Anda di halaman 1dari 19

Nama : Satria Alam

Npm : 2111040092
Kelas : 5B
BAB1
A. Hakikat penerjemahan Penerjemahan adalah kegiatan yang melibatkan dua bahasa atau
lebih. Dalam hal ini,sebuah pesan dalam bahasa tertentu diterjemahkan ke dalam bahasa
lain. Penerjemahannya bahkan bisa melibatkan beberapa bahasa. Penerjemahan di bagi
menjadi 3 macam :
1. Penerjemahan intrabahasa (intralingual) Melibatkan 2 bahasa yang berbeda atau lebih,
misalnya teks dalam bahasa inggris atau bahasa belanda diterjemahkan ke dalam bahasa
indonesia atau bahasa sunda dan juga sebaliknya.
2. Penerjemahan antarbahasa ( interlingual) Melibatkan dua bahasa yang berbeda atau lebih,
misalnya teks dalam bahasa Indonesia diterjemahkan ke dalam bahasa inggris atau rusia.
3. Penerjemahan antartanda ( interesemiotic) Meliputi dua atau lebih sistem tanda yang
berbeda.
B. Penerjemahan dan Kemajuan Sebuah Negara
Salah satu aspek penting yang harus diperhatikan sebuah negara agar mampu menjalin
kerja sama antarnegara adalah aspek penerjemahan.
Melalui penerjemahan, pemahaman antarnegara dapat diwujudkan sehingga kerja sama
yang dilakukan dapat berlangsung dengan efisien dan efektif.
Penerjemahan sangat penting demi proses tukar-menukar informasi dan hasil penemuan.
Tapa penerjemahan, para calon ilmuwan ataupun para ilmuwan mungkin akan
ketinggalan, tidak dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, apalagi kalau
mereka kurang mampu membaca dalam bahasa asing.

C. Penerjemahan dan perguruan tinggi di Indonesia.


Perguruan tinggi adalah komponen negara yang membentuk meningkatkan kualitas diri
warga negara melalui jalur pendidikan. Penerjemahan merupakan salah aspek penting
dalam upaya melakukan pencerdasan bangsa. Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta menjadikan penerjemahan sebagai
mata kuliah inti dalam kurikulumnya. Program tersebut mencakup dua mata kuliah, yang
Introduction to Translation dan Practicum of Translation. Introduction to Translation
membekali mahasiswa dengan teori dasar tentang penerjemahan yang diharapkan.

D. Tujuan penulisan buku ini


Dokumen ini merupakan panduan pembelajaran Program Pengajaran Bahasa Inggris di
Universitas Jakarta. Ia menggunakan sumber daya dari sumber lain untuk memenuhi
kebutuhan program. Panduan ini juga dimaksudkan untuk digunakan pada program lain
di bidang yang sama, sehingga menjamin pembelajaran yang lebih efektif dan dinamis.

E. Ruang lingkup Pokok Bahasan


Bab 1. Merupakan bab Pendahuluan. Dalam bab ini. Dibahas hakikat penerjemahan.
Jujuan, dan manfaat penulisan buku.
Bab 2. Membahas konsep-konsep dasar bahasa yang harus dikuasai seorang (calon)
penerjemah. Bab ini menguraikan secara mendalam hakikat
Bahasa mulai dari pengertian, komponen, dan ragam bahasa serta mengaitkannya dengan
penerjamahan.
Bab 3. Membahas penerjamahan sebagai proses. Dalam bab ini, ditegaskan bahwa untuk
menghasilkan terjemahan yang burkualitas tidak bisa sekali jadi tetapi harus melalui
tahapan-tahapan yang melibatkan analysis teks sumber, transfer pesan teks sumber dalam
pikiran penerjemah, dan restrukturisasi pesan yang terdapat dalam pikiran kedalam
realisasi tulisan berupa terjemahan.
Bab 4 membahas perancangan pembaca terjemahan. Perancangan pembaca terjemahan
berkenaan dengan untuk apa (tujuan) dan siapa (Sasaran) terjemahan di tunjukkan
Bab 5. Membahas pergeseran dan teknik penerjemahan. Dalam penerjemahan, tidak
selamanya bentuk bahasa sumber dapat dipertahankan.
Bab 6. Membahas penerjemahan majas dan
Pendekatan semantis komunikatif dalam penerjemahan majas. Penerjemahan majas
merupakan penerjemahan yang mensyaratkan hadirnya pemahaman lintas
Budaya antara teks sumber dan teks sasaran
Bab 7. Membahas ideologi dalam penerjemahan.
Suatu terjemahan, pada dasarnya dipengaruhi oleh ideologi penerjemahnya. Terdapat dua
ideologi yang yang bertentangan, yaitu ideologi forenisasi (peluar negerian) dan
domestikasi (pendalamnegri).
Bab 8. Membahas penilaian terjemahan. Dalam kaitan ini, aspek yaitu terjemahan
didasarkan kepada empat aspek, yaitu ketepatan, kejelasan. Kewajaran, dan mekanika
penulisan terjemahan.
Bab 9. Yang merupakan bab penutup mengulas kritik terjemahan. Perbedaanya dungan
penilaian terjemahan adalah bahwa, dalam penilaian terjemahan. Sasarannya adalah
terjemahan amatiran. Sedangkan dalam kritik terjemahan. Sasarannya adalah terjemahan
profesional.

F. Manfaat buku
Penulisan buku ini bermanfaat karena beberapa hal. Pertama adalah pengampu mata
kuliah peenrjemahan di program studi pendidikan bahasa inggris fakultas bahasa dan seni
universitas negri jakarta selatan. Kedua,sebagai insan akademik. Dosen dituntut untuk
selalu meningkatkan kualitas diri nya dalam bidang ilmu yang di gelutinya. Terakhir
penulisan buku ajar ini diharapkan dapat dapat menjadi sumbangsih terhadap ilmu
pengetahuan, khususnya dalam bidang penerjemahan. Meskipun pada praktiknya
penerjemahan merupakan sesuatu yang sudah lama dilakukan dalam sejarah kehidupan
manusia,sebagai suatu kajian akademis,disiplin ilmu yang dapat dikatan masih relatif
baru.
G. Putunjuk Penggunaan buku
Untuk mempermudah pemahaman terhadap uraian yang diberikan dalam buku, berikut
adalah sistematika punyajian materi yang digunakan daram buku ini.
• Capaian pembelajaran memberikan penjelasan terkait dengan kompetensi yang harus
dikuasai
• Pokok-pokok materi memberikan panjelasan umum terkait dengan pokok bahasan
dalam buku
• uraian materi berisi penjelasan terperinci tentang topik-topik yang dibahas,
• Rangkuman materi berisi penjelasan singkat tentang intisari topik yang dibahas
• Tugas merupakan kegiatan mahasiswa yang harus dikerjakan.
• Tes formatif murupakan pertanyaan atau soal yang harus dijawab mahasiswa untuk
mungukur tingkat penguasaan mereka terhadap topik.
• Glosarium berisi daftar kata-kata penting dan penyajikannya yang harus dikuasai siswa
dalam bab tertentu.
• Daftar Pustaka menjelaskan sumber-sumber tertentu yang digunakan pemula
Pembahasan masing-masing bab dalam buku ini mengacu kepada teori tertentu yang
sengaja dipilih oleh penulis sebagai dasar pembahasan. Untuk memudahkan pemahaman
isi buku ini mahasiswa sebaiknya mempelajari keseluruhan buku secara utuh, tidak
lompat – lompat. Sehingga dapat mengikuti penjelasanya diuraikan dengan mudah.

BAB 2
1.Pengertian majas

Majas yang juga disebut kiasan, idiom, konotasi, ungkapan majas, ungkapan idiomatic,
ungkapan metaforis, dan ungkapan konotatif. Dalam konteks penerjemahan, semua istilah ini
merujuk pada konsep yang sama, yaitu penggunaan bahasa yang tidak dapat diterjemahkan
secara harfiah karena makna kalimat tidak hanya tergantung pada arti kata-kata individu yang
membentuknya.

Pengertian majas setidaknya memiliki dua aspek utama:

A. Kumpulan kata yang maknanya tidak dapat diartikan secara harfiah berdasarkan artinya
masing-masing kata yang membentuknya. Contoh-contoh termasuk perbandingan
alternatif seperti "dead as dodo" atau "fit as a fiddle," frasa nomina seperti "a blind alley"
atau "a red letter day," frasa preposisi seperti "at sixes and sevens" atau "by hook and by
crook," verba + frasa nomina seperti "kick the bucket" atau "spill the beans," dan verba +
frasa preposisi seperti "be in clover" atau "be between a rock and a hard place." Contoh
Kalimat Menurut Pengertian Pertama (Majas dengan makna yang tidak dapat diartikan
secara harfiah):
• "It is raining cats and dogs." (Hujan sangat deras)

• "Yanti was the apple of the family's eye." (Yanti sangat disayangi oleh keluarga)

B. Ungkapan bahasa yang bersifat gramatikal dan alami dalam bahasa tertentu. Ini
mencakup konstruksi kalimat yang menggunakan kata-kata seperti "which," "who,"
"whom," dan sejenisnya. Contoh kalimat adalah "I have no pen with which I can write"
atau "The man to whom I spoke at the party is Mr. Permana."
Dalam kedua pengertian ini, majas dapat memiliki berbagai bentuk, dari yang masih bisa
diinterpretasikan secara terbatas hingga yang sama sekali tidak masuk akal dalam arti
harfiah. Contoh-contoh kalimat yang mengandung majas disajikan untuk
mengilustrasikan kedua pengertian di atas.

