tp
s:
// su
m
ba
ba
rat
ka
b.
bp
s.
go
.id
ht
tp
s:
//s
um
ba
ba
r at
ka
b.
bp
s .g
o .id
INDIKATOR EKONOMI
KABUPATEN SUMBA BARAT 2016
ISBN : 978-602-6597-05-2
No. Publikasi / Publication Number : 53014.001
Katalog BPS / BPS Catalogue : 9201001.5301
.id
o
.g
Ukuran Buku / Book Size : 21,59 cm x 27,94 cm
s
Jumlah Halaman / Total Pages : xi + 89 Halaman / Pages
bp
b.
Naskah / Manuscript :
ka
Seksi Statistik Distribusi rat
Gambar Kulit / Cover Design :
ba
CV. Inhud
.id
Anggota Tim Penyusun:
o
Pengarah : Dra. Rambu Anamila
s .g
Penulis : Valent Gigih Saputri, SST
bp
Pengolah Data/Penyiapan Draft : Valent Gigih Saputri, SST
b.
ka
r at
ba
ba
um
//s
s:
tp
ht
KATA PENGANTAR
Data yang disajikan dalam publikasi ini merupakan rangkuman berbagai data dasar
yang bersumber dari sensus dan survei yang dilakukan oleh BPS serta data sekunder yang
.id
diperoleh dari berbagai instansi.
o
s .g
Publikasi ini memuat berbagai data pokok tahun 2016 dan ulasan singkat yang
bp
berkaitan dengan kondisi perekonomian Sumba Barat. Data dan ulasan yang disajikan antara
b.
lain mencakup keadaan penduduk dan tenaga kerja, pertumbuhan dan struktur ekonomi,
ka
pendapatan penduduk, keadaan harga dan inflasi, serta perkembangan sektor-sektor ekonomi.
at
r
ba
Meskipun data utama yang menjadi sumber penyusun publikasi ini sangat terbatas,
ba
namun kami berusaha sebaik mungkin untuk menjadikan publikasi ini bermanfaat.
um
Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
//s
Akhirnya, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk peningkatan
tp
ht
iv
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar……………………………….……………………………………………….. iv
Daftar Isi ……………………………………………………………………………………… v
Daftar Tabel ………………………………………………………………………………….. vii
Daftar Grafik………………………………………………………………………………….. xi
.id
Bab I Pendahuluan……………………………………………………………………… 1
o
.g
Bab II Kependudukan…………………………………………………………………… 3
s
bp
2.1. Penduduk…………………………………………………………………. 3
b.
a. Laju Pertumbuhan Penduduk…………………………………………... 3
ka
r at
b. Penduduk Menurut Kelompok Umur………………………………….. 5
ba
2.2. Ketenagakerjaan………………………………………………………….. 9
um
a. Jenis Kegiatan………………………………………………………….. 9
//s
b. Jenis Pekerjaan………………………………………………………… 11
s:
tp
Bab IV Kemiskinan……………………………………………………………………… 20
v
Halaman
.id
c. Produksi Peternakan…………………………………………............... 53
o
d. Produksi Perikanan…………………………………………………….
.g
59
s
7.2. Sektor Pertambangan & Penggalian………………………………………
bp
61
b.
7.3. Sektor Industri Pengolahan………………………………………………. 62
ka
7.4. Sektor Pengadaan Listrik dan Gas……………………………………….
r at 63
7.5. Sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang..... 65
ba
ba
8.1. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda 68
s:
Motor...........................................................................................................
tp
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Kepadatan, dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Dirinci per Kecamatan di Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016…………………. 4
Tabel 2.2 Persentase Penduduk Sumba Barat menurut Kelompok Umur Tahun 2016........... 5
Tabel 2.3 Rasio Beban Tanggungan Penduduk Sumba Barat menurut Jenis Kelamin 2015 –
2016......................................................................................................................... 7
.id
Tabel 2.4 Rasio Beban Tanggungan Penduduk Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba
Tengah, Sumba Timur dan Provinsi NTT Tahun 2016…………………………… 8
o
.g
Tabel 2.5 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas di Sumba Barat menurut Jenis
s
Kegiatan Seminggu yang lalu Tahun 2014 - 2015................................................... 10
bp
Tabel 2.6 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu
b.
yang lalu menurut Jenis Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Sumba
ka
Barat Tahun 2015…………………………………………………….................... 11
Tabel 3.1 at
Kontribusi Sektor Perkonomian terhadap PDRB Sumba Barat Atas Dasar Harga
Berlaku menurut Lapangan Usaha, 2013 – 2016…… ………………………......... 16
r
ba
Tabel 3.2 PDRB per Kapita Penduduk Sumba Barat Atas Dasar Harga Berlaku, Tahun
ba
2012-2016..........…………………………………………………………............. 18
um
Tabel 6.2 Indeks Harga Konsumen Kota Waikabubak menurut Kelompok, 2015.………….. 30
tp
vii
Pengolahan di Sumba Barat, 2012 – 2016 ..................................................
Tabel 7.9 Nilai Tambah Bruto, Peranan, dan Pertumbuhan Sektor Pengadaan
64
Listrik dan Gas di Sumba Barat, Tahun 2016..............................................
Tabel 7.10 Banyaknya Listrik yang Dibangkitkan, yang Terjual dan Jumlah
Pelanggan, Tahun 2012-2016 ...................................................................... 65
Tabel 7.11 Pertumbuhan dan Peranan Sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
66
Limbah dan Daur Ulang, Tahun 2012 –2016 ..............................................
Tabel 7.12 Pertumbuhan dan Peranan Sektor Bangunan/Konstruksi, Tahun 2012 –
67
2016 .............................................................................................................
Tabel 8.1 Pertumbuhan dan Peranan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran;
.id
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, Tahun 2012 -2016 .............................. 69
o
Tabel 8.2 Pertumbuhan dan Peranan Sektor Transportasi dan Pergudangan, Tahun
.g
71
2012 -2016 ..................................................................................................
s
Tabel 8.3 Panjang Jalan di Kabupaten Sumba Barat menurut Jenis Permukaan,
bp
72
Tahun 2016.................................................................................................
b.
Tabel 8.4 Pertumbuhan dan Peranan Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan
73
ka
Minum, Tahun 2012 -2016 ..........................................................................
Tabel 8.5 Pertumbuhan dan Peranan Sektor Informasi dan Komunikasi, Tahun
at 76
2012 -2016....................................................................................................
r
ba
Tabel 8.6 Pertumbuhan dan Peranan Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi, Tahun
77
2012 -2016 ...................................................................................................
ba
Tabel 8.7 Perkembangan Bank, Nilai Tabungan, Giro dan Posisi Pinjaman
um
Tabel 8.8 Pertumbuhan dan Peranan Sektor Real Estate, Tahun 2012 -2016 ............. 79
s:
Tabel 8.9 Pertumbuhan dan Peranan Sektor Jasa Perusahaan, Tahun 2012 -2016 ..... 80
tp
viii
DAFTAR GRAFIK
Halaman
.id
Grafik 4 Perkembangan Nilai PDRB per Kapita dan Pendapatan per Kapita (Juta
Rupiah) Kabupaten Sumba Barat Tahun 2013-2016 .................................... 18
o
.g
Grafik 5 Perbandingan Garis Kemiskinan Kabupaten Sumba Barat dan Provinsi NTT
s
Tahun 2012-2016 ................................................................................... 21
bp
Grafik 6 Persentase Jumlah Keluarga Pra Sejahtera menurut Kecamatan di Kabupaten
b.
Sumba Barat Tahun 2016 ......................................................................... 23
ka
Grafik 7 Persentase Pengeluaran per Kapita Sebulan menurut Jenis Pengeluaran,
Kabupaten Sumba Barat Tahun 2015-2016 ................................................
at 25
r
Grafik 8 Persentase Penduduk menurut Golongan Pengeluaran Per Kapita Sebulan,
ba
Grafik 9 Perkembangan Luas Panen (Ha) dan Produksi (Ton) Padi menurut Jenis
um
ix
Grafik 20 Perkembangan Produksi Ubi Jalar menurut Kecamatan di Kabupaten Sumba
Barat, Tahun 2014-2015 (Ton) ........................................................................... 44
Grafik 21 Rata-Rata Hasil Produksi Komoditi Ubi Jalar menurut Kecamatan di
Kabupaten Sumba Barat, Tahun 2014-2015 (Kw/Ha) ...................................... 45
Grafik 22 Perkembangan Luas Panen Kacang Tanah menurut Kecamatan di Kabupaten
Sumba Barat, Tahun 2014-2015 (Ha) ............................................................... 46
Grafik 23 Perkembangan Produksi Kacang Tanah menurut Kecamatan di Kabupaten
Sumba Barat, Tahun 2014-2015 (Ton) ............................................................. 47
Grafik 24 Rata-Rata Hasil Produksi Komoditi Kacang Tanah menurut Kecamatan di
.id
Kabupaten Sumba Barat, Tahun 2014-2015 (Kw/Ha) ....................................... 47
o
Grafik 25 Perkembangan Luas Panen Kacang Hijau menurut Kecamatan di Kabupaten
.g
Sumba Barat, Tahun 2014-2015 (Ha) ............................................................. 48
s
bp
Grafik 26 Perkembangan Produksi Kacang Hijau menurut Kecamatan di Kabupaten
Sumba Barat, Tahun 2014-2015 (Ton) ............................................................ 49
b.
Grafik 27 Rata-Rata Hasil Produksi Komoditi Kacang Hijau menurut Kecamatan di
ka
Kabupaten Sumba Barat, Tahun 2014-2015 (Kw/Ha) ........................................ 50
at
Grafik 28 Persentase Luas Areal Perkebunan menurut Kategori di Kabupaten Sumba
r
Barat Tahun 2016 ................................................................................................ 52
ba
Grafik 29 Luas Areal Perkebunan (Ha) dan Jumlah Produksi (Ton) menurut Jenis
ba
x
2016................................................................................... .................................
Grafik 41 Belanja Daerah Pemerintahan Kabupaten Sumba Barat Tahun Anggaran 2016 83
Grafik 42 Jumlah Sekolah di Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016................................... 87
Grafik 43 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016................. 89
o .id
s .g
bp
b.
ka
r at
ba
ba
um
//s
s:
tp
ht
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Ruang Lingkup
.id
pada tahun 2016. Publikasi ini diterbitkan setiap tahun oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
o
.g
Kabupaten Sumba Barat.
s
bp
Masalah yang berkaitan dengan kondisi perekonomian suatu wilayah pada dasarnya
b.
relatif luas. Namun dengan mempertimbangkan berbagai kondisi dan kendala yang ada, maka
ka
data dan informasi yang disajikan dalam publikasi ini masih terbatas pada hal-hal yang
at
r
benar-benar dianggap penting. Penyajian berbagai indikator dalam publikasi ini dibagi ke
ba
a. Kependudukan
//s
b. Pendapatan Regional
s:
c. Kemiskinan
tp
Sumber Data
Data yang disajikan dalam publikasi ini pada dasarnya merupakan hasil pengumpulan
data yang secara langsung dilakukan oleh BPS dan dilengkapi dengan hasil pengumpulan
data yang dilakukan oleh berbagai instansi lain. Berbagai kegiatan survei dan sensus BPS
Pembahasan dalam publikasi ini hanya dilakukan secara umum dan terbatas pada hal-
hal yang berkaitan dengan perekonomian. Sedangkan pembahasan lebih jauh secara parsial
dapat dilihat pada berbagai publikasi khusus seperti Statistik Penduduk, Statistik Pertanian,
.id
Statistik Industri, Statistik Harga, Statistik Angkutan, Publikasi Pendapatan Regional
o
.g
(PDRB), Publikasi Susenas, dan sebagainya.
s
bp
b.
ka
r at
ba
ba
um
//s
s:
tp
ht
KEPENDUDUKAN
Kependudukan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pembangunan
bangsa karena sekaligus menjadi subyek dan obyek pembangunan. Garis-garis Besar
Haluan Negara menempatkan penduduk sebagai sumber daya utama dalam pembangunan.
