): Bahkan, dalam
bentuk kuno komik terlihat dalam berbagai lukisan dinding gua atau relief di
berbagai kuil.
Sebenarnya, komik bukan hanya berkembang di Jepang atau Indonesia,
tetapi terdapat di seluruh kebudayaan di dunia. Komik Indonesia dan Jepang
(manga) sendiri dapat dibandingkan secara historis karena ada banyak
139
menjadi tuan rumah di negeri sendiri lagi. Kini komik Indonesia yang sangat
orisinal sedang berusaha untuk bangkit kembali walaupun sangat terpengaruh
oleh komik yang berasal dari Iuar, yaitu manga.
Manga merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut komik
Jepang. Kata manga dapat berarti karikatur, kartun, comic strip, buku komik,
atau animasi. Istilah ini dibuat oleh seniman ukiyo-e, Hokusai, pada ISI4, dan
kata ini terdiri dari kanji man--
serta kanji ga--0O1 (gambar), serta digunakan Hokusai untuk makna whimsical
sketches (Schodt, 1983: IS).
Bagi orang Jepang manga bukan hanya bacaan anak, tetapi dengan"
bentuk story manga (manga panjang dengan struktur yang detail dan teknik
yang mendapat pengaruh dari teknik film) (Yutaka, 1995: 74). Pembaca manga
sangat beragam, dari murid SD sampai ibu rumah tangga dan para pekerja
kantoran. Dikatakan bahwa dalam manga sendiri objeknya terus berkembang
seiring dengan perkembangan pembacanya dan dengan isi yang sarna
beragamnya, dari sejarah, ekonomi, teknik, sains, dan lainnya(Yutaka, 1995:
74-75). Bahkan, dijelaskan pula bahwa dengan segala perkembangan manga
IllI,
140
diragukan
lagi,
merupakan
salah
satu
simbol
kebudayaan
(Jepang)
Perbandingan Sejarah dan Perkembangan Komik Indonesia dan Jepang (Sissy N. Rahim)
141
Mentjari Puteri Hidjau yang dimuat dalam mingguan Ratu Timur dan B.
Margono menggambar legenda yang termahsyur, Roro Mendoet dalam harian
komik Tarzan di Keng Po (1947), tahun 1952 Rip Kirby karya Alex Raymond,
143
Bawang Putih dan Bawang Merah, Andi=-Andi Lumut, Djoko Tingkir, dan
lainnya.
Berikutnya, legenda-Iegenda Sumatra menjadi lebih menonjol dengan
munculnya penerbit Casso di Medan dengan karya-karya bertema cerita dari
legenda Minangkau, Tapanuli, atau Deli kuno. Bahkan, pada 1962, ketika di
Jawa mulai menurun, produksi komik di kota itu justru mencapai puncaknya,
misalnya komik Bunda Karung, Pendekar Sorak Merapi, Mirah Tjaga dan
Mirah Sita atau Hang Djebat Durhaka yang diambil dari hikayat Hang Tuah,
Telandjang Udjung Karang dan
Hindia dengan komikus-komikus Djas, Zam Nuldyn, dan Taguan Hardjo. Pada
awal 70-an periode Medan ini pun berakhir karena sedikitnya komik baru yang
dihasilkan (Boneff, 1998: 29-34).
Setelah itu, berkembang komik pahlawan, seperti Godam karya Wid N.S.
pada tahun 1968, dan Gundala karya Hasmi (Fakta # 513, Surabaya: Maret
2007) dan komik remaja, yang berlanjut hingga awal 70-an dengan kisah
roman atau percintaan. Selanjutnya, komik yang juga kuat adalah komik silat
yang mendapat pengaruh dari kebudayaan Cina. Jenis-jenis komik dari Cina
inilah yang mendominasi pasar pada dekade 80-an yang menyebabkan komik
Indonesi tidak mampu bersaing.
