TINGGI
Katubi
Sta! Pengajar JunlSall Bahasa /lIggris Sekofah Tinggi Bahasa Asing L1A Jakarta
Abslrak
Kcterbacaan pada sebuah leks harus menjadi pcrhatian karena bcrkaitan langsung
dcngan isi leks tersebut. Fokus harus dibcrikan lcbih kepada kelerbalasan leks. Meskipun
demikian, hal tcrsebut sangat tergantung pada tingka! keterbacaan kalimatnya. Makalah ini
membicarakan faktor-faklOT yang mempcngaruhi keterbacaan kalimal dan implikasinya pada
Icrjemahan. Tanpa kete rbacaan kalimat yang baik leks akan suli! dipahami. Dcmikian pula
yang versi terjemahaann ya.
Kala ku nci: ketcrbacaan, leks
Abstract
Readability needs to be the concern of allY text becallse it has close relationship with the
content of the lext. The focus should be given on the text readability. However, it depends a lot
on the sentence readability level. Th is paper discusses factors that illfluence sentence
readability and its implication to translation. \Vilhollt it, the text won't be easy to comprehend,
let alone the translation wrsion.
Key words: readibility, text
Pendahuluan
Keterbacaan berkaitan dengan hal mudah atau sukarnya teks dipahami
kelompok pembaca tertentu yang menjadi sasaran teks terse but. Semakin tinggi
keterbacaan leks, leks tersebut semakin mudah dipahami pembaca. Namun,
perlu diingat babwa sifat keterbacaan itu melekat pada teks, bukan pada diri
pembaca.
Sejak tahun 1920-an, para penelili kelerbacaan lelah mengembangkan
dua tujuan utama pene1itiannya, yaitu (1) untuk menggunakan pengetahuan
dalam mempengaruhi kesesuaian yang optimal antara pembaca dan leks; (2)
untuk memahami apa yang membuat leks mudah alau sukar dibaca.
Berdasar kedua tujuan itu , akhirnya sampai saat ini para pakar
kelerbacaan telah menemukan sejumlah variabel yang dapat digunakan untuk
136
2006 1.J.6.-152
137
penulis teks
Kalimat yang berverba aktif lebih mudah dibaca dan diingat daripada
kalimat berverba pasif. Contohnya ialah
(I)
(2)
Kalimat (1) lebih sulit dipahami daripada bentuk kalimat (2). Selain itu ,
kalimat
138
Vol. 5 No.
2.
2Q()!;
136-152
(3)
(4)
(5) The reduction ill the lenght of the string will produce on increase in
the speed of the pendulum.
Kalimat (5) lebih suli! dipahami daripada kalimat (6) berikut.
(6) If yOll reduce the /eng"t of the string, you will increase the speed of
the pendulum.
Hasil peneliti an menunjukkan bahwa kalimat (6) lebih mudah dipahami
daripada
Dicar;: Kalim.'
Tinggi <"atub;)
139
3. Verba modal
Penggunaan
verba
modal
seperti might,
(7)
(8)
140
UNGUA
Tabel 1
luml ah Kala dan Kelerbacaan Kalimal
lumJ ah kata per kalimat
Tingkat keterbacaan
26<
sangat sukar
25 --22
Sukar
2 1-- 18
agak sukar
17--15
Standard
14-- 12
agak mudah
11--9
Mudah
8>
sangat mudah
142
!36- I S2
Tata Kalim at, Jumlah Kata, dan Keterbacaan: Beberapa Temuan dalam
Bahasa Indonesia
Jumlah Kata dan Panjang Kalimat
Berdasar hasil peneli tiannya pada siswa S MU, Oamaianti (1995)
menyatakan bahwa siswa lebih mudah memahami wacana ya ng memiliki
kalimat-kalimat dengan kala yang lebih sedikit dibanding kalim at-kalimat yang
mempunya i jumlah
kala
mengemukakan berapa
yang
banyak.
Namun,
dia
memang
tidak
Sehubungan dengan jumlah kata dan panJ ang kalimat, Sakri (1995)
menyatakan bahwa perlu dipahami kalim al yang sekiranya tidak terlal u
pa nj ang tidak pertu dipeca h menj ad i kalim at pendek-pendek. Pemecahan
kalimat lersebut terkadang menjadikan kalimat lebih sulit dipahami pembaca
karena adanya perubahan interpretasi seca ra seman tis. Perhatikanlah contoh
menarik beriku t ini.
(11) Mobil itu menabra k pohon. Mobil itu rusak.
(1 2) Mobil ilu menabrak pohon dan mobil itu rusak.
(13) Mobil ilu menabrak pohon se hingga rusak.
