I. Latar Belakang
I. Latar Belakang
: Dyonisius H S Jewaru/11.6631/4SE6
I. Latar Belakang
Todaro (2000) mengemukakan bahwa tolak ukur keberhasilan pembangunan
dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, dan semakin kecilnya
ketimpangan pembangunan antarwilayah. Pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di
Indonesia relatif meningkat dengan rata-rata tingkat pertumbuhan 5,76 persen per tahun
dari tahun 2006 hingga tahun 2013. Myrdal (dalam ML Jhingan, 1993) mengemukakan
pendapatnya, bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi akan semakin
memperkuat dampak sebar (spread effect) dan cenderung menghambat arus
ketimpangan regional. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan terus
meningkat, dalam banyak kasus di negara berkembang, tidak otomatis menghilangkan
ketimpangan dalam pembangunan (disparity).
Ketimpangan pembangunan umumnya terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan
sektoral. Petunjuk awalnya adalah golongan kaya makin kaya sedangkan kaum miskin
makin miskin, wilayah maju terus berkembang pesat meninggalkan wilayah terbelakang
serta adanya sektor unggulan yang berkontribusi besar bagi pembangunan, sedangkan
sektor non unggulan yang membebani. Hal tersebut dapat dilihat dari ketimpangan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai indikator pertumbuhan ekonomi
regional, hanya terdapat 8 dari 33 provinsi yang PDRBnya di atas rata-rata PDRB
seluruh provinsi di Indonesia. Hal ini akan menyebabkan terjadinya ketimpangan
pembangunan antar provinsi di Indonesia.
ketimpangan pembangunan antar provinsi di Indonesia pada tahun 2006 hingga
tahun 2013 berada pada level tinggi, hal ini ditunjukan oleh rata-rata indeks Williamson
di atas 0,8. Ketimpangan pembangunan tersebut tentunya tidak terlepas dari
pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu indikator pembangunan ekonomi. Hasil
penelitian ahli ekonomi Williamson 1965 (Mudrajad kuncorro, 2004) yang meneliti
hubungan antara disparitas regional dengan tingkat pembangunan ekonomi
menunjukkan bahwa selama tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih
besar dan pembangunan terkonsentrasi di daerah daerah tertentu. Terkonsentrasinya
pembangunan tersebut disebabkan oleh mengelompoknya aktivitas aktivitas ekonomi
(economies of proximity) karena karena dorongan berbagai faktor, maka akan
membentuk yang dinamakan aglomerasi ekonomi.
Salah satu bentuk aglomerasi ekonomi yang dominan di Indonesia adalah
aglomerasi industri manufaktur. Hal ini didorong sektor industri manufaktur yang
memiliki kontribusi terbesar dalam perekonomian nasional, yaitu rata-rata 27 persen
dari total PDB tahun 2006 hingga tahun 2013. Di samping itu, aglomerasi industri
manufaktur didorong oleh konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan
perkotaan karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of proximity)
yang diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja dan konsumen.
IV. Dosen pembimbing yang diusulkan: Agung Priyo Utomo S.Si., M.T.