Anda di halaman 1dari 12

1

MENERJEMAHKAN KONTEKS YANG MEMILIKI KESAMARAN MAKNA

WUWUH YUNHADI
Universitas Kutai Kartanegara Tenggarong

Abstract. To do an effective translation one must discover the


meaning of the source language and use receptor language forms
which express this meaning in a natural way. Meaning must come
first over the linguistic form. This article is devoted for a description
of the translation process of words or sentences having ambiguity and
vagueness meaning. Focusing on a brief virtue on to what extent
ambiguity and vagueness intricates the process of translation, the
description delineates theories of ambiguity and vagueness that serve
words or sentences having more than one meaning because of the
presence of referential, semantic rules, or the relational clues.

Keywords: translation, ambiguity, vagueness.

Ketaksaan (ambiguity) dan kesamaan (vagueness) makna kata sering dianggap


sama walaupun keduanya memiliki ciri-ciri kekhususan yang berbeda. Ketaksaan
mengacu pada kata atau kalimat yang memiliki dua makna atau lebih. Misalnya,
kalimat I saw her duck, dianggap taksa karena kalimat ini memiliki dua makna: (1)
Saya memilihat bebeknya, dan (2) Saya melihat dia mengangguk. Selanjutnya,
kesamaran mengacu pada perbedaan makna akibat penggunaan kata tertentu yang
memiliki beberapa rujukan. Misalnya, frase a beautiful house, berarti rumah yang
bagus, tetapi kata bagus ini bisa berarti: rumah yang bentuknya modern, rumah kuno
yang antik, rumah yang berlantai marmer, rumah yang besar dan dihiasi dengan
dekorasi, dan sebagainya, yang hakikatnya ialah rumah yang indah.
Dalam penerjemahan dari Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia dan
sebaliknya, kesamaran makna muncul karena beberapa hal. Pertama, hubungan antara
kata dalam bahasa sumber (SL) dan bahasa target (TL) memiliki variasi. Variasi itu
antara lain: satu-satu, satu kata dengan banyak makna, banyak makna dengan satu kata,
dan kata yang tidak memiliki hubungan makna karena terikat budaya. Kedua, unit
makna terikat dengan bentuk kalimat. Ketiga, unit makna tergantung pada konteks dan
kata tersebut kurang memiliki kekhususan makna. Karena itu, penerjemahan tidak
mengacu pada transfer kata atau bentuk, melainkan harus mengutamakan pada transfer
makna.

Media Ilmu, Vol. 2 No. 1


2

HAKIKAT KESAMARAN MAKNA


Kempson (1977) dan Wahab (1995) mengklarifikasi kesamaran makna ke
dalam: (1) kesamaran acuan, (2) kesamaran ketidak-pastian makna, (3) kesamaran
akibat kekurangkhususan makna, dan (4) kesamaran akibat lepasnya hubungan
pengkhususan. Kesamaran acuan terjadi karena butir leksikon tertentu sudah memiliki
makna yang jelas, tetapi leksikon tersebut menjadi tidak jelas tafsirnya apabila
diletakkan dengan kata tertentu lainnya. Misalnya, kata city dan town sama-sama
memiliki makna tempat yang luas yang dihuni oleh sekumpulan orang, di dalamnya
terdapat rumah, gedung, dan fasilitas umum. Namun kapan city dan kapan town
digunakan, keduanya memerlukan penjelasan yang lebih khusus.
Kesamaran ketidak-pastian makna mengacu pada butir leksikon yang secara
intuituf memiliki makna homogen, tetapi kenyataannya bervariasi. Misalnya, kata
good dalam she has good legs, bisa diartikan menjadi: dia memiliki betis yang indah,
dia memiliki kaki yang tidak cacat, dia memiliki kaki yang kuat, dia memiliki kaki
yang mulus dan kokoh, dan sebagainya. Demikian juga frase John’s book bisa berari:
buku milik John, buku yang sudah dibaca John, buku yang dibawa John, dan
sebagainya.
Kesamaran akibat kekurangkhususan makna mengacu pada leksikon tertentu
menjadi tidak jelas artinya karena leksikon tersebut tidak diberi penjelasan secara
khusus. Misalnya, kata do dan go, keduanya memiliki makna yang sangat jelas yaitu
‘pergi dan mengerjakan’ tetapi keduanya mencakup bermacam-macam tindakan karena
dua kata tersebut memiliki arti yang sangat umum (Wahab, 1995:109). Kata went
dalam kalimat he went to the station, bisa digunakan untuk mendeskripsikan kegiatan
yang tidak sama seperti: berjalan, berlari, bersepeda, terbang, dan sebagainya. Dengan
demikian kalimat he went to the station bisa berarti dia naik sepeda, dia berlari, dia
naik mobil, atau dia naik pesawat sewaktu ke station, sehingga makna yang dinyatakan
dalam kalimat tersebut tidak jelas.
Kesamaran terakhir mengacu pada penggunaan leksikon tertentu yang memiliki
tafsir terbalik. Misalnya, kata or yang digabung dengan kata so, too, either, nor
dalam kalimat ellipsis. Periksalah contoh berikut:
(1) The applicants had either first-class degree or some teaching experience
(1a) Pelamar harus memiliki title tertinggi atau beberapa pengalaman mengajar.

