ETIOLOGI
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV.
Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang berupa agen viral
yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat
terhadap limfosit T.
C. KLASIFIKASI
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS
(kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita
AIDS (Zuya Urahman, 2009).
1.
Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori
klinis B dan C.
a.
b.
Limpanodenopati
generalisata
yang
persisten
(PGI:
Persistent
Generalized
Limpanodenophaty)
c.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut dengan sakit yang
menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
2.
Kategori Klinis B
Angiomatosis Baksilaris
b.
c.
d.
Gejala konstitusional seperti panas (38,5 C) atau diare lebih dari 1 bulan.
e.
f.
Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda/ terjadi pada lebih dari satu
dermaton saraf.
g.
h.
u. Toksoplamosis otak
v. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus (HIV)
D. PATOFISIOLOGI
Sel T dan makrofag serta sel dendritik/ langerhans (sel imun) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa
dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lewat
pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen
grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human
Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan
banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam
usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman
ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA
ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi
infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali
virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan
oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari
sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang
memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan
mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu,
mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan
untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.
Menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif.
Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel
T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi (herpes zoster dan jamur
oportunistik) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan
menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis
mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila
terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1-2 minggu pasien akan
merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan
mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan
ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi
1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik,
yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang
disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus,
mikrobakterial, atipikal:
g. Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif.
3. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf), dilakukan dengan biopsy pada
waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
4. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun
akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody
terbentuk dalam 3-12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6-12 bulan. Hal ini
menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes
positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah
dan memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang ujikadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau
plasma. Tes tersebut, yaitu:
a. Tes Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi
hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody
Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
b. Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan
seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
c. Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
d. Radio Immuno Precipitation Assay (RIPA)
Mendeteksi protein dari pada antibody.
e. Pelacakan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus (HIV)
untuk melacak perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut disebut
protein virus p24, pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk
HIV-1. tapi kadar p24 pada penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV) sangat rendah, pasien dengantiter p24 punya kemungkinan lebih lanjut
lebih besar dari menjadi AIDS.
H. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan
berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
a. kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency
Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan
motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
b. Enselophaty
akut,
karena
reaksi
terapeutik,
hipoksia,
hipoglikemia,
Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal
dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus,
dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal
nafas.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar,
infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
a. Pandangan: Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b. Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan
efek nyeri
I.
PENATALAKSANAAN
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency
Virus (HIV), bisa dilakukan dengan:
1. Melakukan abstinensi seks/ melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak
terinfeksi.
2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang
tidak terlindungi.
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human
Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5. Mencegah infeksi kejanin/ bayi baru lahir.
Pengkajian
a. Identitas
Nama
: Ny.J
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: 34 tahun
Status perkawinan
: Belum menikah
Pendidikan
: SD
Suku/Bangsa
: Indonesia
Alamat
: Ds pakis tuban
Pekerjaan
: WTS
Sumber informasi
: Pasien
b.
c.
Riwayat Keperawatan
Riwayat Penyakit Sekarang:
P: Ny.J diare sudah 1 bulan yg lalu, sebelumnya sudah dibawa ke puskesmas
terdekat dan sudah diberikan oralit serta obat diare tp smpai saat ini tdk
sembuh, sehingga dibawa ke RS
Q: diare sering muncul dg feses yg encer disertai mukus. Timbulnya tiba2.
Sehari hampir 6-7 kali keluar masuk WC
R: diare pada sistem pencernaannya
S: diare sangat mengganggu pekerjaan dan segala aktivitasnya selama 1bulan
terakhir ini
T: diare muncul hampir setiap hari. Mulai pagi hingga pagi lagi.
Riwayat Penyakit Dahulu: Ny.J sering mengalami mual nyeri lambung
Riwayat Penyakit Keluarga: ibunya telah meninggal karena AIDS
Body System
B1 (Breathing)
Ny.J tampak mudah lelah
Napasnya terkadang memendek
Terkadang batuk
B2 (Blood)
Konjungtiva Ny.J tampak anemis
Tekanan darah hipotensi (90/60 mmHg)
Nadi takikardi (110 x/menit
B3 (Brain)
Terdapat herpeszooster
Dan neuropati perifer
Biasanya pada klien HIV tingkat kesadarannya apatis
B4 (Bladder)
Ny.J merasakan rasa terbakar saat miksi
B5 (Bowel)
Ny.J diare sudah 1bulan tdk sembuh
BB menurun
Turgor kulit buruk
B6 (Bone)
Ny.J merasakan nyeri panggul
Terlihat lelah.
f.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
a. Tes Enzim-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Tujuan: mengidentifikasi spesifik untuk HIV, dimana tes ini tidak menegakkan diagnosa
AIDS tapi hanya menunjukan seseorang terinfeksi atau pernah terinfeks, orang
yang didalam darahnya mengandung antibody HIV disebut seropositif
b. Westeren Blot Assay
Tujuan: mengenali antibody HIV dan memastikan seropositif HIV
2.
ANALISA DATA
Data
DS:
Etiologi
Invasi mikroorganisme ke
Masalah
Gangguan
Keseimbangan Cairan
dan Elektrolit
Do:
N : 110x/menit
dalam kolon
TD : 90/60 mmHg
RR : 16 x/menit
konjungtiva anemis
Tampak lelah
BB menurun
Turgor buruk
Kulit kering
Gangguan Keseimbangan
Pemeriksaan lab:
Na 98 mmol/L
K 2,8 mmol/L
Mal absorbsi
Diare
Cl 110 mmol/L
3.