yang
terdapat pada kuil Houryuuji dan Toshodaiji di Nara dari abad 6/7, dan
kemudan terlihat pada emaki-mono (narative picture scrolls) buatan Pendeta
Toba Sojo di Abad 12 seperti Chojugiga, Hohigassen, Shukyuzu, danYobutsu
Kurabe. Lalu, berlanjut pada emaki-mono dari zaman Kamakura (1192-1333):
Jigoku Zoshi, Gaki Zoshi, Tengu Zoshi, dan Yamai Zoshi. Pada Zaman
Tokugawa (1603-1868) muncul Zen 'ga (Zen pictures) yang religius dan
Perbandingan Sejarah dan Perkembangan Komik Indonesia dan Jepang (Sissy N. Rahim)
145
Kemudian, pada awal abad 17 gambar-gambar yang saat itu jelas untuk
masyarakat umum pun muncul, berupa Ukiyo-e (woodblock print), dengan
tema gambar kehidupan di kalangan penghibur.
tahun 1702 muncul pula Toba-e Sankokushi yakni bentuk kartun oleh
Shumboku Ooka yang secara umum disebut Toba-e. Lalu, di akhir abad 18 pun
muncul Kibyoshi, yang merupakan buku hasil penjilidan berbagai gambar di
zaman itu, yang dapat disebut juga bentuk kuno buku manga. (Lent, 1989:
222-224)
b. Perkembangan Manga Modern
146
: 74).
...
card companies
--
Adult manga
Eroti gekiga
1>-'"
.,
1955
1960
boys' manga
Girls' manga
-----
1950
1965
1970
1975
1980
1985
1990
1995
45
147
atau pembaca yang menikmati manga yang sebenarnya bukan ditujukan pada
dirinya. Hal ini dapat dilihat dari para salaryman 'pekeIja kantoran' yang pergi
ke kantor sambil membaca Shonen Magazine di dalam kereta.
1500
1000
soo '
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
Figure
Comparative total annual circulation figures of' ALL m.anga and
all ADULT rnanga betw'een 1979 and 1979 and 1997 in units of 1 million
[Source: of Data: Shuppan Nenpo 1994, 1997]
47
Gambar 2: Angka sirkulasi tahunan seluruh majalah manga dari tahun 1979
sampai tahun 1997 dalam bilangan 1 juta-an. (Kinsella, 2000: 47)
148
PENUTUP
Komik Indonesia dan Jepang (manga) mengalarni beberapa titik temu
pada sejarah dan perkembangannya, contohnya pada sejarah kuno, dengan
ditemukannya bentuk-bentuk komik kuno pada berbagai kuil-Borobudur dan
Prarnbanan di Indonesia serta Houryuuji dan Toshodaiji di Jepang-serta
dalarn bentuk wayang serta emaki-mono. Kemudian, persarnaan berikutnya
dapat terlihat dari awal bentuk-bentuk komik modem, yang sarna-sarna
mendapat pengaruh komik Barat melalui media massa. Seiring denganjalannya
waktu, perbedaan-perbedaan yang mencolok pada perkembangan berikutnya
pun terlihat jelas, terutama pada dekade 80-an. Narnun, kebangkitan kembali
komik Indonesia-yang dapat dikatakan juga merupakan akibat dari pengaruh
149
http://www.dnp.co.jp/museum/nmp/nmp i/articleslmangalmangal.html
"'Gerilya'
Komik
Indonesia"
Republika
Online,
11
Maret
2007.
http://www.republika.co.id
"Kejayaan yang Tinggal Kenangan" Kompas, 20 Maret 2004
http://kompas.com!kompas-cetakl0403/20/pustakal922209 .htm
"Komikus Indonesia Tembus Dunia" Suara Pembaruan, 14 Januari 2007
http://www.suarapembaruan.com
"Tantangan bagi Para Komikus untuk Hasilkan Komik Lokal" Republika, 21
Juli 2004
150
Abstrak
Kesetaraaan antara laki-Iaki dan perempuan perlu diwujudkan. Melalui cara seperti
itu, keharmonisan di rumah tangga dan prestasi di tempat kerja dapat tercapai. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya, seberapa besar, dan keberartian hubungan antara
kemitrasejajaran dan aktualisasi diri pada perempuan yang bermultiperan di Yayasan LIA
Jakarta. HasH yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
mengembangkan kemitrasejajaran antara laki-laki dan perempuan di masyarakat pada
umumnya dan para karyawan yang bekerja di Yayasan LIA Jakarta pada khususnya. Penelitian
ini dilaksanakan di YAYASAN LIA Jakarta n. Pengadegan Timur Raya No.3 Jakarta Selatan
12770 mulai Oktober 2007 sampai dengan Januari 2008. Metode penelitian yang digunakan
adalah penelitian korelasional, yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antara dua atau beberapa variabel. Besarnya derajat hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat dalam penelitian ini dapat dilihat dari koefisien korelasi product moment. Dari
hasil perhitungan diperoleh r hitung sebesar 0,742 dan lebih besar dari r tabel yaitu, 0,361.