.id
Penduduk merupakan salah satu variabel yang penting dalam perekonomian. Bab ini akan
o
.g
membahas tentang penduduk dengan beberapa indikatornya, serta angkatan kerja dengan
s
beberapa indikatornya yang berpengaruh dalam perekonomian di wilayah Sumba Barat.
bp
b.
2.1. Penduduk
ka
at
Potensi penduduk sebagai sumber daya manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor
r
ba
pengangguran, rasio beban tanggungan serta beberapa variabel kependudukan yang lain.
um
Berikut ini akan dibahas beberapa indikator yang telah disebutkan di atas.
//s
Tingginya laju pertumbuhan penduduk merupakan masalah yang masih dihadapi oleh
tp
ht
setiap daerah yang baru berkembang seperti Sumba Barat. Ada tiga faktor yang
mempengaruhi perkembangan jumlah penduduk yaitu kelahiran, kematian, dan perpindahan
penduduk (migrasi). Pertumbuhan penduduk di Sumba Barat dan umumnya Nusa Tenggara
Timur pada awalnya lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat kelahiran dan tingkat kematian.
Namun dalam perkembangannya, faktor perpindahan penduduk (migrasi) tampaknya mulai
berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk wilayah ini.
Sumba Barat memiliki luas 737,42 km2 dengan jumlah penduduknya mencapai
123.913 jiwa dimana rata-rata kepadatan penduduk di Kabupaten Sumba Barat adalah 169
jiwa/ Km2.
Dengan wilayah daratan yang cakupannya cukup luas sekilas terlihat bahwa Sumba
Barat belum menghadapi masalah kependudukan, namun karena terbatasnya lahan pertanian
Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Penduduk dirinci
per Kecamatan di Kabupaten Sumba Barat tahun 2016 secara lengkap dapat dilihat pada
tabel 2.1 dibawah ini:
Tabel 2.1
.id
Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Kepadatan, dan Laju Pertumbuhan Penduduk
o
Dirinci per kecamatan di Kabupaten Sumba Barat
.g
s
Tahun 2016
bp
b.
Laju
Kepadatan
ka
Luas Wilayah Pertumbuhan
Uraian Penduduk Penduduk Penduduk (%)
at (Km2)
per Km2 2015-2016
r
ba
o .id
Komposisi penduduk menurut kelompok umur juga dapat mencerminkan keadaan
s .g
sosial ekonomi penduduk di suatu wilayah. Berdasarkan kelompok umur dapat ditentukan
bp
apakah penduduk di wilayah tersebut mempunyai ciri penduduk tua atau muda.
b.
ka
Tabel 2.2
at
Persentase Penduduk Sumba Barat menurut Kelompok Umur
r
ba
Tahun 2016
ba
2016
um
Kelompok Umur
//s
Jumlah Persentase
s:
10 – 14 14 937 12,05
15 – 49 60 272 48,64
50 – 64 11 119 8,97
65 + 4 910 3,96
Dari tabel 2.2 terlihat persentase penduduk menurut kelompok umur di Kabupaten
Sumba Barat pada tahun 2016. Persentase penduduk tertinggi berada dalam kelompok umur
15 – 49 tahun, yaitu sebesar 48,64 persen, sedangkan persentase penduduk terendah berada
o .id
s .g
bp
b.
ka
r at
ba
ba
um
//s
s:
tp
Rasio beban tanggungan (dependency ratio) pada dasarnya merupakan rasio dari
jumlah penduduk usia non produktif (usia di bawah 15 tahun dan usia di atas 65 tahun)
terhadap jumlah penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun). Angka ini menunjukkan
banyaknya penduduk usia non produktif yang harus ditanggung oleh penduduk usia
produktif selain dirinya sendiri.
Keadaan penduduk yang didominasi oleh kelompok umur remaja dan dewasa seperti
di Sumba Barat, pada umumnya sudah produktif sehingga menyebabkan rasio beban
tanggungan tidak terlalu besar. Untuk lebih jelasnya mengenai rasio beban tanggungan
penduduk di Sumba Barat dapat dilihat pada tabel 2.3 dibawah ini.
.id
2015 72,38 76,58 74,39
o
.g
2016 71,46 75,88 73,57
s
bp
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2015 dan 2016
b.
ka
Secara keseluruhan, besaran angka rasio beban tanggungan untuk wilayah Kabupaten
at
r
Sumba Barat tahun 2016 mengalami penurunan nilai dibandingkan dengan keadaan tahun
ba
2015. Berdasarkan hasil Susenas 2015, rasio beban tanggungan penduduk Sumba Barat
ba
sebesar 74,39. Ini berarti setiap 100 penduduk usia produktif menanggung 75 penduduk
um
yang belum/tidak produktif . Keadaan di tahun 2016 menunjukkan perubahan angka rasio ke
//s
arah positif. Rasio beban tanggungan di tahun 2016 adalah sebesar 73,57 yang berarti setiap
s:
tp
100 penduduk usia produktif menanggung jumlah penduduk usia belum produktif sebanyak
ht
74 jiwa.
Rasio beban tanggungan penduduk menurut jenis kelamin pada tabel 2.3 menunjukkan
bahwa pada tahun 2016 rasio beban tanggungan penduduk laki-laki adalah 71,46 lebih kecil
dibandingkan dengan beban tanggungan penduduk perempuan yaitu sebesar 75,88. Hal ini
berarti proporsi jumlah penduduk laki-laki yang belum/tidak produktif terhadap penduduk
laki-laki usia produktif relatif lebih kecil dibanding penduduk perempuan.
.id
Daerah Kelompok Umur Tahun 2016
o
.g
0-14 15-64 65+ 2015
s
bp
b.
(1) (2) (3) (4) (7)
ka
Sumba Barat 47 612
r at
71 391 4 901 73,57
ba
Dari Tabel 2.4 ini terlihat bahwa Rasio Beban Ketergantungan Penduduk di
Kabupaten Sumba Barat tertinggi ketiga (73,57) setelah Kabupaten Sumba Barat Daya
(84,17) dan Kabupaten Sumba Tengah (77,45). Kesimpulan yang dapat diambil dari tabel 2.4
ini adalah bahwa penduduk Kabupaten Sumba Barat Daya yang tergolong dalam usia
produktif memiliki beban tanggungan lebih berat, di mana 100 penduduk usia produktif
menanggung sebanyak 85 jumlah penduduk usia non produktif, jika dibandingkan dengan
penduduk usia produktif di Kabupaten Sumba Tengah, Sumba Barat , Sumba Timur ataupun
Provinsi NTT.
Pengelompokan penduduk menurut usia produktif dan non produktif bagi sementara
pihak sering dianggap kurang menggambarkan masalah riil ketenagakerjaan. Ada dua
argumen yang umumnya dikemukakan tentang hal ini. Pertama, untuk kasus Indonesia
banyak penduduk yang sudah mulai bekerja atau mencari nafkah pada usia 10 tahun,
sehingga kriteria penduduk usia produktif berdasarkan usia 15-64 tahun kurang dapat
menggambarkan kondisi riil. Kedua, tidak semua penduduk yang berada pada usia kerja
.id
memiliki kegiatan yang secara ekonomi dapat dikategorikan sebagai bekerja atau mencari
o
.g
pekerjaan. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka banyak analis ketenagakerjaan membagi
s
bp
penduduk ke dalam dua kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
b.
ka
a. Jenis Kegiatan r at
Menurut jenis kegiatan penduduk usia 15 tahun ke atas dapat dibagi menjadi dua
ba
kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja dalam hal ini
ba
didefinisikan sebagai penduduk usia 15 tahun atau lebih yang kegiatan utamanya bekerja
um
atau mencari pekerjaan. Dengan kata lain, angkatan kerja merupakan kelompok penduduk
//s
usia kerja (dalam hal ini usia 15 tahun ke atas) yang sedang atau siap melakukan kegiatan
s:
ekonomi. Sedangkan penduduk bukan angkatan kerja adalah penduduk berumur 15 tahun ke
tp
ht
atas yang kegiatan utamanya bukan bekerja atau mencari pekerjaan. Termasuk dalam
kelompok bukan angkatan kerja adalah mereka yang kegiatan utamanya sekolah, mengurus
rumahtangga, sakit, pensiun, dan kegiatan lain selain bekerja atau mencari pekerjaan.
2014 2015
Kegiatan
Persentase Persentase
.id
(1) (2) (3)
o
Angkatan Kerja 100,00 100,00
s .g
Bekerja 97,42 98,20
bp
Mencari Pekerjaan 2,58 1,80
b.
ka
Bukan Angkatan Kerja 100,00 100,00
Sekolah
r at 50,79 44,25
ba
Persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang merupakan angkatan kerja pada
ht
tahun 2015 mengalami peningkatan khususnya persentase penduduk yang bekerja sebesar
0.78 persen dari tahun sebelumnya sedangkan sisanya 1,80 persen mencari pekerjaan.
Peningkatan persentase angkatan kerja di tahun 2015 ini disebabkan karena peningkatan
nilai komponen penyusunnya, yaitu persentase penduduk bekerja.
Apabila dilihat dari persentase bukan angkatan kerja maka persentase terbesar berada
pada penduduk yang bersekolah dan mengurus rumah tangga yaitu sebesar 44,25 persen
dan 40,18 persen, sedangkan penduduk yang bukan angkatan kerja dan melakukan kegiatan
selain bersekolah dan mengurus rumah tangga sebesar 15,57 persen.
Distribusi penduduk 10 tahun ke atas yang bekerja menurut jenis pekerjaan, secara
kasar memberikan gambaran tentang penyerapan tenaga kerja oleh sektor-sektor ekonomi di
suatu wilayah. Distribusi penduduk Sumba Barat yang bekerja menurut Jenis Pekerjaan
Utama disajikan pada Tabel 2.6.