Wacana di atas maknanya samar karena ada 3 makna: (1) pelamar harus
memiliki titel tertinggi saja walaupun tidak memiliki pengalaman mengajar. (2)
Pelamar harus memiliki pengalaman mengajar saja walaupun tidak memiliki titel
tertinggi. (3) Pelamar harus memiliki titel tertinggi dan memiliki beberapa pengalaman
mengajar.

PROSES TERJEMAHAN
Hakikat terjemahan ialah transfer makna dalam wacana. Karena itu, pendekatan
terjemahan yang relevan ialah terjemahan makna, bukan terjemahan kata demi kata

Media Ilmu, Vol. 2 No. 1


3

berdasarkan penggunaan gramatika tertentu. Nida dan Taber (1975) mengemukakan:


“translating consists of reproducing in the target language the closest natural
equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in
terms of style.” Jadi, terjemahan mengutamakan transfer makna baru kemudian gaya
bahasa.
Untuk memperoleh hasil terjemahan yang baik, De Maar (1987) menyarankan
tiga hal: (1) penerjemah harus membaca dan mengerti isi teks, (2) penerjemah harus
menyerap semua isi dan mengadopsi isi teks menjadi pengetahuan penerjemah, dan (3)
penerjemah harus mampu mengungkapkan pengetahuan tersebut menggunakan
bahasanya sendiri dengan kemungkinan perubahan sekecil-kecilnya dari aspek makna
dan gayanya. Proses ini bisa didekati melalui 7 langkah: tuning, analysis,
understanding, terminology, restructuring, checking, dan discussion. Dalam membaca
umum (tuning) penerjemah mencoba mentransfer makna dan gaya dalam SL ke dalam
TL. Misalnya, pilihan kata, jenis teks: deskripsi, argumentsi, sastra. Dalam analisis
setiap kalimat diuraikan ke dalam satuan kata dan frase untuk menemukan hubungan
sintaksinya. Di sini penerjemah harus menemukan istilah-istilah (terminology) yang
akan diterjemahkan dan makna yang ekuivalen dengan istilah tersebut. Pada tahap
pemahaman (understanding), penerjemah harus menangkap isi pesan secara tepat
dalam satu kesatuan wacana. Untuk itu, koherensi antar gagasan harus diidentifikasi
secara tepat.
Dalam proses menemukan peristilahan (terminology), penerjemah menentukan
secara cermat istilah yang tepat sesuai dengan konteks. Pada proses restructuring, kata,
frase, kalimat, dan istilah-istilah yang sudah dipahami menurut konteks disusun ulang
sehingga diperoleh makna yang dekat dengan teks asli. Hasil perakitan ini melahirkan
draft yang harus dicek ulang (checking). Pengecekan meliputi editing dari aspek
penggunaan kata dan kekeliruan lain dari aspek mekanis penulisan. Setelah itu,
pengecekan diarahkan untuk melihat efektivitas kalimat, ketepatan pesan, dan
kesesuaian gaya. Tahap terakhir ialah diskusi. Tujuan diskusi ialah membahas isi bahan
yang terjemahan dengan sumber lain yang dianggap menguasai bahan yang
terjemahan. Diskusi ini akan membantu penerjemah untuk menetapkan sejauh mana
hasil terjemahannya akurat.