Besar kontribusi variabel bebas pada variabel teriakt adalah 55,06%. Hasil uji persyaratan
analisis dan hipotesis secara empiris penelitian ini telah berhasil mengungkap hubungan yang
berarti dan signifikan antara kemitrasejajaran dan aktualisasi diri pada perempuan yang
bermultiperan di Yayasan LIA Jakarta. Sebagian perempuan yang bermultiperan kurang
berhasil dalam pekerjaan karena merasa urusan domestiknya yang utama sehingga
mengabaikan peran di kantor.
Kata Kunci: Kemitrasejajaran, aktualisasi diri, dan perempuan mUltiperan
Abstract
Gender equality is in need to be realized Through this way, the harmony in the
household and achievements in the workplace can be achieved This study aimed to find out
whether there is a relation between partnership and self-actualization in m'ultitasking women
at Yayasan LIA Jakarta, to find out the degree of the relationship, and to know about the
significance of the relationship. Results obtained from this study are expected to provide input
in developing the partnership between men and women in society in general and the employees
work at Yayasan LIA Jakarta in particular. This research was conducted at Yayasan LIA
Jakarta, JI. Pengadegan Timur Raya No.3, South Jakarta 12770, from October 2007 until
January 2008. The research methods used were correlational studies, which are intended to
determine whether there is a relationship between two or more variables. The amount of the
degree of correlation between independent variables and dependent variable in this study can
be seen from product moment correlation coefficient. From the calculation, r count equals to
0.742 and greater than r table 0.361. The contribution of independent variables on dependent
variable is 55.06% The result of the hypothesis testing and the analysis requirements of this
research has been empirically successful in uncovering meaningful and significant
Hubungan Antara Kesejajaran dan Aktualisasi Diri Pada Perempuan
Muitiperan di Yayasan LIA Jakarta (Dr. Askalani Munir)
151
PENDAHULUAN
Dewasa ini banyak kemajuan yang dialami oleh kaum perempuan
Indonesia, baik di bidang ekonomi, politik, maupun pendidikan. Hal ini terlihat
dari semakin banyaknya perempuan yang memegang jabatan penting di
tempatnya bekerja, seperti direktur atau manajer, sedangkan di instantsi
pemerintah banyak perempuan yang duduk di jajaran eselon. Di bidang politik
perempuan sudah berani mengeluarkan pendapatnya mengenai keadaan politik
negara. Di bidang pendidikan banyak perempuan yang memiliki gelar sarjana,
dari tingkat strata satu sampai dengan strata tiga. Dengan pendidikan yang
tinggi perempuan memiliki peluang yang besar untuk berkarier di luar rumah,
yaitu dengan bekerja di suatu instansi.
Sebagian dari perempuan yang bermultiperan tersebut kurang berhasil
pada pekerjaannya karena merasa peran domestiknya yang utama sehingga
mengabaikan perannya di kantor. Symonds (2004) menjelaskan bahwa salah
satu hal yang menyebabkan perempuan yang bermulti peran kurang berhasil
dalam kariemya adalah kecenderungan untuk bergantung pada cinta dan orangorang yang dicintai, dalam hal ini adalah keluarganya. Perempuan yang
bermultiperan juga mengharapkan pertolongan dan perlindungan dari hal-hal
yang menurutnya sulit dan menantang. Kecenderungan tersebut bisa
menghambat kemajuan karier. Hal tersebut dikenal dengan Cinderella
Complex menurut Dowling (2001) merupakan suatu fenomena psikologis
153
Kemitrasejajaran
perlu diwujudkan.