.id
Tabel 2.6
o
.g
Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang
s
lalu menurut Jenis Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Sumba Barat
bp
Tahun 2015
b.
ka Laki +
Jenis Pekerjaan Utama
at Laki-laki Perempuan
Perempuan
r
ba
dan Perikanan
//s
Dari tabel sebelumnya dapat dilihat bahwa sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan
perikanan menempati urutan pertama sebagai jenis pekerjaan utama yang dilakukan oleh
Indikator Ekonomi Kabupaten Sumba Barat 2016 11
penduduk di Kabupaten Sumba Barat dengan persentase penduduk yang bekerja dalam
sektor ini sebesar 61,98 persen. Sedangkan jenis pekerjaan terbanyak kedua adalah sektor
jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan dengan persentase sebesar 16,76 persen. Sektor
yang paling sedikit dijadikan sebagai pekerjaan utama oleh penduduk Sumba Barat adalah
sektor listrik, gas dan air bersih yaitu hanya sebesar 0,17 persen.
o .id
s .g
bp
b.
ka
r at
ba
ba
um
//s
s:
tp
ht
PENDAPATAN REGIONAL
Pendapatan regional merupakan salah satu indikator ekonomi yang penting karena
sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk di suatu daerah. Perencana
pembangunan sering menggunakan indikator ini untuk mengevaluasi hasil pembangunan
.id
yang telah dilaksanakan dan untuk menentukan rencana pembangunan di masa yang akan
o
.g
datang. Melalui pendapatan regional dapat dianalisis beberapa karakteristik perekonomian
s
seperti produk domestik regional bruto, struktur perekonomian, pertumbuhan ekonomi,
bp
pendapatan per kapita dan tingkat inflasi. Berikut akan dibahas perkembangan beberapa
b.
ka
karakteristik tersebut. r at
ba
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) diartikan sebagai jumlah nilai tambah bruto
um
yang ditimbulkan keseluruhan sektor perekonomian yang ada dalam batas suatu wilayah
//s
(nasional, regional) dalam jangka waktu tertentu (satu tahun, triwulan). Perencana
s:
yang telah dilaksanakan dan untuk menentukan rencana pembangunan di masa yang akan
datang. PDRB itu sendiri pada dasarnya adalah jumlah seluruh barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.
Ada dua sistem penilaian yang lazim digunakan dalam menghitung PDRB, yaitu atas
dasar harga yang berlaku pada setiap tahun dan atas dasar harga konstan pada tahun tertentu.
PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk mengamati struktur ekonomi di wilayah
yang bersangkutan, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk melihat
pertumbuhan ekonominya. Apabila dikaji per sektor akan terlihat sektor-sektor yang
mengalami pertumbuhan cepat dan lambat, sehingga akan memberikan indikasi sektor mana
yang harus dipacu dan kebijakan apa yang ditempuh untuk memacunya. Demikian pula dapat
dilihat peranan/kontribusi masing-masing sektor serta pola pergeserannya. Tinggi rendahnya
PDRB suatu daerah seringkali dikaitkan dengan produktivitas sumber daya manusia dan
potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah.
Indikator Ekonomi Kabupaten Sumba Barat 2016 13
PDRB Kabupaten Sumba Barat atas dasar harga berlaku pada tahun 2015 telah
mencapai 1.642.633,89 juta rupiah atau mengalami peningkatan yang tinggi dibandingkan
dengan tahun 2014, dimana kenaikannya mencapai 174.762,1 juta rupiah.. PDRB atas dasar
harga berlaku ini belum mencerminkan produktivitas secara riil karena masih dipengaruhi
oleh tingkat inflasi yang terjadi.
Pada tahun 2016 PDRB Kabupaten Sumba Barat (atas dasar harga konstan 2010)
mencapai 1.242.471,03 juta rupiah meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai
.id
1.183.522,57 juta rupiah. Pertumbuhan ekonomi Sumba Barat yang ditunjukkan oleh angka
o
.g
PDRB (atas dasar harga konstan 2010) pada tahun 2016 sebesar 4,98 persen, meningkat dari
s
bp
tahun sebelumnya yang sebesar 4,82 persen.
b.
ka
r at
ba
ba
um
//s
s:
tp
ht
Sumber : PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
Secara umum, kontribusi nilai dari setiap sektor/lapangan usaha terhadap pembentukan
PDRB Sumba Barat ini cenderung menurun dibandingkan nilai kontribusi di tahun
o .id
s .g
bp
b.
ka
r at
ba
ba
um
//s
s:
tp
ht
.id
1. Pertanian 28,54 28,39 28,22 27,81
o
2. Pertambangan dan Penggalian 1,06 1,11 1,19 1,07
.g
s
3. Industri Pengolahan 1,72 1,69 1,66 1,70
bp
4. Listrik, Gas, dan Air Minum 0,03 0,03 0,04 0,05
b.
ka
5. Pengadaan Air, Pengelola Sampah,Limbah 0,01 0,01 0,01 0,01
dan daur ulang
r at
ba
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,38 1,39 1,4 1,37
Sumber : PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
.id
sosial di mana sektor tersebut memiliki nilai kontribusi terhadap pembentukan nilai PDRB
o
.g
Sumba Barat sebesar 17,38 persen. Sedangkan sektor yang menempati urutan ketiga sebagai
s
kontributor terbesar dalam pembentukan PDRB Sumba Barat juga tetap sama, yaitu sektor
bp
perdagangan besar eceran, reparasi mobil dan sepeda motor yang pada tahun 2016 mencapai
b.
ka
16,20 persen .
at
Kontribusi sektor konstruksi secara umum mengalami fluktuasi namun nilai yang
r
ba
dimiliki relatif stabil, yaitu berkisar di angka 6 persen sepanjang tahun 2013 - 2016. Hal
ba
hampir serupa juga terjadi pada sektor informasi dan komunikasi yang kontribusinya juga
um
relatif stabil. Sedangkan untuk sektor lain seperti sektor pertambangan dan penggalian;
//s
industri pengolahan; pengadaan listrik dan gas, pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah
s:
dan daur ulang; penyediaan akomodasi dan makan minum; dan jasa perusahaan memiliki
tp
nilai kontribusi yang terbilang kecil, yaitu berkisar pada nilai 1 persen.
ht
Sumber : PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
Indikator Ekonomi Kabupaten Sumba Barat 2016 17
Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa selama kurun waktu 2013-2016 belum terjadi
pergeseran struktur ekonomi yang cukup signifikan di Sumba Barat. Sektor primer (sektor
pertanian, sektor pertambangan dan penggalian) masih mendominasi warna perekonomian
Sumba Barat. Sektor tersier yang dimotori oleh sektor jasa-jasa dan sektor perdagangan
memberi kontribusi yang tiap tahunnya semakin meningkat terhadap PDRB Kabupaten
Sumba Barat. Sedangkan sektor sekunder dengan motor utama sektor industri pengolahan,
kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Sumba Barat terus menurun.
o .id
.g
3.3. PDRB per Kapita
s
bp
Angka PDRB sebenarnya hanya menunjukkan besaran ekonomi secara keseluruhan
b.
untuk suatu wilayah dan tidak mampu mencerminkan tingkat perekonomian penduduknya.
ka
Suatu daerah dengan tingkat PDRB yang rendah mungkin saja rata-rata pendapatan
at
penduduknya tinggi, yaitu jika jumlah penduduk di daerah tersebut yang jelas akan
r
ba
mengkonsumsi produk-produk tersebut kecil. Sebaliknya bagi daerah yang PDRB-nya tinggi
ba
akan rendah angka pendapatan per kapitanya jika jumlah penduduk di daerah tersebut besar.
um
Seperti diketahui angka per kapita menunjukkan rata-rata PDRB untuk setiap penduduk
//s
suatu daerah. PDRB per kapita yang tinggi menunjukkan semakin baiknya perekonomian
s:
tp
rata-rata penduduk di daerah tersebut, demikian sebaliknya untuk angka PDRB perkapita
ht
yang rendah.
Tabel 3.2
PDRB per Kapita Penduduk Sumba Barat Atas Dasar Harga Berlaku,
Tahun 2012-2016
o .id
s .g
bp
b.
ka
r at
ba
ba
um
Sumber : PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
//s
s:
Pada tahun 2013, nilai PDRB per Kapita mengalami perubahan tertinggi sepanjang
tp
tahun 2012-2016, yaitu sebesar 10,0637 Juta Rupiah menjadi 11,1535 Juta Rupiah.
ht
KEMISKINAN
Kemiskinan telah menjadi isu sentral dalam setiap perencanaan pembangunan. Hal ini
mudah dipahami mengingat salah satu tujuan dari suatu proses pembangunan pada dasarnya
adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, atau dengan kata lain
.id
mengurangi banyaknya penduduk yang dikategorikan sebagai penduduk miskin.
o
.g
Sesuai dengan banyaknya dimensi dari masalah kemiskinan, metodologi penghitungan
s
bp
penduduk miskin pun cukup banyak. Banyaknya penduduk miskin yang disajikan pada
b.
ulasan berikut adalah yang diperoleh dengan metode BPS, yaitu dengan menggunakan
ka
pendekatan basic needs approach, yang merupakan pendekatan yang banyak digunakan.
at
Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan memenuhi
r
ba
kebutuhan dasar.
ba
Jumlah dan persentase penduduk miskin dihitung berdasarkan tingkat pengeluaran per
um
kapitanya. Mereka yang memiliki tingkat pengeluaran lebih rendah dari garis kemiskinan
//s
dikategorikan miskin. Garis kemiskinan, yang merupakan standar kebutuhan dasar tersebut
s:
tp
terdiri atas dua komponen, yaitu batas kecukupan makanan dan non makanan. Garis
ht
kemiskinan ini pada prinsipnya adalah suatu standar minimum yang diperlukan oleh
seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Dengan perkataan lain, garis kemiskinan
adalah nilai pengeluaran untuk kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan per kapita
per bulan.
Batas kecukupan untuk makanan yang secara memadai harus dikonsumsi oleh
seseorang ditetapkan mengacu pada rekomendasi dari Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi tahun 1978, yaitu setara dengan nilai konsumsi makanan yang menghasilkan energi
2.100 kalori per orang per hari. Sedangkan nilai pengeluaran minimum untuk komoditi-
komoditi non makanan mencakup pengeluaran untuk perumahan, penerangan, bahan bakar,
pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, barang-barang tahan lama, dan barang dan jasa
esensial lainnya.
.id
BPS adalah mereka yang memiliki rata-rat pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK.
o
.g
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum
s
makanan yang disetarakan dengan 2.100 kkalori per kapita per hari. Sedangkan Garis
bp
Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang,
b.
ka
pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya.
r at
ba
ba
um
//s
s:
tp
ht
Tabel 4.1
Garis Kemiskinan dan Jumlah Penduduk Miskin
.id
Kabupaten Sumba Barat dan Provinsi NTT
o
Tahun 2013 – 2016
s .g
Garis Kemiskinan
bp
Jumlah Penduduk Miskin
Tahun (Rp/Kap/Bulan)
b.
ka
Sumba Barat NTT Sumba Barat NTT
2013 257.372
r at
251.080 34.200 1.006.900
ba
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa pada tahun 2016 garis kemiskinan di Sumba Barat
ht
adalah sebesar 290.944 rupiah per kapita per bulan dengan jumlah penduduk miskin adalah
36.210 jiwa. Perkembangan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Sumba Barat secara
umum menunjukkan perkembangan yang positif meskipun pergerakan yang dialami bersifat
fluktuatif. Hal yang serupa juga terjadi dalam perkembangan jumlah penduduk miskin untuk
Provinsi NTT yang cenderung menurun di tahun 2014. Jumlah penduduk miskin mengalami
peningkatan di tahun 2015 baik di Kabupaten Sumba Barat maupun Provinsi NTT, meskipun
di tahun 2016 mengalami penurunan kembali. Jumlah penduduk miskin di Sumba Barat pada
tahun 2016 menurun sebanyak 1.440 jiwa menjadi sebesar 36.210 jiwa, sedangkan di
Provinsi NTT juga menurun sebanyak 9.920 jiwa menjadi sebesar 1.149.920 jiwa.
