Kelompok 13
Husnal Chairi H.
F24110013
Nindya Atika I.
F24110030
Nina Ivana
F24110046
F24110061
Andhika Prasetyo
F24110074
Rena Christdianti
F24110091
Winda Syafitri
F24110107
F24110125
Desatmi
F24135003
2013
ABSTRAK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asam glutamat merupakan kelompok asam amino non-essensial dan
mempunyai peranan penting dalam kaitannya dengan kehidupan manusia.
Setidaknya terdapat tiga alasan utama yang mendasari urgensi asam glutamat
untuk diangkat dalam tulisan ini. Tiga alasan tersebut antara lain terkait
dengan pentingnya fungsi asam glutamat dan turunannya di dalam tubuh,
fungsi strategis asam glutamat dalam meningkatkan citarasa, serta isu
kesehatan
yang
terkait
atau
berusaha
dikaitkan
dengan
konsumsi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asam Glutamat
Beberapa orang ahli berpendapat bahwasanya defenisi dari Monosodium
Glutamate atau Mononatrium Glutamate adalah garam asam glutamat yang
berperan sebagai penghasil rasa umami (gurih) dengan formula HOO-CCH(NH2)CH2CH2COONa yang dihasilkan dari hidrolisa protein nabati atau larutan dari
limbah penggilingan gula tebu atau bit (Pramadi 2006). Asam glutamat terdiri dari
5 atom karbon dengan 2 gugus karboksil yang pada salah satu karbonnya
berkaitan dengan NH2 yang menjadi ciri asam amino (Sukawan 2008).
2.2 Sejarah Asam Glutamat
Penemuan asam glutamat bermula pada abad ke-8 dengan diawali
penggunaan rumput laut kering sebagai bahan dalam poses pembuatan sup di
Jepang (Sugita 2002). Diketahui bahwa ganggang laut (Laminaria sp) yang
digunakan sebagai bumbu penyedap (konbu) masakan di Jepang, merupakan
substansi yang dapat mengaktifkan rasa (Sukawan 2008). Sejak tahun 1866,
Ritthausen, yang merupakan seorang ahli kimia yang berasal dari Jerman, berhasil
dalam penelitiannya mengisolasi asam glutamat. Baru pada 1908, seorang
ilmuwan Jepang, Prof. Kikunae Ikeda menemukan bahwa asam glutamat adalah
senyawa yang bertanggung jawab atas penguatan rasa pada konbu.
2.3 Teknologi Fermentasi Asam Glutamat
Beberapa tahapan yang dilakukan dalam proses fermentasi asam glutamat,
yaitu :
a. Pemilihan bahan baku
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan MSG adalah tetes tebu,
dextrose,dan raw sugar. Gula-gula yang dimanfaatkan bakteri sebagai substrat
adalah fermentable sugar (sukrosa, fruktosa dan glukosa). Selain cane
molasses, tepung tapioca yang merupakan pati dan raw sugar juga dapat
digunakan untuk bahan baku fermentasi MSG (Kurihara 2009).
b. Persiapan bakteri dan media
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Bahan Baku Pembuatan Asam Glutamat
Bahan baku (sumber gula) yang digunakan pada industri fermentasi
asam glutamat, umumnya, mengacu pada kondisi geografis tempat
pemrosesan. Misalnya Amerika Serikat menggunakan sirup jagung, Asia
Selatan menggunakan tapioka, serta molases pada Eropa dan Amerika
Selatan. Hal yang menarik adalah pemanfaatan sumber gula pada industri
glutamat China yang menggunakan jagung. China sebagai produsen jagnung
terbesar di dunia memanfaatkan instrumen pengalihan ekspor jagung menjadi
bahan baku dalam negeri untuk menjaga tingkat harga di petani serta
mendorong industri dalam negeri yang efisien karena murahnya bahan baku.
Contoh industri dalam negeri yang dibawa dalam tulisan ini adalah
PT. Palur Raya. PT. Palur Raya menggunakan bahan baku berupa tetes tebu
sebagai sumber energi/media pertumbuhan bakteri dalam proses fermentasi
dan beet mollases yang berguna untuk meningkatkan rendemen MSG. Tetes
tebu diperoleh dari pabrik-pabrik gula disekitar lokasi pabrik sedangkan beet
molase diperoleh secara impor dari negara Mesir. Perbandingan penggunaan
molase tebu dan molase beet adalah 200 ton beet untuk 5000 ton molase tebu.
Kualitas bahan baku akan mempengaruhi kualitas MSG yang nantinya
dihasilkan . Molase yang diterima PT. Palur Raya harus memenuhi standar
yang ditetapkan yaitu :
Kandungan Utama
Komposisi
Minimal 55 %
Kadar Ca
0,8-1,3 %
Berat jenis
1,4-1,6 kg/L
Brix
Minimal 800
industrinya. Proses produksi, biasanya dijalankan dengan tipe proses fedbatch dimana gula ditambahkan pada saat proses fermentasi berlangsung.
Alasan utamanya menggunakan proses fed-batch dibanding dengan proses
batch, dimana semua komponen tersedia pada saat awal proses, adalah
dengan penggunaan proses batch dibutuhkan konsentrasi gula yang lebih
tinggi. Konsentrasi gula yang tinggi dapat memicu terjadinya oksidasi tidak
sempurna dari gula itu sendiri menjadi laktat ataupun asam asetat yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga menurunkan yields.
Proses pembuatan MSG di PT. Palur Raya menggunakan metode
fermentasi asam glutamat, pada dasarnya proses produksi MSG di PT Palur
Raya dapat dikelompokkan dalam 3 bagian unit produksi yaitu unit
fermentasi, unit isolasi, dan unit refining. Proses fermentasi dilakukan dalam
fermentor secara fed batch.
Proses fermentasi asam glutamat dilakukan dengan bantuan bakteri
penghasil asam glutamat. Fermentasi asam glutamat (GA) menggunakan
bakteri Micrococcus glutamicus atau yang sekarang disebut Corynebacterium
glutamicus. Bakteri ini termasuk ke dalam gram positif, tidak membentuk
spora, non-motil, serta memerlukan biotin untuk tumbuh. Bakteri akan
mengonversi glukosa dan memetabolismenya menjadi asam glutamat.
Pembentukan asam glutamat akan menyebabkan terjadi penurunan
kadar gula dan pH. Proses fermentasi selesai setelah 32 jam dan cairan hasil
fermentasi disebut Thin Broth yang kemudian mengalami proses pemisahan
antara asam glutamat dengan mother liquornya yang disebut tahap isolasi.
Proses unit isolasi dilakukan pemekatan Thin Broth menggunakan evaporator
dan hasil pemekatannya disebut Concentate Broth ditambah hydrogen source
untuk menurunkan pH hingga 3,2 dan membentuk kristal yang berwarna
coklat bening dan siap melewati unit refining. Proses refining untuk
menjernihkan warna sirup MSG cair dengan menggunakan karbon aktif.
Proses berikutnya dengan pengeringan untuk mendapatkan kristal
MSG yang putih, kering dan sesuai dengan bentuk yang dikehendaki. Pada
makalah ini hanya akan dibahas mengenai proses fermentasi asam glutamat
Mollases Treatment
Tahap ini berguna untuk mengurangi kadar Ca dalam bahan baku
yang
pH tetap stabil. Apabila proses seeding telah selesai maka diperoleh cairan
seeding yang mengandung banyak bakteri penghasil asam glutamat.
Selanjutnya cairan tersebut harus dipindahkan ke fermentor untuk proses
fermentasi.
Pengaliran cairan seeding ke fermentor harus terjaga dari kontaminasi,
oleh karena itu pipa dari seeding ke fermentor harus di sterilisasi terlebih
dahulu dengan uap panas selama 15 menit. Setelah itu barulah cairan seeding
dialirkan menuju fermentor.
c. Fermentasi
Proses fermentasi dilakukan di dalam fermentor secara fed batch.
Kapasitas proses fermentasi ini adalah tetes sebanyak 22,5 ton dengan pH
sebesar 4,6 dan brix 16. Bahan-bahan lain yang ditambahkan untuk proses
fermentasi adalah 1 kg MgSO4; 0.5 kg FeSO4; 0.5 kg mono potasium phospat
dan 0.5 kg asam sitrat. Perlu juga ditambahkan NH 3 untuk meningkatkan pH
menjadi 7,4.
Penambahan udara ke dalam fermentor sebelum media masuk
dimaksudkan untuk mencegah tekanan vakum di dalam tangki yang
memungkinkan terjadinya kontaminasi. Setelah media masuk ke dalam tangki
atur pH sampai 7,4 dan atur suhu jangan sampai diatas 340 C. Setelah kondisi
memenuhi syarat, bakteri dari seeding masuk.
Selama fermentasi ditambahkan aliran udara bervolume 20 m3 /menit
kemudian akan naik perlahan untuk memacu pertumbuhan bakteri. Untuk
bisa memproduksi asam glutamat diperlukan udara sebesar 60-70 m3 /menit .
Bakteri akan mengonversi glukosa untuk tumbuh dan mengubahnya menjadi
asam glutamat sehingga kadar gula dan pH turun. Bila kadar gula dibawah
9% maka perlu penambahan tetes dari tangki feeding dan bila pH turun dapat
ditambah dengan NH3. Setelah proses fermentasi selama 28-30 jam, asam
glutamat yang terbentuk 6-8% (Thin broth) dengan kadar gula 2,5-3%
(Wulansari 2005).
Feeding adalah tetes yang ditambahkan ke dalam fermentor, berfungsi
untuk menambah senyawa karbon (gula) yang merupakan substrat fermentasi.
Molase mangandung biotin yang berfungsi sebagai vitamin untuk
dikonsumsi
bersama-sama
dengan
makanan
masih
sangat
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Proses fermentasi asam glutamat yang saat ini dilakukan di industri,
dalam hal ini PT. Palur Raya, adalah tipe proses fed-batch. Hal ini didasari
atas efisiennya proses ini terkait penggunaan sumber gula yang lebih sedikit
apabila dibandingkan dengan proses batch. Sumber gula yang dapat
digunakan, umumnya, mengacu pada kondisi geografis tempat pemrosesan.
PT. Palur menggunakan bahan baku molases dan juga beet molases yang
diimpor dari Mesir. Bakteri yang digunakan dalam proses fermentasi ini
adalah Corynebacterium glutamicus. Proses fermentasi dibagi dalam tiga
DAFTAR PUSTAKA
Andamari Wulan. 2004. Mempelajari Proses Produksi Monosodium Glutamat
(MSG) Di PT. Palur Raya, Surakarta. Laporan Praktek Lapang. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ardyanto T.D.2004.MSG dan kesehatan : sejarah, efek dan kontroversinya.
Jurnal. Inovasi .vol.1 (XVI) : 52-56.
FSANZ. 2003. Monosodium Glutamate : A Safety Assessment, Technical Report
Series No. 10. Food Standards Australia New Zealand.
Hui Y H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. New York : John
Wiley and Sons, Inc.
Jinap S dan J Hajeb. 2010. Glutamate. Its applications in food and contribution to
health. Jurnal. Appetite. 55 (2010): 1-10.
Pramadi D. Desember 2006. Flavor Enhancer dalam Produk Pangan. Food
Review: 29-32.
Sano C. 2009. History of glutamate production. Jurnal. The American Journal of
Clinical Nutrition.90 (suppl):728S32S.
Schiffman S.S. 1983. Taste and smell in disease. N.Engl. J.Med. 308:1275-1279.
Sugita Y. 2002. Flavor Enhancers. Di dalam: Branen A, Davidson P, Salminen S,
Thorgate J, editor. Food Additives. New York: Marcel Dekker, Inc
Sukawan U. 2008. Efek toksik Monosodium Glutamat (MSG) pada binatang
percobaan.Jurnal. Sutisning ( Jan 2008): 306-314.
Wulansari Any. 2005. Proses Fermentasi Asam Glutamat di PT. Palur Raya.
Laporan Praktek Lapang. Fakultas Teknologi Pertanian: Universitas
Katolik Soegijapranata
Yamaguchi K. dan Ninomiya K. 2000. Umami and food palatability. J.Nutr.
130:921S-926S.