Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN TUMOR MEDIASTINUM e.c LYMPHOMA

Disusun oleh:
SITTI ALMIKA FRIDA
NIM 4006130048

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN IX


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG
2014

LAPORAN PENDAHULUAN
TUMOR MEDIASTINUM e.c LYMPHOMA
1. Pengertian
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu
rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar,
pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah
bening dan salurannya.
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di mediastinum yaitu rongga
imaginer di antara paru kiri dan kanan. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah
besar, trakea, timus, kelenjar getah bening dan jaringan ikat.
Tumor adalah suatu benjolan abnormal yanga ada pada tubuh, sedangkan
mediastinum adalah suatu rongga yang terdapat antata paru-paru kanan dan paru-paru
kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea,
kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Jadi, Tumor
mediastinum adalah tumor yang berada di daerah mediastinum. Tidak ada hal yang
spesifik yang dapat mencegah tumor mediastinum ini. Tetapi jika kita terbiasa
berperilaku hidup sehat insyaalloh kita akan tehindar dari penyakit tumor dan kanker.
(dr. Agus Rahmadi, 2010)
2. Anatomi Fisiologi Mediastinum
Batas ruang mediastinum, atas: pintu masuk toraks, bawah: diafragma, lateral:
pleura mediastinalis, posterior : tulang belakang, anterior : sternum. Karena rongga
mediastinum tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ
penting di sekitarnya dan dapat mengancam jiwa. Kebanyakan tumor mediastinum
tumbuh lambat sehingga pasien sering datang setelah tumor cukup besar, disertai
keluhan dan tanda akibat penekanan tumor terhadap organ sekitarnya.
Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting:
1. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra
torakal ke-5 dan bagian bawah sternum.
2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma
didepan jantung.
3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke
diafragma dibelakang jantung.
4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke
diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior.

3. Etiologi
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah:
1. Penyebab kimiawi
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih
cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.
2. Faktor genetik (biomolekuler)
Perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan
pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
3. Faktor hormone
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian
peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa
dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi oleh hormone tersebut.

4. Penyebab bioorganisme
Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan
ditemukannya hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang
percobaan. Namun ternyata konsep itu tidak berkembang lanjut pada manusia
5. Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh
jamur pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.
6. Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik
trauma fisik maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang
berasal ari sinar matahari maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan
radiasi bom atom.
4. Patofisiologi
Sebagaimana bentuk kanker/karsinoma lain, penyebab dari timbulnya
karsinoma jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga
berbagai faktor predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan manifestasi
tumbuhnya

jaringan/sel-sel

kanker

pada

jaringan

mediastinum.

Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat
maupun timbul dalam suatu proses yang memakan waku bertahun-tahun untuk
menimbulkan manifestasi klinik. Adakalanya berbagai bentuk karsinoma sulit
terdeteksi secara pasti dan cepat oleh tim kesehatan. Diperlukan berbagai pemeriksaan
akurat untuk menentukan masalah adanya kanker pada suatu jaringan.
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi maka
secara mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya; pelepasan berbagai
substansia pada jaringan normal seperti prostalandin, radikal bebas dan proteinprotein reaktif secara berlebihan sebagai ikutan dari timbulnya karsinoma
meningkatkan daya rusak sel-sel kanker terhadap jaringan sekitarnya; terutama
jaringan yang memiliki ikatan yang relatif lemah.
Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang longgar
mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih mudah untuk pecah
dan menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya (metastase) melalui kelenjar,
pembuluh darah maupun melalui peristiwa mekanis dalam tubuh.
Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanik
menyebabkan penekanan (direct pressure/indirect pressure) serta dapat menimbulkan
destruksi jaringan sekitar; yang menimbulkan manifestasi seperti penyakit infeksi
pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum,

bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah (hemaptoe) manakala telah
melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah.
Kondisi kanker juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder;
sehingga kadangkala manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi
saluran nafas seperti pneumonia, tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik pada
kanker ini kurang dijumpai gejala demam yang menonjol.
5. Klasifikasi
1. Timoma
Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor yang
banyak terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Dalam golongan umur 50
tahun, tumor ini terdapat dengan frekuensi yang meningkat. Tidak terdapat
preferensi jenis kelamin, suku bangsa atau geografi. Gambaran histologiknya
dapat sangat bervariasi dan dapat terjadi komponen limfositik atau tidak.
Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan infiltrate di dalam organ-organ
sekelilingnya dan tidak dalam bentuk histologiknya. Pada 50% kasus terdapat
keluhan lokal. Thymoma juga dapat berhubungan dengan myasthenia gravis, pure
red cell aplasia dan hipogamaglobulinemia. Bagian terbesar Thymoma
mempunyai perjalanan klinis benigna. Penentuan ada atau tidak adanya
penembusan kapsul mempunyai kepentingan prognostic. Metastase jarak jauh
jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan terapi bedah. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Stage dari Timoma:
1. Stage I : belum invasi ke sekitar
2. Stage II : invasi s/d pleura mediastinalis
3. Stage III : invasi s/d pericardium
4. Stage IV : Limphogen / hematogen
5. Teratoid
2. Kista Dermoid
Contoh dari kista dermoid adalah dahak penderita mengandung gigi, tulang,
rambut.
3. Teratoma (Mesoderm)
Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur jaringan yang
asing pada daerah dimana tumor tersebut muncul. Teratoma paling sering
ditemukan pada mediatinum anterior. Teratoma yang histologik benigna
mengandung terutama derivate ectoderm (kulit) dan entoderm (usus).
Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma, tumor teratokarsinoma dan
karsinoma embrional atau kombinasi dari tumor itu menduduki tempat yang
terpenting. Penderita dengan kelainan ini adalah yang pertama-tama perlu
mendapat perhatian untuk penanganan dan pembedahan.

Mengenai teratoma benigna, dahulu disebut kista dermoid, prognosisnya cukup


baik. Pada teratoma maligna, tergantung pada hasil terapi pembedahan radikal dan
tipe histologiknya, tapi ini harus diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi. (Aru
W. Sudoyo, 2006).
4. Limfoma
Secara keseluruhan, limfoma merupakan keganasan yang paling sering pada
mediastinum. Limfoma adalah tipe kanker yang terjadi pada limfosit (tipe sel
darah putih pada sistem kekebalan tubuh vertebrata). Terdapat banyak tipe
limfoma. Limfoma adalah bagian dari grup penyakit yang disebut kanker
Hematological. Pada abad ke-19 dan abad ke-20, penyakit ini disebut penyakit
Hodgkin karena ditemukan oleh Thomas Hodgkin tahun 1832. Limfoma
dikategorikan sebagai limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin.
5. Tumor Tiroid
Tumor tiroid merupakan tumor berlobus, yang berasal dari Tiroid.
6. Kista pericardium
Ini adalah kista dengan dinding yang tipis, terisi cairan jernih yang selalu dapat
menempel pada perikard dan kadang-kadang berada dalam hubungan terbuka
dengan perikard itu. Yang terbanyak terdapat di ventral, di sudut diafragma
jantung. Kista ini juga dikenal sebagai kista coelom. Kista pleuroperikardial
adalah kelainan congenital, tetapi baru muncul manifestasi pada usia dewasa.
Sampai desenium ke 5 atau 6, ukuran tumor biasanya secara lambat bertambah,
tetapi jarang sampai lebih dari 10 cm. pada fluoroskopi, kista-kista ini sering
terlihat sebagai rongga-rongga dengan dinding yang tipis dengan perubahan
bentuk pada pernapasan dalam. Kista-kista coelom di sebelah kanan harus
differensiasi dengan lemak parakardial dan dengan hernia diafragmatika melalui
foramen Morgagni. Kista-kista ini sering terdapt, meskipun tentang hal ini tidak
ada data yang jelas. Kista ini tidak menimbulkan keluhan, infeksi sangat jarang
dan malignitasnya tidak diketahui. Karena itu ekstirpasi hanya diperlukan pada
keraguan yang serius mengenai diagnosisnya atau pada ukuran kista yang sangat
besar.
7. Tumor neurogenic
Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak terdapat,
manifestasinya hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval, berbatas licin, terletak
jaug di mediastinum belakang. Tumor ini dapat berasal dari saraf intercostals,
ganglia simpatis, dan dari sel-sel yang mempunyai cirri kemoreseptor. Tumor ini

