Anda di halaman 1dari 3

Seri Teori (5): Newmark – Jenis teks, metode dan

prosedur penerjemahan
Oleh Sugeng Hariyanto

Peter Newmark, lahir tahun 1916. Profesor di bidang penerjemahan di Universitas Surrey, Inggris, ini telah menulis beberapa buku, di
antaranya: Approaches to translation (1981), A Textbook of Translation (1988), Paragraphs on Translation (1989). Bahasawan ini
meninggal 12 Juli 2011.
Seperti Vinay dan Dalbernet, Newmark juga berpendapat bahwa teori penerjemahan merupakan turunan dari linguistik komparatif.
Jadi, dasar pemikiran Newmark juga perbedaan bentuk linguistik (makna dan struktur) antara teks bahasa sumber dan teks bahasa
sasaran. Bagi Newmark menerjemahkan berarti mengalihkan makna teks dari satu bahasa ke bahasa lain dengan penekanan pada
makna yang bersifat fungsional.

Dia mengusulkan tiga proposisi terkait dengan apakah bentuk linguistik bahasa sumber harus dipertahankan dalam bahasa sasaran.
Proposisi pertama mengatakan bahwa jika suatu teks mementingkan bentuk linguistiknya, maka terjemahannya harus sedekat
mungkin dengan teks bahasa sumber dalam hal bentuk linguistik. Contoh teks seperti ini misalnya karya sastra. Kedua, jika bentuk
linguistik bahasa suatu teks sumber kurang begitu dipentingkan, maka terjemahannya tidak perlu dibuat sedekat mungkin dengan
teks sumbernya dalam hal bentuk linguistik. Contoh teks jenis ini adalah artikel di ensiklopedia. Yang terakhir, semakin baik sebuah
teks ditulis, semakin dekat bentuk linguistik dalam teks terjemahannya dengan teks bahasa sumber, tanpa memandang apakah
bentuk linguistik di dalam teks itu dipentingkan atau tidak.

Dalam pemikiran ini kata ‘penting’ dan ‘ditulis dengan baik’ menjadi kata kunci. Sayangnya kedua kata ini tidak terukur. Namun,
untuk sejenak proposisi ini bisa menengahi perdebatan  antara ekstrem kiri (yang berpendapat bahwa terjemahan harus setia
kepada bahasa sumber) dan ekstrem kanan (yang berpendapat bahwa terjemahan harus setia kepada bahasa sasaran).
Terlepas dari masalah ambiguitas kata “penting” dan “ditulis baik”, Newmark bermaksud menjembatani kesenjangan antara
pendapat yang cenderung berpihak ke bentuk linguistik bahasa sumber dan yang berpihak pada bentuk linguistik bahasa sasaran.
Dengan kata lain, Newmark ingin menasihati para penerjemah untuk tidak terjebak dalam perdebatan terjemahan literal (setia pada
bentuk linguistik bahsa sumber) dan pernerjemahan bebas (setia pada bentuk linguistik bahasa sasaran). Ini juga tergambar pada
teroinya tentang terjemahan semantik dan komunikatif. Lihat gambar di bawah ini.

Berpihak pada BSu                                                                        Berpihak pada BSa

harfiah (literal)                                                                  bebas (free)

setia (faithful)                                        idomatik (idiomatic)

semantik      komunikatif

<————————————————————————————–>

          Gambar 1. Jenis-jenis terjemahan menurut Newmark

Dari gambar di atas diketahui bahwa menurutnya jenis-jenis terjemahan ini berada di dalam sebuah garis kontinum yang tidak
memiliki sekat-sekat dan tidak benar-benar terpisah satu sama lain. Di sebelah ujung kiri adalah metode penerjemahan yang
berpihak pada bahasa sumber (harfiah) dan di ujung kanan adalah yang berpihak pada bahasa sasaran (bebas). Jika tingkat kesetiaan
terhadap bahas sumber ini sedikit lebih rendah, maka jadilah terjemahan yang setia, demikian dan seterusnya. Lebih jauh tentang hal
ini, silakan baca Suryawinata dan Hariyanto (2003). Selain itu, Newmark memandang bahwa terjemahan harfiah dipandang sebagai
yang terbaik jika efek yang setara bisa diperoleh. Hanya jika terjemahan harfiah tidak mencukupi, maka metode.prosedur terjemahan
semantik atau komunikatif dipertimbangkan.