Contoh (11 ) merupakan derelan dua buah kalimat lunggal ya ng pendekpendek. Contoh (12) dan (13) merupakan kalimat majemuk. Namun , info rmasi
yang disampaikan kalimat (13) lebih jelas dan lebih mudah diingat daripada
informasi yang dikandung kalim at (11 ) dan (12). Jadi, kalim at (13) mempunyai
keterbacaan yang tinggi dibanding kalimat (11 ) dan (12) karena pembaca dapat
menginlerpretasikan berbagai makna alas kalimat (11) dan (1 2). Sementara itu ,
D;'M';: Kal;mat T..
Yang
143
pada kaliamat (13) sudah dapat dipastikan adanya hubungan semantis sebab
akibat antarklausa yang membentuknya dan tidak dapat diinlerprelas ikan
dengan makna lain .
Bangun Kalimat
Bangun kalimal diyakini mampu mempenga ruhi kete rbacaan leks.
Sehubungan dengan hal itu, Damaianti (1995) menyarankan bahwa baik leks
ilmiah mau pun saslra hendaknya menggu nakan pol a-pola kalimat bahasa
Indonesia yang iaz im, ya itu A _____ > FB FK (ba ngun dasar) dan A __ A> FB FK
(bangun lurunan). Hal itu dapal dibaca ayat (baca; kalimal) terdiri alas frasa
benda dan frasa kerj a, baik pada ba ngun dasar maupun bangun lurunan dengan
maksud agar seJaras dengan pola kalimat yang dikuasai pembaca. Berdasar
hasil penelitiannya pada siswa SMU itu, dapal dinyalakan bahwa pola kalimat
yang lerdiri alas frasa benda dan frasa kerja, baik bangun dasar maupun
turunan, Icb ih akrab dengan pola sintaklik pembaca berbahasa Indones ia
dibanding poJa sinlaktik lain.
Jenis Kalimat
Jen is kalimat yang dimaksudkan dalam tulisan ini iaJah pembedaan alas
kalimat aktif dan pasif. Damaianti (1995)
mudah menggunakan kala-kala berawalan meX- (baca ; aktif) dibanding kalakata yang berawalan diX- (baca: pasif). Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa kalimat berbahasa Indonesia pun dalam hal konstruksi aktif pasif ini
memiliki kecenderungan yang sarna dengan po la kalimat berbahasa Inggris
dalam hal kelerpahamannya.
Hal itu menimbulkan pertanyaan: mengapa selama ini lulisan ilmiah
selalu menggunakan kalimat pasif? Sakri (1995) menyatakan bahwa alasan
144
illl
adalah
dalam
146
ban yak
[P]
manusia
yang
mampu
tinggal
dalam
147
which atlempts to relay, across cultural and linguistic bOllndaries, another act
of communication (which may have been illlended for different purposes and
different readers/hearers".
komunikasi, dalam proses itu ada pesan yang ingin disampaikan ke dalam
bahasa sasaran. Akankah pesan itu
disampaikan dalam kalimat yang suli! ditangkap pembaca tersebut? Tentu saja
tidak. Banyak pembaca leks terjemahan yang "pusing" memahami pesan yang
terdapal dalam teks terjemahan karena disampaikan dengan cara yang berbelit
beliL Hal itu memang tidak sematamata karena kalimat yang digunakan
penerjemah tidak berketerbacaan linggi. Kadang kala yang terjadi ialah
penerjemah memang tidak menguasai bahasa sasaran dengan baik. Hal itu
dapat diteliti pada teks terjemahan dari bahasa Inggris ke Indonesia.
Penerjemah teks bahasa Inggris ke Indonesia itu pada umumnya kemampuan
bahasa Indonesianya hanya mengandalkan feeling, bukan hasil didikan dari
Program Pelatihan Penerjemahan.
Lalu, apa yang harus dilakukan penerjemah untuk menghasilkan
terjemahan yang berke terbacaan linggi? Hanya satu jawabannya. Di samping
penerjemah menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran dengan baik,
penerjemah juga harus berani mencoba berbagai slrategi untuk mendapalkan
leks yang mudah dibaca oleh pembaca sasaran. Penerjemah diharapkan tidak
terjebak pada padanan formal. Bukankah Nida dan Taber (1974: 173) sudah
mengemukakan pen!ingnya padanan dinamis, yang mengedepankan "makoa"
daripada bentuk? Dleh sebab itu, pertanyaan selanjutnya ial ah beranikah
penerjemah " memecah" kalimat datam leks sumber yang terlalu panjang
menjadi beberapa kalimat dalam bahasa sasaran asalkan "makna" yang
disampaikan letap sepadan? Beranikah penerjemah mengubah struktu r kalimat
148
yang dal am bahasa sasaran dipastikan akan menyulilkan pembaca? lika semua
ilu dilakukan demi meninggikan keterbacaan kalimat, apalagi keterbacaan teks
terjemahan, penerjemah harus melakukannya.
