WUWUH YUNHADI
Universitas Kutai Kartanegara Tenggarong
Wacana di atas maknanya samar karena ada 3 makna: (1) pelamar harus
memiliki titel tertinggi saja walaupun tidak memiliki pengalaman mengajar. (2)
Pelamar harus memiliki pengalaman mengajar saja walaupun tidak memiliki titel
tertinggi. (3) Pelamar harus memiliki titel tertinggi dan memiliki beberapa pengalaman
mengajar.
PROSES TERJEMAHAN
Hakikat terjemahan ialah transfer makna dalam wacana. Karena itu, pendekatan
terjemahan yang relevan ialah terjemahan makna, bukan terjemahan kata demi kata
translation. Meaning must be carried out over from the source language to the
target language, not the linguistic forms.
Makna Leksikal
Makna leksikal adalah makna kata seperti yang terdapat di dalam kamus.
Makna kata ini merupakan padanan dari kata dalam SL ke dalam kata menurut TL.
Makna jenis ini bisa terjadi karena beberapa hal. Pertama, sautau kata memiliki cirri
fisik dan konsep yang sama dalam SL dan TL. Penerjemahan makna jenis ini sangat
mudah dicari padanannya dalam TL, misalnya radio, computer, book, gold. Kedua,
suatu kata memiliki makna yang sama dalam TL dan SL tetapi kedua kata tersebut
memiliki nuansa yang berbeda. Periksalah contoh dalam wacana berikut ini.
(2) rich (Inggris) dan kaya (Indonesia)
(3) bath (Inggris) dan mandi (Indonesia)
Wacana (2) makna menerjemahkan kata ‘kaya’. Makna kata ‘kaya’ menurut
konteks Indonesia dan konteks Amerika memiliki criteria yang berbeda. Dalam
konteks Inonesia, ‘kaya’ mengacu pada keadaan serba cukup secara materi yang
diperoleh secara halal. Di Amerika ‘kaya’ mengacu pada kepemilikan harta yang
melimpah tanpa memandang bagaimana harta tersebut diperoleh. Karena itu, orang
kaya di Amerika karena menang judi atau karena melacurkan diri dianggap sama.
Walaupun nuansa kaya di Indonesia dan di Amerika jelas berbeda, namun dua kata
tersebut masih bisa dianggap sebagai padanan dalam penerjemahan.
Dalam wacana (3) makna yang akan disampaikan ialah kebiasaan mandi yang
berbeda di negara Indonesia dan di Amerika. Orang Indonesia umumnya mandi sehari
dua kali. Mandi umumnya dilakukan dengan mengambil air dari bak mandi
menggunakan gayung. Di Amerika, mandi kadang dilakukan sehari sekali atau dua hari
sekali. Orang mandi umumnya menggunakan shower atau berendam di bak. Nuansa
kata mandi tersebut jelas berbeda, namun kedua kata tersebut masih bisa digunakan
sebagai padanan dalam penerjemahan.
Ketiga, kata yang sukar sekali diterjemahkan dari SL ke dalam TL. Terjemahan
jenis ini disebut untranslatable yang terdiri dari linguistic untranslatability dan
cultural untranslatability (Catford, 1965:94). Misalnya, kata: gantung kepuh, ngono ya
ngono ning ya ojo ngono (Jawa); bekikihan, uyuh (Banjar).
Gantung kepuh ialah sebuah pohon yang tumbuh sendiri di hutan, tidak
memiliki daun dan ranting, biasanya digunakan untuk kayu bakar. Dalam budaya Jawa,
pohon ini digunakan sebagai symbol penderitaan orang yang sudah tua yang ditinggal
semua sanak keluarganya dan harus hidup sendirian. Kalimat kedua berarti seseorang
boleh saja menunjukkan kelebihannya, kepandaiannya, kekayaannya, tetapi jangan
terlalu mencolok sehingga menghina orang lain. Bekikihan menunjukkan suatu
kegiatan yang sudah dilakukan dengan sungguh-sungguh tetapi masih juga belum
berhasil. Sedangkan uyuh berarti keadaan capai yang luar biasa. Kata-kata yang
terikat budaya seperti dikemukakan di atas, hanya bisa ditransfer maknanya dengan
benar apabila penerjemah memahami budaya dalam SL dan TL. Mereka berpikir
dengan cara yang berbeda karena bahasa mereka menawarkan cara mengungkapkan
(makna) dunia luar di sekitar mereka dengan cara yang berbeda pula (Yunhadi,
2016:180).