2. Majas Semesta dan Majas Setempat

Terdapat dua jenis majas, yaitu majas semesta (universal) dan majas setempat (lokal),
serta bagaimana cakupan budaya mempengaruhi pemahaman dan terjemahan majas
tersebut.

A. Majas Semesta (Universal): Majas semesta adalah jenis majas yang memiliki makna
yang sebagian besar sama di berbagai budaya di seluruh dunia. Orang dari berbagai
budaya dapat dengan mudah memahami makna majas ini karena objek yang digunakan
dalam ungkapan tersebut adalah objek yang umum dan dikenal secara universal. Contoh
majas semesta termasuk "Engkaulah matahariku," yang dalam bahasa Inggris dapat
diterjemahkan sebagai "You are my sun."

B. Majas Setempat (Lokal): Majas setempat adalah jenis majas yang maknanya terikat pada
budaya tertentu. Dalam jenis majas ini, berbagai budaya dapat memiliki cara yang berbeda dalam
mengungkapkan pesan yang sama melalui majas tersebut. Misalnya, ungkapan "Kill two birds
with one stone" dalam bahasa Inggris memiliki makna yang sama dengan ungkapan "Sekali
merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui" dalam bahasa Indonesia. Majas setempat juga bisa
bersifat sangat personal, yang berarti maknanya hanya diketahui oleh individu yang
menciptakannya.

3. Pendekatan Semantis-Komunikatif

Pendekatan diatas merupakan penggabungan antara metode penerjemahan semantis dan


metode penerjemahan komunikatif. Metode penerjemahan semantis adalah metode yang
lebih dekat kepada Bsu, sedangkan metode penerjemahan komunikatif lebih dekat kepada
Bsa. Pendekatan ini bersifat luwes, tidak kaku mengikuti segala bentuk yang berkenaan
dengan Bsu. kata atau frasa yang hanya sedikit mengandung muatan budaya dapat
diterjemahkan dengan kata atau frasa yang netral atau istilah yang fungsional.

Contoh: 'Umar was a lion of the desert' yang artinya 'Umar adalah orang yang sangat
pemberani' terjemahan ini bersifat fungsional sehingga dapat dimengerti dengan mudah.

Pendekatan semantis-komunikatif berupaya memberikan padanan sejenis dalam Bsa


terhadap ungkapan majasi dalam Bsu dengan selalu mempertimbangkan untuk apa dan
kepada siapa terjemahan itu ditujukan, tetapi jika pemadanan sejenis dalam Bsa tidak
ditemukan, penerjemah tidak ragu-ragu untuk memberikan padanan dengan cara
memberikan uraian deskriptif dalam Bsa terhadap ungkapan majasi dari bahasa aslinya.
yang dipentingkan adalah tersampaikannya pesan terhadap pembaca Bsa.

Perhatikan kalimat dalam Bsu dan Bsa berikut.

• Bsu : John is a book worm

• Bsa 1 : Budi adalah seorang kutu buku

• Bsa 2 : Asep adalah anak yang suka sekali membaca.

Bsa 1 diterjemahkan dengan mempertahankan bentuk Bsu-nya, pemadanan pesannya


menggunakan ungkapan majasi dalam bahasa indonesia, yaitu 'Budi adalah seorang kutu
buku'. Penggunaan nama 'Budi' bertujuan agar terjemahan lebih bercita rasa Indonesia.

Dalam Bsa 2, tidak digunakan pemadanan dengan majas yang sejenis dalam bahasa
Indonesia, tetapi dengan pemberian uraian deskriptif terhadap makna 'kutu buku'.
Penggunaan sebutan 'Asep' ditujukan kepada anak kecil suku Sunda yang belum mengerti
makna 'kutu buku'.
4. Beberapa Contoh Penerjemahan Majas

a.Ungkapan majasi berdasarkan pengertian pertama.

Pada kalimat-kalimat kelompok pertama ini, penerjemahan harfiah' dapat menghasilkan


suatu terjemahan yang secara gramatikal dan leksikal dapat berterima, tetapi secara
semantis tidak (1) It is raining cats and dogs. Pada kalimat nomor (1) 'It is raining cats
and dogs' secara katawi mengandung makna: 'Sekarang sedang hujan anjing dan kucing'.
Dalam bahasa Inggris, 'to rain cats and dogs' adalah sebuah majas yang artinya 'hujan
lebat Jadi, terjemahan ungkapan majasi itu yang fungsional dalam bahasa Indonesia
adalah 'Hujannya deras sekali' atau 'Hujannya lebat sekali'.

(2) Yanti was the apple of the family's eye...

Kalimat nomor (2) dimaknai secara katawi demikian: 'Yanti adalah buah apel mata
keluarga'. Dalam bahasa Indonesia, ungkapan ini tidak lazim. 'Apel' memang nama buah
yang akrab dalam budaya Inggris.Berbeda dengan di Indonesia, pohon apel hanya
tumbuh di daerah-daerah tertentu saja. Ungkapan 'the apple of the family's eye' lebih
tepat jika dipadankan dengan ungkapan bahasa Indonesia 'mutiara dalam keluarga' atau
'buah hati keluarga'. Mutiara dikenal baik di Indonesia, dan orang Indonesia sangat
menyukainya sebab nilainya tinggi. Dengan begitu, lebih tepat apabila kalimat 'Yanti was
the apple of the family's eye' diterjemahkan menjadi 'Yanti bagaikan mutiara dalam
keluarga atau 'Yanti adalah buah hati keluarganya. Padanan ini dinilai lebih sesuai
dengan konteks kalimat aslinya.

Machali (2000: 86-89) menyarankan bahwa ada dua hal yang harus diperhatikan agar
penerjemahanya sesuai: (1) konteks dan (2) hubungan sintaksis antara kata dan acuannya. Dalam
kaitan ini, kata 'which' diterjemahkan dengan kata 'yang', tetapi dengan melakukan modulasi
(pergeseran makna) dalam kata kerjanya. Modulasi pada kata kerja dilakukan dengan mengubah
imbuhan (awalan atau akhiran) yang fungsional.

(1) 'Saya tidak mempunyai pena yang dapat saya gunakan (untuk) menulis'. Namun, penerjemah
dapat juga menggunakan struktur pasif sehingga terjemahannya menjadi 'Saya tidak mempunyai
pena yang dapat digunakan (untuk) menulis. Penggunaan kata 'untuk' merupakan pilihan.

(2) 'Buku yang ia bicarakan adalah buku bagus' atau 'Buku yang dibicarakannya adalah buku
bagus'.

(3) 'Orang yang saya ajak bicara di seminar itu adalah Pak Permana' atau 'Orang yang diajak
bicara oleh saya di seminar itu adalah Pak Permana' atau lebih sederhana lagi 'Orang yang
berbicara dengan saya di seminar itu adalah Pak Permana'.

(4) 'Kota yang kita sebut 'Kota Kembang' adalah Bandung' atau 'Kota yang dijuluki 'Kota
Kembang' adalah Bandung'.

(5) 'Hotel yang saya tinggali tadi malam bagus bangunannya' atau 'Hotel yang ditempati oleh
saya tadi malam bagus bangunannya'.

Dari penjabaran di atas, dapat dilihat bahwa pendekatan semantis- komunikatif adalah pendekatan
dalam penerjemahan yang berupaya mencari padanan dalam BSa secara fungsional. Ketika
menghadapi teks yang memuat ungkapan majasi, penerjemah tidak begitu saja langsung
menerjemahkannya, tetapi memahami dengan cermat teks tersebut berdasarkan konteks yang
tersedia. Dengan begitu, diharapkan bahwa padanan yang diperoleh dalam BSa sesuai dengan
pesan yang terkandung dalam BSu.
BAB 3

1.Tahapan tahapan dalam proses penerjemahan


Terdapat tiga tahapan dalam proses penerjemahan yang harus diperhatikan ketika
melakukan kegiatan penerjemahan. Ketiga tahapan itu adalah analisis, transfer, dan
restrukturisasi. Analisis berkenaan dengan pemahaman teks yang diterjemahkan.Hal ini dapat
dilakukan, misalnya, dengan menelaah bentuk-bentuk kasat mata yang terdapat dalam teks, baik
yang bersifat leksikal maupun gramatikal. Sementara itu, transfer terjadi dalam pikiran
penerjemah sebagai upaya kognitif dalam pencarian padanan. Dalam tahapan ini, penerjemah
memikirkan padanan yang mungkin yang bisa berterima sebagai wujud pengalihan pesan dari
bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Ketika keputusan untuk pemberian padanan ini
diambil, mulailah penerjemah mengalihkan pesan secara tertulis. Realisasi pesan tertulis inilah
yang disebut restrukturisasi.
Berikut ini adalah ringkasan kegiatan yang harus dilakukan dalam setiap tahapan proses
penerjemahan.
Tahapan 1: Analisis