Sumber : Dinas Pengendalian Perempuan dan KB Kab Sumba Barat. Tahun 2016
//s
s:
Berdasarkan data Dinas Pengendalian Perempuan dan KB Kab Sumba Barat di tahun
tp
2016, jumlah keluarga pra sejahtera di Kabupaten Sumba Barat sebanyak 11.209 keluarga
ht
dengan jumlah keluarga pra sejahtera terbesar pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut
berada di Kecamatan Loli, Lamboya dan Wanokaka, sedangkan jumlah rumah tangga
terkecil berada di Kecamatan Laboya Barat.
.id
barang-barang non makanan (termasuk barang mewah) justru akan meningkat. Sebaliknya,
o
.g
bagi penduduk yang berpendapatan rendah, sebagian besar pendapatannya akan habis
s
digunakan untuk membiayai konsumsi makanannya. Berdasarkan kenyataan ini, maka sangat
bp
masuk akal untuk menggunakan pola konsumsi sebagai salah satu indikator dalam mengukur
b.
ka
tingkat kesejahteraan penduduk.
at
Data pengeluaran dan konsumsi penduduk diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi
r
ba
Nasional (Susenas) tahun 2016. Data konsumsi/pengeluaran yang dikumpulkan pada Susenas
ba
dikumpulkan data nilai dan kualitasnya sedangkan konsumen bukan makanan hanya
s:
mengumpulkan data berupa nilainya saja, kecuali untuk penggunaan listrik, air, gas dan
tp
Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan
gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi pendapatan, maka porsi
pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran untuk bukan
makanan. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 masih diyakini telah
berakibat pada pola pengeluaran rumahtangga khususnya yang berpendapatan rendah.
Perubahan pola konsumsi tersebut terjadi karena adanya penurunan standar hidup secara
drastis akibat meningkatnya harga-harga kebutuhan rumahtangga yang memaksa mereka
khususnya yang berpendapatan rendah untuk melakukan tindakan dengan memberikan
prioritas pada pengeluaran untuk makanan.
.id
o
s .g
bp
b.
ka
r at
ba
ba
um
//s
s:
tp
Pendapatan penduduk sebenarnya merupakan ukuran yang lebih ideal untuk melihat
tingkat kesejahteraan penduduk. Namun demikian, dalam bentuk praktek ditemui berbagai
kendala untuk memperoleh data pendapatan yang sah. Untuk mengatasi hal ini, maka
digunakan pendekatan lain, yaitu pendekatan pengeluaran.
Sebaran penduduk Sumba Barat menurut kelompok pengeluaran per kapita per bulan
um
pada tahun 2016 tersaji pada Grafik 8. Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa persentase
//s
golongan pengeluaran per kapita per bulan terbesar pada golongan pengeluaran 300.000 –
s:
tp
499.999 rupiah yaitu sebesar 39,22 persen. Persentase golongan pengeluaran per kapita per
ht
bulan terendah terdapat pada golongan penduduk dengan pengeluaran 150.000 - 199.999
rupiah dengan persentase sebesar 4,06 persen. Sedangkan persentase golongan pengeluaran
per kapita per bulan pada golongan perngeluaran tertinggi sebesar > 1.000.000 rupiah yaitu
sebesar 9,83 persen.
.id
peningkatan kesejahteraan penduduk.
o
.g
Harga adalah salah satu variabel ekonomi yang penting karena mempunyai pengaruh
s
bp
yang sangat kuat terhadap perkembangan ekonomi. Perkembangan kegiatan ekonomi suatu
b.
wilayah dapat dianalisis dengan melihat tingkat harga, indeks harga atau laju inflasi yang
ka
terjadi. Perubahan dalam jumlah produksi dan teknologi, serta arus barang dan cara
at
pemasaran juga faktor iklim dapat menyebabkan perubahan harga di tingkat pasar.
r
ba
Inflasi dapat diartikan sebagau kenaikan harga barang dan jasa secara umum dimana
ba
barang dan jasa tersebut merupakan kebutuhan pokok masyarakat atau turunnya daya jual
um
mata uang suatu negara. Sedangkan Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah Ialah suatu
//s
indeks, yang menghitung rata-rata perubahan harga dalam suatu periode, dari suatu kumpulan
s:
tp
barang dan jasa yang dikonsumsi oleh penduduk/rumah tangga dalam kurun waktu tertentu.
ht
Indeks harga dan laju inflasi selalu mendapat minat dan perhatian yang cukup besar baik oleh
pemerintah maupun para pakar ekonomi karena berkaitan erat dengan tingkat dan pola
penawaran dan permintaan pasar. Peningkatan pendapatan yang diterima masyarakat tidak
dapat dinikmati karena laju inflasi yang tinggi mengurangi daya beli mereka.
Bab ini akan mencoba mengulas perkembangan harga yang terjadi di Sumba Barat
secara umum. Ulasan antara lain akan mencakup rata-rata harga sembilan bahan pokok, laju
inflasi, dan perkembangan harga beberapa komoditas penting di Sumba Barat.
6.1. Rata-rata Harga Sembilan Bahan Pokok dan Bahan Strategis Lainnya
Perubahan harga sembilan bahan pokok dan bahan strategis lainnya di Waikabubak
selama periode 2014 sampai 2015 terlihat pada tabel 6.1 di mana hanya beberapa komoditas
Tabel 6.1
Rata-Rata Harga Eceran Sembilan Bahan Pokok dan Bahan Strategis Lainnya
.id
di Pasar Inpres Waikabubak, Tahun 2014-2015
o
s .g
bp
Rata-rata harga eceran Perubahan
b.
Komoditas Satuan (Rp) Harga
ka
rat 2014 2015 (%)
Faktor kelancaran distribusi komoditi bahan pokok dari yang mayoritas didatangkan
dari luar pulau Sumba, khususnya di bidang transportasi, juga semakin memicu adanya
kenaikan harga komoditi yang bersangkutan.
Indeks harga adalah angka yang menunjukkan besarnya perbandingan tingkat harga
barang dan jasa pada suatu periode dengan keadaan harga pada saat tertentu. Laju inflasi
suatu barang atau jasa dilihat dari besarnya perubahan indeks harga barang atau jasa tersebut.
Penghitungan indeks harga dan laju inflasi didasarkan pada hasil survei harga konsumen
yang dilakukan setiap bulan terhadap 280 jenis barang dan jasa yang dijual di pasar.
.id
Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang
o
dapat memberikan informasi mengenai perkembangan harga barang dan jasa yang dibayar
s.g
oleh konsumen. Perhitungan IHK ditujukan untuk mengetahui perubahan harga dari
bp
sekelompok tetap baranng dan jasa yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat. Perubahan
b.
IHK dari waktu ke waktu menggambarkan pola perubahan harga komoditi yang menjadi
ka
objek penelitian, apabila terjadi kenaikan disebut inflasi dan jika terjadi penurunan disebut
at
r
deflasi. IHK hanya mengukur perubahan harga dna bukan tingkat harga. IHK menunjukkan
ba
tingkat perubahan relatif dan sebagai indikator dari tingkat harga barang-barang pada waktu
ba
Kenaikan atau penurunan harga barang dan jasa mempunyai ikatan erat sekali dengan
s:
jumlah barang yang dipasarkan maupun kemampuan daya beli masyarakat, terutama mereka
tp
yang berpenghasilan tetap. Sehingga tingkat perubahan IHK (inflasi/deflasi) yang terjadi
ht
dengan sendirinya mencerminkan daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-
harinya. Semakin tinggi inflasi maka semakin rendah nilai uang dan semakin rendah
kemampuan daya belinya. Selain itu, inflasi juga dapat memberikan informasi perubahan
nilai aset serta nilai kontrak/transaksi bisnis.
Indeks Harga Konsumen (IHK) Umum untuk Kota Waikabubak sepanjang tahun 2015
cenderung mengalami kenaikan sejak bulan Januari ( IHK = 101,76) hingga bulan Desember
(IHK = 109,42). Keadaan bulan Januari 2015 sebesar 101,76 dan merupakan IHK umum
terendah di tahun 2015. Sedangkan IHK umum tertinggi terjadi pada Desember tahun 2015
sebesar 109,42. Hasil Perhitungan Indeks Konsumen Kota Waikabubak menurut kelompok
secara lengkap dapat dilihat pada tabel 6.2.
II. VII.
MAKAN- TRANS-
VI.
I. AN JADI, III. V. PORT,
IV. PEN-
BAHAN MINUM- PE- KE- KOMUNI
BULAN UMUM SAN- DIDIKAN,
MAKAN AN, RUMAH SEHAT KASI &
DANG REKREASI &
AN ROKOK & -AN -AN JASA
.id
OLAH-RAGA
TEMBA- KEUANG
KAU AN
o
.g
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
101.76
s
JAN 102.90 102.83 100.14 101.06 100.58 101.67 101.99
bp
FEB 102.50 104.19 103.43 100.42 101.65 100.90 101.76 102.85
b.
MRT 103.02 105.09 104.13 100.65 101.93 101.16 101.78 103.23
ka
APRIL 103.76 105.91 104.89 101.63 102.30 101.87 102.15 103.61
MEI 104.35 106.94 105.72 at 101.79 102.60 102.36 102.33 104.05
JUNI 104.84 107.21 106.30 101.98 103.79 103.13 103.55 104.93
r
ba
Data laju inflasi suatu daerah pada umumnya disajikan dalam dua bentuk, yaitu
bulanan dan tahunan. Laju inflasi bulanan menunjukkan persentase perubahan indeks harga
pada suatu bulan terhadap bulan sebelumnya, sedangkan laju inflasi tahunan menunjukkan
Di awal tahun 2015, Kota Waikabubak mengalami inflasi sebesar 1,76 persen,
kemudian diikuti oleh penurunan angka-angka inflasi pada bulan-bulan berikutnya. Puncak
kenaikan inflasi terjadi pada bulan Januari 2015 yang mencapai 1,76 persen, bulan juli 1.07
persen dan Bulan Desember mencapai 1,58 persen. Kenaikan ini disebakan karena adanya
.id
hari Libur dan hari perayaan keagamaan.
o
s .g
Tabel 6.3
bp
Inflasi Bulanan Kota Waikabubak
b.
2015
ka
at
VII.
r
VI.
ba
TRANSP
II. MAKANAN PENDID
V. ORT,
ba
AGA
GAN
s:
Dapat diamati dari data yang tertera dalam tabel 6.3, jika dilihat lebih dalam menurut
per kelompok pengeluaran, sepanjang tahun 2015, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok
Tabel 6.4
Laju Inflasi Kota Waikabubak Tahun 2013-2015
o .id
s .g
Tahun
bp
Kelompok
2012 2013 2014
b.
(1) (2) (3) (4)
ka
01. Bahan Makanan r at 13,03 7,91 11.48
02. Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 15,18 8,95 10.72
ba
Pada tahun 2015 ini, Kota Waikabubak mengalami inflasi sebesar 9.05 persen. Inflasi
yang terjadi di tahun 2015 ini dipicu oleh naiknya semua kelompok komoditas. Menurut
kelompok pengeluaran, inflasi tertinggi di tahun 2015 terjadi pada kelompok pengeluaran
bahan makanan sebesar 11.48 persen diikuti dengan kelompok transportasi dan komunikasi
sebesar 10.91 persen dan urutan ketiga kelompok makanan jadi,minuman,rokok dan
tembakau sebesar 10.72.