Dengan demikian, keharmonisan di rumah tangga dan pre stasi di tempat kerja
dapat tercapai. Kemitrasejajaran menurut teori feminisme liberal Margaret
Fuller (dalarn Umar, 2004) yaitu semua manusia, laki-Iaki dan perempuan
diciptakan seimbang dan serasi, memilliki hak yang sarna, dan menghendaki
agar perempuan diintegrasikan secara total di semua peran termasuk bekerja di
luar rumah. Pembeda antara laki-laki dan perempuan adalah fungsi reproduksi,
yang bukan merupakan faktor penghalang terhadap pelaksanaan peran-peran
tersebut.
154
para
pendapat ahli antara lain (Gilbert, 2003), yang menguraikan gender equality
atau sering disebut dengan kemitrasejajaran sebagai berikut.
" A world in which women did not look to men for security and men did
not look to a women to sustain their personal lives and rear their
children .... It would be a world in which men would be as likely as a
women to pause in their careers for child -rearing, in which neither men
nor women would be 'punished' or viewed as unambitious or a 'bad bet'
if they identified themselves as family-oriented. It would be a world in
which just as many wives as husband earned more money than their
spouses. It would be a world in which careers peaked more than once
and at no set time .... "
Gender equality atau kemitrasejajaran adalah sebuah dunia yang
menggarnbarkan perempuan tidak lagi tergantung pada perlindungan laki-laki,
dan perempuan tidak lagi lagi dilihat sebagai pendorong dalarn kehidupan
pribadinya yang hanya membesarkan anak. Pengertian tersebut dapat diartikan
bahwa kemitrasejajaran adalah sikap dan perilaku antara laki-laki dan
perempuan yang saling bekerja sarna sebagai mitra yang sejajar. Nurpilihan
(2004) menjelaskan kemitrasejajaran perempuan dan laki-Iaki sebagai
hubungan antara perempuan dan laki-Iaki yang saling memperhatikan
persarnaan derajat dan status dalarn kebersarnaan dan pengertian, keduanya
(perempuan dan laki-Iaki) berhak dalarn posisi pengarnbilan keputusan,
memperoleh kesempatan untuk beraktualisasi, memilih akses dan kontrol
terhadap sumber-sumber dan manfaat pembangunan.
Secara umum konsep kemitrasejajaran perempuan dan laki-Iaki adalah
sebagai partnership (pasangan) yang memiliki kedudukan dalarn deretan yang
Hubungan Antara Kesejajaran dan Aktualisasi Diri Pada Perempuan
Mu\tiperan di Yayasan LIA Jakarta (Dr. Askalani Munir)
155
Akutalisasi Diri
Alasan seseorang harus bekerja salah satunya adalah untuk memenuhi
kualitas dan kapasitas yang dimiliki oleh setiap individu dan mengoptimalkan
bakat dan kemampuan yang potensial. Perwujudan diri dalam melakukan
perkeIjaan yang terbaik merupakan suatu cara untuk mengaktualisasikan diri,
juga merupakan suatu kebutuhan hidup.
Aktualisasi diri menurut Maslow (dalam Globe, 2004) adalah suatu
hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri dan menjadi
apa saja menurut kemampuannya. Ia juga menambahkan mrulUsia didorong
oleh kebutuhan universal yang tersusun dalam suatu tingkatan dari yang paling
kuat sampai yang paling lemah. Tingkatan kebutuhan ini seperti tangga,
kebutuhan yang paling rendah harus dipuaskan terlebih dahulu sebelum
muncul kebutuhan tingkat ke dua dan seterusnya. Kebutuhan akan aktualisasi
diri merupakan tingkatan kebutuhan yang kelima atau tertinggi. Akutalisasi diri
tidak akan tercapai apabila keempat kebutuhan sebelumnya, yaitu kebutuhan
Hubungan Antara Kesejajaran dan Aktualisasi Diri Pada Perempuan
Multiperan di Yayasan LIA Jakarta (Dr. Askalani Munir)
157
fisiologis, rasa arnan, rasa memiliki dan kasih sayang, serta kebutuhan akan
penghargaan, tercapai.