Se1ain itu, anal isis keterbacaan leks dan juga kalimal seharusnya
menj adi bagian dari
Halim dan Mason (1997; 14--36) sarna sekali tidak menyinggung persoalan
keterbacaan dalam bahasannya tentang anal isis teks yang digunakan sebagai
dasa r dalam menerjemahkan . Meskipun Nord (1991: 118--1 20) membahas
slruktur kalimat dalam faktor anal isis teks sumber yang berbasis intratekstual ,
namun dia tidak menga itkan bahasannya dengan keterbacaan. Sementara itu ,
Hatim dan Mason (1997: 14--36) ketika membahas dasar-dasar untuk model
anal isis leks dalam terjemahan, mereka lebih mendasarkan bahasannya pada
syarat-syarat sebuah teks pada linguislik teks, yakni kohes i, koherensi,
situasionalitas, intensionalitas, intertekstualitas, dan informalivitas.
Keterbacaan kalirnat, baik dalam teks sumber maupun leks sasaran
perlu diperhalikan karena keterbacaan kalimal akan menyumbang pada tinggi
rendahnya keterbacaan leks secara keseluruhan. Semakin banyak kalimat yang
berkete rbacaan rendah, dapat dipastikan teks akan semakin sui it dipahami
pembaca. Pertanyaannya ialah: jika kalimat-kalimat dalam teks sumber
berketerbacaan rendah, haruskah penerjemah menerjemahkan kalimat-kalimat
tcrsebut juga dalam tingkat keterbacaan yang rendah pula"! Jawabannya tidak.
Penerjemah dapat mengubah tingkat keterbacaan kalimat yang rendah dalam
leks sumber menjadi kalimat-kalimat yang berkelerbacaan tinggi dalam leks
sasaran sehingga leks terjemahan yang dihasilkan menjadi mudah dipahami
oleh pembaca dalam bahasa sasaran. Akan telapi, arah pengubahan itu tidak
dapat
dibalik,
misalnya,
kalimat-kalimat
yang
dalam
leks
sumber
149
sasaran yang berkelerbacaan rendah. Jika hal ilu dilakukan , penerjemah juslru
menjadi "penghambal" pesan karena pesan yang henda k disampaikan oleh
penulis dalam leks sumber menjadi lidak mudah dipahami pembaca dalam
bahasa sasaran, bahkan mungkin menj adi lidak dapa! dipabami sarna sekali
oleh pembaca sasaran.
Penutup
Tingkal kelerbacaan leks tidak semala-mata berganlUng pada tingkat
keterbacaan kalimat. Akan tClapi . lidak dapat dipungkiri bahwa kelerbacaan
kalimat mendukung kelerbacaa n leks. Oleh sebab itu, para penerj emah yang
profesional diharapkan memaham i aspek kele rbacaan ini sehi ngga ket ika
mereka menerjemahkan sebuah te ks dapa! menghasilkan teks yang mudah
dipahami oleh pembaca dala m bahasa sasaran lanpa kehilangan pesan aslinya.
Dengan demikian, mereka menjadi seorang komunikator yang ba ik Janga n
mempersu lit pembaca teks dalam bahasa sasaran jika memang dapat
dipermudah dengan eara meninggikan ketcrbaeaan kalimat dalam terjemahan.
Kuncinya, pahami tata kalim al bahasa sasaran dengan baik dan pahami pula
aspek pemrosesan informasi pada diri pembaca leks kelika sedang membaca.
Selain itu , ingat konsep audience design ketika me nerjemahkan karena leks
yang mudah bagi kelompo k pembaca terlenl u belum lentu mudah bagi
kelompok pembaca lain. Kalimat pendek-pendek dalam leks lentu rnemiliki
keterbacaan yang tinggi bagi kelompok pembaca anak-anak. Akan letapi, jika
pembaca sasarannya ialah orang dewasa, leks seperti ilu lenlu akan
membosankan.
150
DAFfAR PUSTAKA
Semanlis Wacana I1miah dan Wacana Sastra Dilihat dari Segi Tingkat
Keterpahamannya". FPS
Harjasudjana, Ahmad Slamet. 1992. "Anal isis Kalimat Bahasa Indonesia dad
Sudul Keterbacaan". Makalah IKIP Bandung. Tidak diterbitkan.
Harrison, Colin. 1984. Readability ill The Classroom. New York: Cambridge
University Press.
Halim, B. dan I. Mason. 1997. Th e Translator as Communicator. London:
Routledge.
Hatim, B. dan I. Mason. 1990. Discourse and The Translator. London:
Longman Group.
Kaswanti Poerwo, Bambang. 1994. " Menata Kata dan Kalimat: Meningkalkan
Keterampilan Menulis" dalam Dardjowidjojo, Soenjono. (Peny.).
151
1993.
Discourse Studies:
ITB.
152