Secara umum perekonomian suatu wilayah dapat digolongkan menjadi tiga kelompok
besar, yaitu sektor primer, sekunder, dan tersier. Sektor primer mencakup semua kegiatan
.id
ekonomi yang mengandalkan pada alam atau natural seperti sektor pertanian serta sektor
o
pertambangan dan penggalian. Sementara sektor sekunder adalah sektor yang ciri utama
s .g
kegiatannya adalah melakukan pengolahan dari suatu barang menjadi barang lain yang
bp
nilainya lebih mahal dari nilai barang sebelumnya. Untuk melakukan kegiatan di sektor
b.
sekunder pada umumnya diperlukan teknologi. Sektor primer dan sektor sekunder
ka
seringkali disebut sebagai sektor produksi karena hasil kegiatan dari kedua sektor ini pada
r at
dasarnya berupa barang yang sering juga sebagai produksi. Sedangkan sektor tersier adalah
ba
sektor yang kegiatannya menyediakan jasa atau pelayanan untuk memudahkan pihak lain
ba
um
o .id
.g
Tabel 7.1
s
Perkembangan Luas Panen (Ha) dan Produksi (Ton) Komoditi Bahan Makanan
bp
Kabupaten Sumba Barat, Tahun 2014-2015
b.
ka
at
Jenis Komoditi Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)
r
ba
Kacang Tanah 6 10 6 11
Kacang Kedelai 17 7 13 6
Kacang Hijau 4 13 3 11
Sumber : Data Atap
- Produksi Padi
Beras, yang merupakan hasil dari tanaman padi sampai saat ini masih merupakan
makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia, termasuk Sumba Barat. Oleh karena
itu, komoditas beras memiliki peranan penting dalam perekonomian masyarakat sehari-
hari. Setiap perubahan yang terjadi pada komoditi ini, baik dari segi jumlah yang tersedia
maupun dari segi harga sangat berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan yang luas di
masyarakat. Sesuai dengan kondisi tersebut, maka sangat beralasan jika pemerintah
o .id
s .g
bp
b.
ka
r at
ba
ba
Komoditas tanaman padi yang diusahakan masyarakat terbagi dalam dua jenis, yaitu
s:
tanaman padi sawah dan tanaman padi ladang. Seperti yang terlihat dalam grafik 9, selama
tp
ht
b.
ka
Luas panen tanaman padi untuk masing-masing kecamatan di Kabupaten Sumba
at
Barat selama tahun 2014 dan tahun 2015. Jika dibandingkan dengan keadaan tahun
r
ba
sebelumnya, maka pada tahun 2014 semua kecamatan yang mengalami peningkatan dalam
ba
Kecamatan Loli masih menempati posisi sebagai Kecamatan dengan luas panen padi
//s
terbesar di Kabupaten Sumba Barat sepanjang tahun 2014 dan tahun 2015. Penambahan
s:
luas panen tanaman padi terbesar dialami oleh Kecamatan Lamboya, yakni bertambah
tp
.id
Peningkatan produksi tanaman padi yang tinggi terjadi di Kecamatan Lamboya dan
o
.g
Kecamatan Wanokaka peningkatannya masing-masing sebesar 95,25 persen dan 95,39
s
persen. Sedangkan penurunan produksi padi terjadi di Kecamatan Kota Waikabubak dan
bp
Kecamatan Tana Righu dengan penurunannya masing-masing sebesar 2,51 persen dan 13,
b.
ka
01 persen. r at
ba
ba
um
//s
s:
tp
ht
- Produksi Jagung
Komoditi Jagung merupakan komoditi yang menempati peringkat ke-2 dalam hal
jumlah produksi terbesar untuk kelompok bahan makanan di tahun 2015. Luas panen
.id
jagung di Kabupaten Sumba Barat mengalami peningkatan dibandingkan tahun
o
.g
sebelumnya, tahun 2015 luas panen jagung tercatat sebesar 5.623 Ha atau mengalami
s
bp
kenaikan sebesar 9,82 persen dibandingkan dengan tahun 2014. Ada 3 Kecamatan di
b.
Kabupaten Sumba Barat yang mengalami penurunan dalam luas panen yaitu Kecamatan
ka
Wanokaka, Laboya Barat dan Kota Waikabubak, sedangkan 3
at kecamatan lainnya
mengalami peningkatan luas panen jagung.
r
ba
ba
um
//s
s:
tp
ht
Kenaikan luas lahan terbesar ada pada Kecamatan Tana Righu dengan kenaikan
sebesar 33,85 persen dari yang sebesar 1.935 Ha di tahun 2014 menjadi sebesar 2590 Ha di
tahun 2015. Sedangkan penurunan lahan terbesar terjadi di Kecamatan Wanokaka dengan
penurunan luas lahan sebesar 89,47 persen, dari yang awalnya sebesar 285 Ha di tahun
2014 menjadi hanya seluas 30 Ha di tahun 2015.
b.
ka
at
Produksi jagung Kabupaten Sumba Barat di tahun 2015 adalah sebesar 14.282 ton
r
atau mengalami kenaikan sebesar 3,26 persen dibanding tahun 2014. Dri grafik 16 dapat
ba
ba
sebesar 52,26 persen, sedangkan kecamatan yang mengalami penurunan produksi terbesar
s:
tp
adalah Kecamatan Wanokaka dengan penurunan produksi sebesar 90,49 persen. Untuk
ht
produksi jagung terbesar ada di Kecamatan Loli dengan jumlah produksi sebesar 2.846 ton,
sedangkan produksi jagung terendah ada di Kecamatan Wanokaka dengan produksi jagung
sebesar 73 ton.
b.
ka
at
Keadaan tahun 2015 menunjukkan bahwa secara keseluruhan rata-rata hasil produksi
r
ba
jagung Kabupaten Sumba Barat adalah sebanyak 25,37 Kw/Ha atau mengalami penurunan
ba
sebesar 6,04 persen dibandingkan dengan keadaan tahun 2014. Penurunan terbesar terjadi
um
dengan tahun 2014. Kecamatan Laboya Barat merupakan wilayah yang memiliki rata-rata
s:
hasil produksi padi terbesar di tahun 2015 yaitu sebesar 26,40 Kw/Ha, sedangkan rata-rata
tp
hasil produksi terkecil dimiliki oleh Kecamatan Wanokaka dengan rata-rata hasil produksi
ht
o .id
s .g
bp
b.
ka
at
r
ba
Wilayah dengan luas panen tanaman ubi kayu terbesar di tahun 2015 adalah
//s
Kecamatan Lamboya (612 Ha) sedangkan luas panen terkecil dialami oleh Kecamatan
s:
Wanokaka (12 ha). Adapun wilayah dengan peningkatan luas panen terbesar adalah
tp
ht
ka
r at
Grafik 18 menunjukkan rata-rata hasil produksi komoditi ubi kayu menurut
ba
mengalami peningkatan dalam rata-rata hasil produksi ubi kayu di tahun 2015. Rata-rata
um
hasil produksi dapat diartikan sebagai kemampuan suatu wilayah dalam menghasilkan
//s
.id
seperti ubi kayu.Karena sifatnya sebagai bahan makanan substitusi makanan pokok maka
o
.g
biasanya bila terjadi peningkatan produksi pada jenis tanaman padi maupun ubi jalar maka
s
masyarakat cenderung mengurangi mengusahakan tanaman ini.
bp
b.
ka
r at
ba
ba
um
//s
s:
tp
ht
Luas panen ubi jalar di Kabupaten Sumba Barat selama tahun 2015 tercatat sebesar
171 Ha atau mengalami peningkatan sebesar 134,25 persen dibandingkan dengan tahun
2015. Rata-rata luas panen ubi jalar mengalami kondisi yang stabil dan atau sedikit
peningkatan dibanding dengan keadaan tahun sebelumnya. Peningkatan terbesar terjadi di
Kecamatan Wanokaka dengan peningkatan sebesar 263,89 persen dari yang semulahanya
36 Ha di tahun 2014 menjadi 131 Ha di tahun 2015. Adapun kecamatan yang sama sekali
tidak membudidayakan tanaman ubi jalar ini adalah Kecamatan Laboya Barat dan
Kecamatan Tana Righu.
o .id
s .g
bp
b.
ka
r at
ba
ba
um
//s
s:
tp
ht
b.
ka
Keadaan tahun 2015 menunjukkan bahwa rata-rata hasil produksi ubi jalar Kabupaten
at
Sumba Barat adalah sebanyak 67,71 Kw/Ha, mengalami penurunan sebesar 5,8 persen
r
ba
dibandingkan dengan keadaan tahun 2014. Nilai rata-rata hasil produksi ubi jalar tertinggi
ba
Kacang tanah di samping sebagai komoditi yang dapat dikonsumsi langsung atau
tp
diperdagangkan oleh masyarakat, juga banyak digunakan sebagai bahan baku industri.
ht
Oleh karena itu, kacang tanah merupakan komoditi yang penting dalam menunjang
perkenomian daerah ini.
ka
at
Luas panen kacang tanah di Kabupaten Sumba Barat selama tahun 2015 tercatat
r
ba
sebesar 10 Ha atau mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu sebesar 66,67 persen
ba
dibandingkan dengan tahun 2014. Luas panen tanaman kacang tanah untuk wilayah
um
kecamatan menunjukkan keadaan yang sangat berbeda di tahun 2015 dibandingkan dengan
//s
keadaan tahun 2014. Berdasarkan grafik 22 pada tahun 2014, Kecamatan Wanokaka
s:
mempunyai luas panen kacang tanah sebesar 2 Ha. Tetapi, di tahun 2015 luas panen kacang
tp
ht
tanah di Kecamatan Wanokaka sebesar nol. Artinya, di Kecamatan Wanokaka sudah tidak
lagi ditanami kacang tanah. Kondisi ini didukung dengan produksi dan juga produktivitas
komoditi ini pada grafik 23 dan 24. Pada grafik 22 juga menunjukkan bahwa luas panen
kacang tanah di Kecamatan Tana Righu mengalami kenaikan dari yang semula hanya 4 Ha
di tahun 2014 bertambah menjadi 10 Ha di tahun 2015. Sedangkan Kecamatan lainnya
tidak membubidayakan kacang tanah yang ditunjukkan dengan luas panen sebesar 0 Ha
ka
rat
Produksi kacang tanah Kabupaten Sumba Barat di tahun 2015 adalah sebesar 11 ton
ba
dan mengalami kenaikan yang cukup tinggi yaitu sebesar 83,33 persen dibanding tahun
ba
2014. Berdarkan grafik 22 terlihat bahwa Kecamatan Tana Righu sebagai satu-satunya
um
o .id
s .g
bp
b.
ka
r at
ba
ba
um
//s
Luas panen kacang hijau di Kabupaten Sumba Barat selama tahun 2015 tercatat
ht
sebesar 13 Ha atau mengalami kenikan yang sangat signifikan hingga mencapai 225
persen dibandingkan dengan tahun 2014. Luas panen tanaman kacang hijau untuk wilayah
kecamatan menunjukkan keadaan yang sedikit berbeda di tahun 2015 dibandingkan dengan
keadaan tahun 2014. Data menunjukkan bahwa di wilayah Kecamatan Lamboya dan
Wanokaka memiliki luas panen kacang hijau yang sama yakni sebesar 6 Ha, sedangkan
Kecamatan Laboya Barat memiliki luas panen terkecil yaitu sebesar 1 Ha.. Kecamatan
Loli, Kota Waikabubak dan Kecamatan Tana Righu untuk tahun 2015 tidak
membubidayakan kacang hijau yang ditunjukkan dengan luas panen sebesar 0 Ha.