Pribadi yang mengaktualisasikan diri memiliki karakteristik umum,
seperti selalu menghargai kenyataan hidup, menerlma dengan baik dirinya dan
orang lain, memiliki kreativitas yang tinggi (tidak selalu dalarn bidang seni),
dan pertahanan yang tinggi terhadap kehidupan.
Chaplin (2005) menjelaskan aktualisasi diri sebagai kecenderungan
untuk mengembangkan bakat dan kapasitas diri. Pengertian tersebut
mengandung pengertian bahwa aktualisasi diri adalah kecenderungan
seseorang untuk mendayagunakan bakat dan kapasitas dirinya.
Schultz (2001) mendefinisikan akutalisasi diri sebagai perkembangan
yang paling tinggi dan penggunaan semua bakat yang dimiliki oleh seorang
individu dan memenuhi semua kualitas dan kapasitasnya, dimana seseorang
hams "menjadi" sesuai dengan potensinya. Apabila kebutuhan akan aktualisasi
diri ini tidak terpenuhi, individu tersebut akan merasa kecewa, tidak tenang,
dan tidak puas.
Goldstein (dalarn Hall and Gardner, 2003) menguraikan aktualisasi diri
sebagai kecenderungan kreatif dari kodrat manusia, hal tersebut merupakan
prinsip organik yang menyebabkan organisme berkembang dengan lebih penuh
dan lebih sempurna. Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa aktualisasi diri
adalah kecendrungan kreatif seseorang untuk berkembangan dengan lebih
sempurna;
Adapun Rogers (dalarn Hall and Gardner, 2003) mengemukakan bahwa
organisme mempunyai suatu kecenderungan dan kerinduan dasar yakni
mengaktualisasikan, mempertahankan, dan mengembangkan organismen yang
mengalarninya. Kecenderungan untuk mengaktualisasikan ini bersifat selektif,
menaruh perhatian hanya pada aspek-aspek lingkungan yang memungkinkan
158
Perempuan Bermultiperan
159
Tujuan
160
Metode
Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan LIA Jakarta J1. Pengadegan
Timur Raya, No.3, Jakarta Selatan 12770, mulai Oktober 2007 sampai dengan
Januari
2008.
Metode
penelitian
yang
digunakan
adalah
penelitian
2.
3.
Jumlah
161
subyek dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi
sampel (Arikunto, 2004).
Penelitian menggunakan instrumen yang berbentuk angket pernyataan
pada variabel kemitrasejajaran dan aktualisasi diri. Bentuk angket berupa
rating scale, yaitu angket bentuk pernyataan yang menunjukkan tingkatan.
162
signifikan antara
Ha diterima.
Perhitungan koefisien determinasi (r2) melihat seberapa besar
simbangan variabel X terhadap variabel Y, maka diperoleh nilai sebesar 55,
06%, artinya kontribusi variabel X terhadap variabel Y sebesar 55,06% dan
44,94% merupakan kontribusi dari faktor lain.
Berdasarkan observasi prapenelitian, perempuan yang bermultiperan di
Yayasan LIA Jakarta kurang dapat memanfaatkan kesempatan yang ada untuk
mengembangkan karier sehingga kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh
karyawan laki-Iaki.
163
memiliki waktu dan kesempatan yang luas untuk mengaktualisasikan diri, yaitu
subjek dengan lama masa bertugas lima tahun sebesar 23,3% dan 76,7 %
subjek dengan lama masa bertugas lebih dari enam tahun.
Berdasarkan deskripsi data dan hasil uji persyaratan analisis dan
hipotesis di atas, dapat dikatakan secara empiris penelitian ini telah berhasil
mengungkap hubungan yang berarti dan signifikan antara kemitrasejajaran dan
aktualisasi diri pada perempuan yang bermultiperan di Yayasan LIA Jakarta.
Besamya derajat hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat
dalam penelitian ini dapat dilihat dari koefisien korelasi product moment. Dari
hasil perhitungan diperoleh r hitung sebesar 0,742, dan r hitung tersebut lebih
besar dari tabel, yaitu 0,361, sedangkan besar kontribusi variabel bebas pada
variabel terikat adalah 55,06 %.