Diagnose keperawatan
DIAGNOSA
TUJUAN
KRITERIA HASIL
13-03-2015
KEPERAWATAN
Gangguan
Diare berkurang
08-00
Keseimbangan Cairan
dapat
diare berat
mempertahankan
hidrasi
Tgl/Jam INTERVENSI
RASIONAL
IMPLEMENTASI
13-03-15 Pantau tanda-tanda vital Indikator dari volumememantau tanda-tanda vital.
08.00
cairan sirkulasi.
Catat peningkatan suhu Meningkatkan
dan durasi demam.
berlebihan.
Indikator tidak langsung mengkaji tugor kulit,
rasa haus
Timbang berat badan Meskipun kehilangan
haus.
menimbang berat badan sesuai
sesuai indikasi.
indikasi.
keseimbangan cairan,
hari.
dan melembabkan
Hilangkan makanan
membran mukosa.
Mungkin dapat
yang potensial
mengurangi diare
menyebabkan diare,
makanan berkadar
kubis, susu.
Berikan cairan/
Mungkin diperlukan
untuk mendukung/
makanan/ IV.
Pantau hasil
terus menerus.
Bermanfaat dalam
pemeriksaan
memperkirakan
laboratorium sesuai
kebutuhan cairan.
Elektolit serum/urine,
BUN/ Kreatinin.
Berikan obat-obatan
Mengurangi insiden
Memberikan obat-obatan
sesuai indikasi:
muntah, menurunkan
Antiemetik, Antidiare,
Antidiare, Antiseptik
Antiseptik
fases, membantu
mengurangi demam dan
respons
hipermetabolisme,
menurunkan kehilangan
cairan tak kasatmata.
4.
Evaluasi
: Tn. W
3. Umur
: 40 tahun
4. Jenis kelamin
: Laki-laki
5. Alamat
: Jakarta
B. Analisa Data
DS:
Diare sudah 1 bulan tak sembuh-sembuh meskipun sudah berobat kedokter.
Tn. W mengatakan bahwa dia diare cair kurang lebih 15x/hari
DO:
Hasil foto thorax, pleural effusion kanan
Hasil LAB :
1. Hb 11 gr/dl
2. Leukosit 20.000/uL
3. Trombosit 160.000/uL
4. LED 30 mm
5. Na 98 mmoL/L
6. K 2,8 mmol/L
7. Cl 110 mmol/L
1.
2.
Riwayat Penyakit:
Sekarang:
Tn. K datang ke RSA dengan keluhan diare sudah sebulan tak kunjung sembuh
meskipun sudah berobat ke dokter. Pekerjaan Tn. K adalah supir truk dan dia baru
saja menikah dua tahun yang lalu. Tn. K mengatakan bahwa dia diare cair 15 x
hari dan BB menurun 7 kg dalam satu bulan serta sariawan mulut tak kunjung
sembuh meskipun telah berobat dan tidak nafsu makan
Terdahulu: .
3.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian.
Serologis
Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi
bukan merupakan diagnosa
Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
T8 (sel supresor sitopatik)
Rasio terbalik (2 : 1) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper (T8 ke T4)
mengindikasikan supresi imun.
P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
Budaya
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan
sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri,
viral.
Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun
akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody
terbentuk dalam 3-12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6-12 bulan. Hal ini
menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes
positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah
dan memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji
kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau
plasma. Tes tersebut, yaitu:
Tes Enzym-Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya
menunjukkan
bahwa
seseorang
terinfeksi
atau
pernah
terinfeksi
Human
C. Diagnosa keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih
2. Resiko terhadap infeksi b.d imunodefisiensi
Analisa data
No Data
Etiologi
DS :
diare sudah 1 bulan tak sembuh-sembuh meskipun
Masalah
DS :
Tn. K mengatakan BB menurun 7 kg dalam 1 bulan
Diagnosa Keperawatan
1.
Kekurangan volume
mempertahankan hidrasi
cairan berhubungan
berlebih
elektrolit
Mengurangi resiko
2.
imunodefisiensi
Tujuan
terjadinya infeksi
Mempertahankan daya
tahan tubuh
Kriteria Hasil
Terpenuhinya kebutuhan
maksimal 2x sehari
Infeksi berkurang
Daya tahan tubuh
meningkat
Intervensi
Mandiri
Pantau adanya infeksi : demam,
mengigil, diaforesis, batuk, nafas
pendek, nyeri oral atau nyeri
menelan.
Ajarkan pasien atau pemberi
perawatan tentang perlunya
melaporkan kemungkinan infeksi.
Pantau jumlah sel darah putih dan
diferensial
Pantau tanda-tanda vital termasuk
suhu.
Awasi pembuangan jarum suntik dan
mata pisau secara ketat dengan
menggunakan wadah tersendiri.
Kolaborasi
Beriakan antibiotik atau agen
antimikroba, misal : trimetroprim
(bactrim atau septra), nistasin,
pentamidin atau retrovir.
Rasional
Deteksi dini terhadap infeksi penting untuk
melakukan tindakan segera. Infeksi lama dan
berulang memperberat kelemahan pasien.
Berikan deteksi dini terhadap infeksi.
Peningkatan SDP dikaitkan dengan infeksi
Memberikan informasi data dasar, peningkatan
suhu secara berulang-ulang dari demam yang
terjadi untuk menunjukkan bahwa tubuh
bereaksi pada proses infeksi ang baru dimana
obat tidak lagi dapat secara efektif mengontrol
infeksi yang tidak dapat disembuhkan.
Mencegah inokulasi yang tak disengaja dari
pemberi perawatan.
Menghambat proses infeksi. Beberapa obatobatan ditargetkan untuk organisme tertentu,
obat-obatan lainya ditargetkan untuk
meningkatkan fungsi imun