ka
r at
Produksi kacang hijau Kabupaten Sumba Barat di tahun 2015 adalah sebesar 11 ton
ba
atau mengalami kenaikan yang signifikan hingga 267 persen dibanding tahun 2014.
ba
Dengan adanya penambahan luas panen, maka data produksi kacang hijau yang
um
tahun 2015.
s:
kecamatan di Kabupaten Sumba Barat. Data menunjukkan bahwa di tahun 2015 rata-rata
produksi 8,45 Kw/Ha sedangkan keadaan tahun 2014 sebesar 7,71 Kw/Ha atau mengalami
kenaikan rata-rata hasil kacang hijau sebesar 9,64 persen.
b.
ka
- Produksi Kedelai
r at
ba
ba
Kedelai merupakan salah satu jenis bahan makanan yang mempunyai kandungan
um
protein yang cukup tinggi serta merupakan komponen dasar pembuatan tempe. Jenis
tanaman kedelai sampai saat ini belum mendapatkan minat yang besar dari masyarakat
//s
untuk banyak dibudidayakan, hal ini terlihat dari luas panen dan produktivitas yang sedikit.
s:
tp
Data tahun 2014 menunjukkan bahwa hanya Kecamatan Wanokaka yang mengusahakan
ht
tanaman kedelai. Pada tahun 2015, Kecamatan Wanokaka sudah tidak lagi mengusahakan
tanaman kedelai. Tetapi, Kecamatan Loli, Kota Waikabubak dan Tana Righu mulai
mengusahakan tanaman kedelai di tahun 2015. Meskipun demikian, dari tabel 7.2 terlihat
bahwa luas panen, produksi serta rata-rata hasil produksi mengalami penurunan dari tahun
2014.
Rata-rata hasil
.id
Luas Panen (Ha) (Kw/Ha) Produksi (Ton)
o
.g
Kecamatan 2014 2015 2014 2015 2014 2015
s
bp
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
b.
Lamboya - - - - - -
ka
Wanokaka 17 - 7,84 - 13 -
L aboya Barat - - at - - - -
r
Loli - 1 - 8,84 - 0,88
ba
Sub sektor perkebunan di Sumba Barat masih tergolong perkebunan rakyat sehingga
belum dapat berkembang dan dikelola secara baik. Berdasarkan jumlah persentase
produksi tiap komoditas perkebunan di tahun 2016, kelapa, kopi dan kakao merupakan
komoditas utama sepanjang tahun 2015.
Grafik 28 menujukkan bahwa persentase luas area perkebunan menurut jenis
tanaman. Sebanyak 43 persen atau 7.570 Ha area perkebunan di Kabupaten Sumba Barat
ditanami kelapa, 4 persen atau 683 Ha area perkebunan ditanami kopi, 4 persen atau 737
Ha ditanami kakao dan sisanya sebesar 49 persen atau 8.480 Ha ditanami tanaman
perkebunan lainnya. Tanaman perkebunan lainnya meliputi jambu mete, kemiri, kapuk,
cengkeh, pinang, vanili, asam, jarak rambutan, jarak pagar, tembakau, sirih dan lontar.
Grafik 29 dibawah ini menunjukkan secara lebih jelas terkait luas areal dan jumlah
um
kelapa mampu menghasilkan produksi terbesar yaitu sekitar 1.112 ton di tahun 2016.
s:
Selanjutnya ada komoditi lainnya dengan luas area sekitar 8.480 Ha mampu menghasilkan
tp
sekitar 1.062 ton di tahun 2016. Hasil terkecil ada pada komoditi kakao dengan luas area
ht
Kelapa
Kecamatan Karet Kelapa Kopi Lada Kakao Lainnya
Sawit
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
.id
Lamboya - 80 - 18 - 8 65
o
.g
Wanokaka - 730 - 8 - 3 339
s
Laboya Barat - 68 - 10 - 10 32
bp
Loli - 11 - 10 - 2 148
b.
Kota - 36 - 10 - 5 3
ka
Waikabubak at
r
Tana Righu - 187 - 16 - 6 475
ba
Berdasarkan tabel 7.3, dapat didapatkan informasi bahwa perkebunan terbesar untuk
s:
komoditas kelapa yaitu Kecamatan Wanokaka denga total produksi 730 ton. Sedangkan
tp
ht
produksi terendah terdapat di Kecamatan Loli yaitu sebesar 11 ton. Sedangkan untuk
komoditas kopi, produksi terbanyak juga terdapat di Kecamatan Lamboya yaitu sebesar 18
ton. Untuk komoditas karet, kelapa sawit dan lada tidak terdapat di Kabupaten Sumba
Barat.
c. Produksi Peternakan
Salah satu tujuan dari pembangunan di sektor peternakan adalah meningkatkan
populasi ternak serta hasil-hasilnya agar pendapatan peternak juga meningkat dan
kebutuhan konsumsi protein hewani oleh masyarakat dapat terpenuhi. Sumba Barat
mempunyai potensi yang besar dalam pengembangan ternak karena sebagian wilayahnya
terdiri dari padang rumput dan pakan ternak juga cukup tersedia.
ternak yang ada di Kabupaten Sumba Barat pada tahun 2016. Persentase terbesar adalah
kelompok ternak unggas yaitu sebesar 83 persen atau sekitar 364.346 ekor. Sedangkan
//s
ternak kecil dan ternak besar mempunyai persentase masing-masing sebesar 12 persen dan
s:
tp
5 persen dengan jumlah ternak sebesar 53.054 ekor dan 19.626 ekor.
ht
.id
(1) (2) (3) (4)
o
.g
01. Lamboya 228 3 230 1 274
s
02. Wanokaka 319 2 361 907
bp
03. Laboya Barat 235 1 870 764
b.
ka
04. L o l i 238 2 396 884
05. Kota Waikabubak 126
r at 1 357 1 331
ba
Secara umum jumlah populasi ternak besar tahun 2016 di Kabupaten Sumba Barat
tp
mengalami kenaikan sebesar 30,63 persen dibanding dengan keadaaan tahun 2015.
ht
Kenaikan jumlah populasi terbesar ada pada ternak kuda dengan persentase kenaikan
sebesar 129,55 persen dibandingkan tahun 2015. Ternak sapi juga mengalami kenaikan
meskipun tidak sebesar kenaikan ternak kuda, yaitu sebesar 19,60 persen. Ternak besar
yang populasinya mengalami kenaikan terkecil ada pada ternak kerbau yang meningkat
sebesar 10,26 persen dibandingkan tahun 2015.
Dari tabel 7.4 dapat diketahui sebaran populasi ternak besar pada masing-masing
kecamatan di Kabupaten Sumba Barat. Populasi sapi potong terbesar ada di Kecamatan
Tana Righu dan populasi terkecil pada Kecamatan Kota Waikabubak dengan besar
populasi masing-masing sebesar 404 ekor dan 126 ekor. Di Kecamatan Lamboya, populasi
kerbau menempati populasi terbesar di Kabupaten Sumba Barat pada tahun 2016 dengan
besar populasi sebesar 3.230 ekor. Sedangkan untuk populasi kuda terbesar ada di
Kecamatan Kota Waikabubak dengan besar populasi sebesar 1.331 ekor.
.id
01. Lamboya 4 564 483 -
o
.g
02. Wanokaka 3 876 405 -
s
bp
03. Laboya Barat 2 754 304 -
b.
04. L o l i 12 845 488 -
ka
05. Kota Waikabubak 22 783 at 397 -
06. Tana Righu 3 631 509 15
r
ba
Secara umum jumlah populasi ternak kecil tahun 2016 di Kabupaten Sumba Barat
s:
mengalami penurunan sebesar 3,03 persen dibanding dengan keadaaan tahun 2015.
tp
Penurunan jumlah populasi terbesar ada pada ternak babi dengan persentase penurunan
ht
sebesar 3,42 persen dibandingkan tahun 2015. Tetapi, ternak domba dan ternak kambing
mengalami kenaikan, yaitu sebesar 4,95 dan 15,38 persen dengan jumlah populasi masing-
masing sebesar 2.586 dan 15 ekor.
Dari tabel 7.5 dapat diketahui sebaran populasi ternak kecil pada masing-masing
kecamatan di Kabupaten Sumba Barat. Populasi babi terbesar ada di Kecamatan Kota
Waikabubak dan populasi terkecil pada Kecamatan Laboya Barat dengan besar populasi
masing-masing sebesar 22.783 dan 2.754 ekor. Sedangkan untuk populasi kambing,
populasi terbesar ada di Kecamatan Tana Righu sebesar 509 ekor dan populasi terkecil ada
di Kecamatan Laboya Barat sebesar 304 ekor. Populasi domba merupakan populasi yang
paling sedikit untuk populasi ternak kecil, yaitu hanya sejumlah 15 ekor pada tahun 2016.
Hanya ada 1 kecamatan yang terdapat ternak domba, yaitu Kecamatan Tana Righu
sebanyak 15 ekor.
.id
kampung terbesar berada di kecamatan Kota Waikabubak yang mencapai 20 persen dari
o
.g
total jumlah di keseluruhan wilayah kecamatan di Kabupaten Sumba Barat. Populasi ternak
s
unggas jenis ayam ras pedaging dan itik terbesar juga berada di Kecamatan Kota
bp
Waikabubak yang masing-masing mencapai 58 persen dan 69 persen dari total jumlah
b.
ka
keseluruhan. r at
ba
Tabel 7.6
ba
Perikanan adalah sub sektor pertanian yang potensinya di Indonesia bagian Timur
belum dimanfaatkan semaksimal mungkin. Produksi sub sektor ini merupakan salah satu
sumber pangan yang potensial untuk perbaikan status gizi disamping sebagai komoditas
yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Perikanan dalam hal ini dibagi menjadi
2 jenis, perikanan tangkap dan perikanan budidaya.
Rumah tangga perikanan tangkap di Kabupaten Sumba Barat pada tahun 2016 hanya
.id
mencakup perikanan laut, sedangkan perikanan umum tidak ada. Jumlah rumah tangga
o
.g
perikanan tangkap mengalami kenaikan pada tahun 2016 sebesar 2,29 persen dibandingkan
s
bp
pada tahun sebelumnya. Berdasarkan grafik 33, terlihat bahwa rumah tangga perikanan
b.
tangkap terbesar ada di Kecamatan Wanokaka sebesar 1.139 rumah tangga, disusul oleh
ka
Kecamatan Lamboya sebesar 456 rumah tangga. Kecamatan yang tidak mempunyai rumah
at
tangga perikanan adalah Kecamatan Kota Waikabubak dna Kecamatan Loli.
r
ba
ba
um
//s
s:
tp
ht
Kecamatan Wanokaka dengan hasil sebesar 1.664,86 ton, menurun dari tahun 2015 yang
ba
um
sebesar 1.785,40 ton. Hasil perikanan tangkap paling sedikit ada di Kecamatan Tana Righu
yang memproduksi sebesar 132,43 ton. Kecamatan yang sama sekali tidak ada hasil dari
//s
.id
7.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
o
.g
Kegiatan sektor pertambangan dan penggalian belum banyak berkembang di
s
Kabupaten Sumba Barat. Hasil utama dari sektor ini berupa batu-batuan dan pasir yang
bp
digunakan oleh sektor konstruksi.
b.
ka
at
Tabel 7.7
r
Nilai Tambah Bruto, Peranan dan Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian di
ba
Pertumbuhan
Nilai Tambah Peranan
Tahun (ADHK’10)
(Rp. Juta) (%)
//s
(%)
(1) (2) (3) (4)
s:
tp
Sumber : PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
Pada tahun 2016 nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor pertambangan dan
penggalian mencapai 19.640,4 juta rupiah atau meningkat sebesar 9,6 persen dibandingkan
tahun 2015. Sedangkan kontribusi sektor pertambangan dan penggalian dari tahun ke
tahun relatif stabil berkisar 1,03 smpai 1,09 persen (lihat Tabel 7.7).