Walaupun penelitian ini secara empiris telah berhasil menguji atau
membuktikan adanya hubungan antara kemitrasejajaran dan aktualisasi diri
pada perempuan yang bermultiperan di Yayasan LIA Jakarta, peneliti tidak
memungkiri bahwa bukan hanya kemitrasejajaran yang memengaruhi
aktualisasi diri pada perempuan yang bermultifungsi peran tersebut, melainkan
masih ada faktor-faktor lain, antara lain konsep diri, pendidikan dan
penyesuaian diri.
Simpulan
yang
Jakarta
sebanyak
30
orang.
Pengambilan
sampel
dilakukan
dengan
DAFTAR PUSTAKA
Ari Pumami, Sita. 2004. Peran dan Kedudukan Perempuan dalam
165
Astanto, Sugeng. 2005. Aktualisasi Diri Wanita yang Bekerja. Majalah Widya,
Maret No. 114, Tahun XII, Jakarta
Atwater, Eastwood. 2002. Psychology of Adjusment, Personal Growth in a
Raja Grafindo
Persada.
Coon, Dennis. 2002. Introdcution to Psychology, Exploration and Application,
Jogjakarta: Kanisius.
Gilbert, A Lucia. 2003. Two Careers One Familiy. New Bury park: Sage
Publication
Hal, Calvin dan Lindzey, Gardner. 2003. Teori Holistik dan Organismik
Anima Indonesian
Psychological Journal.
Munandar, SC Utami. 2005. Kemitrasejajaran Wanita-Pria dalam PJPT II,
166
Nurpilihan, Suryadi, Edi 2004 Profil Kemitrasejajaran Wanita dan Pria Pada
167
Abstract
The Japanese society is known as a group community bound by the Japanese cultural
values which are still attached in their life interactions. The interactions occur in the beginning
of a meeting constitute as a milestone determining the succeess of business relationship they
are going to have. The Japanese cultural values can be clearly seen how the greeting is
conducted by the Japanese people in the beginning of a meeting.
Kata Kunci : Culture value, Ojigi, Meishi
Pendahuluan
Banyak pendapat dari para ahli ataupun bangsa asing yang mengatakan
bahwa bangsa Jepang memiliki kepribadian yang tidak dimiliki bangsa lain.
Salah satu penyebabnya akibat politik isolasi (sakoku) yang pemah
diberlakukan di Jepang selama 250 tahun oleh pemerintah Tokugawa. Selama
sakoku tersebut, bangsa Jepang hidup tertutup tanpa pengaruh dari luar
168
1 Hendry, Joy (1993) Wrapping Culture: Politeness, Presentation, and Power in Japan and
other Socities. Oxford: Clarendon Press, hIm. 57
Tata Cara Berkenalan dalam Masyarakat Jepang: Sebuah Nilai Budaya Jepang (Ekayani Tobing)
169
Nakane, Chie (1970) Tate Shakai no Ningen Kankei, Tokyo:Koogisha, hIm. 26--29
170
Biasanya orang Jepang tidak terbiasa untuk berbicara dalam gaya bahasa
yang jelas, langsung, dan logis. Kata-kata yang digunakan sering bermakna
ganda (ambigu). Hal ini berlaku tidak hanya dengan orang asing, tetapi
kebiasaan berkomunikasi seperti ini juga berlaku dengan sesama orang
Jepang.
2. Homogenitas Ras dan Budaya
Wakon yosai merupakan salah satu bukti homogentitas dari sikap dan sifat
dari
cara
berkomunikasi yang selalu memberi respon dengan kata "hai" (ya), yang
sebenamya bukan berarti "ya" sesungguhnya. Kata "hai" lebih tepat diberi
arti "saya mendengar", "saya mengerti yang Anda sampaikan, atau "saya
memperhatikan Anda". Cara berbicara tidak langsung atau terus terang
akan mengganggu kenyamanan perasaan dalam berkomunkasi dan
membuka peluang konfrontasi. Padahal, orang Jepang sangat menjaga
harmoni dan hubungan baik dengan kelompok lain, terlebih dengan
kelompok di Iuar negaranya.