MAKNA DALAM PENERJEMAHAN


Terjemahan menuntut pemilihan transfer makna dari SL yang sesuai dengan TL
secara ilmiah. Karena itu, seorang penerjemah yang baik harus mampu menganalisis
suatu wacana atau teks untuk mendapatkan makna yang tepat dalam tataran leksikal,
frase, kalimat, dan bahkan makna dari seluruh wacana itu (Soemarno, 1999). Larsen
(1984:10) mengatakan:
To translate the form of one language literally according to the corresponding
form in another language would often change the meaning or result in an
unnatural translation. Therefore, meaning must have priority over form in

Media Ilmu, Vol. 2 No. 1


4

translation. Meaning must be carried out over from the source language to the
target language, not the linguistic forms.

Dengan mengacu pada uraian di atas, teori makna yang dikembangkan


berdasarkan teori referensi (Mackey, 1967:16), analisis komponensial (Bell, 1991:88),
meaning postulate (misalnya, hiponim, sinonim, antonym), dan teori makna
behaviorisme (Lyons, 1979:120), tidak bisa digunakan dalam penerjemahan. Hampir
semua teori makna di atas hanya membahas makna leksikal secara teoritik dan
filosofis. Pembahasan seperti ini tidak bisa diterapkan dalam praktik penerjemahan
karena dalam penerjemahan ‘kata’ tidak akan berdiri sendiri melainkan terkait dengan
situasi ketika kata itu digunakan (Soemarno, 1993:3).
Hakikatnya, penerjemahan melibatkan dua macam budaya yang berbeda,
sehingga meskipun ada dua kata yang memiliki makna yang sama, makna kata yang
berasal dari budaya yang berbeda itu jarang sekali memiliki makna yang persis sama,
kecuali jika kata itu berhubungan dengan istilah ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Makna yang dibahas dalam penerjemahan ialah makna-makna yang langsung
berhubungan dengan makna yang ada dalam teks. Jadi, makna dalam konteks ini
terpengaruh oleh ilmu lain seperti ilmu kebahasaan, ilmu sastra, psikologi, dan
sebagainya.
Menurut Larsen (1984:3) penerjemahan ialah mengubah bentuk bahasa dari SL
ke dalam TL melalui transfer makna. Bentuk kalimat yang diterjemahkan bisa berubah
tetapi maknanya harus tetap sama. Untuk itu, penerjemahan melibatkan pemahaman
terhadap leksikon, struktur tata bahasa, situasi komunikasi, dan konteks budaya dalam
SL untuk dianalisis maknanya dan disusun ke dalam TL yang memiliki makna yang
sama dengan menggunakan kaidah dalam TL.
Dalam konteks ini, kajian makna bisa mengacu pada teori yang dikembangkan
oleh Larsen (1984), Kempson (1977), Soemarsono (1999), Zuchridin (1982). Teori
tersebut mengelompokkan makna ke dalam enam jenis: (1) makna leksikal, (2) makna
gramatikal, (3) makna situasional atau makna kontekstual, (4) makna tekstual, (5)
makna sosio-kultural, dan (6) makna implisit.

Makna Leksikal
Makna leksikal adalah makna kata seperti yang terdapat di dalam kamus.
Makna kata ini merupakan padanan dari kata dalam SL ke dalam kata menurut TL.
Makna jenis ini bisa terjadi karena beberapa hal. Pertama, sautau kata memiliki cirri
fisik dan konsep yang sama dalam SL dan TL. Penerjemahan makna jenis ini sangat
mudah dicari padanannya dalam TL, misalnya radio, computer, book, gold. Kedua,
suatu kata memiliki makna yang sama dalam TL dan SL tetapi kedua kata tersebut
memiliki nuansa yang berbeda. Periksalah contoh dalam wacana berikut ini.
(2) rich (Inggris) dan kaya (Indonesia)
(3) bath (Inggris) dan mandi (Indonesia)

Media Ilmu, Vol. 2 No. 1


5

Wacana (2) makna menerjemahkan kata ‘kaya’. Makna kata ‘kaya’ menurut
konteks Indonesia dan konteks Amerika memiliki criteria yang berbeda. Dalam
konteks Inonesia, ‘kaya’ mengacu pada keadaan serba cukup secara materi yang
diperoleh secara halal. Di Amerika ‘kaya’ mengacu pada kepemilikan harta yang
melimpah tanpa memandang bagaimana harta tersebut diperoleh. Karena itu, orang
kaya di Amerika karena menang judi atau karena melacurkan diri dianggap sama.
Walaupun nuansa kaya di Indonesia dan di Amerika jelas berbeda, namun dua kata
tersebut masih bisa dianggap sebagai padanan dalam penerjemahan.
Dalam wacana (3) makna yang akan disampaikan ialah kebiasaan mandi yang
berbeda di negara Indonesia dan di Amerika. Orang Indonesia umumnya mandi sehari
dua kali. Mandi umumnya dilakukan dengan mengambil air dari bak mandi
menggunakan gayung. Di Amerika, mandi kadang dilakukan sehari sekali atau dua hari
sekali. Orang mandi umumnya menggunakan shower atau berendam di bak. Nuansa
kata mandi tersebut jelas berbeda, namun kedua kata tersebut masih bisa digunakan
sebagai padanan dalam penerjemahan.
Ketiga, kata yang sukar sekali diterjemahkan dari SL ke dalam TL. Terjemahan
jenis ini disebut untranslatable yang terdiri dari linguistic untranslatability dan
cultural untranslatability (Catford, 1965:94). Misalnya, kata: gantung kepuh, ngono ya
ngono ning ya ojo ngono (Jawa); bekikihan, uyuh (Banjar).
Gantung kepuh ialah sebuah pohon yang tumbuh sendiri di hutan, tidak
memiliki daun dan ranting, biasanya digunakan untuk kayu bakar. Dalam budaya Jawa,
pohon ini digunakan sebagai symbol penderitaan orang yang sudah tua yang ditinggal
semua sanak keluarganya dan harus hidup sendirian. Kalimat kedua berarti seseorang
boleh saja menunjukkan kelebihannya, kepandaiannya, kekayaannya, tetapi jangan
terlalu mencolok sehingga menghina orang lain. Bekikihan menunjukkan suatu
kegiatan yang sudah dilakukan dengan sungguh-sungguh tetapi masih juga belum
berhasil. Sedangkan uyuh berarti keadaan capai yang luar biasa. Kata-kata yang
terikat budaya seperti dikemukakan di atas, hanya bisa ditransfer maknanya dengan
benar apabila penerjemah memahami budaya dalam SL dan TL. Mereka berpikir
dengan cara yang berbeda karena bahasa mereka menawarkan cara mengungkapkan
(makna) dunia luar di sekitar mereka dengan cara yang berbeda pula (Yunhadi,
2016:180).

Makna Gramatikal
Makna gramatikal ialah makna yang bisa dikenali melalui kalimat, klausa, dan
frasa, Newmark (1981:26). Masalah yang timbul dalam penerjemahan jenis ini ialah
kesulitan mengidentifikasi makna yang disampaikan di balik struktur yang digunakan.
Salah satu contoh butir gramatikal yang agak sulit diterjemahkan ialah penerjemahan
frase nomina, terutama frase nomina yang panjang atau sangat panjang (Soemarsono,
1995:5). Frase nomina panjang atau sangat panjang yang berfungsi sebagai subjek akan
mempersulit penerjemah dalam mengidentifikasi frase verba yang berfungsi sebagai
predikat dari kalimat tersebut.

Media Ilmu, Vol. 2 No. 1


6

Makna Situasional atau Kontekstual


Konteks adalah hubungan antara unsure-unsur gramatikal dan leksikon dengan
unsure-unsur situasi yang relevan, Zuchridin (1982:32). Jadi, suatu kata memiliki arti
sebanyak situasi yang menyertainya. Dengan kata lain, arti suatu kata tidak berdiri
sendiri, tetapi arti kata itu terletak dalam suatu konteks atau situasi.
Pada dasarnya suatu kata jarang sekali yang berdiri sendiri. Kata biasanya
dikemas dalam suatu kalimat atau unit yang lebih besar daripada kalimat sehingga srti
kata tersebut tidak berdiri sendiri melainkan terikat dengan konteks atau situasi dimana
kata tersebut diletakkan. Makna yang terdapat dalam suatu situasi kadang-kadang
berbeda sekali dengan makna kata yang berdiri sendiri (Soemarsono, 1999). Berikut ini
contoh penggunaan kata with dalam bahasa Inggris yang memiliki makna berbeda.
(4) Her eyes were filled with tears.
(5) I have married with three children.
Wacana (4) dan (5) di atas sama-sama menggunakan kata with yang berarti
dengan. Namun makna with pada kedua wacana tersebut berbeda karena wacana (4)
berarti: “matanya penuh dengan air mata” dan wacana (5) berarti: “saya telah menikah
dan mempunyai tiga anak.”

Makna Tekstual
Menurut Nida (1975:24) makna tekstual ialah makna yang dikaitkan dengan
suatu teks atau wacana. Makna tekstual sebenarnya terkait dengan makna kontekstual.
Misalnya, kata instrumen yang digunakan dalam wacana permusikan, maknanya
berbeda dengan instrumen yang digunakan dalam wacana penelitian. Dalam istilah
musik, instrumen berarti alat untuk menghasilkan melodi atau nada, sedangkan dalam
istilah penelitian instrumen berarti alat untuk mengumpulkan data. Begitu juga kata
stand dalam istilah kehutanan berbeda artinya dengan stand dalam bahasa Inggris
umum. Stand dalam istilah kehutanan berarti “tegakan, pohon kecil di hutan yang
tumbuh secara alami,” sedangkan dalam istilah umum stand berarti mengerti atau cara
pandang (point of view).

Makna Sosiokultural
Makna sosiokultural ialah makna yang terikat dengan aspek-aspek budaya
pengguna bahasa tertentu. Makna ini sulit dicari padanannya sehingga penerjemah
harus memahami konteks budaya dari bahasa yang akan diterjemahkan. Misalnya,
ketika akan pergi ke kantor, seorang suami di negara barat mengatakan I love you
kepada istrinya. Budaya Indonesia tidak mengajarkan kalimat itu diucapkan secara
eksplisit. Karena itu, terjemahan yang relevan ialah: “Hati-hati di rumah, atau Jaga
anak baik-baik ya, Ma”.
Faktor sosio-budaya juga muncul ketika penerjemah mencari padanan kata
yang sangat sulit karena konsep budaya dalam SL dan TL tidak sama. Misalnya, kata
gantung kepuh, kakang kawah adi ari-ari, kadyo mimi hamintuno, hanya bisa

Media Ilmu, Vol. 2 No. 1


7

diterjemahkan menggunakan definisi atau deskripsi, seperti: gantung kepuh = pohon


tua, kering, tidak berdahan dan tidak berdaun, ada di hutan, dan tidak berguna bagi
penduduk; kakang kawah =saudara tua yang bersifat gaib yang dimiliki setiap manusia
dan diyakini memiliki kekuatan mistis untuk melindungi jasad; kadyo mimi hamintuno
= sepasang temanten yang rukun, harmonis, dan membentuk rumah tangga abadi
sampai kakek-kakek dan nenek-nenek.

Makna Implisit
Makna implicit menurut Larsen (1984:38) ialah makna yang tidak tertulis atau
tidak terucapkan, tetapi makna tersebut bisa dipahami oleh lawan bicara atau pembaca.
(… some information communicated is left implicit in conversation or written text).
Dalam hal ini penerjemah harus mengetahui secara jelas apakah sesuatu pernyataan
tetap dibiarkan implicit atau dibuat eksplicit. Mari kita lihat beberapa contoh berikut.
(6) A : What are you eating?
B : Bread.

Dalam wacana (6) jawaban bread tidak perlu dibuat eksplisit menjadi I am
eating bread karena penanya dianggap tahu secara pasti apa yang dimaksud dengan
jawaban tersebut. Tetapi jika kalimat itu mengandung makna yang taksa, penerjemah
perlu menyampaikan terjemahannya secara eksplisit. Periksalah wacana berikut:
(7) A : Mr. Brown wasn’t at work last week.
B : He’s in the hospital now.

Jawaban B pada wacana (7) memiliki makna (1) Tuan Brown sakit dan dia ada
di rumah sakit sekarang, dan (2) Tuan Brown sekarang ada di rumah sakit. Dalam
jawaban (1) makna kalimat B jelas karena terjemahannya dibuat eksplisit, yakni Tuan
Brown tidak masuk kerja minggu lalu. Tetapi dalam jawaban (2) makna kalimat B
taksa karena terjemahannya memiliki makna ganda, yaitu Tuan Brown berada di rumah
sakit untuk keperluan tertentu atau Tuan Brown dirawat di rumah sakit karena ia
memang sakit.

KESAMARAN DALAM TERJEMAHAN


Dalam kaitannya dengan dengan kesamaran makna, empat jenis kesamaran
seperti yang dikemukakan Kempson dalam terjemahan bisa sangat bergantung pada
konteks. Karena itu, kesamaran satu dengan kesamaran yang lainnya bisa ditukar
posisinya. Misalnya kalimat: I need fire, yang diterjemahkan menjadi saya perlu api,
padahal maksudnya, saya perlu senjata, tidak semata-mata disebabkan makna fire
memiliki acuan api, kontak senjata, kebakaran, dan korek api, tetapi bisa juga
disebabkan penerjemah kurang memahami konteks secara utuh.

Kesamaran Acuan

Media Ilmu, Vol. 2 No. 1


8

Kesamaran acuan bisa terjadi dalam menerjemahkan makna kata tertentu yang
sebenarnya memiliki acuan jelas. Perhatikan contoh dalam wacana berikut.
(8) We arrived at the town then found an inn in the suburb.

Pada wacana (8) kata town (kota: kecil atau besar, ramai atau sepi, banyak atau
sedikit penduduknya), inn (penginapan, hotel kecil) dan suburb (daerah pinggiran,
kampung, desa, kecamatan, atau pantara desa dengan kota, dan sebagainya), memiliki
kesamaran makna. Dalam menerjemahkan bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, kata-
kata tersebut sering dikacaukan maknanya jika dipasangkan misalnya dengan kata:
town dan city; inn, motel, atau hotel; dan village, district, regency, atau suburb.
Perhatikan contoh berikut.
(9) My friend and I went to visit the town of Samarinda. We left our town
which is called Kutai, went up river, sleeping three times on the way, and
arrived in Samarinda. We saw many people whom we had not seen
previously (adapted from Larsen, 1984:211).

Kesamaan dalam wacana (9) bisa diidentifikasi dari kata yang bergaris bawah:
town, river, way, dan people. Sama halnya dengan wacana (8), kata-kata tersebut terdiri
dari content words. Kata river memiliki acuan yang jelas yaitu sungai, tetapi seberapa
dalam, luas, dan panjangnya sungai tersebut tidak jelas. Demikian juga kata way,
selain kata ini memiliki beberapa makna (jalan, cara, teknik) juga bisa dikacaukan
artinya dengan: road, street, broadway, dan sebagainya. Akhirnya, kata people, bisa
mengandung makna: men, women, atau human beings. Berdasarkan uraian pada
wacana (8) dan (9) di atas, bisa disimpulkan bahwa kesamaran acuan bersifat produktif
untuk kata benda. Sedangkan kata lainnya, misalnya kata sifat, kata kerja, kurang
produktif.

Kesamaran Ketidak-pastian Makna


Kesamaran jenis ini, bersifat lebih produktif dibandingkan dengan kesamaran
acuan. Pada contoh wacana di bawah ini, nampak bahwa kesamaran ketidak-pastian
makna bisa terjadi dalam bentuk: kata benda, kata sifat, dan kata depan. Contoh berikut
dimodifikasi dari penjelasan Larsen (1984:3).
(10) We glad to you an unforgettable trip by fantastic Bali island

Pada wacana (10) kesamaan muncul dalam tiga kata sifat yang digarisbawahi:
glad (bangga, suka, senang, kagum), unforgettable (tak terlupakan, mengesankan,
menakjubkan), dan fantastic (fantastik, sangat menarik, penuh angan-angan). Ketiga
kata tersebut sudah memiliki acuan yang jelas, tetapi maknanya kurang spesifik.
Makna yang hendak disampaikan dalam wacana (10) tersebut ialah:
(10a) We offer you an unforgettable trip by fantastic Bali island.
(10b) Kami tawarkan wisata yang tak terlupakan ke pulau Bali
yang fantastic.