.id
penggalian, sektor ini dari tahun ke tahun memiliki perkembangan yang relatif stabil
o
terhadap kontibusinya bagi PDRB Sumba Barat yaitu dibawah dua persen.
s .g
bp
Tabel 7.8
b.
Nilai Tambah Bruto, Peranan dan Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan
ka
di Sumba Barat, 2012 – 2016
r at
Pertumbuhan
ba
(%)
(1) (2) (3) (4)
um
Sumber: PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
*) angka sementara
**) angka sangat sementara
di Kabupaten Sumba Barat adalah perusahaan tekstil dan pakaian jadi sebesar 36 persen.
Selanjutnya, usaha/perusahaan terbanyak kedua adalah perusahaan makanan dan minuman
//s
logam, bukan mesin dan peralatannya dengan persentase sebesar 7 persen dari keseluruhan.
Pertumbuhan
Nilai Tambah Peranan
Tahun (ADHK’2010)
(Rp. Juta) (%)
(%)
(1) (2) (3) (4)
2012 420,0 0,04 6,28
.id
2013 426,4 0,03 6,89
o
2014 572,0 0,04 19,41
s .g
2015*) 715,2 0,04 13,48
bp
2016**) 954,3 0,05 12,04
b.
ka
Sumber: PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
*) angka sementara
rat
**) angka sangat sementara
ba
ba
Pada tahun 2016 total listrik yang dibangkitkan mengalami kenaikan menjadi sebesar
um
13.070.061 KWh. Adanya kenaikan jumlah listrik yang dibangkitkan juga turut
//s
menyebabkan kenaikan dalam jumlah listrik yang disalurkan, yaitu sebesar 16.278.243
s:
KWH. Sedangkan jumlah pelanggan listrik di tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar
tp
5,2 persen dibandingkan dengan keadaan tahun 2015. Adanya peningkatan jumlah
ht
pelanggan listrik ini disebabkan adanya pengalihan pelanggan listrik yang sebelumnya
menggunakan alat listrik meteran menjadi pengguna alat listrik dengan menggunakan
pulsa, dan pelanggan listrik dengan pulsa ini, oleh pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN)
dikelompokkan sebagai pelanggan listrik (lihat tabel 7.10).
.id
2013 12 946 805 10 943 977 9 980
o
.g
2014 11 405 984 11 257 575 11 120
s
2015 11 240 509 11 124 905 12 090
bp
2016 13 070 061 16 278 243 12 715
b.
ka
Sumber:PT. PLN ( Persero) Ranting Waikabubakr at
ba
7.5. Sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
ba
penditribusian air melalui berbagai saluran pipa untuk kebutuhan rumah tangga dan
//s
industri. Termasuk juga kegiatan pengumpulan, penjernihan dan pengolahan air dan sungai,
s:
danau, mata air, hujan dll. Tidak termasuk pengoperasian peralatan irigasi untuk keperluan
tp
pertanian. Peranan kategori ini terhadap perekonomian di Kabupaten Sumba Barat selama
ht
5 tahun terakhir sebesar 0,01 persen. Sedangkan laju pertumbuhannya selalu di atas 4
persen (lihat tabel 7.11). Sebagai informasi tambahan, pengadaan air di Kabupaten Sumba
Barat ini masih didominasi oleh penjualan air oleh pihak perorangan yang jalur
distribusinya sampai ke tingkat desa karena di wilayah ini masih banyak daerah yang
kekurangan air bersih dan sarana pengadaan air bersih. Adapun Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) di Kabupaten Sumba Barat tidak beroperasi lagi di tahun 2012 hingga
sekarang.
Pertumbuhan
Nilai Tambah Peranan
Tahun (ADHK’2010)
(Rp. Juta) (%)
(%)
(1) (2) (3) (4)
.id
2012 107,78 0,01 5,57
o
2013 119,07 0,01 7,44
.g
2014 129,24 0,01 4,71
s
bp
2015*) 138,02 0,01 4,45
b.
2016**) 148,81 0,01 4,17
ka
at
Sumber: PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
r
ba
*) angka sementara
ba
Kabupaten Sumba Barat tahun 2016 meningkat sekitar 12,58 persen menjadi 116.945,18
tp
ht
juta rupiah dengan kontribusinya 6,39 persen dan laju pertumbuhan pada sektor ini yaitu
5,57 persen (Tabel 7.12). Kegiatan sektor bangunan/konstruksi di Sumba Barat secara
umum masih tergantung pada berbagai permintaan pelaksanaan pekerjaan konstruksi oleh
pemerintah. Sementara permintaan kegiatan konstruksi oleh pihak swasta masih relatif
rendah. Oleh karena itu pergerakan sektor ini selalu mengikuti naik turunnya belanja
pembangunan fisik di daerah ini.
Pertumbuhan
Peranan terhadap
Tahun Nilai tambah ADHB (Rp. Juta) (ADHK’2010)
PDRB (%)
(%)
.id
(1) (2) (3) (4)
o
2012 73 985,8 6,36 7,04
.g
2013 81 825,1 6,23 5,32
s
bp
2014 92 663,7 6,31 5,82
b.
2015*) 103 879,31 6,32 5,50
ka
2016**) 116 945,18 at
r 6,39 5,57
Sumber: PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
ba
*) angka sementara
ba
Sektor tersier memiliki ciri yang berbeda dengan sektor produksi yang telah dibahas
pada bab terdahulu. Output dari kegiatan pada sektor tersier bukan berupa barang, melainkan
.id
jasa pelayanan yang diberikan dan dinikmati oleh pihak lain. Sektor tersier yang akan
o
.g
dibahas pada bab ini mencakup sektor perdagangan bedar dan eceran, reparasi mobil dan
s
bp
sepeda motor; transportasi dan pergudangan; penyediaan akomodasi dan makan minum;
b.
informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; real estate; jasa perusahaan;
ka
administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib; jasa pendidikan; jasa
at
kesehatan dan kegiatan sosial; serta jasa lainnya.
r
ba
ba
8.1 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
um
Sektor ini mencakup kegiatan ekonomi di bidang perdagangan besar dan eceran, tanpa
//s
merubah teknis, dari berbagai jenis barang dan memberikan imbalan jasa yang mengiringi
s:
barang-barang tersebut. Baik penjualan secara grosir (perdagangan besar) maupun eceran
tp
merupakan tahap akhir dalam pendistribusian barang dagangan. Kategori ini juga mencakup
ht
Pertumbuhan
Peranan terhadap (ADHK’00)
Tahun Nilai tambah ADHB (Rp. Juta)
PDRB (%)
.id
(%)
o
(1) (2) (3) (4)
s .g
2012 186 211,27 16,00 8,19
bp
2013 209 192,15 15,92 6,86
b.
ka
2014 232 660,14 r at 15,85 5,81
Sumber: PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
//s
s:
*) angka sementara
tp
angkutan darat serta pergudangan dan jasa penunjang angkutan termasuk pos dan kurir. Hal
//s
ini dikarenakan di Kabupaten Sumba Barat tidak memiliki pelabuhan untuk sarana
s:
pengoperasian transportasi laut dan juga tidak memiliki bandara untuk sarana pengoperasian
tp
ht
transportasi udara.
Berdasarkan tabel 8.2 dapat diketahui bahwa peranan sektor transportasi dan
pergudangan di Kabupaten Sumba Barat mempunyai peranan yang stabil dalam
perekonomian selama 5 tahun terakhir, yaitu berkisar antara 2 persen per tahun. Dari tabel
8.2 juga dapat diketahui bahwa pertumbuhan sektor ini terus mengalami kenaikan setiap
tahunnya, dari 3,99 persen di tahun 2012 menjadi 4,70 persen di tahun 2016.
Pertumbuhan
Peranan terhadap (ADHK’00)
Tahun Nilai tambah ADHB (Rp. Juta)
PDRB (%)
(%)
.id
(1) (2) (3) (4)
o
2012 24 864,20 2,14 3,99
s .g
2013 27 534,74 2,10 5,32
bp
b.
2014 30 279,10 2,06 5,80
ka
2015*) 33 506,17 at 2,04 4,51
r
ba
Sumber: PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
//s
*) angka sementara
s:
.id
- Kerikil 184,09 154,14 148,24
o
- Tanah 1,7 - -
s.g
Jumlah 533,92 532,22 496,98
bp
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi Kab. Sumba Barat
b.
ka
r at
8.3 Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
ba
ba
Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum ini mencakup penyediaan makanan
um
dan minuman untuk konsumsi segera serta penyediaan akomodasi penginapan jangka pendek
untuk pengunjung dan pelancong lainnya. Selama 5 tahun terakhir, sektor ini memiliki
//s
peranan yang konstan terhadap perekonomian Kabupaten Sumba Barat sekitar 0,3 persen.
s:
tp
Pertumbuhan sektor ini juga konstan, yaitu selalu di atas 6 persen setiap tahunnya (lihat tabel
ht
8.4).
Pertumbuhan
Peranan terhadap (ADHK’00)
Tahun Nilai tambah ADHB (Rp. Juta)
PDRB (%)
(%)
.id
(1) (2) (3) (4)
o
2012 3 763,01 0,32 6,64
s .g
2013 4 343,54 0,33 7,72
bp
b.
2014 5 028,32 0,34 6,75
ka
2015*) 5 868,92 at 0,36 7,19
r
ba
Sumber: PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
//s
*) angka sementara
s:
Jumlah hotel di Kabupaten Sumba Barat mengalami kenaikan. Pada tahun 2014,
terdapat 8 hotel yang terdiri dari hotel berbintang dan hotel melati. Sedangkan pada tahun
2015 dan 2016 terdapat 9 hotel.
ka
at
Pada grafik 39, terlihat jelas berapa lama rata-rata lama menginap tamu asing dan tamu
r
ba
domestik per bulannya di Kabupaten Sumba Barat. Turis asing rata-rata menginap selama 1
ba
hingga 2 hari, sedangkan turis domestik rata-rata menginap 2 hingga 3 hari. Dari grafik 39
um
juga dapat diketahui bahwa pada Bulan Agustus dan Feburari merupakan bulan dengan nilai
rata-rata lama menginap tamu domestik paling tinggi, sedangkan Bulan November dan Juni
//s
merupakan bulan dengan rata-rata lama inap rendah. Untuk turis asing, Bulan Agustus
s:
tp
menjadi bulan dengan rata-rata lama inap paling tinggi dan Bulan Mei menjadi bulan dengan
ht
Sektor informasi dan komunikasi mempunyai peranan yang penting sebagai penunjang
s:
aktivitas di setiap bidang ekonomi. Dalam era globalisasi, jasa telekomunikasi menjadi
tp
indokator dalam kemajuan suatu bangsa. Dalam 5 tahun terakhir, peranan sektor ini cukup
ht
stabil di angka sekitar 6 persen. Sedangkan jika dilihat dari segi pertumbuhan cukup
berfluktuatif pada 4,42 hingga 5,51 persen.