4. Sikap Eksklusif
Orang Jepang memiliki perasaan in-group feeling yang sangat kuat karena
adanya nilai uchi no mono dan sofa no mono sebagai bagian dari nilai
Tata Cara Berkenalan dalam Masyarakat Jepang: Sebuah Nilai Budaya Jepang (Ekayani Tobing)
171
Khadiz, Antar Venus (2001) Jepang Dalam Percaturan Bisnis Global: Suatu Pendekatan
Komunikasi Antarbudaya, dalam Komunikasi Antarbudaya, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
hal 204-205
172
Dalarn rangka kerja sarna bisnis, hal yang berlaku di Jepang adalah
mengadakan kontak langsung dengan perusahaan atau dengan perwakilan
perusahaan terse but yang ada di negara kita. Penawaran ataupun perkenalan
melalui surat kurang mendapat tanggapan positif. Narnun, saat ini ada beberapa
perusahaan besar Jepang akan menjawab surat perkenalan atau penawaran
kerja sarna. Pada awal perkenalan dengan orang Jepang akan diawali dengan
melakukan ojigi. Cara melakukan ojigi tidak sarna. Hal ini ditentukan
berdasarkan status dari masing-masing orang atau masing-masing kelompok
yang berinteraksi.
a. Ojigi (Membungkuk)
Ojigi atau salarn dengan membungkuk merupakan pemandangan yang
selalu tarnpak dalam etika orang Jepang. Ojigi merupakan hal yang penting
dalarn etika orang Jepang. Oleh karenanya, sejak masa kanak-kanak etika ojigi
telah diajarkan. Bahkan, perusahaan dalarn masa pelatihan berulang kali
mengajarkan cara melakukan ojigi dengan benar kepada karyawan barunya.
Pada awal dan akhir pertemuan, biasanya orang J epang ataupun orang
asing yang akan berhubungan atau bergaul dengan orang Jepang akan saling
membungkukkan badannya secara formal. Sebenarnya, orang Jepang telah
mengenal
budaya
berjabatan
tangan.
Biasanya,
orang
Jepang
akan
rata Cara Berkenalan dalam Masyarakat Jepang: Sebuah Nilai Budaya Jepang (Ekayani Tobing)
173
Orang Jepang yang telah biasa llergaul dengan orang Barat akan
mengulurkan tangannya. Mereka
Namun, seringkali orang asing yang berhadapan dengan orang Jepang akan
membungkukkan badannya sehingga orang Jepang akan menunggu sesaat
untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan, yaitu ojigi atau saling
berjabat tangan supaya tidak saling bertentangan. Dalam melakukan ojigi ini
akan ditentukan dalarnnya bungkuk badan yang harns dilakukan disesuaikan
denganjabatanlpangkat dari lawan bicaranya itu.
Cara melakukan ojigi yang mendasar atau pada umunmya adalah
dengan membungkukkan badan dari
bagian pinggang,
tidak hanya
depan
174
Perasaan in-group feeling yang sangat kuat dan ditentukan adanya nilai
uchi no mono dan sofa no mono sebagai bagian dari nilai shudanshu.gi yang
pertemuan,
mereka harns
kelompoknya. Hal ini menyangkut pada nilai kuatnya ikatan pada kelompok
mereka. Peran kelompok dalam masyarakat Jepang sang at menonjol dan itu
tampak dalam perilaku yang loyal dan terikat pada kelompoknya. Oleh
karenanya, mereka akan sangat hati-hati dalam berinteraksi untuk tidak
menyebabkan tercemar nama baik kelompoknya. Salah satu posisi ojigi yang
berhubungan dengan posisi dari kelompoknya, tampak dalam posisi duduk dan
membungkukkan badan sampai menyentuh lantai, biasanya dilakukan sebagai
ungkapan terima kasih, dan ini disebut dengan saikeirei.