Media Ilmu, Vol. 2 No. 1


9

Untuk menerjemahkan kata yang memiliki kesamaran tersebut, diperlukan


petunjuk untuk mentransfer makna secara alami menggunakan konteks. Berdasarkan
konteks tersebut lalu dicarilah padanan kata yang panjang sesuai. Dalam contoh berikut
ini, kesamaan ketidak-pastian makna bisa melekat dalam kata depan on.

(11) John found a book on the floor


John found a book on mathematics
John found a book on Thursday
John found a book on sale

Makna kata on pada wacana (11) di atas berubah-ubah menurut kata yang
mengikutinya. Wacana (11) di atas bisa diterjemahkan:

(11a) John mendapatkan buku di atas lantai


John mendapatkan buku matematika
John mendapatkan buku pada hari Kamis
John mendapatkan buku (yang dia cari) di tempat obral

Kesamaran Kekurang-khususan Makna


Pada wacana (12) berikut ini, kesamaran terjadi dalam kata kerja (made) dan
kata benda (bed). Kedua kata tersebut samar karena tidak ada kata lain yang
menunjang penjelasan sehingga makna yang lebih tegas tidak bisa diperoleh.
Perhatikan contoh berikut.
(12) John made the bed

Wacana (12) bisa diterjemahkan menjadi “John (memang) membuat (sebagai


tukang) ranjang tidurnya sendiri atau John merapikan tempat tidurnya: memasang
sprei, menata bantal dan guling”.

Kesamaran Akibat Lepasnya Hubungan Kekhususan Leksikon


Kesamaran akibat lepasnya hubungan kekhususan leksikon umumnya terjadi
dalam kalimat elipsis, tetapi dalam praktik penerjemahan, sering ditemui dalam bentuk
pengalihan makna kalimat yang nuansanya sangat terikat budaya. Selain itu, kalimat
yang panjang yang terdiri dari dua klausa atau lebih, juga mengakibatkan terjemahan
menjadi “kehilangan kekhususan makna.” Periksa contoh berikut.
(13) Hutang emas dapat dibayar, hutang budi dibawa mati.
(14) Debt in gold is payable, debt in kindness is brought to the grave.

Media Ilmu, Vol. 2 No. 1


10

Wacana (13) di atas mengandung unsur pemahaman sosio-kultural dan makna


implisit yang terikat budaya. Penerjemahan akan kehilangan hubungan antara kalimat
pertama (hutang emas dapat dibayar) dan kalimat kedua (tetapi, hutang budi dibawa
mati), jika penerjemah tidak bisa memahami makna implisit kalimat tersebut.
Bagaimana hubungan kekhususan tersebut “hilang”, bisa dijelaskan melalui terjemahan
wacana (14) oleh seorang mahasiswa jurusan bahasa Inggris semester 8 berikut ini.
(14a) Owing on gold can be paid, but owing in kindness should be brought to
the grave.

Terjemahan pada wacana (14a) ialah contoh terjemahan literal. Terjemahan ini
kehilangan kekhususan makna karena penerjemah gagal menangkap makna implisit
dari bahasa sumber. Contoh lain makna implisit disajikan berikut ini.
(15) X : Is she your wife?
Y : Yes, she was.

Makna implisit dalam wacana (15) di atas nampak dalam kalimat kedua: yes,
she was. Dalam bahasa Indonesia, kalimat tersebut cukup diartikan dengan “ya” tanpa
melihat apakah istrinya masih menjadi pasangan syah atau sudah diceraikan. Makna
yang sebenarnya dari wacana tersebut ialah “Ya, dia bekas istri saya”, karena kalimat
tersebut menggunakan bentuk past tense (she was).
Dalam konteks kalimat yang memiliki dua atau lebih klausa, berikut ini
diberikan contoh kalimat yang “kehilangan kekhususan” hubungan.
(15) Although many researchers such as Chaudron and Bley-Vromon (1994)
argue that elicited imitation is a valid tool for measuring on individual’s
general ability to control a grammar, recent research by Yang (1993)
suggests that delayed recall is a more sensitive and accurate tool for
evaluating a second language learner’s control of grammar because
performance of delayed repetition is clearly not a simple artifact of
working memory. (Adopted from Round and Schachter in Second
Language Classroom Research. 1996:112-113).