dapat terjadi pada semua umur, tetapi relative frekuen pada umur anak. (Aru W.
Sudoyo, 2006)
Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan ditemukan pada foto
thorax rutin. Gejala biasanya merupakan akibat dari penekanan pada struktur yang
berdekatan. Nyeri dada atau punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor
pada nervus interkostalis atau erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan dispneu
merupakan gejala yang berhubungan dengan kompresi batang trakeobronchus.
Sewaktu tumor tumbuh lebih besar di dalam mediastinum posterosuperior, maka
tumor ini bisa menyebabkan sindrom pancoast atau Horner karena kompresi
peleksus brakhialis atau rantai simpatis servikalis.
Pembagian dari tumor neurogenik, menurut letaknya:
a. Dari saraf tepi: Neurofibroma, Neurolinoma
b. Dari saraf simpati:GanglionNeurinoma,Neuroblastoma,Simpatikoblastoma
c. Dari paraganglion: Phaeocromocitoma, Paraganglioma
8. Kista Bronkhogenik
Kista Bronkogen kebanyakan mempunyai dinding cukup tipis, yang terdiri dari
jaringan ikat, jaringan otot dan kadang-kadang tulang rawan. Kista ini dilapisi
epitel rambut getar atau planoselular dan terisi lendir putih susu atau jernih. Kista
bronkus terletak menempel pada trakea atau bronkus utama, kebanyakan dorsal
dan selalu dekat dengan bifurkatio. Kista ini dapat tetap asimptomatik tetapi dapat
juga menimbulkan keluhan karena kompresi trakea, bronki utama atau esophagus.
Kecuali itu terdapat bahaya infeksi dan perforasi sehingga kalau ditemukan
diperlukan pengangkatan dengan pembedahan. Gejala dari kista ini adalah batuk,
sesak napas s/d sianosis.
6. Manifestasi Klinis
1. Mengeluh sesak nafas, nyeri dada, nyeri dan sesak pada posisi tertentu
(menelungkup)
2. Sekret berlebihan
3. Batuk dengan atau tanpa dahak
4. Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien
5. Pernafasan tidak simetris
6. Unilateral Flail Chest
7. Effusi pleura
8. Egophonia pada daerah sternum
9. Pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru
10. Wheezing unilateral/bilateral
11. Ronchii
Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala pada
waktu presentasi .Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara 56 dan 65 persen

pasien menderita gejala pada waktu penyajian, dan penderita dengan lesi ganas jauh
lebih mungkin menunjukkan gejala pada waktu presentasi. Tetapi, dengan
peningkatan penggunaan rontgenografi dada rutin, sebagian besar massa mediastinum
terlihat pada pasien yang asimtomatik. Adanya gejala pada pasien dengan massa
mediastinum mempunyai kepentingan prognosis dan menggambarkan lebih tingginya
kemungkinan neoplasma ganas.
Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto
thorax rutin atau bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder
terhadap kompresi tumor atau invasi struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa
nonspesifik atau bisa membentuk kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik
untuk neoplasma spesifik.
Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :
1. Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
2. Gangguan menelan karena kompresi esophagus.
3. Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.
4. Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.
5. Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.
Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat
badan dan meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh
pasien dengan massa mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh
kompresi local atau invasi oleh neoplasma dari struktur mediastinum yang
berdekatan.
Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior.
Nyeri dada yang serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada
posterior dan nervus interkostalis. Kompresi batang trakhebronkhus biasanya
memberikan gejala seperti dispneu, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang
agak jarang yaitu stridor. Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau
gejala obstruksi. Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus
brakhialis masing-masing menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom Horner dan
sindrom Pancoast. Tumor mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling sering
berlokalisasi pada mediastinum superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa
menyebabkan paralisis diafragma.

7. Pemeriksaan Penunjang
1. Hb: menurun/normal
2. Analisa Gas Darah: asidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
3. Elektrolit: Natrium/kalsium menurun/normal
4. Pemeriksaan diagnostic
1. Rontgenografi
Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto dada
anterior-superior, lateral, oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram bila
perlu. Penentuan lokasi yang tepat amat penting untuk langkah diagnostik
lebih lanjut. CT scan thorax diperlukan untuk membedakan apakah lesi berasal
dari vaskuler atau bukan vaskuler. Hal ini perlu menjadi pertimbangan bila
bioopsi akan dilakukan, selain itu CT scan juga berguna untuk menentukan
apakah lesi tersebut bersifat kistik atau tidak. Pada langkah selanjutnya untuk
membedakan apakah massa tersebut adalah tumor metastasis, limfoma atau
tuberculosis/ sarkoidosis maka mediastinoskopi dan biopsy perlu dilakukan.
Dasar dari evaluasi diagnostik adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax
lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di
dalam mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada
bagian tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relatif massa
ini, dan apakah padat atau kistik.
2. USG
Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan lokasinya
di dalam mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa membantu lebih
lanjut dalam menggambarkan bentuk massa dan hubungannya dengan struktur
mediastinum lain, terutama esofagus dan pembuluh darah besar.
3. Tomografi Komputerisasi
Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam
mediastinum pada tahun belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk
diagnosis klinis. Dengan memberikan gambaran anatomi potongan melintang
yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu memisahkan massa
mediastinum dari struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan penggunaan
materi kontras intravena untuk membantu menggambarkan struktur vascular,
sidik CT mampu membedakan lesi asal vascular dari neoplasma mediastinum.
Sebelumnya, pemeriksaan angiografi sering diperlukan untuk membedakan
massa mediastinum dari berbagai proses pada jantung dan aorta seperti
aneurisma thorax dan suni aneurisma Valsava. Dengan perbaikan resolusi

belakangan ini, CT telah menjadi alat diagnostik yang jauh lebih sensitif
dibandingkan dengan teknik radiografi rutin. CT bermanfaat dalam diagnosis
kista bronkogenik pada bayi dengan infeksi berulang dan timoma dalam
pasien myasthenia gravis, kasus yang foto polosnya sering gagal mendeteksi
kelainan apapun. Tomografi komputerisasi juga memberikan banyak informasi
tentang sifat invasi relatif tumor mediastinum. Diferensiasi antara kompresi
dan invasi seperti dimanifestasikan oleh robeknya bidang lemak mediastinum
dapat dibuat dengan pemeriksaan cermat. Tambahan lagi, dalam laporan
belakangan ini, diagnosis prabedah pada sejumlah lesi yang mencakup kista
pericardial, adenoma paratiroid, kista enteric dan tumor telah dibuat dengan
CT karena gambarannya yang khas.
4. USG Germ Cell Mediastinum
Kemajuan dalam teknologi nuklir telah bermanfaat dalam mendiagnosis
sejumlah tumor. Sidik yodium radioiotop bermanfaat dalam membedakan
struma intratoraks dari lesi mediatinum superior lain. Sidik gallium dan
teknesium sangat memperbaiki kemampuan mendiagnosis dan melokalisir
adenoma parathyroid. Belakangan ini kemajuan dalam radiofarmakologi telah
membawa ke diagnosis tepat
5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) mempunyai potensi yang memungkinkan
diferensiasi struktur vascular dari massa mediastinum tanpa penggunaan
materi kontras atau radiasi. Di masa yang akan datang, teknik ini bisa
memberikan informasi unggul tentang ada atau tidaknya keganasan di dalam
kelenjar limfe dan massa tumor.
6. Biopsy
Berbagai teknik invasif untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia saat
ini. Perbaikan jelas dalam teknik sitologi telah memungkinkan penggunaan
biopsy aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis tiga perempat pasien lesi
mediastinum. Teknik ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis penyakit
metastatik pada pasien dengan keganasan primer yang ditemukan di manapun.
Kegunaan teknik ini dalam mendiagnosis tumor primer mediastinum tetap
akan ditegaskan.
8. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan kasus
tumor mediastinum
2. Obat-obatan

3. Immunoterapi
Misalnya interleukin 1 dan alpha interferon
1. Kemoterapi
Kemoterapi telah menunjukkan kemampuannya dalam mengobati beberapa
jenis tumor.
2. Radioterapi
Masalah dalam radioterapi adalah membunuh sel kanker dan sel jaringan
normal. Sedangkan tujuan radioterapi adalah meninggikan kemampuan
untuk membunuh sel tumor dengan kerusakan serendah mungkin pada sel
normal.
9. Komplikasi
Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer yang
utama dan hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau infeksi
dalam mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi melalui: perluasan dan
penyebaran

secara

langsung,

dengan

melibatkan

struktur-struktur

(sel-sel)

bersebelahan, dengan tekanan sel bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom


paraneoplastik, atau melalui metastatic di tempat lain. Empat komplikasi terberat dari
penyakit mediastinum adalah:
1. Obstruksi trachea
2. Sindrom Vena Cava Superior
3. Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
4. Rupture esofagus
10. Pencegahan
1. Menghindari merokok, dan mulai berhenti apabila telah merokok, karena
rokok merupakan penyebab utama kanker paru hindari ikut menghisap
asap rokok (perokok pasif) bagi yang bekerja di industri yang
menghasilkan polutan karsinogenik harus memperhatikan kesehatan dan
keselamatan kerja.
2. Berolah raga secara teratur untuk mempertahankan daya tahan tubuh
3. Melakukan pemeriksaan secara teratur terutama bagi yang berisiko tinggi,
agar dapat terdeteksi secara dini
11. Asuhan Keperawatan Tumor Mediastinum
a. Pengkajian
1. Identitas
Nama pasien
Umur : Karsinoma cenderung ditemukan pada usia dewasa
Jenis kelamin : Laki-laki lebih beresiko daripada wanita
Suku /Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering muncul adalah sesak nafas dan nyeri dada yang
berulang tidak khas, mungkin disertai batuk darah. Pada beberapa kasus sering
dilaporkan keluhan infeksi lebih menjadi sebab klien melakukan pemeriksaan ke
rumah sakit.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam
rentang waktu yang relatif lama dan berulang, adanya riwayat tumor pada organ
lain, baik pada diri sendiri maupun dari keluarga. Penyakit paru, jantung serta
kelainan organ vital bawaan dapat memperberat gejala klinis penderita.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
5. Pemeriksaan Per Sistem
1. Sistem pernafasan (B1)
Data Subyektif: sesak nafas, dada tertekan, nyeri dada berulang
Data Obyektif: hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak,
penggunaan otot diagfragma pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju
pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, terdengar
suara nafas abnormal, egophoni
2. Sistem kardiovaskuler (B2)
Data Subyektif: sakit kepala
Data Obyektif: denyut nadi meningkat, disritmia,

pembuluh

darah

vasokontriksi, kualitas darah menurun.


3. Sistem Persarafan (B3)
Data Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran
Data Obyektif: letargi
4. Sistem Perkemihan (B4)
Data Subyektif: Data Obyektif: produksi urine menurun
5. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Data Subyektif: lemah, cepat lelah
Data Obyektif: kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat, suhu kulit meningkat /normal, tonus otot
menurun, nyeri otot, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan,
flail chest
6. Sistem Pencernaan (B5)
Data Subyektif: mual, kadang muntah, anoreksia, disfagia, nyeri telan
Data Obyektif: konsistensi feses normal/diare, berat badan turun, penurunan
intake makanan
7. Sistem Endokrin (B7)
8. Pengkajian Psikososial
9. Personal Hygiene dan Kebiasaan
Perokok berat dapat terkena penyakit tumor mediastinum

10. Pengkajian Spiritual


11. Pemeriksaan Penunjang
b. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d adaptasi fisik tidak adekuat sekunder terhadap
penekanan jaringan paru oleh sel tumor.
2. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
muntah, peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel
dan efek radiasi/chemoterapi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi,
penurunan intake, demam.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare
akibat khemoterapi.
c. Rencana Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adaptasi fisik tidak adekuat
sekunder terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor
Tujuan: Keefektifan pola nafas
Kriteria Hasil: Suara nafas paru relatif bersih, laju nafas dalam rentang normal
dan tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi.
No. Intervensi

Rasional

1.

Lakukan pengkajian tiap 4 jamEvaluasi dan reassessment


terhadap RR, S, dan tanda-tandaterhadap
tindakan
yang
keefektifan jalan napas
akan/telah diberikan

2.

Lakukan Phisioterapi dada secaraMengeluarkan sekresi jalan


terjadwal.
nafas, mencegah obstruksi

3.

Berikan oksigen lembab, kajiMeningkatkan suplai oksigen


keefektifan terapi.
jaringan paru.

4.

Berikan antibiotic dan antipiretikMenurunkan


sesuai order, kaji keefektifan dansekunder.
efek samping ( diare )

5.

Lakukan pengecekan hitung SDMEvaluasi terhadap keefektifan


dan photo thoraks
sirkulasi oksigen, evaluasi
kondisi jaringan paru

6.

Lakukan suction secara bertahap Membantu pembersihan jalan


nafas.

7.

Catat hasil pulse oximeter bilaEvaluasi berkala keberhasilan


terpasang, tiap 2-4 jam.
terapi tindakan tim kesehatan

resiko

infeksi

2. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,


muntah, peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel
dan efek radiasi/chemoterapi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali


dan status nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Status nutrisi terpenuhi
- Nafsu makan klien timbul kembali
- Berat badan normal
- Jumlah Hb dan albumin normal
No

Intervensi

Rasional

Kaji
sejauh
manaMenganalisa
penyebab
ketidakadekuatan nutrisi klien
melaksanakan intervensi.

Timbang
indikasi

Memeberikan asupan
sesuai kebutuhan

Anjurkan
sering

Anjurkan
kebersihan
sebelum makan

Kolaborasi ahli gizi pemberian Makanan yang bervariasi dapat


makanan yang bervariasi.
meningkatkan nafsu makan klien.

Kolaborasi dengan dokter dalamMenstimulasi nafsu makan dan


pemberian suplemen dan obat-mempertahankan intake nutrisi
obatan peningkat nafsu makan. yang adekuat.

berat

makan

badan

sesuaiMengawasi
diet

keefektifan

secara

nutrisiKebutuhan pasien akan nutrisi


terpenuhi

sedikit

tapiTidak memberi rasa bosan dan


pemasukan
nutrisi
dapat
ditingkatkan
oralMulut yang bersih meningkatkan
nafsu makan.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi,


penurunan intake, demam.
Tujuan : Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil : Perilaku menampakkan kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan diri, pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa
aktivtas tanpa dibantu, koordinasi otot; tulang dan anggota gerak lainnya baik.
No

Intervensi

Rasional

Rencanakan
cukup.

Berikan latihan aktivitas secara bertahap Tahapan-tahapan yang diberikan


membantu proses aktivitas secara
perlahan dengan menghemat tenaga
namun
tujuan
yang
tepat,

periode

istirahat

yangMengurangi aktivitas yang tidak


diperlukan, dan energi terkumpul
dapat digunakan untuk aktivitas
seperlunya secar optimal.

mobilisasi dini.
3

Bantu
pasien
dalam
kebutuhan sesuai kebutuhan

memenuhiMengurangi pemakaian energi


sampai kekuatan pasien pulih
kembali

Setelah latihan dan aktivitas kaji responsMenjaga kemungkinan adanya


pasien
respons abnormal dari tubuh
sebagai akibat dari latihan

4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare


akibat khemoterapi.
Tujuan: Asupan cairan dan elektrolit dapat di penuhi.
Kriteria Hasil:
1. Intake adekuat
2. Tidak adanya muntah dan diare
3. Suhu tubuh dalam batas normal
No. Intervensi

Rasional

1.

Catat intake dan output

Evaluasi ketat kebuituhan intake dan


output

2.

Kaji dan catat suhu setiap 4 jamMeyakinkan terpenuhi kebutuhan cairan.


tanda deficit cairan.

3.

Catat pengeluaran feses tiap 4 jamEvaluasi objektif


atau bila perlu.
volume cairan.

4.

Lakukan perawatan mulut tiap 4Meningkatkan bersihan saluran cerna,


jam
meningkatkan nafsu makan/ minum.

sederhana

deficit

PATHWAY

DAFTAR PUSTAKA

Agus Rahmadi, 2010. http://www.eramuslim.com/konsultasi/sehat/tumor-mediastinum-ituapa.htm. Diakses tanggal 30 September 2010


Anonymuos, 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Limfoma. Diakses tanggal 30 September
2012
Anonymuous,

2010.

id.wikipedia.org/wiki/Tumor_mediastinum.

Diakses

tanggal

26

September 2012
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun
2002, Hal ; 52 64 & 240 249.
Sherwood Lauralee. 2011.Human Fysiology ; from cell to system.Ed 6. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M.dan Ahern R.Nancy.2011. NANDA Diagnosa, NIC; Intervensi, NOC;
Kriteria hasil; alih bahasa, Esty Wahyuningsih. Ed.9.Jakarta: EGC
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi 4,
Tahun 1995, Hal ; 704 705 & 753 - 763.

Anda mungkin juga menyukai