Tata Cara Berkenalan dalam Masyarakat Jepang: Sebuah Nilai Budaya Jepang (Ekayani Tobing)
175
jabatan setiap orang yang dihadapi. Kartu nama harus tetap diletakan di atas
meja dengan posisi tegak lurus menghadap kita agar kita daI?at segera
mengetahui nama dan jabatan orang yang sedang kita ajak bicara. Kartu nama
yang diberikan kepada orang Jepang akan disimpan dengan baik. Ketika kita
akan berkomunikasi, orang Jepang tersebut telah mempunyai catatan bahwa ia
telah pemah bertemu. Orang Jepang tersebut tidak akan memandang kita
sebagai orang asing yang baru pertama kali ditemui.
Berikut ini adalah urutan mengeluarkan kartu nama, beberapa cara
memberikan, dan ungkapan-ungkapan yang harus diucapkan ketika kartu nama
itu diberikan:
1. mengucapkan salam "hajimemashite",
2. mempersiapkan kartu nama, dan
3. mulai memperkenalkan dengan "nama perusahaan, kemudian nama diri",
dan menyampaikan kartu nama yang dilanjutkan dengan mengucapkan
176
r[1
1=1:1
-T
T 1-0_'$"2'044
"""",,,,,,,,,,;
Hal yang sulit untuk dipahami oleh orang asing yaitu tidak adanya standar
teIjemahan untuk pangkat dan jabatan dalam perusahaan Jepang yang tertera
dalam kartu nama orang Jepang. Mmisalnya, ketika kita membaca teIjemahan
jabatan dari lima orang Jepang yang bertemu dengan kita, kelima orang dari
satu perusahaan yang sama menyebut jabatannya sebagai manajer dan
ditambah dengan manajer departemen, manajer seksi, atau asisten manajer, dan
lain-lain. Namun, dalam perilakunya terdapat perbedaan antara satu manajer
dan manajer lain yang ditentukan oleh umur dan tanggung jawab yang diemban
sesuai dengan jabatan dalam perusahaan itu. Oleh karenanya, sebagai bangsa
asing kita perlu mengetahui dan mempelajari jabatan dan tingkatan kedudukan
seseorang dalam perusahaan, yang biasanya berhubungan juga dengan usia
orang tersebut. Sistem peringkat dan tanggung jawab yang berbanding dengan
Tata Carn Berkenalan dalarn Masyarakat Jepang: Sebuah Nilai Budaya Jepang (Ekayani Tubing)
177
4. Simpulan
Dalam masyarakat Jepang awal dan akhir dari suatu pertemuan diatur
dengan cukup jelas. Masyarakat Jepang adalah masyarakat yang konformis dan
teratur. Di Jepang terdapat awal dan akhir yang cukup jelas hampir dalam
segala hal. Pertukaran kartu nama yang wajib dilakukan antarpara pembisnis
yang bertemu untuk pertama kali adalah salah satu contoh yang terjelas.
Pertemuan diawali dengan cara berjabat'tangan atau melakukan ojigi apabila
dilakukan di antara sesama orang Jepang. Pada saat itu, mereka telah
mengetahui posisi masing-masing kelompok atau orang sehingga posisi
melakukan ojigi pun dilakukan dengan posisi kelompok atau status orang itu.
Cara-cara tersebut merupakan nilai-nilai budaya yang masih melekat dalam diri
orang Jepang. Hal ini tampak pada awal pertemuan sampai dengan berakhimya
pertemuan, khususnya bisnis.
DAFTAR PUSTAKA
Hendry, Joy (1993) Wrapping Culture: Politeness, Presentation, and Power in. Japan and other Socities. Oxford: Clarendon Press.
Poter, Richard E & Samovar, Larry A (2001) Suatu Pendekatan Terhadap
Komunikasi Antarbudaya, dalam Komunikasi Antarbudaya, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Nakane, Chie (1970) Tate Shakai no Ningen Kankei, Tokyo:Koogisha.
Lewis, Richard D (2004) Komunikasi Bisnis Lintas Budaya, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
178
Khadiz, Antar Venus (2001) Jepang Dalam Percaturan Bisnis Global: Suatu
Pendekatan Komunikasi Antarbudaya, dalam Komunikasi Antarbudaya,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tata Cara Berkenalan dalam Masyarakat Jepang: Sebuah Nilai Budaya Jepang (Ekayani Tobing)
179
Indeks
Volume 8 Nomor 1, Maret 2009
PeneIjemahan 1, 8, 11