(16a) Banyak peneliti seperti Chaudron dan Bley-Vremon (1994) berpendapat


bahwa pemancingan tiruan merupakan alat yang valid untuk mengukur
kemampuan umum individu dalam mengontrol tata bahasa, namun
penelitian mutakhir oleh Yang (1993) menunjukkan bahwa [mengingat
dalam waktu tertentu] merupakan alat yang lebih sensitive dan lebih
akurat untuk mengevaluasi kontrol tata bahasa B2 pembelajar karena
performansi pengulangan yang diperpanjang waktunya jelas bukan hal
yang sederhana dalam proses kerja memori.

Wacana (16) di atas menunjukkan bagaimana beberapa unsure kesamaran


muncul dalam satu teks. Kesamaran terjadi karena (1) kalimat memiliki klausa 7 buah,

Media Ilmu, Vol. 2 No. 1


11

(2) setiap klausa dihubungkan dengan kata sambung sebab-akibat, dan (3) ada istilah-
istilah khusus yang referensinya bersifat abstrak yang hanya bisa dipahami secara jelas
kalau penerjemah memiliki skemata yang mendukung. Kalimat ini menggunakan tata
bahasa yang rumit karena terdiri dari beberapa klausa sehingga makna implisitnya
tidak bisa ditemukan secara langsung melalui surface structure. Penerjemahan dalam
pola ini memungkinkan terjadinya makna yang lepas dari hubungan kekhususan
makna.

PENUTUP
Kesamaran makna dalam penerjemahan merupakan persoalan mendasar.
Kesamaran bukan hanya terjadi karena penerjemah tidak memahami makna kata atau
kesulitan menentukan diksi yang tepat sesuai dengan makna kalimat yang akan
diterjemahkan tetapi juga diakibatkan oleh peranan konteks. Dalam penerjemahan,
unsur-unsur semantik dalam tataran leksikon, struktur, sosio-budaya, dan makna
implisit menyebabkan makna menjadi samar. Selain itu, kesamaran makna juga
ditemukan dalam kalimat-kalimat yang terikat budaya dan kalimat yang ditulis
menggunakan gabungan lebih dari dua klausa. Kalimat seperti ini menggunakan tata
bahasa formal dan ungkapan-ungkapan yang memerlukan skemata. Karena itu, hakikat
terjemahan ialah transfer makna secara utuh dalam suatu wacana, bukan terjemahan
kata demi kata atau kalimat demi kalimat dengan menganalisis unsur-unsur
gramatiknya.
Pemahaman terhadap kesamaran makna kata memberikan kontribusi yang jelas
dalam penerjemahan karena penerjemah bisa mengidentifikasi makna dalam SL dan
dalam TL secara memadai. Teori makna dalam terjemahan hakikatnya tidak berbeda
dengan teori makna dalam semantic. Namun penerjemah harus mampu memilih dan
menerapkan teori makna yang mempunyai kegunaan praktis dan dapat diterapkan
dalam terjemahan. Ini berkonsekuensi bahwa pengajaran terjemahan yang relevan ialah
menerjemahkan teks secara langsung dan bukan menganalisis makna menurut struktur
kata atau struktur kalimat.

DAFTAR RUJUKAN
Bell, R,T, 1991. Translation and Translating. Oxford: Oxford University Press.
Catford, J.C. 1974. A Linguistic Theory of Translation. Oxford: Oxford University
Press.
Kempson, R. 1977. Semantic Theory. Cambridge: Cambridge University Press.
Larson, ML. 1984. Meaning-Based Translation: A Guide to Cross Language
Equivalence. New York: University Press of America.
Newmark, P. 1981. Approach to Translation. New Jersey: Pergamon Press.
Nida, E.A. 1975. Exploring Semantic Structure. Munchen: Willhelm Fink Verlag.
Soemarno, T. 1999. Makna dalam Penerjemahan, Makalah Seminar Nasional
Semantik I. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Media Ilmu, Vol. 2 No. 1


12

Suryawinata, Z. 1982. Analisis dan Evaluasi Terhadap Terjemahan Novel Sastra ‘The
Adventures of Huckleberry Finn’ dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia.
Disertasi. Malang: PPS IKIP Malang.
Wahab, A. 1995. Teori Semantik. Surabaya: Airlangga University Press.
Wahab, A. 1995. Isu Linguistik Pengajaran Bahasa. Surabaya: Airlangga University
Press.

Media Ilmu, Vol. 2 No. 1

Anda mungkin juga menyukai