 Memahami isi teks sumber


 Menelaah makna kata atau hubungan antarkata
 Menelaah hubungan antarbentuk tata bahasa
Tahapan 2: Transfer

 Mempertimbangkan padanan yang sesuai dari segi kebahasaan


 Mempertimbangkan padanan yang sesuai dari segi budaya
Tahapan 3: Restrukturisasi

 Menuliskan padanan yang sudah dipertimbangkan


Dalam praktiknya, ketiga tahapan dalam proses penerjemahan di atas tidaklah bisa sekali jadi.
Artinya, tidak bisa langsung selesai setelah sampai pada tahap restrukturisasi. Penerjemah masih
harus meninjau kembali terjemahan yang sudah diselesaikannya itu untuk melihat kekurangan-
kekurangan yang mungkin masih ada dalam terjemahannya. Proses penerjemahan tidaklah
bersifat linear, tetapi rekursif, yakni terjadi secara berulang-ulang. Proses rekursif dalam
penerjemahan dapat dilakukan dengan meminta mahasiswa mengerjakan tugas penerjemahan.
Melalui proses rekursif yang demikian, diharapkan pengalihan pesan dari bahasa sumber ke
dalam bahasa sasaran dapat berterima, baik ditinjau dari aspek kebahasaan ataupun kebudayaan
bahasa sasaran.
Berikut ini adalah ringkasan kegiatan yang harus dilakukan dalam setiap tahapan proses
penerjemahan.

2 Penerjemahan dan Penulisan


Penerjemahan pada dasarnya adalah penulisan kembali pesan yang terkandung dalam
bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran (Lefevere, 1992: vii). Dalam penulisan kembali pesan
tersebut, penerjemah harus melakukannya dengan sekreatif mungkin (Bassnett, 2002: 6).
Untuk mampu melakukan penulisan yang kreatif, seorang penerjemah harus sudah terbiasa
menulis dalam bahasa sasaran yang digunakannya dalam menyampaikan pesan dari bahasa
sumbernya. Jika tidak, pesan yang disampaikan dalam bahasa sasaran tadi tidak akan mencapai
kewajaran (Larson, 1984: 477-478).
Karena eratnya hubungan antara penerjemahan dan penulisan, proses penerjemahan dapat pula
melibatkan proses yang terdapat dalam penulisan. Proses penulisan itu sendiri memiliki
sekurang- kurangnya lima tahapan, yaitu prapenulisan, pembuatan draf kasar, perbaikan tulisan,
penyuntingan tulisan, dan penyebarluasan tulisan (Tompkins, 2008: 7; lihat juga Harmer, 2004:
4-5).
Berikut adalah tahapan dalam proses penulisan sebagai perbandingan dengan tahapan dalam
proses penerjemahan.
Tahapan 1: Prapenulisan
Pemilihan topik

 Pengumpulan dan penyusunan gagasan


 Penentuan calon pembaca
 Penentuan tujuan penulisan
 Pemilihan jenis teks yang sesuai
Tahapan 2: Penulisan draf

 Penulisan draf kasar


 Penentuan arah tulisan untuk menarik perhatian pembaca Penekanan pada isi daripada
mekanika tulisan
Tahapan 3: Perbaikan tulisan

 Koreksi antarsejawat
 Partisipasi aktif dalam pembahasan tulisan sejawat dengan
 Memberikan tanggapan/balikant Perbaikan tulisan berdasarkan balikan dari sejawat dan
dosen Pengutamaan pembetulan kesalahan besar daripada kesalahan kecil antara draf
pertama dan draf terakhir

Tahapan 4: Penyuntingan tulisan

 Pemeriksaan tulisan untuk mengetahui masih ada atau tidaknya. Kesalahan Pembetulan
kesalahan-kesalahan kecil
Tahapan 5: Penyebarluasan tulisan

 Penerbitan tulisan dalam bentuk yang sesuai Penyebarluasan tulisan yang sudah jadi
dengan sidang pembaca
Dengan memperhatikan kegiatan-kegiatan dalam setiap tahapan yang terdapat dalam proses
penerjemahan dan penulisan, dapat diketahui bahwa keterkaitan antara tahapan-tahapan proses
dalam penerjemahan dan penulisan dapat dijelaskan sebagai berikut. Tahapan analisis dan
transfer dalam penerjemahan dapat melibatkan kegiatan- kegiatan yang sesuai vang terdapat
dalam tahapan prapenulisan dalam penulisan. Sementara itu, tahapan restrukturisasi dalam
penerjemahan dapat mencakup kegiatan-kegiatan yang sesuai yang terdapat dalam tahapan
penulisan draf kasar, perbaikan tulisan, penyuntingan tulisan, dan penyebarluasan tulisan.

BAB4

1. Perancangan tujuan penerjemahan

Sebelummemulaikegiatanpenerjemahannya,
seorangpenerjemahsemestinyasudahmengetahuiuntukapa dan siapasuatuteksditerjemahkan.
Dengan kata lain, penerjemahharussudahmemahamitujuan dan sasaranpembacaterjemahannya.
Hal ini penting agar penerjemahan yang dilakukan efisien dan efektif. Perancangan pembaca
terjemahan dapat dan jenis penerjemahan yang dilakukan. Artinya, suatu metode dipilih karena
alasan-alasan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan dan sasaran penerjemahannya. Dapat
dikatakan bahwa metode penerjemahan merupakan prinsip-prinsip yang mendasari dilakukannya
penerjemahan. Misalnya, apabila tujuan penerjemahan hanyalah untuk mengetahui inti pesan
teks sumber, barangkali metode penerjemahan bebas lebih cocokdigunakan.

2. Metode dan Jenis Penerjemahan


Newmark (1988: 45-47) memperkenalkan delapan metode penerjemahan yang pada akhirnya
menghasilkan delapan jenis penerjemahan juga. Kedelapan metode dan jenis penerjemahan ini
digolongkan kedalam dua kelompok besar, yaitu empat bagian pertama berorientasi kepada
bahasa sumber (BSu) dan empat bagian lainnya berorientasi kepada bahasa sasaran (BSa).

Metode yang penekanannya kepada BSu adalah: (a) penerjemahan kata demi kata; (b)
penerjemahan harfiah; (c) penerjemahan setia; dan (d) penerjemahan semantis. Sementara itu
metode yang penekanannya kepada BSa adalah: (e) penerjemahan komunikatif, (f) penerjemahan
idiomatik; (g) penerjemahan bebas; dan (h) penyaduran. Kedelapan metode dan jenis
penerjemahan ini dapat digambarkan denganmenggunakan lambang V sehingga dikenal sebagai
Diagram V.

a. Penerjemahan Kata Demi Kata


Jenis penerjemahan ini dilakukan dengan menerjemahkan secara langsung setiap kata yang
terdapat dalam teks sumber (TSu) dan terlepas dari konteksnya. Biasanya dituliskan di
bawah kata TSu sebagai padanan kata TSu tersebut. Misalnya, kalimat bahasa Inggris 'The
teacher showed a new book to the students' diterjemahkan sebagai berikut:

TSu: The teacher Showed a new book to the students

TSa: Itu guru menunjukansebuahbarubukukepadaitusiswa

b. PenerjemahanHarfiah
Sama halnya dengan penerjemahan kata demi kata, penerjemahan harfiah masih dianggap
sebagai proses awal dari sebuah penerjemahan. Dalam penerjemahan jenis ini, struktur
kalimat dalam BSu sudah mulai diubah agar menghasilkan padanan yang terdekat dalam
BSa. Namun, kata-kata dan gaya bahasanya masih dipertahankan dengan tujuan pesan
aslinya tidak ada yang hilang. Bagian teks yang dirasa sulit diterjemahkan secara harfiah
dulu untuk kemudian disempurnakan. Di samping itu, penerjemahannya pun masih belum
melibatkan konteks. Perhatikan contohberikut:

TSu: She was the apple of the family’s eye

TSa: Ia adalah apel dari mata keluarga

c. Penerjemahan Setia
Penerjemahan setia berupaya untuk memperoleh kembali kesan dan pesan yang terdapat
dalam BSu, baik bentuk maupun isinya, yang seharusnya disesuaikan dengan situasi
dalam BSa. Bentuk dan isi TSu yang seharusnya sudah diubah kedalam bentuk dan isi
TSa masih dipertahankan dengan maksud untuk menjaga kesetiaan pada bentuk aslinya.
Jadi, dapat dikatakan bahwa penerjemahan setia bersifat "dogmatis dan non
kompromistis" terhadap penyesuaian bentuk dalam TSa. Akibatnya, terjemahan yang
dihasil kan sering kali terasa kaku dan aneh untuk dibaca atau didengar. Dalam
praktiknya, penerjemahan jenis ini dapat menghasilkan apa yang disebut 'translationese',
yaitu terjemahan yang masih terasa sebagai terjemahan.
Berikut ini contoh terjemahan terkait dengan bab buku yang berjudul 'What is
linguistics?' yang dapat dikategorikan sebagai penerjemahan setia.

TSu: It means observing language use, forming hypotheses about it, testing these
hypotheses, and then refining them on the basis of the evidence collected.

