Parlindungan Pardede
parlpard2010@gmail.com
Universitas Kristen Indonesia
Pendahuluan
Metafora lazim digunakan dalam komunikasi sehari-hari untuk
memperkenalkan objek atau konsep baru atau menawarkan makna yang
lebih tepat. Namun ungkapan ini digunakan secara lebih intensif dalam karya
sastra, khususnya puisi. Selain untuk memperkenalkan objek atau konsep
baru seperti dalam komunikasi sehari-hari, dalam puisi metafora digunakan
untuk mengungkapkan makna secara singkat dan padat dan sekaligus
menghadirkan efek puitis.
Makalah ini menyoroti konsep-konsep yang berkaitan dengan
penerjemahan metafora. Pembahasan diawali dengan kontroversi
translatibilitas metafora, yang kemudian dilanjutkan dengan strategi
penerjemahan yang dapat digunakan dalam pekerjaan menerjemahkan
metafora. Pada bagian akhir, secara singkat diulas aspek-aspek yang
memengaruhi pemilihan strategi penerjemahan metafora.
1. Tujuan Penerjemahan
Penerjemahan pada umumnya bertujuan untuk menghasilkan teks
tertentu bagi pembaca kalangan tertentu di lingkungan tertentu. Maksud dan
tujuan penerjemahan tersebut merupakan faktor kunci yang secara signifikan
mempengaruhi prinsip-prinsip yang digunakan penerjemah. Misalnya, jika
tujuannya adalah untuk menyampaikan nilai-nilai budaya BSu, penerjemah
akan memberi penekanan pada BSu sebanyak mungkin. Jika tujuannya
adalah untuk memastikan bahwa teks terjemahan memiliki muatan emosional
dan persuasif yang sama seperti aslinya, penerjemah akan menggunakan
strategi lain, untuk memastikan pembaca dapat memahami hasil terjemahan
dengan baik.
2. Pembaca Target
Setiap penerjemahan berorientasi pada publik BSa, karena
menerjemahkan adalah tindakan untuk menghasilkan teks bagi publik bahasa
tertentu untuk tujuan tertentu dan kelompok pembaca tertentu dalam
lingkungan tertentu (Nord, 1987: 12). Oleh karena itu, pembaca target
dianggap sebagai faktor penting lainnya yang mempengaruhi pemilihan
strategi penerjemahan oleh penerjemah. Hal ini megindikasikan bahwa
sebelum menerjemahkan, penerjemah perlu bertanya diri sendiri: Siapa
pembaca target? Apa latar belakang mereka (misalnya golongan sosial, usia
dan jenis kelamin)? Apakah mereka berwawasan luas atau sederhana, awam
atau ahli? Informasi seperti itu akan membantu penerjemah untuk
memutuskan tingkat formalitas, kadar emosional, dan kesederhanaan yang
perlu dia buat dalam proses penerjemahan.
3. Jenis Teks
Keputusan tentang pendekatan penerjemahan yang akan digunakan
tidak terlepas dari faktor jenis teks. Semua teks memiliki fungsi ekspresif,
informatif dan vokatif. Namun salah satu fungsi ini akan berperan dominan,
sedangkan dua lainnya bersifat tambahan. Ketika menerjemahkan karya
sastra, yang secara umum dianggap sebagai saluran budaya, penerjemah
harus mereproduksi bentuk dan isi BSu tanpa mengganggu “rasa” budaya
TSu. Di sisi lain, penerjemahan karya ilmiah dan laporan teknis, yang fungsi
didominasi oleh fungsi informatif, harus menggunakan register yang sesuai.
Sedangkan pada teks vokatif, gaya yang dominan adalah persuasif atau
imperatif. Oleh karena itu, terjemahan yang berhasil untuk teks jenis ini
adalah yang memicu tanggapan yang diinginkan dari pembaca teks sasaran.
Kesimpulan
Meskipun lazim digunakan dalam komunikasi sehari-hari, metafora
sering dijuluki sebagai ekspresi yang misterius karena maknanya sulit
dijelaskan, apalagi diterjemahkan, sehingga metafora dipandang sebagai
bagian paling sulit dalam tugas penerjemahan. Kesulitan itu diakibatkan oleh
tiga factor. Pertama, metafora dalam BSu, pada hakikatnya, merupakan
unsur semantik yang baru. Akibatnya, BSa tidak memiliki persediaan
padanan untuk metafora itu. Kedua, metafora merupakan bagian dari sebuah
bahasa, dan semua bahasa pada hakikatnya tidak terpisahkan dari budaya.
Akibatnya, kebanyakan metafora sangat sarat dengan nilai-nilai budaya.
Sehubungan dengan itu, metafora hanya dapat dipahami jika nilai-nilai
budaya yang terkait dengannnya telah terlebih dahulu dipahami. Ketiga,
metafora merupakan sarana untuk mengungkapkan makna secara kreatif,
singkat, dan padat. Oleh karena itu, agar mampu menerjemahkan metafora,
penerjemah harus mampu menulis secara kreatif. Karena ketiga faktor yang
begitu kompleks tersebut, tidak sedikit linguis yang menganggap metafora
tidak bisa diterjemahkan. Akan tetapi, sebagai bagian dari bahasa, metafora
pasti bisa diterjemahkan.
Untuk membantu penerjemahan metafora, Newmark dan Larson
mengajukan seperangkat strategi, yang diterapkan setelah terlebih dahulu
mengidentifikasi tipe metafora yang akan diterjemahkan. Strategi tersebut
mencakup: (1) menerjemahkan metafora BSu menjadi metafora yang sama di
dalam BSa, (2) menerjemahkan metafora BSu menjadi sebuah simile jika
dalam sistem BSa membuat simile lebih mudah dipahami daripada metafora,
(3) menerjemahkan metafora BSu menjadi metafora lain dalam BSa tapi
memiliki makna yang sama dengan metafora BSu tersebut, (4)
menerjemahkan metafora BSu menjadi metafora yang sama di dalam BSa
yang disertai dengan penjelasan tentang makna metafora tersebut, (5)
menerjemahkan metafora menjadi menjadi ungkapan non-metaforis, (6)
mengalihkan metafora menjadi simile dengan menambahkan citra, dan (7)
menghapus metafora jika metafora tersebut tidak ada manfaatnya, atau
hanya membuat TSa menjadi bertele-tele. Berbagai hasil penelitian terkini
memperlihatkan bahwa strategi-strategi tersebut dapat diterapkan.
Referensi
Dagut, Menachem. “Can Metaphor be Translated.” Babel: International
Journal of Translation, 22(1),1987