Makna Gramatikal
Makna gramatikal ialah makna yang bisa dikenali melalui kalimat, klausa, dan
frasa, Newmark (1981:26). Masalah yang timbul dalam penerjemahan jenis ini ialah
kesulitan mengidentifikasi makna yang disampaikan di balik struktur yang digunakan.
Salah satu contoh butir gramatikal yang agak sulit diterjemahkan ialah penerjemahan
frase nomina, terutama frase nomina yang panjang atau sangat panjang (Soemarsono,
1995:5). Frase nomina panjang atau sangat panjang yang berfungsi sebagai subjek akan
mempersulit penerjemah dalam mengidentifikasi frase verba yang berfungsi sebagai
predikat dari kalimat tersebut.
Makna Tekstual
Menurut Nida (1975:24) makna tekstual ialah makna yang dikaitkan dengan
suatu teks atau wacana. Makna tekstual sebenarnya terkait dengan makna kontekstual.
Misalnya, kata instrumen yang digunakan dalam wacana permusikan, maknanya
berbeda dengan instrumen yang digunakan dalam wacana penelitian. Dalam istilah
musik, instrumen berarti alat untuk menghasilkan melodi atau nada, sedangkan dalam
istilah penelitian instrumen berarti alat untuk mengumpulkan data. Begitu juga kata
stand dalam istilah kehutanan berbeda artinya dengan stand dalam bahasa Inggris
umum. Stand dalam istilah kehutanan berarti “tegakan, pohon kecil di hutan yang
tumbuh secara alami,” sedangkan dalam istilah umum stand berarti mengerti atau cara
pandang (point of view).
Makna Sosiokultural
Makna sosiokultural ialah makna yang terikat dengan aspek-aspek budaya
pengguna bahasa tertentu. Makna ini sulit dicari padanannya sehingga penerjemah
harus memahami konteks budaya dari bahasa yang akan diterjemahkan. Misalnya,
ketika akan pergi ke kantor, seorang suami di negara barat mengatakan I love you
kepada istrinya. Budaya Indonesia tidak mengajarkan kalimat itu diucapkan secara
eksplisit. Karena itu, terjemahan yang relevan ialah: “Hati-hati di rumah, atau Jaga
anak baik-baik ya, Ma”.
Faktor sosio-budaya juga muncul ketika penerjemah mencari padanan kata
yang sangat sulit karena konsep budaya dalam SL dan TL tidak sama. Misalnya, kata
gantung kepuh, kakang kawah adi ari-ari, kadyo mimi hamintuno, hanya bisa
Makna Implisit
Makna implicit menurut Larsen (1984:38) ialah makna yang tidak tertulis atau
tidak terucapkan, tetapi makna tersebut bisa dipahami oleh lawan bicara atau pembaca.
(… some information communicated is left implicit in conversation or written text).
Dalam hal ini penerjemah harus mengetahui secara jelas apakah sesuatu pernyataan
tetap dibiarkan implicit atau dibuat eksplicit. Mari kita lihat beberapa contoh berikut.
(6) A : What are you eating?
B : Bread.
Dalam wacana (6) jawaban bread tidak perlu dibuat eksplisit menjadi I am
eating bread karena penanya dianggap tahu secara pasti apa yang dimaksud dengan
jawaban tersebut. Tetapi jika kalimat itu mengandung makna yang taksa, penerjemah
perlu menyampaikan terjemahannya secara eksplisit. Periksalah wacana berikut:
(7) A : Mr. Brown wasn’t at work last week.
B : He’s in the hospital now.
Jawaban B pada wacana (7) memiliki makna (1) Tuan Brown sakit dan dia ada
di rumah sakit sekarang, dan (2) Tuan Brown sekarang ada di rumah sakit. Dalam
jawaban (1) makna kalimat B jelas karena terjemahannya dibuat eksplisit, yakni Tuan
Brown tidak masuk kerja minggu lalu. Tetapi dalam jawaban (2) makna kalimat B
taksa karena terjemahannya memiliki makna ganda, yaitu Tuan Brown berada di rumah
sakit untuk keperluan tertentu atau Tuan Brown dirawat di rumah sakit karena ia
memang sakit.
Kesamaran Acuan
Kesamaran acuan bisa terjadi dalam menerjemahkan makna kata tertentu yang
sebenarnya memiliki acuan jelas. Perhatikan contoh dalam wacana berikut.
(8) We arrived at the town then found an inn in the suburb.
Pada wacana (8) kata town (kota: kecil atau besar, ramai atau sepi, banyak atau
sedikit penduduknya), inn (penginapan, hotel kecil) dan suburb (daerah pinggiran,
kampung, desa, kecamatan, atau pantara desa dengan kota, dan sebagainya), memiliki
kesamaran makna. Dalam menerjemahkan bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, kata-
kata tersebut sering dikacaukan maknanya jika dipasangkan misalnya dengan kata:
town dan city; inn, motel, atau hotel; dan village, district, regency, atau suburb.
Perhatikan contoh berikut.
(9) My friend and I went to visit the town of Samarinda. We left our town
which is called Kutai, went up river, sleeping three times on the way, and
arrived in Samarinda. We saw many people whom we had not seen
previously (adapted from Larsen, 1984:211).
Kesamaan dalam wacana (9) bisa diidentifikasi dari kata yang bergaris bawah:
town, river, way, dan people. Sama halnya dengan wacana (8), kata-kata tersebut terdiri
dari content words. Kata river memiliki acuan yang jelas yaitu sungai, tetapi seberapa
dalam, luas, dan panjangnya sungai tersebut tidak jelas. Demikian juga kata way,
selain kata ini memiliki beberapa makna (jalan, cara, teknik) juga bisa dikacaukan
artinya dengan: road, street, broadway, dan sebagainya. Akhirnya, kata people, bisa
mengandung makna: men, women, atau human beings. Berdasarkan uraian pada
wacana (8) dan (9) di atas, bisa disimpulkan bahwa kesamaran acuan bersifat produktif
untuk kata benda. Sedangkan kata lainnya, misalnya kata sifat, kata kerja, kurang
produktif.
Pada wacana (10) kesamaan muncul dalam tiga kata sifat yang digarisbawahi:
glad (bangga, suka, senang, kagum), unforgettable (tak terlupakan, mengesankan,
menakjubkan), dan fantastic (fantastik, sangat menarik, penuh angan-angan). Ketiga
kata tersebut sudah memiliki acuan yang jelas, tetapi maknanya kurang spesifik.
Makna yang hendak disampaikan dalam wacana (10) tersebut ialah:
(10a) We offer you an unforgettable trip by fantastic Bali island.
(10b) Kami tawarkan wisata yang tak terlupakan ke pulau Bali
yang fantastic.
Makna kata on pada wacana (11) di atas berubah-ubah menurut kata yang
mengikutinya. Wacana (11) di atas bisa diterjemahkan:
Terjemahan pada wacana (14a) ialah contoh terjemahan literal. Terjemahan ini
kehilangan kekhususan makna karena penerjemah gagal menangkap makna implisit
dari bahasa sumber. Contoh lain makna implisit disajikan berikut ini.
(15) X : Is she your wife?
Y : Yes, she was.
Makna implisit dalam wacana (15) di atas nampak dalam kalimat kedua: yes,
she was. Dalam bahasa Indonesia, kalimat tersebut cukup diartikan dengan “ya” tanpa
melihat apakah istrinya masih menjadi pasangan syah atau sudah diceraikan. Makna
yang sebenarnya dari wacana tersebut ialah “Ya, dia bekas istri saya”, karena kalimat
tersebut menggunakan bentuk past tense (she was).
Dalam konteks kalimat yang memiliki dua atau lebih klausa, berikut ini
diberikan contoh kalimat yang “kehilangan kekhususan” hubungan.
(15) Although many researchers such as Chaudron and Bley-Vromon (1994)
argue that elicited imitation is a valid tool for measuring on individual’s
general ability to control a grammar, recent research by Yang (1993)
suggests that delayed recall is a more sensitive and accurate tool for
evaluating a second language learner’s control of grammar because
performance of delayed repetition is clearly not a simple artifact of
working memory. (Adopted from Round and Schachter in Second
Language Classroom Research. 1996:112-113).
(2) setiap klausa dihubungkan dengan kata sambung sebab-akibat, dan (3) ada istilah-
istilah khusus yang referensinya bersifat abstrak yang hanya bisa dipahami secara jelas
kalau penerjemah memiliki skemata yang mendukung. Kalimat ini menggunakan tata
bahasa yang rumit karena terdiri dari beberapa klausa sehingga makna implisitnya
tidak bisa ditemukan secara langsung melalui surface structure. Penerjemahan dalam
pola ini memungkinkan terjadinya makna yang lepas dari hubungan kekhususan
makna.
PENUTUP
Kesamaran makna dalam penerjemahan merupakan persoalan mendasar.
Kesamaran bukan hanya terjadi karena penerjemah tidak memahami makna kata atau
kesulitan menentukan diksi yang tepat sesuai dengan makna kalimat yang akan
diterjemahkan tetapi juga diakibatkan oleh peranan konteks. Dalam penerjemahan,
unsur-unsur semantik dalam tataran leksikon, struktur, sosio-budaya, dan makna
implisit menyebabkan makna menjadi samar. Selain itu, kesamaran makna juga
ditemukan dalam kalimat-kalimat yang terikat budaya dan kalimat yang ditulis
menggunakan gabungan lebih dari dua klausa. Kalimat seperti ini menggunakan tata
bahasa formal dan ungkapan-ungkapan yang memerlukan skemata. Karena itu, hakikat
terjemahan ialah transfer makna secara utuh dalam suatu wacana, bukan terjemahan
kata demi kata atau kalimat demi kalimat dengan menganalisis unsur-unsur
gramatiknya.
Pemahaman terhadap kesamaran makna kata memberikan kontribusi yang jelas
dalam penerjemahan karena penerjemah bisa mengidentifikasi makna dalam SL dan
dalam TL secara memadai. Teori makna dalam terjemahan hakikatnya tidak berbeda
dengan teori makna dalam semantic. Namun penerjemah harus mampu memilih dan
menerapkan teori makna yang mempunyai kegunaan praktis dan dapat diterapkan
dalam terjemahan. Ini berkonsekuensi bahwa pengajaran terjemahan yang relevan ialah
menerjemahkan teks secara langsung dan bukan menganalisis makna menurut struktur
kata atau struktur kalimat.
DAFTAR RUJUKAN
Bell, R,T, 1991. Translation and Translating. Oxford: Oxford University Press.
Catford, J.C. 1974. A Linguistic Theory of Translation. Oxford: Oxford University
Press.
Kempson, R. 1977. Semantic Theory. Cambridge: Cambridge University Press.
Larson, ML. 1984. Meaning-Based Translation: A Guide to Cross Language
Equivalence. New York: University Press of America.
Newmark, P. 1981. Approach to Translation. New Jersey: Pergamon Press.
Nida, E.A. 1975. Exploring Semantic Structure. Munchen: Willhelm Fink Verlag.
Soemarno, T. 1999. Makna dalam Penerjemahan, Makalah Seminar Nasional
Semantik I. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Suryawinata, Z. 1982. Analisis dan Evaluasi Terhadap Terjemahan Novel Sastra ‘The
Adventures of Huckleberry Finn’ dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia.
Disertasi. Malang: PPS IKIP Malang.
Wahab, A. 1995. Teori Semantik. Surabaya: Airlangga University Press.
Wahab, A. 1995. Isu Linguistik Pengajaran Bahasa. Surabaya: Airlangga University
Press.