TSa: Ini berarti mengamati penggunaan bahasa, membuat hipotesis tentang halitu,
menguji hipotesis ini, dan kemudian memperbaikinya atas dasar bukti yang di dapat.

d. PenerjemahanSemantis
Perbedaan penerjemahan semantic dengan penerjemahan setia adalah bahwa dalam
penerjemahan semantis, teks sumber (TSu) dapa tditerjemahkan dengan lebih luwes
kedalam teks sasaran (TSa). Penerjemah tidak lagi terkungkung secara mutlak oleh
bentuk-bentuk TSu dan dapat "mengompromikan" pesan selagi dalam batas-batas yang
wajar. Sementara itu, kata-kata yang sedikit bermuatan budaya dapat diterjemahkan
dengan kata atau istilah yang netral dalam BSa. Namun demikian, dalam penerjemahan
semantis, kata kunci, istilah, atau ungkapan-ungkapan yang bersifat konseptual tetap
dibiarkan hadir dalam terjemahannya. Hal ini untuk menghindari terjadinya salah
pemahaman atau penafsiran dalam penerjemahan, misalnya penerjemahan teks-teks
bidang akademik dan hukum.
Untuk lebih memahami seperti apa penerjemahan semantis, perhatikanlah contoh
berikut yang diambil dari teks akademik, yaitu buku yang berjudul Principles of
Language Learning and Teaching yang ditulis oleh H. D. Brown (2007) dan
terjemahannya oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta melalui penerjemahnya
Noor Cholis & Yusi AviantoPareanom (2008):

TSu: In the literature on language learning processes, three terms have commonlybeen
singled out for explication: transfer. interference, and overgeneralization.

TSa: Dalam literature tentang proses pembelajaran Bahasa, tiga istilah lazim di pilih
untuk memberi penjelasan: transfer, interferensi, dan generalisasi berlebihan.

e. Penerjemahkomunikatif
Penerjemah komunikatif adalah penerjemah yang mengutamakan tersampaikannya pesan
terhadap pembaca, Jadi yang lebih di pentingkan dalam jenis penerjemahan ini adalah
pesannya. Namun begitu, hal ini bukan berarti bahwa kita dapat menerjemahkannya
secara bebas. Dalam penerjemahan komunikatif, pesan yang ada dalam BSu dialihkan
sedemikian rupa sehingga pembaca terjemahan dapat menangkap pesan itu dengan
mudah. Kemudahan pembaca dalam memahami terjemahan membuktikan bahwa
terjemahan tersebut komunikatif

f. .Penyaduran / Adaptsi
Penyaduran merupakan kegiatan penerjemahan yang bentuknya paling bebas. Dikatakan
demikian karena segala hal yang berbau BSu, baik yang menyangkut aspek kebahasaan
maupun kebudayaan, disesuaikan dengan segalahal yang berbau BSa. Jadi, dapat
dikatakan bahwa penyaduran adalah kegiatan penerjemahan yang paling dekat segala-
galanya dengan BSa (Machali, 2000: 53). Perbedaannya dengan penerjemahan bebas
adalah dalam penyaduran terdapat penyesuaian budaya, sedangkan dalam penerjemahan
bebas tidak terdapat penyesuaian budaya tersebut (Hoed, 2006: 57).

BAB 5

1. Konsep Pergeseran
Pergeseran dalam penerjemahan adalah berubahnya struktur dasar TSu yang disebabkan adanya
proses pengalihan pesan dari TSu ke dalam TSa yang keberterimaan pesannya disesuaikan dengan
konteks TSa (Catford, 1965; Machali, 1998; Munday, 2001; Pym, 2010).
bahasa sasaran secara berterima bagi pembaca bahasa sasaran. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh
berikut:

1. TSu : The basic contribution which the translator has to make is of course competence in both source
language and target language. TSa: Yang pokok (yang) harus disumbangkan oleh penerjemah (ialah)
tentu saja kemampuannya baik berbahasa sumber maupun berbahasa sasaran.

2. TSu: For a further elucidation of this important point we have to turn back to what happened in Java.
TSa: Untuk menerangkan hal yang penting ini lebih lanjut kita harus kembali kepada apa yang terjadi di
Pulau Jawa. (Widyamartaya, 1989: 50)

Perubahan kelas kata dari kata benda menjadi kata kerja ini merupakan upaya sadar penerjemah untuk
mendapatkan kewajaran dalam terjemahan yang dihasilkannya. Dalam hal ini, sebuah kata "bergeser"
(berubah sedikit) dari 'sumbangan' dan 'keterangan menjadi 'disumbangkan' dan 'menerangkan' yang
disesuaikan dengan konteks kalimat yang melingkupinya. Dari contoh TSu (1) dan (2) yang
terjemahannya berikut ini dilakukan dengan tetap mempertahankan kelas katanya:

1. TSa: Sumbangan pokok yang harus dibuat oleh penerjemah adalah kemampuan baik dalam bahasa
sumber maupun bahasa sasaran.

2. TSa: Untuk penjelasan lebih lanjut tentang hal penting ini kita harus kembali kepada apa yang terjadi
di Pulau Jawa.

Pergeseran penerjemahan dapat terjadi, baik pada tataran bentuk maupun makna. Pergeseran pada tataran
bentuk disebut transposisi, sedangkan pada tataran makna dinamakan modulasi (Hoed, 2005; Machali,
2000). Pergeseran bentuk dan makna ini dapat bersifat wajib dan tidak wajib. Pergeseran wajib
disebabkan oleh perbedaan sistem dan kaidah kedua bahasa sehingga penerjemah suka atau tidak suka
harus melakukannya. Pergeseran tidak wajib lebih merupakan upaya penerjemah untuk menghasilkan
terjemahan yang berterima dalam masyarakat bahasa sasaran.

2. Teknik-Teknik Penerjemahan

A. Transposisi Transposisi adalah pergeseran bentuk dalam penerjemahan yang disebabkan oleh
perbedaan leksikogramatikal antara BSu dan BSa. Machali (2000) menggolongkan transposisi ke
dalam empat kelompok berikut.
 Transposisi karena perbedaan sistem dan kaidah antara BSu dan BSa. Contoh: (1) TSu: new book
TSa: buku baru (2) TSu: of ice building TSa: gedung perkantoran Dalam contoh (1) dan (2),
transposisi/wajib dilakukan untuk mendapatkan terjemahan yang diterima.
 Transposisi karena struktur gramatikal BSu yang tidak ada dalam TSa. Contoh: (3) TSu: Tugas
itu harus mereka kerjakan. (4) TSa: They must do the task. TSu: Berbeda penjelasannya. TSa:
The explanation dif ers. Pada contoh (3) dan (4), penempatan objek dan kata kerja di depan
kalimat merupakan kaidah kebahasaan yang tidak lazim dalam bahasa Inggris, kecuali dalam
kalimat pasif dan imperatif. Oleh karena itu, untuk menerjemahkan kalimat (3) dan (4) ke dalam
bahasa Inggris diperlukan pergeseran bentuk menjadi struktur kalimat berita biasa.
 Transposisi untuk mendapatkan kewajaran ungkapan. Transposisi jenis ini biasanya dilakukan
dengan mengubah suatu kelas kata dalam BSu menjadi kelas kata lain dalam BSa. Contoh: (5)
TSu: medical student TSa: mahasiswa kedokteran (6) TSu: The process of translation involves
three stages. Tsa: Proses menerjemahkan terdiri dari tiga tahapan. (7) TSu: Brooke's nephew, who
succeeded him, was no adventurer like him. Tsa : Keponakan Brooke, pengganti (nya), bukanlah
petualang seperti dirinya. Pada contoh (5). terjadi perubahan kelas kata dari kata sifat 'medical'
menjadi kata benda 'kedokteran' Pada contoh (6). perubahan kelas kata terjadi pada kata benda
'translation' menjadi kata kerja 'menerjemahkan'. Pada contoh (7), perubahan kelas kata terjadi
pada kata kerja 'succeeded' menjadi kata benda 'pengganti Pergeseran kelas kata ini merupakan
upaya agar terjemahan yang dihasilkan memenuhi unsur kewajaran dalam pengungkapannya.
 Transposisi untuk mengisi ketiadaan kosakata dalam BSa dan menggantinya dengan struktur
leksikogramatikal BSa.
Contoh : (8) Kepadanyalah saya sangat banyak berutang budi dalamn hidup saya. TSa: It is to
him that I owe very much in my life. (9) TSu: Hanya untuk kamulah saya melakukan semua ini
dalam hidup saya. TSa: It is only for you that I do all these things in my life. (10) TSu: mural
TSa: lukisan dinding
 Transposisi untuk mengisi ketiadaan kosakata dalam BSa dan menggantinya dengan struktur
leksikogramatikal BSa.
Contoh : (8) Kepadanyalah saya sangat banyak berutang budi dalamn hidup saya. TSa: It is to him that I
owe very much in my life. (9) TSu: Hanya untuk kamulah saya melakukan semua ini dalam hidup saya.
TSa: It is only for you that I do all these things in my life. (10) TSu: mural TSa: lukisan dinding (11)Tsu:
lessor

B. Modulasi
Modulasi adalah pergeseran makna dalam penerjemahan yang diakibatkan adanya perbedaan
sudut pandang atau cakupan kata atau gabungan kata antara BSu dan BSa. Dalam kaitannya dengan
cakupan kata atau gabungan kata, suatu padanan bisa mengalami perluasan atau penyempitan makna
dibandingkan dengan TSu-nya.

Berikut ini beberapa contoh modulasi yang diambil dari Hoed (2003: 47-48). (1) TSu: Life jacket is
under your seat. TSa:
Jaket pelampung ada di bawah kursi Anda. Dalam contoh (1), terdapat perbedaan sudut pandang antara
bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Orang Inggris menyebutnya 'jaket kehidupan', sedangkan orang
Indonesia menamakannya jaket pelampung'. Akan tetapi, inti pesan keduanya sama, yaitu 'alat berbentuk
pelampung yang membantu seseorang agar tidak tenggelam di laut'.

C. Penerjemahan Deskriptif
Penerjemahan deskriptif adalah penerjemahan yang dilakukan dengan memberikan
uraian/penjelasan tentang makna kata yang diterjemahkan. Hal ini biasanya terjadi karena padanannya
dalam BSa tidak ditemukan (Hoed, 2005). Dalam penerjemahan jenis ini, sering kali deskripsi tentang
benda dan fungsinya digabungkan dalam penjelasannya (Newmark, 1988). Perhatikan contoh berikut.

(1) TSu: licensed software TSa: perangkat lunak yang izinnya diberikan kepada perusahaan/ lembaga
yang mendistribusikan

(2) TSu: teacher-developed materials TSa: materi ajar yang dikembangkan sendiri oleh guru

D. Penerjemahan Tambahan/Pemadanan Berkonteks


Penjelasan tambahan/pemadanan berkonteks adalah penerjemahan yang dilakukan dengan
memberikan keterangan tambahan terhadap kata yang diterjemahkan. Hal ini terjadi pada umumnya pada
kata- kata BSu yang masih dianggap asing oleh pembaca BSa. Pemberian keterangan tambahan bertujuan
agar pembaca BSa tidak salah ketika memahami makna kata-kata BSu tersebut.

Contoh:

(1) TSu: Saya lebih suka Ades daripada Aqua. TSa: 1 prefer the mineral water of Ades rather than the
one of Aqua.

(2) TSu: She prefers the Black Label rather than the usual Johnny Walker. TSa: la lebih suka wiski
Johnny Walker Black Label daripada yang biasa.

E. Pemadaan Bercatatan
Pemadanan bercatatan adalah penerjemahan dengan cara membe- rikan keterangan tambahan
pada kata terjemahan, baik berbentuk catatan kaki atau catatan akhir (Machali, 2000). Tujuannya adalah
untuk memperjelas makna kata terjemahan yang dimaksud karena tanpa penjelasan tambahan kata
terjemahan diperkirakan tidak akan dipahami secara baik oleh pembaca (Hoed, 2005). Teknik
penerjemahan ini sering kali disebut juga sebagai penerjemahan beranotasi (lihat Permana, 2006).

Contoh :

(1) TSu: Around the year AD 610, Muhammad, a successful trader and prominent citizen of the town of
Mecca in Arabia, received a revelation from God while mediating in a cave. TSa: Sekitar tahun 610
Masehi, Muhammad, pedagang sukses dan penduduk terkemuka kota Makkah di tanah Arab, menerima
wahyu dari Allah ketika sedang berkhalwat di Gua Hira.

F. Penerjemahan Fonologis
Penerjemahan fonologis adalah penerjemahan yang dilakukan berdasarkan penyesuaian sistem
bunyi antara BSu dan BSa terhadap kata tertentu. Kata baru hasil penerjemahan dibentuk menurut bunyi
kata itu dalam BSu, dan kemudian disesuaikan dengan sistem bunyi (fonologi) dan ejaan (grafologi) BSa.
Hal ini biasanya terjadi karena penerjemah tidak mendapatkan padanan yang sesuai dalam BSa untuk
menerjemahkan kata BSu itu.

Contohnya adalah sebagai berikut ini.

(1) TSu: phonetics TSa: fonetik

(2) TSu: phonology TSa: fonologi

(3) TSu: industrialization TSa: industrialisasi

(4) TSu: license TSa: lisensi

G. Penerjemahan Resmi/Baju
Penerjemahan resmi/baku adalah penerjemahan yang dilakukan dengan mengacu kepada kata-
kata (istilah, nama, atau ungkapan) yang sudah baku atau resmi dalam BSa. Dalam hal ini, penerjemah
tinggal menggunakannya saja sebagai padanan.

Beberapa contoh adalah sebagai berikut (Hoed, 2005:10).

(1) TSu: receiver (bidang hukum) Tsa: kurator

(2) TSu: input TSa 1: masukan (bidang umum) TSa2: asupan (bidang kedokteran) Tsa 3: input (bidang
ekonomi)

(3) TSu: Munich TSa: Munchen

(4) TSu: Falkland TSa: Malvinas

(5) TSu: New Zealand TSa: Selandia Baru

H. Penerjemahan Tanpa Padanan


Penerjemahan tanpa padanan adalah penerjemahan yang dilakukan dengan tidak memberikan
padanan dalam BSa terhadap kata BSu yang diterjemahkan. Hal ini disebabkan tidak ditemukannya
padanan dalam BSa sehingga untuk sementara waktu pemadanannya mengutip langsung saja bahasa
sumbernya. Contohnya adalah sebagai berikut.

(1) TSu: Some products of XYZ may require you to agree to additional terms through an "on-line click-
wrap" license. TSa: Beberapa produk XYZ dapat mewajibkan Anda untuk menyetujui ketentuan
ketentuan tambahan melalui suatu lisensi "on-line click-wrap". (Hoed, 2005: 10)

BAB 6

1. Pengertian Majas
Majas yang juga disebut kiasan, idiom, konotasi, ungkapan majas, ungkapan idiomatic, ungkapan
metaforis, dan ungkapan konotatif. Dalam konteks penerjemahan, semua istilah ini merujuk pada konsep
yang sama, yaitu penggunaan bahasa yang tidak dapat diterjemahkan secara harfiah karena makna kalimat
tidak hanya tergantung pada arti kata-kata individu yang membentuknya.

A. . Kumpulan kata yang maknanya tidak dapat diartikan secara harfiah berdasarkan artinya masing-
masing kata yang membentuknya. Contoh-contoh termasuk perbandingan alternatif seperti "dead
as dodo" atau "fit as a fiddle," frasa nomina seperti "a blind alley" atau "a red letter day," frasa
preposisi seperti "at sixes and sevens" atau "by hook and by crook," verba + frasa nomina seperti
"kick the bucket" atau "spill the beans," dan verba + frasa preposisi seperti "be in clover" atau "be
between a rock and a hard place."
Contoh Kalimat Menurut Pengertian Pertama (Majas dengan makna yang tidak dapat diartikan secara
harfiah):

• "It is raining cats and dogs." (Hujan sangat deras)

• "Yanti was the apple of the family's eye." (Yanti sangat disayangi oleh keluarga)

A. . Ungkapan bahasa yang bersifat gramatikal dan alami dalam bahasa tertentu. Ini mencakup
konstruksi kalimat yang menggunakan kata-kata seperti "which," "who," "whom," dan
sejenisnya. Contoh kalimat adalah "I have no pen with which I can write" atau "The man to
whom I spoke at the party is Mr. Permana."
2. Majas Semesta dan Majas Setempat

Terdapat dua jenis majas, yaitu majas semesta (universal) dan majas setempat (lokal), serta bagaimana
cakupan budaya mempengaruhi pemahaman dan terjemahan majas tersebut.

A. Majas Semesta (Universal): Majas semesta adalah jenis majas yang memiliki makna yang sebagian
besar sama di berbagai budaya di seluruh dunia. Orang dari berbagai budaya dapat dengan mudah
memahami makna majas ini karena objek yang digunakan dalam ungkapan tersebut adalah objek yang
umum dan dikenal secara universal. Contoh majas semesta termasuk "Engkaulah matahariku," yang
dalam bahasa Inggris dapat diterjemahkan sebagai "You are my sun."

B. Majas Setempat (Lokal): Majas setempat adalah jenis majas yang maknanya terikat pada budaya
tertentu. Dalam jenis majas ini, berbagai budaya dapat memiliki cara yang berbeda dalam
mengungkapkan pesan yang sama melalui majas tersebut. Misalnya, ungkapan "Kill two birds with one
stone" dalam bahasa Inggris memiliki makna yang sama dengan ungkapan "Sekali merengkuh dayung,
dua tiga pulau terlampaui" dalam bahasa Indonesia. Namun, keduanya menggunakan kata-kata yang
berbeda, sesuai dengan budaya masing-masing.

3. Pendekatan Semantis-Komunikatif

Pendekatan diatas merupakan penggabungan antara metode penerjemahan semantis dan metode
penerjemahan komunikatif. Metode penerjemahan semantis adalah metode yang lebih dekat kepada Bsu,
sedangkan metode penerjemahan komunikatif lebih dekat kepada Bsa. Pendekatan ini bersifat luwes,
tidak kaku mengikuti segala bentuk yang berkenaan dengan Bsu. kata atau frasa yang hanya sedikit
mengandung muatan budaya dapat diterjemahkan dengan kata atau frasa yang netral atau istilah yang
fungsional. Contoh: 'Umar was a lion of the desert' yang artinya 'Umar adalah orang yang sangat
pemberani' terjemahan ini bersifat fungsional sehingga dapat dimengerti dengan mudah.

Pendekatan semantis-komunikatif berupaya memberikan padanan sejenis dalam Bsa terhadap ungkapan
majasi dalam Bsu dengan selalu mempertimbangkan untuk apa dan kepada siapa terjemahan itu
ditujukan, tetapi jika pemadanan sejenis dalam Bsa tidak ditemukan, penerjemah tidak ragu-ragu untuk
memberikan padanan dengan cara memberikan uraian deskriptif dalam Bsa terhadap ungkapan majasi
dari bahasa aslinya. yang dipentingkan adalah tersampaikannya pesan terhadap pembaca Bsa.

Perhatikan kalimat dalam Bsu dan Bsa berikut.

• Bsu : John is a book worm

• Bsa 1 : Budi adalah seorang kutu buku

• Bsa 2 : Asep adalah anak yang suka sekali membaca.

Bsa 1 diterjemahkan dengan mempertahankan bentuk Bsu-nya, pemadanan pesannya menggunakan


ungkapan majasi dalam bahasa indonesia, yaitu 'Budi adalah seorang kutu buku'. Penggunaan nama 'Budi'
bertujuan agar terjemahan lebih bercita rasa Indonesia.

Dalam Bsa 2, tidak digunakan pemadanan dengan majas yang sejenis dalam bahasa Indonesia, tetapi
dengan pemberian uraian deskriptif terhadap makna 'kutu buku'. Penggunaan sebutan 'Asep' ditujukan
kepada anak kecil suku Sunda yang belum mengerti makna 'kutu buku'

4. Beberapa Contoh Penerjemahan Majas.

a.Ungkapan majasi berdasarkan pengertian pertama. Pada kalimat-kalimat kelompok pertama ini,
penerjemahan harfiah' dapat menghasilkan suatu terjemahan yang secara gramatikal dan leksikal dapat
berterima, tetapi secara semantis tidak

(1) It is raining cats and dogs.

Pada kalimat nomor (1) 'It is raining cats and dogs' secara katawi mengandung makna: 'Sekarang sedang
hujan anjing dan kucing'. Dalam bahasa Inggris, 'to rain cats and dogs' adalah sebuah majas yang artinya
'hujan lebat Jadi, terjemahan ungkapan majasi

(2) Yanti was the apple of the family's eye...

Kalimat nomor (2) dimaknai secara katawi demikian: 'Yanti adalah buah apel mata keluarga'. Dalam
bahasa Indonesia, ungkapan ini tidak lazim. 'Apel' memang nama buah yang akrab dalam budaya
Inggris.Berbeda dengan di Indonesia, pohon apel hanya tumbuh di daerah-daerah tertentu saja. Ungkapan
'the apple of the family's eye' lebih tepat jika dipadankan dengan ungkapan bahasa Indonesia 'mutiara
dalam keluarga' atau 'buah hati keluarga'. Mutiara dikenal baik di Indonesia, dan orang Indonesia sangat
menyukainya sebab nilainya tinggi. Dengan begitu, lebih tepat apabila kalimat 'Yanti was the apple of the
family's eye' diterjemahkan menjadi 'Yanti bagaikan mutiara dalam keluarga atau 'Yanti adalah buah hati
keluarganya. Padanan ini dinilai lebih sesuai dengan konteks kalimat aslinya
b. Ungkapan majasi berdasarkan pengertian kedua

a. a.I have no pen with which I can write.


b. The book of which he speaks is good.
c. The man to whom I spoke at the seminar is Mr. Permana.
d. d The city which we call 'Kota Kembang' is Bandung.
e. The hotel at which I stayed last night is beautifully built.

Machali (2000: 86-89) menyarankan bahwa ada dua hal yang harus diperhatikan agar penerjemahanya
sesuai: (1) konteks dan (2) hubungan sintaksis antara kata dan acuannya. Dalam kaitan ini, kata 'which'
diterjemahkan dengan kata 'yang', tetapi dengan melakukan modulasi (pergeseran makna) dalam kata
kerjanya.

Melalui langkahlangkah ini, dapat dihasilkan terjemahan kalimat-kalimat majasi pada pengertian kedua di
atas sebagai berikut:

1) 'Saya tidak mempunyai pena yang dapat saya gunakan (untuk) menulis'. Namun,
penerjemah dapat juga menggunakan struktur pasif sehingga terjemahannya menjadi
'Saya tidak mempunyai pena yang dapat digunakan (untuk) menulis. Penggunaan kata
'untuk' merupakan pilihan.
2) 'Buku yang ia bicarakan adalah buku bagus' atau 'Buku yang dibicarakannya adalah buku
bagus'.
3) 'Orang yang saya ajak bicara di seminar itu adalah Pak Permana' atau 'Orang yang diajak
bicara oleh saya di seminar itu adalah Pak Permana' atau lebih sederhana lagi 'Orang
yang berbicara dengan saya di seminar itu adalah Pak Permana'.
4) 'Kota yang kita sebut 'Kota Kembang' adalah Bandung' atau 'Kota yang dijuluki 'Kota
Kembang' adalah Bandung'.
5) 'Hotel yang saya tinggali tadi malam bagus bangunannya' atau 'Hotel yang ditempati oleh
saya tadi malam bagus bangunannya'

BAB 7

1. Pengertian Ideologi dalam Penerjemahan

Secara umum, ideologi mengandung pengertian "paham, haluan atau ajaran" (Badudu dan zain, 1994: 525
) . Terdapat 2 ideologi yg saling berlawanan dalam penerjemahan yg masing masing memegang prinsip
bahwa penerjemahan yang betul dan berterima adalah yg berorientasi kepada budaya bahasa sumber, dan
bahwa penerjemahan yang betul dan berterima adalah yang berorientasi kepada budaya bahasa sasaran.
Ideologi yg pertama disebut Forenisasi, sedangkan yg kedua dinamakan domestikasi. (venuti, 1995/2008;
Lihat juga Hatim dan mason, 1997; Hoed, 2006).

2. Ideologi Forenisasi (peluarnegerian)

Forenisasi atau peluarnegerian adalah prinsip dalam penerjemahan yang berpandangan bahwa
perjemahan yg betul dan berterima adalah yang sesuai dengan selera pembaca dan yang menginginkan
adanya kehadiran kebudayaan bahasa sumber.

Kebudayaan sumber dianggap sebagai kebudayaan asing yg bermanfaat bagi masyarakat dengan
cara menyerap pengetahuan baru tentang budaya bahasa sumber yang terdapat dalam terjemahan.
Menurut pandangan ini, kata sapaan seperti _Mr, Mrs, Miss, Uncle Tom_ dan _Auntie Elisabeth_ harus
tetap dipertahankan sebagai upaya penerjemah agar pembaca bahasa sasaran masih dapat merasakan
suasana budaya aslinya.

Dalam ideologi forenisasi (peluarnegerian) sebuah terjemahan semestinya bersifat setia kepada bentuk
dan budaya bahasa sumber. Dapat dikatakan bahwa dalam ideologi forenisasi (peluarnegerian)
penerjemah sepenuhnya berada di bawah kendali penulis teks sumber.

3. Ideologi Domestikasi (Pendalamnegerian)


Domestikasi atau pendalamnegerian adalah prinsip dalam penerje mahan yang berpandangan
bahwa sebuah terjemahan seharusnya tidak terbaca seperti terjemahan Pembacanya hanya mengetahui
bahwa yang dibacanya merupakan tulisan asli penulisnya.

Terjemahan kalimat bahasa Inggris The house where I live is in Boston dengan 'Rumah di mana
saye tinggal adalah di Boston' dapat dikatakan memiliki tingkat keterbacaan yang rendah Meskipun
maknanya dapat dipahami, pembaca akan merasa bahwa kalimat tersebut aneh didengarnya. Barangkali
akan lebih wajar jika mengatakannya Rumah tinggal saya di Boston' atau 'Rumah saya di Boston' atau
'Tempat tinggal saya di Boston', atau sedikit keluar dari bentuk bahasa sumbernya 'Saya tinggal di
Boston"

4. Contoh Kasus Ideologi Forenisasi (Peluarnegerian) dalam Penerjemahan

Untuk lebih memudahkan pemahaman tentang ideologi forenisasi atau peluarnegerian dalam
penerjemahan, diberikan sebilangan contoh kasus penggunaan ideologi forenisasi atau peluarnegerian
dalam penerjemahan. Contoh berikut berasal dari novel The Da Vinci Code

(1) TSu : "I'm sorry". Langdon said, "but I'm very tired and"

"Mais, monsieur", the concierge pressed, lowering his voice to an urgent whisper. "Your
guest is an important man"

TSa : "Maaf", ujar Langdon, "Tetapi saya sangat letih dan

"Mais, monsieur", penerima tamu itu memaksa, seraya merendahkan suaranya menjadi
bisikan yang mendesak. "Tetapi tamu Anda orang penting.”

(Kardimin, 2013: 389)

5. Contoh Kasus Ideologi Domestikasi (Pendalamnegerian) dalam Penerjemahan

Berikut adalah beberapa contoh kasus penggunaan ideologi domestikasi atau pendalamnegerian
yang dapat ditemukan dalam penerjemahan novel 'Of Mice and Man' karangan John Steinbeck (1937) dan
diterjemahkan oleh Pramoedya Ananta Toer (1950/2003) dengan judul 'Tikus dan Manusia'.

(1) TSu: "Lennie!" he said sharply. "Lennie, for God' sakes don't drink so much".

TSa: "Lennie!" katanya tajam. "Lennie, demi Allah, jangan terlalu banyak minum".

Pada contoh (1), ungkapan for God' sakes diterjemahkan menjadi demi Allah. Dalam kaitan ini,
penerjemah tidak menerjemahkannya menjadi demi Tuhan sebagaimana tertera dalam TSu-nya. Hal ini
disebabkan barangkali penerjemah menyadari bahwa calon pembaca terjemahan di Indonesia mayoritas
beragama Islam.

(2) TSu: "Jesus Christ," George said resignedly.

TSa "Ya Rasul, sebut George mengalah.

(3) TSu "Jesus Christ! A big guy like you."

TSa: "Ya Rasul Anak sebesar ini?"

(4) TSu: "George said, 'I want you to stay with me, Lennie. Jesus Christ, somebody'd shoot you for a
coyote if you was by yourself"

Tsa: "George berkata, Aku minta engkau selalu dengan aku, Lennie Ya Rasul, kalau engkau sendirian
saja, engkau mesti ditembak orang seperti serigala.

(5) TSu: Yes sir. Jesus, we had fun. They let the nigger come in that night.”

TSa: “Ya, tuan. Ya Rasul, alangkah senang. Orang mengizinkan si negro datang kemas malam itu."

Pada contoh (2) (1), (4), dan (5), kata Jesus Chrut dan Jenus diterjemahkan menjadi Ya Raul
Dalam kaitan ini, penerjemah tidak menerjemahkannya menjadi "Yesus Kristus' atau 'Yesus' sebagaimana
tertera dalam Su-nyu Hal ini disetuhkan juga barangkali penerjemahnya menyadari bahwa calm pembaca
rejemahan di Indonesia mayoritas beragama Islam.

BAB 8

A. Capaian pembelajaran Setelah mempelajari bab 8, mahasiswa diharapkan mampu : Menjelaskan


pentingnya melakukan penilaian dalam penerjemahan

 Menjelaskan kriteria kebertrimaan suatu terjemahan


 Menjelaskan aspek ketepatan dalam terjemahan
 Menjelaskan aspek kejelasan dalam terjemahan
 Menjelaskan aspek kewajaran dalam terjemahan
 Menjelaskan aspek mekanika penulisan dalam terjemahan
 Memberi contoh aspek ketepatan dalam terjemahan
 Memberi contoh aspek kejelasan dalam terjemahan
 Memberi contoh aspek kewajaran dalam terjemahan
 Memberi contoh aspek mekanika penulisan dalam terjemahan
B. Pokok-pokok materi Pokok bahasan dalam bab ini mencakup pentingnya melakukan penilaian
terjemahan, kriteria kebertrimaan suatu terjemahan, dan contoh-contoh kasus penilaian suatu terjemahan.
Pentingnya penilaian terjemahan berkenan dengan alasan-alasan akademik mengapa suatu terjemahan
perlu di evaluasi.

C. Uraian materi Penerjemahan merupakan suatu kegiatan pengalihan pesan dari bahasa sumber ke dalam
bahasa sasaran yang selalu di anggap “nisbi” tingkat kebertrimaannya (lihat hoed,2006;newmark,1988).
Dikatakan demikian karena, dalam tingkatan tertentu, dimana suatu terjemahan dikatakan terhebat
sekalipun, sebuah terjemahan tidak pernah akan mencapai predikat sempurna

1. Pentingnya penilian terjemahan Terdapat dua alasan mengapa penilaian terjemahan penting
dilakukan (Machili, 2000:108), khususnya dalam kaitannya dengan perkuliahan yang
diselenggarakan. Pertama, penilaian terjemahan merupakan wahana untuk menciptakan hubungan
antara teori dan praktik penerjemahan. Kedua, penilaian terjemahan merupakan kriteria atau
acuan untuk menilai kemampuan mahasiswa dalam penerjemahan.
2. Kriteria kebertrimaan terjemahan Suatu terjemahan dapat dinilai, setidak-tidaknya, berdasarkan
empat aspek, yaitu ketepatan, kejelasan, kewajaran, dan mekanika penulisan dalam terjemahan
(lihat Larson,1984;machali,2000;Nida dan Taber, 1974)

Ketepatan berkenaan dengan betul-tidaknya pengalihan pesan dari bahasa sumber kedalam
bahasa sasaran. Dalam konteks linguistic, ketepatan erat kaitannya dengan makna referensial,
yakni makna benda yang diacu dalam teks. Misalnya, kata bahasa inggris chair diterjemahkan
„kursi‟ dalam bahasa indonesia. Akan salah apabila kata itu dipadankan dengan „meja‟ . dapat
dikatakan bahwa aspek ketepatan merupakan hal pokok dalam menilai suatu terjemahan

Kejelasan berkaitan dengan mudah-tidaknya terjemahan dipahami oleh pembaca. Misalnya,


kalimat „The old man has been waiting for his only son for many years‟ terjemahkan dengan
„pak tua telah menantikan putra semata wayangnya selama bertahun-tahun‟. Membaca
terjemahan ini, pembaca yang cermat akan mempertanyakan: apakah lelaki itu namanya Tua
(sebab huruf pertama ditulis dengan huruf besar) sehingga mungkin saja umurnya masih muda
(setidaknya belum tua-tua banget). Namun, dilihat dari konteks aslinya sepertinya memang lelaki
itu sudah tua. Hal seperti ini, apabila terjadi, dapet membingungkan pembaca terjemahan.

Kewajaran berkenaan dengan alami-tidaknya terjemahan terdengar atau terbaca dalam bahasa
sasaran. Singkatnya, apakah penutur bahasa aslinya mengungkapkannya begitu. Dalam kaitan ini,
terdapat prinsip bahwa terjemahan yang baik adalah terjemahan yang jika dibaca tidak terasa
seperti terjemahan (Nida dan Taber, 1974).

Mekanika penulisan didasarkan pada prinsip bahwa kegiatan penerjemahan pada dasarnya
adalah penulisan kembali pesan teks sumber ke dalam bahasa sasaran (lefevere,1992).

3. Contoh-contoh penilaian terjemahan Berikut ini diberikan contoh melakukan penilaian


terjemahan berdasarkan empat kriteria yang telah dibahas, yaitu ketepatan, kejelasan, kewajaran,
dan mekanika tulisan. Dalam kaitan ini, Terjemahan Buruk diwakili oleh TSa 1, sedangkan
Terjemahan Baik diwakili oleh TSa 2. TSu:
(0) The Development of Writing
(1) It is important, when we consider the development of writing, to keep in mind that a large
number of the languages in the world today are used only in the spoken system. (2) They do not
have a written form. (3) For those languages that have writing systems, the development of
writing, as we know it, is a relatively recent phenomenon. (4) We may be able to trace human
attempts to represent information

visually back to cave drawings made at least 20,000 years ago, or to clay tokens from about
10,000 years ago, which appear to have been an early attempt at bookkeeping, but these artifacts
are best described as ancient precursors of writing. (5) The earliest writing for which we have
clear evidence is the kind that Geoffrey Nunberg is referring to as 'cuneiform' marked on clay
tablets about 5,000 years ago. (6) An ancient script that has a more obvious connection to writing
systems in use today can be identified in inscriptions dated around 3,000 years ago. (Taken from
The Study of Language by George Yule, 20

TSa 1:

(0) Perkembangan Budaya Menulis

Ketika sedang membahas asal-usul budaya menulis, harus kita pahami bahwa sebagian besar
bahasa-bahasa yang ada di dunia ini hanya dipakai dalam bentuk lisan saja. (2) Tidak
menggunakan bentuk tertulis. (3) Seperti yang kita tahu, berkembangnya budaya menulis untuk
bahasa-bahasa yang menggunakan sistem tulisan secara relatif adalah fenomena yang masih baru.
(4) Kita dapat melihat usaha-usaha yang dilakukan untuk menyampaikan informasi secara visual
pada 20.000 tahun yang lampau berupa ukiran di dinding goa, atau pada kepingan keramik yang
dibuat sekitar 10.000 tahun lalu dalam salah satu usaha awal untuk membuat pustaka buku,
artifak-artifak ini bisa dibilang sebagai awal mula dari budaya menulis. (5) Bukti jelas mengenai
asal- usul tulisan yang paling tua ialah ukiran yang disebut Geoffrey Nunberg sebagai
"cuneiform" pada lembaran tanah liat yang dibuat sekitar 5.000 tahun silam. (6) Selain itu, ada
juga skripsi kuno yang berasal dari 3.000 tahun yang lalu terukir pesan yang begitu erat
hubungannya dengan budaya tulis-menulis di zaman kita sekarang

Tsa 2:

(0) Perkembangan penulisan

Ketika membahas perkembangan penulisan, sangat penting bagi kita untuk menyadari bahwa ada
banyak bahasa di dunia saat ini yang hanya digunakan secara lisan. (2) Bahasa-bahasa tersebut
tidak memiliki bentuk tertulis. (3) Bagi bahasa-bahasa yang memiliki bentuk tertulis, kita semua
tahu bahwa perkembangan penulisan merupakan kejadian yang terbilang cukup baru. (4) Kita
mungkin dapat menelusuri usaha-usaha manusia dalam menyajikan informasi yang tampak jelas
melalui lukisan gua yang dibuat setidaknya 20.000 tahun yang lalu, atau tanda-tanda dari tanah
liat yang berasal dari sekitar sepuluh ribu tahun yang lalu, yang nampaknya merupakan usaha
awal dari kepustakaan, namun artefak-artefak ini sangatlah sesuai untuk digambarkan sebagai
pelopor penulisan kuno.

BAB 9

1. Hakikat Kritik Terjemahan

Kata kritik berasal dari bahasa Yunani, yaitu 'krites' atau 'krinein' yang memiliki arti 'hakim' atau
'menghakimi'. Dengan demikian, kritik terjemahan berarti 'penghakiman terhadap suatu karya
terjemahan'. Dalam dunia sastra atau seni, sebuah kritik yang dilakukan oleh seorang kritikus dapat
memengaruhi cara pandang masyarakat terhadap sebuah karya. Bahkan, tanggapan dan penilaian yang
disampaikan oleh seorang kritikus ternama dapat memengaruhi kualitas karya tersebut dan berpengaruh
terhadap harga jualnya. Ini berarti pernyataan seorang kritikus sastra atau seni memiliki dampak sosial
ekonomis terhadap sebuah karya sastra atau seni. Bagaimana dengan kritikus terjemahan? Apakah juga
memiliki gengsi yang sama dengan kritikus sastra atau seni? Sebagai sebuah disiplin ilmu yang secara
akademis masih relatif baru, harus diakui bahwa penerjemahan belum banyak dikaji dan dikembangkan
seperti yang telah dilakukan terhadap dunia sastra atau seni. Padahal, secara praktis, penerjemahan
merupakan kegiatan yang telah lama dilakukan dalam kehidupan manusia.

2. Pentingnya Melakukan Kritik Terjemahan


Terdapat beberapa alasan mengapa kritik terjemahan penting dilakukan: 1. Kritik terjemahan
merupakan penghubung antara pemahaman teori dan praktik penerjemahan (Newmark, 1988). Ada
pendapat bahwa untuk mampu menerjemahkan, tidak diperlukan pengetahuan teori penerjemahan, tetapi
langsung melakukan praktik penerjemahannya. Meskipun tidak salah, anggapan ini merupakan sikap
penyederhanaan dalam kegiatan penerjemahan. 2. Kritik terjemahan memberikan peluang kepada
masyarakat pembaca atau penerjemah lainnya untuk melakukan penilaian terhadap suatu karya
terjemahan. Sebagaimana telah dinyatakan sebelumnya bahwa sesempurna-sempurnanya suatu karya
terjemahan, jika ditelaah lebih lanjut, sering kali ditemukan adanya "lubanglubang" yang merupakan
wujud kekurangan-kekurangan terjemahan tersebut (Gunarwan, 2005). Hal ini disebabkan, selain cara
pandang atau "ideologi" setiap penerjemah berbeda, seorang penerjemah dalam kegiatan
penerjemahannya cenderung untuk "korup". Tindakan koruptif ini dapat terjadi karena tiga hal, yaitu
adanya pesan teks sumber yang hilang dalam teks sasarannya, adanya pesan dalam teks sasaran yang
tidak terdapat dalam teks sumbernya, dan adanya kesalahan pengalihan pesan dari teks sumber ke dalam
teks sasarannya.

3. Kritik terjemahan

Merupakan wahana untuk berlatih menulis makalah pendek tentang kualitas terjemahan.
Sebagaimana diketahui, terdapat banyak keluhan tentang mutu terjemahan yang dihasilkan para
penerjemah, khususnya di Indonesia (Taryadi, 2005). Dalam hal ini, tidak jarang terlontar sindiran bahwa
lebih baik membaca buku aslinya daripada membaca karya terjemahannya (Hidayat, 2002). Ini
menunjukkan bahwa karya-karya terjemahan yang beredar masih memiliki kualitas yang rendah.
Pelaporan kritik terjemahan ini dapat berupa jurnal atau resensi atas karya-karya terjemahan. Jurnal dan
resensi yang dihasilkan para kritikus terjemahan ini pada gilirannya dapat dijadikan bahan pertimbangan
untuk diselenggarakannya penerbitan karya terjemahan edisi perbaikannya. Penerbitan edisi perbaikan ini
merupakan bentuk pertanggungjawaban terhadap masyarakat luas atas kerja akademik- kolegial antara
penerjemah yang menerjemahkan dan penerbit yang menyebarluaskan karya terjemahan

3. Langkah-Langkah untuk Melakukan Kritik Terjemahan Untuk melakukan kritik terjemahan, terdapat
sejumlah langkah yang harus diperhatikan para kritikus terjemahan. Newmark (1988: 186) mengusulkan
lima langkah yang semestinya ditempuh, yaitu:

a) menganalisis teks sumber (TSu);


b) mengenali maksud dan sikap penerjemah;
c) membandingkan terjemahan (teks sasaran/TSa) dengan teks sumber;
d) menilai terjemahan: dan
e) membuat prediksi tentang pengaruh karya terjemahan terhadap kehidupan masyarakat bahasa
sasaran, baik ditinjau dari aspek kebahasaan murni ataupun aspek kebudayaan.
a) Menganalisis teks sumber dapat dilakukan dengan memasukkan pernyataan pengarang mengenai
tujuan penulisan, yaitu bagaimana sikapnya terhadap topik yang ditulis dan siapa saja sasaran pembaca
yang dituju. Selain itu, dilakukan juga penilaian terhadap penggunaan bahasa teks sumber untuk
menentukan tingkat kebebasan penerjemah dalam menerjemahkan teks tersebut. Dengan ini, dapat
diketahui seberapa bebas penerjemah dalam menerjemahkan teks itu sehingga teks sumber yang aslinya
bernuansa argumentatif, misalnya, menjadi teks yang bernada informatif atau sebaliknya.

b) Mengenali maksud dan sikap penerjemah dapat dilakukan dengan melihat sudut pandang penerjemah
terhadap teks yang diterjemahkan. Dalam kaitan ini, seorang kritikus terjemahan harus mampu melihat
bagaimana penerjemah mengalihkan pesan dari teks sumber ke dalam teks sasaran secara proporsional
dan mengapa dia menerjemahkannya seperti itu.

c) Membandingkan terjemahan dengan teks sumber merupakan pekerjaan pokok dalam kritik
terjemahan. Dalam hal ini, kritikus terjemahan dapat mencermati bagaimana penerjemah memecahkan
masalah-masalah penerjemahan yang dihadapinya ketika mengalihkan pesan dari teks sumber ke dalam
teks sasaran. Dalam perbandingan ini, masalah-masalah penerjemahan dapat dikelompokkan ke dalam
rumpun-rumpun tertentu untuk memudahkan, seperti judul, susunan kalimat, pergeseran/teknik
penerjemahan, dan kata-kata bermuatan budaya, Rumpun-rumpun ini dapat dibuat secara bebas sesuai
dengan kebutuhan kritik terjemahan yang diselenggarakan.

d) Menilai terjemahan dapat dilakukan dengan mengacu kepada aspek-aspek penilaian terjemahan itu
sendiri. keberterimaan sebuah terjemahan dapat dipandang dari empat segi, yaitu ketepatan, kejelasan,
kewajaran, dan mekanika
e) Membuat prediksi tentang pengaruh terjemahan terhadap kehidupan masyarakat bahasa sasaran dapat
dilakukan pada teks-teks yang bermuatan budaya, seperti teks-teks sastra (puisi, novel, drama), teks
keagamaan, teks filsafat, dan teks filologi. Teks-teks yang bermuatan budaya cenderung memunculkan
pro dan kontra jika disampaikan kepada pembaca yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Ketika
menerjemahkan teks-teks seperti ini, penerjemah biasanya menghadapi dilema apakah perilaku-perilaku
budaya yang terdapat dalam teks sumber. Kecondongan penerjemah terhadap salah satu ideologi ini dapat
dijadikan bahan bagi kritikus terjemahan untuk mengungkapkan prediksinya bagaimana terjemahan
tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat bahasa sasaran.

4. Contoh Kritik Terjemahan

Untuk lebih memahami bagaimana kritik terjemahan dilakukan, berikut ini diberikan dua contoh
kritik terjemahan. Dua contoh ini sengaja dipilih untuk mewakili dua ragam bahasa yang berbeda. Contoh
yang pertama adalah kritik terjemahan kata pengantar sebuah buku ajar yang mewakili ragam akademik,
sedangkan yang kedua adalah kritik terjemahan sebuah puisi yang mewakili ragam sastra. Ditinjau dari
karakteristiknya, kedua ragam bahasa ini memiliki beberapa perbedaan, dan perbedaan yang paling 6
mencolok adalah bahwa ragam akademik cenderung formal, sedangkan ragam sastra cenderung informal.

Anda mungkin juga menyukai