Konsep “terjemahan semantik” dan “terjemahan komunikatif” ini juga tanggapan Newmark terhadap pikiran Nida tentang padanan
formal dan padanan dinamis. Newmark tidak begitu suka dikotomi Nida ini. Menurut Newmark efek yang padan itu sulit dimengerti,
sulit dipahami, bersifat ilusif. Tidak ada seorang pun yang dengan pasti dapat mengetahui efek yang diharapkan dari penulisan teks
kuno sekian ratus tahun yang lalu, karena kita pun sulit membayangkan konteksnya. Karena hasil terjemahan bisa bertahan lama,
hingga ratusan tahun, kita pun sulit memprediksi efek yang dialami pembaca sasaran pada saatnya mereka membaca sekian puluh
tahun lagi (Munday, 2000: 44).

Bagi Newmark (1981: 39), terjemahan komunikatif adalah terjemahan yang berupaya menciptakan ulang efek pada pembaca TSa
sedekat mungkin dengan efek yang diperoleh pembaca TSu. Perhatikan bahwa di sini ada kata sedekat mungkin, sementara dalam
teori Nida ada kata “sepadan” (the effect of the natural TT on the TT readers is the same as the effect of ST to the ST readers.)

Terjemahan semantik adalah terjemahan yang berupaya menghadirkan makna kontekstual TSu sedekat mungkin di dalam TSa
dalam hal struktur semantik dan struktur sintaksis sepanjang aturan bahasa sasaran mengizinkannya (Newmark, 1981: 39).

Perbedaan antara terjemahan semantik dan terjemahan harfiah terletak pada rasa hormat terhadap konteks. Terjemahan semantik
menghormati konteks dalam menerjemahkan teks sumber. Terjemahan harfiah tidak menghormati konteksnya. Namun, keduanya
mencoba untuk mempertahankan struktur semantik dan sintaktik semaksimal mungkin. Dalam terjemahan komunikatif efek yang
hampir sama terhadap pembaca yang diperlukan.

Sebagai contoh adalah:

BSu   : Keep off the grass.

Sem.  : Jauhi rumput ini.

Kom. : Dilarang berjalan di atas rumput.

Karena teori Newmark dibangun berdasarkan pemikiran linguistik, cukup banyak terorinya membahas hal-hal yang berbau linguistik.
Dia berpendapat jika teori penerjemahan harus membicarakan kesepadanan (ekuivalensi), maka seharusnya kesepadanan tekstual
juga dibicarakan, tidak hanya kesepadanan kata yang dibahas. Dalam rangka membuka jalan ke arah ini, Newmark
mengklasifikasikan teks ke dalam tiga kategori: ilmiah – teknik, institusional – budaya dan teks sastra. Dia juga mengklasifikasikan
kata menjadi: kata fungsional, kata teknis, kata umum, kata institusional, kata leksikal, dan kata konsep. Menurutnya, di dalam
sebuah kalimat ada berbagai macam potensi makna. Konseptualisasinya tentang makna dalam penerjemahanan ini cukup ruwet.
Menurutnya (1981) ada: makna linguistik, referensial, subjektif, intensi, ujaran, performatif, inferensial, kultural dan kode. Dan
penerjemah harus menggunakan kreativitasnya untuk memprioritaskan makna maka yang harus diterjemahkan lebih dahulu.

Selain itu Newmark juga mengidentifikasi beberapa prosedur penerjemahan. Newmark (1988b) secara khusus juga membahas
penerjemahan metafora (selain proswdure penerjemahan umum.) Dia mengusulkan tujuh prosedur penerjemahan metafora, yaitu:
a. mereproduksi imaji yang sama dalam TSa
b. mengganti imaji dalam TSu dengan imaji standar TSa
c. menerjemahkan metafora dengan simile
d. menerjemahkan metafora (atau simile) dengan simile ditambah deskripsi makna (kadang-kadang metafora plus makna)
e. konversi metafora menjadi makna
f. penghapusan
9. menerjemahkan metafora menjadi metafora dan dikombinasikan dengan makna

Urutan prosedur di atas sudah disusun. Penerjemah disarankan memilih nomor 1 terlebih dahulu, jika tidak bisa barulah ke nomor
berikutnya.

Sebagai penutup, dari uraian singkat di atas dapat dilihat bahwa Newmark berusaha menengahi dikotomi di dalam teori terjemahan
seperti terjemahan bebas dan harfiah serta padanan dinamis dan formal. Dia berpendapat bahwa tidak ada mutlak-mutlakan di
dalam hal ini, semuanya berpulang pada jenis teks yang di hadapi dan perbedaan bentuk linguistik (makna dan struktur) antara teks
bahasa sumber dan bahasa sasaran. Intinya adalah jika terjemahan harfiah telah memadai, maka tidak ada alasan untuk melakukan
terjemahan bebas.

Anda mungkin juga menyukai