Pertumbuhan
Peranan terhadap (ADHK’00)
Tahun Nilai tambah ADHB (Rp. Juta)
PDRB (%)
(%)
.id
(1) (2) (3) (4)
o
2012 73 785,16 6,34 4,95
s .g
2013 82 730,20 6,30 5,51
bp
b.
2014 89 201,51 6,08 4,42
ka
2015*) 94 055,28 at 5,73 4,50
r
ba
Sumber: PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
//s
*) angka sementara
s:
Sektor ini mencakup aktivitas keuangan, termasuk asuransi, reasuransi dan kegiatan
dana pensiun, jasa penunjang keuangan serta kegiatan dari pemegang aset. Di Kabupaten
Sumba Barat, subsektor aktivitas jasa keuangan memegang peranan yang besar dalam sektor
jasa keuangan dan asuransi. Selama tahun 2012 hingga 2016, peranan sektor jasa keuangan
dan asuransi selalu mengalami peningkatan. Dari yang semula hanya 4,66 persen di tahun
2011 menjadi 5,01 persen di tahun 2016. Tetapi, pertumbuhan sektor jasa keuangan dan
asuransi ini cukup berfluktuatif selama 5 tahun terakhir, berkisar antara 7,65 hingga 8,82
persen (lihat tabel 8.6).
Pertumbuhan
Peranan terhadap (ADHK’00)
Tahun Nilai tambah ADHB (Rp. Juta)
PDRB (%)
(%)
.id
(1) (2) (3) (4)
o
2012 54 302,76 4,66 8,41
s .g
2013 63 569,64 4,84 8,82
bp
b.
2014 72 716,59 4,95 7,65
ka
2015*) 82 196,39 at 5,00 8,15
r
ba
Sumber: PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
//s
*) angka sementara
s:
Perkembangan Bank, nilai tabungan, giro dan posisi pinjaman perbankan dari tahun
2014-2016 secara lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 8.7 dibawah ini.
.id
· Cabang 2 2 2
o
· Cabang pembantu 2 2 2
s .g
· Unit cabang 1 1 1
bp
2. Tabungan
b.
· Penabung 78 545 89 218 68 693
· Nilai (Rp. 000)
ka
601 536 940 692 930 490 505 008579
r at
3. Giro (Rp. 000) 53 506 737 79 163 030 424 855 319
ba
4. KIK/KMKP
ba
Nasabah KIK - 16 -
um
Sektor real estate mencakup kegiatan persewaan, agen dan atau perantara dalam
penjualan atau pembelian real estate serta penyediaan jasa real estate lainnya. Kontribusi
sektor real estate relatif stabil bagi perekonomian Kabupaten Sumba Barat. Selama 5 tahun
terakhir, peranan sektor real estate ini kurang dari 3 persen. Sedangkan pertumbuhan sektor
ini relatif mengalami penurunan (lihat tabel 8.8).
.id
Tabel 8.8
o
.g
Pertumbuhan dan Peranan Sektor Real Estate,
s
bp
Tahun 2012–2016
b.
ka
Pertumbuhan
at Peranan terhadap (ADHK’00)
Tahun Nilai tambah ADHB (Rp. Juta)
PDRB (%)
r
ba
(%)
ba
Sumber: PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
*) angka sementara
**) angka sangat sementara
Sektor jasa perusahaan merupakan sektor jasa yang mencakup berbagai macam
kegiatan yang mendukung operasional usaha atau bisnis secara umum. Selain itu, sektor ini
juga mencakup. semua kegiatan profesional, ilmu pengetahuan dan teknik. Di Kabupaten
Indikator Ekonomi Kabupaten Sumba Barat 2016 79
Sumba Barat, peranan sektor ini cukup stabil selama 5 tahun terakhir dengan besar peranan
sebesar 0,2 persen terhadap perekonomian. Tetapi, pertumbuhan sektor ini mengalami
penurunan dalam kurun waktu yang sama (lihat tabel 8.9).
Tabel 8.9
Pertumbuhan dan Peranan Sektor Jasa Perusahaan,
Tahun 2012–2016
o .id
.g
Pertumbuhan
Peranan terhadap (ADHK’00)
s
Tahun Nilai tambah ADHB (Rp. Juta)
bp
PDRB (%)
(%)
b.
(1) (2) (3) (4)
ka
2012 2 349,65
r at 0,20 3,94
ba
Sumber: PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
*) angka sementara
**) angka sangat sementara
Pertumbuhan
Peranan terhadap (ADHK’00)
Tahun Nilai tambah ADHB (Rp. Juta)
PDRB (%)
.id
(%)
o
(1) (2) (3) (4)
s .g
2012 190 438,89 16,36 6,69
bp
2013 217 842,69 16,58 7,36
b.
ka
2014 244 853,99 r at 16,68 7,03
Sumber: PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
//s
s:
*) angka sementara
tp
Sumber pendapatan pemerintah Kabupaten Sumba Barat terdiri dari 3 komponen, yaitu
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain-Lain yang Sah.
Grafik 40 menunjukkan bahwa selama tahun anggaran 2016 sumber pendapatan terbesar
berasal dari Dana Perimbangan yang menyumbang sebesar 83 persen dari keseluruhan
pendapatan pemerintah.
Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kab. Sumba Barat
ba
langsung dan kelompok belanja tidak langsung. Selama tahun 2016, kelompok belanja tidak
//s
langsung memiliki persentase lebih kecil, yaitu 34 persen, dibandingkan dengan persentase
s:
tp
Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kab. Sumba Barat
ba
Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Daerah Kabupaten Sumba Barat pada tahun
um
Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016
.id
60 968 844 812
o
a. Pajak Daerah / Regional Tax 00 698 322 409
.g
b. Retribusi Daerah 2 210 906 054
s
bp
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 11 238 605 416
b.
d. Lain-lain PAD yang sah 35 821 010 933
ka
1.2. Dana Perimbangan
r at 567 972 414 064
a. Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 9793 402 512
ba
b. Dana Darurat -
tp
c. Dana Bagi Hasil Pajak dari Propinsi dan Pemerintah 11 075 289 166
ht
Daerah Lainnya
d. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 42 607 900 000
f. Lainnya -
Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kab. Sumba Barat
Berlanjut...
Uraian Realisasi
(1) (3)
2. Belanja Daerah 713 328 479 810
2.1. Belanja Tidak Langsung 245 760 165 525
a. Belanja Pegawai 187 846 151 125
.id
b. Belanja Bunga -
o
c. Belanja Subsidi -
.g
s
d. Belanja Hibah 4 174 850 400
bp
e. Belanja Bantuan Sosial 13 800 000
b.
f. Belanja Bantuan Bagi Hasil Kepada -
ka
Propinsi/Kabupaten/Kota at
r
g. Belanja Bantuan Keuangan Kepada 53 725 364 000
ba
ba
Propinsi/Kabupaten/Kota
um
Sektor ini mencakup kegiatan pendidikan pada berbagai tingkatan dan untuk berbagai
pekerjaan, termasuk juga pendidikan negeri dan swasta. Tingkat pendidikan dikelompokkan
menjadi kegiatan pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi dan pendidikan
lain seperti jasa penunjang pendidikan dan pendidikan anak usia dini. Selama 5 tahun
terakhir, peranan sektor jasa pendidikan terhadap perekonomian Kabupaten Sumba Barat
.id
mengalami peningkatan. Pada tahun 2012, sektor jasa pendidikan menyumbang 9,81 persen
o
.g
dari total perekonomian atau sekitar 114.161,1 juta rupiah. Sedangkan di tahun 2016, sektor
s
jasa pendidikan menyumbang 10,32 persen atau sekitar 188.846,03 juta rupiah. Meskipun
bp
demikian, pertumbuhan sektor jasa pendidikan di periode yang sama mengalami
b.
ka
pertumbuhan yang fluktuatif (lihat tabel 8.12).
r at
ba
Tabel 8.12
ba
Tahun 2012–2017
//s
s:
Pertumbuhan
Peranan terhadap (ADHK’00)
tp
(%)
(1) (2) (3) (4)
Sumber: PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
*) angka sementara
**) angka sangat sementara
Indikator Ekonomi Kabupaten Sumba Barat 2016 86
Di Kabupaten Sumba Barat terdapat 148 sekolah pendidikan dasar dan menengah
yang tersebar di 6 kecamatan. Dari grafik 42 dapat terlihat bahwa sebagian besar sekolah di
Kabupaten Sumba Barat didominasi oleh sekolah dasar dengan persentase sekitar 61 persen
atau sekitar 91 unit. Sedangkan sekolah menengah pertama sejumlah 37 unit atau sekitar 25
persen dan sekolah menengah atas sejumlah 20 unit atau sekitar 14 persen.
o .id
s .g
bp
b.
ka
r at
ba
ba
um
//s
s:
tp
ht
Sektor ini mencakup semua kegiatan penyediaan jasa kesehatan yang diberikan oleh
tenaga profesional terlatih sampai kegiatan sosial yang tidak melibatkan tenaga kesehatan
profesional. Selama 5 tahun terakhir, peranan sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial cukup
berfluktuatif mulai dari 1,38 persen hingga 1,44 persen. Sedangkan untuk pertumbuhannya,
sektor ini cenderung mengalami penurunan dalam kurun waktu yang sama (lihat tabel 8.13).
Pertumbuhan
Peranan terhadap (ADHK’00)
Tahun Nilai tambah ADHB (Rp. Juta)
PDRB (%)
(%)
.id
(1) (2) (3) (4)
o
2012 16 787,07 1,44 3,90
s .g
2013 18 184,72 1,38 3,11
bp
b.
2014 20 191,11 1,38 3,25
ka
2015*) 22 738,96 at 1,38 3,39
r
ba
Sumber: PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
*) angka sementara
//s
Barat. Fasilitas kesehatan di Kabupaten Sumba Barat berjumlah sekitar 245 unit dimana 222
unit atau 86 persennya merupakan posyandu dan 23 unit atau sekitar 9 persennya merupakan
polindes. Hanya terdapat 2 unit rumah sakit (1 persen) dan 9 puskesmas (4 persen).
Sektor jasa lainnya mencakup semua kegiatan dari kegiatan kesenian, hiburan, rekreasi
ht
serta jasa lainnya. Di Kabupaten Sumba Barat, sektor jasa lainnya mempunyai peranan yang
cukup stabil dalam 5 tahun terakhir yaitu sekitar 2 persen. Sedangkan pertumbuhannya
mengalami kondisi yang cenderung menurun dalam rentang waktu yang sama (lihat tabel
8.14).
Pertumbuhan
Peranan terhadap (ADHK’00)
Tahun Nilai tambah ADHB (Rp. Juta)
PDRB (%)
.id
(%)
o
(1) (2) (3) (4)
s .g
2012 24 304,51 2,09 2,94
bp
2013 27 226,84 2,07 3,21
b.
ka
2014 29 563,66 at
r 2,01 2,34
Sumber: PDRB Kabupaten Sumba Barat menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016
//s
*) angka sementara
s: