Anda di halaman 1dari 27

1

LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU

Oleh
Siti Aisyah Dwi Asri
NIM 132310101050

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2015

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................... i
LAPORAN PENDAHULUAN......................................................................... 1
A. Definisi Penyakit.......................................................................................... 1
B. Epidemiologi................................................................................................ 4
C. Etiologi......................................................................................................... 4
D. Tanda dan Gejala.......................................................................................... 5
E. Patofisiologi.................................................................................................. 7
F.

Komplikasi................................................................................................... 8

G. Pemeriksaan Penunjang............................................................................... 9
H. Clinical Pathway.......................................................................................... 12
I.

Penatalaksanaan Medis................................................................................ 14

J.

Penatalaksanaan Keperawatan..................................................................... 17
J.1

Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul (PES).......................... 21

J.2

Perencanaan/Nursing Care Plan......................................................... 22

J.3

Rencana Evaluasi

H. Daftar Referensi........................................................................................... 29
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS KELOLAAN....................................
A. Pengkajian...................................................................................................
B. Problem List................................................................................................
C. Rumusan Diagnosa Keperawatan................................................................
D. Perencanaan/Nursing Care Plan...................................................................
E. Catatan Keperawatan/Nursing Note.............................................................
F.

Catatan Perkembangan/Progress Note.........................................................

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Penyakit
Tuberkulosis atau TB paru adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru dan dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk

meningens,

ginjal,

tulang,

dan

nodus

limfe

(Suzanne,

2002).Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri


Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paruparu dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus
tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru(TB
Paru).Bakteri ini termasuk golongan bakteri batang tahan asam dan bersifat
aerobic (Price& Wilson, 2005). Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui
udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan
melalui droplet pada saat penderita batuk. Selain dapat ditularkan lewat batuk,
penyakit ini juga ditularkan lewat dahak. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat
menular dari penderita kepada orang lain. Karakteristik dari Mycobacterium
Tubercolosis yaituberukuran 03 x 2 sampai 4mm ukuran ini lebih kecildari
eritrosit, mudah mati pada air mendidih (5 pd suhu 80 0C, 20 pada suhu 60C),
mudah mati oleh sinar matahari, tahan hidup berbulan-bulan pada suhu yang
lembab, bertahun-tahun dalam kulkas (dormant), dan hidup sebagai parasit
intraseluler (sitoplasma makrofag) dalam jaringan karena banyak mengandung
lipid.
Jadi, dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
TB paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium
tuberculosis suatu basil yang tahan asam yang menyerang parenkim paru atau
bagian lain dari tubuh manusia melalui droplet yang dapat menyerang lewat udara
dari penderita ke orang lain. Factor risiko terserang TB paru yaitu kontak dekat
dengan penderita TB aktif, usia lanjut, imunosupresif, malnutrisi, pengguna obatobatan dan alkoholik, riwayat penyakit lain, imigran dari negara dengan insiden
TB yang tinggi, lingkungan rumah di bawah standart, petugas kesehatan, dan
individu tanpa perawatan kesehatan yang tidak adekuat.

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah untuk


menentukan paduan pengobatan yang sesuai, registrasi kasus secara benar,
menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif, dan analisis kohort hasil
pengobatan. Menurut Depkes (2007), klasifikasi penyakit TB paru dan tipe pasien
digolongkan menjadi :
1.

Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena


a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
b. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,

dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis pada TB Paru
a. Tuberkulosis paru BTA positif
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negative
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan atau dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi
pengobatan.

3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit


a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat
bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru
yang luas (misalnya proses far advanced), dan atau keadaan
umum pasien buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi,
dan kelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang,
TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
4. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi
beberapa tipe pasien, yaitu :
a. Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus Kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
d. Kasus setelah dating (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
e. Kasus pindahan (transfer in)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register
TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

f. Kasus lainnya
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
B. Epidemiologi
TB paru termasuk penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi
terutama di negara berkembang. Indonesia masih menempati urutan ke-3 di dunia
untuk jumlah kasus TB paru setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000
kasus baru TB paru dan sekitar 140.000 kematian akibat TB paru. Diseluruh dunia
tahun 2004, WHO melaporkan terdapat 3,8 juta kasus baru TB paru dengan 49%
kasus terjadi di Asia Tenggara (data WHO 2006). Sekitar 113 per 100.000 di Cina
dan 64 per 100.000 di Brasil. Di Amerika Serikat, keseluruhan tingkat kasus TB
paru adalah 4,9 per 100.000 orang pada tahun 2004 (CDC,2005). Berdasarkan
estimasi World Health Organization (WHO), daerah dengan kasus TB baru yang
tertinggi pada tahun 2009 adalah di daerah Asia Tenggara yang merupakan 35%
dari insidensi global. Sekitar 1,3 juta populasi meninggal akibat TB pada tahun
2009. Estimasi insidensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 430.000 kasus
dengan mortalitas sebesar 61.000.
C. Etiologi
Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh
mycobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan
ukuran sampai 4 mycron dan bersifat aerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paruparu merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari
lipid yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui
droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia melalui udara dan menginfeksi
(Depkes RI, 2002).Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex
adalah :

1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Menurut Depkes, 2006, menjelaskan mengenai cara penularan TB, yaitu :
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
D. Tanda dan Gejala
Gejala-gejala tuberkulosis terdiri atas gejala umum yaitu batuk terusmenerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih dan gejala lain, yang sering
dijumpai yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri
dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, malaise, berkeringat
malam walaupun tanpa kegiatan, serta demam/ meriang lebih dari sebulan.
Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam
(2006) dapat bermacam-macam antara lain :
1. Demam
Umumnya

subfebris,

kadang-kadang

40-410C,

keadaan

ini

sangat

dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman
tuberculosis yang masuk.
2. Batuk

Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
(nonproduktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk darah
haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat. Kebanyakan
batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
3. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas.
Sesaknafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura,
sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang
ditemukan.
5. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
seringditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala,
meriang,nyeri otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat
danhilang timbul secara tidak teratur.
6. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang timbul
belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
7. Berkeringat Banyak Terutama Malam Hari
Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit
Tuberculosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah
lanjut.
E. Patofisiologi
Port de entry kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Infeksi tuberculosis terjadi melalui udara
(airborn) yaitu melalui inhalasi dropetyang mengandung kuman-kuman basil

tuberkel

yang

berasal

dari

orang

yangterinfeksi.

Saluran

pencernaan

jugamerupakan tempat masuk utama bagi jenis bovin.


TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas yang diperantarai
oleh sel efektor (makrofag, limfosit sel T). Basil tuberkel yang mencapai
permukaan alveoli biasanyadiinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu
sampai tiga basil. Gumpalan terbesar basil tersebut cenderung tertahan di saluran
hidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Namun, setelah
basil berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atasparu atau di
bagian

atas

lobus

bawah

basil

tuberkel

ini

membangkitkanreaksi

peradangan.Leukosit polimortonuklear pada tempat tersebut memfagosit bakteri


namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama masa
leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia selulerini dapat
sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggalatau proses
dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atauberkembang biak, dalam
sel.
Basil juga menyebar melalui getah beningmenuju ke kelanjar getah bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang
dansebagian

bersatu

sehingga

membentuk

sel

tuberkel

epiteloid

yang

dikelilingioleh limfosit selama 10 sampai 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi


yang memberikan gambaran yangrelatif padat dan seperti keju disebut nekrosis
kaseosa.Daerah yang mengalami nekrosis akan membentuk jaringan granulasi dan
menjadi jaringan fibrosa yang akirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus ghon dengan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dari lesi primer dinamakan kompleks ghon yang
terlihat mengalami pengapuran pada hasil radiogram.Respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan yaitu bahan cairan lepas ke dalam
bronkus dan menimbulkan kavitas. Bahan tubercular yang dilepas oleh dinding
kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat

terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil dapat terbawa sampai ke
laring, telinga tengah atau usus.
Bila peradangan mereda, lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut.Bahan perkejaan dapat mengentaldan tidak dapat mengalir melalui
saluran penghubung, sehingga kavitasi penuh dengan bahan perkejuan dan lesi
mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat
tidakmenimbulkan gejala dalam waktu lama dan membentuk lagi hubungan
denganbronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit ini dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi padaberbagai
organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfe hematogen
yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen dapat menimbulkan
fenomena akut yang biasanya menyebabkan TB milier (Price & Wilson,2005).
F. Komplikasi
TB

paru

apabila

tidak

ditangani

dengan

baik

akan

menimbulkankomplikasi.Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb


paru dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Komplikasi dini
pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis.
2. Komplikasi pada stadium lanjut:
Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut
adalah:
a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan

kematian

karena

sumbatan

jalan

nafas

atau

syokhipovolemik
b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang
pecah

e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan
sebagainya
f. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Menurut Suriadi (2006) komplikasi dari TB Paru antara lain :
1. Meningitis
2. Spondilitis
3. Pleuritis
4. Bronkopneumoni
5. Atelektasis
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah
apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi
dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus
menyerupai tumor paru.
a.

Foto thorax
Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh primer
atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk rongga
akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat dapat
mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang
sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.

b.

Bronchografi
Pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru
karena TB.

Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan pleura,
efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen
dipinggir paru atau pleura).
2. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

10

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai


keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa SewaktuPagi-Sewaktu (SPS).
a. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
b. P (pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
c. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi (Depkes RI, 2007).
3. Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M.tuberculosis pada penanggulangan TB
khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka
terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan
identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam
beberapa situasi:
a. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
b. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.
c. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda
4. Pemeriksaan Tes Resistensi
Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu
melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar
internasional dan telah mendapatkan pemantapan mutu (Quality Assurance) oleh
laboratorium supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut
memberikan simpulan yang benar sehinggga kemungkinan kesalahan dalam
pengobatan MDR dapat dicegah
5. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Adanya peningkatan

11

LED biasanya disebabkan peningkatan imunoglobulin terutama IgG dan


IgA.Jumlah limfosit masih di bawah normal sedangkanLED mulai meningkat.
Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit
masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
6. Tes Tuberkulin (Mountoux)
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG dan
Myobacteria patogen lainnya. Reaksi positif (area indurasi 10mm atau lebih besar,
terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal antigen) menunjukkan infeksi masa
lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.

H. linical Pathway

Faktor risiko
Individu lanjut usia, bayi, anak
Imun yang tidak adekuat
Mendapat imunosupresan
Kemoterapi
Kekurangan gizi
- Mengidap HIV
-

Faktor risiko
Tunawisma dipenampunan
Anggota keluarga pasien
Tenaga kesehatan
Pasien pengunaan fasilitas kesehatan
Lingkungan padat penduduk
- Rumah minim ventilasi
Orang yang terinfeksi
-

Mycobacterium Tuberculosis
padamelalui
kulit udara
InhalasiLesi
droplet

Ingesti makanan tercemar (GI track)

Hipertermi

Mempengaruhi
set point
RKDTF

Gangguan
Pertukaran Gas

Mempengaruhi
hipotalamus

Saluran pernapasan
Ketidakseimbangan Nutrisi
Menembus mekanisme pernapasan
Kurang Dari Kebutuhan
saluran pernapasan
Tubuh
Berkoloniasi di saluran pernapasan
bawah (bronchus, alveoli)
Asupan nutrisi (-)

13

Difusi & perfusi


O2 menurun
Ekspansi paru
menurun

Alveolus tidak
kembali saat
ekspirasi
Intoleransi
Jaringanaktivitas
parut

Suplai O2
kurang
Sesak nafas
Ketidakefektifan
Pola Nafas

Mengaktifkan respon imun


Pengeluaran zat
pirogen
fibrosis

kelemahan

Anoreksia

Merangsang
inflamasiMemicu pembentukan
Tuberkelserotonin
melanocortin di
hipotalamus
Sel T
dan jaringan fibrosa membungkus
Bersihan
Jalan
Makrofag dan
basil Tuberculosis
Fagosistosis
Leukosit
Nafas Tidak
Efeketif
eksudasi

obstruksi
Secret sulit
dikeluarkan
Batuk terus
menerus

Nekrosis kaseosa (perkejuan)


Produksi secret
me

Kavitasi kuman
Infeksi
Sembuhprimer
total

Batuk berat
Terjadi
robekan
Ansietas
pembuluh darah

Sembuh
dengan
kompleks
Ghon
Komplikasi
menyebar
ke seluru
tubuhh secara limfogen, limfo
hematogen, hematogen
Kuman dormant

Hemaptoe

I. Penatalaksanaan Medis
Muncul kembali ketika kondisi
Krisis
situasional
Pengobatan TB bertujuan untuk
menyembuhkan
pasien, mencegah
tubuh menurun
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.Penatalaksanaan TB meliputi penemuan
pasien dan pengobatan yang dikelola dengan menggunakan strategi DOTS.
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOTS) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).Directly Observed
Treatment Shortcourse (DOTS) adalah nama untuk suatu strategi yang
dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan

15

menyembuhkan pasien TB (Mansjoer,Arief (ed.) dkk.2000). Strategi ini


terdiri dari lima komponen, yaitu:
a. Dukungan politik para pimpinan wilayah di setiap jenjang sehingga
program ini menjadi salah satu prioritas dan pendanaan pun akan
tersedia.
b. Mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosa TB melalui
pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dengan penemuan
secara pasif.
c. Pengawas Minum Obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan dipercaya
baik oleh pasien maupun petugas kesehatan yang akan ikut mengawasi
pasien minum seluruh obatnya sehingga dapat dipastikan bahwa pasien
betul minum obatnya dan diharapkan sembuh pada akhir masa
pengobatannya.
d. Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sebagai bagian dari
sistem survailans penyakit ini sehingga pemantauan pasien dapat
berjalan.
e. Paduan obat TB jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan jangka
waktu yang tepat, sangat penting untuk keberhasilan pengobatan.
Termasuk terjaminnya kelangsungan persedian paduan obat ini.
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
a. Tahap awal (intensif)
1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2 minggu.
3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
b. Tahap Lanjutan
1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
4. Jenis, sifat dan dosis OAT
N

Jenis OAT

Sifat

Dosis yang

16

o
1.
2.
3.
4.
5.

Isoniazid (H)

Bakteriosid

Rifampicin (R)

Bakteriosid

Pyrazinamide (Z)

Bakteriosid

Streptomycin (S)

Bakteriosid

Ethambutol (E)

Bakteriostatik

direkomendasika (mg/kg)
Harian
3xseminggu
5
10
(4-6)
(8-12)
10
10
(8-12)
(8-12)
25
35
(20-30)
(30-40)
15
15
(12-18)
(12-18)
15
30
(15-20)
(20-35)

5. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


a. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
1) Kategori 1: 2 (HRZE)/4(HR)3.
Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan
penderita dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier,
perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis
dengan gangguan neurologis, dan penderita dengan sputum negatif
tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran perkemihan, dan
sebagainya. Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid,
dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya
minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu ( tahap
lanjutan ).
2) Kategori 2

: 2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan


sputum tetap positif. diberikan kepada :
1. Penderita kambuh
2. Penderita gagal terapi
3. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minun obat
3) Kategori Anak

: 2 HRZ/4HR

17

b. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket


berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori
anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
c. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan
ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
d. Paket Kombipak
1. Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu
Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT
ini disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami
efek samping OAT KDT.
2. Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu
pasien dalam satu masa pengobatan.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit
TB paru yaitu :
a. Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak
anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
b. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati
sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi
penularan.
c. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
d. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
e. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak
melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan
dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi
udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.
f. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta

tidak

meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan


tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan
untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.
J. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data / identitas klien

18

Nama, Jenis kelamin (laki-laki lebih banyak menderita TB dari pada


wanita), Usia (banyak di temukan pada laki-laki usia 60 tahun, wanita usia
40-60 tahun, pada bayi dan anak menderita tuberkulosis miliar), Suku atau
Bangsa, Alamat, Agama, Pendidikan, Status perekonomian (perumahan
yang padat dan jelek atau lingkungan yang jelek mempermudah infeksi
TB), Ras (pada orang eskimo dan indian amerika memiliki pertahanan
tubuh yang jelek ), perkawinan.
b. Keluhan Utama
Pasien mengeluh batuk terus-menerus sudah lebih dari 1 bulan dan
keringat di malam hari
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang
di rasakan saat ini. Adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat.
d. Riwayat Penyakit Dahulu.
Adanya riwayat penyakit TB, adanya riwayat kontak dengan penderita TB,
adanya infeksi HIV atau AIDS yang pernah diderita klien, adanya riwayat
mallnutrisi, penyakit campak pada anak, serta mengkonsumsi alkohol yang
dapat menyebabkan daya tahan tubuh menurun.
e. Riwayat PenyakitKeluarga
Membahas tentang riwayat penyakit yang mungkin diderita oleh anggota
keluarga atauadanya keluarga yang menderita penyakit TB.
f. 11 Pola Gordon
1) Pola persepsi dan kesehatan
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal di daerah yang berdesakdesakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
dirumah yang bersuasana sesak.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu
makan menurun.
3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi.
4) Pola aktivitas dan latihan
Adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
serta latihan dalam kehidupan sehari-hari

19

5) Pola tidur dan istirahat


Adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan isolasi atau antisosial
karena penyakit menular.
7) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) apakah terdapat gangguan ataupun tidak ada gangguan.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan
rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan
berubah karena kelemahan.
10) Pola mekanisme koping-stress
Adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan
stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap
pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktivitas ibadah klien.
-

Dada tampak cembung, ruang antar iga datar, kurang bergerak sat
pernafasan/tertinggal.

Getaran nafas saat perabaan menurun

Fokal fremitus melemah, suara ketuk yang redup

Berat badan menurun

Hasil laboratorium menunjukkan adanya peningkatan leukosit

g. Pemeriksaan fisik.
1) Keadaan Umum

: lemah

2) TTV:
Tekanan Darah

: menurun atau tinggi (Normal : 120/80mmHg)

Pernafasan (RR) : abnormal <20 x / menit (Normal : 16-20x/menit)

20

Denyut nadi (HR): takikardi < 100 x/menit (Normal : 60-100x/menit)


Suhu tubuh
3) Kesadaran

: kadang normal atau tinggi (Normal: 36 C)


: Compos Mentis GCS 456

4) Pemeriksaan fisik per system


Berdasarkan sistem sistem tubuh :
a. Sistem Integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit
menurun
b. Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
inspeksi : adanya tanda tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi : Suara ketok redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,
c.
d.
e.
f.

kasar dan yang nyaring.


Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi S2yang mengeras.
Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan

keadaan sehari hari yang kurang meyenangkan.


g. Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposmentis dengan GCS : 456
h. Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

21

J.1 Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul (PES)


Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien efusi pleura yaitu :
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru, obstruktif sekret
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membrane
alveolus, penurunan difusi gas
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, defisiensi oksigen
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah
7. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, adanya hemaptoe

J.2 Perencanaan/Nursing Care Plan

No.
1.

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria Hasil


Bersihan jalan nafas tak Setelah dilakukan tindakan
efektif
berhubungan keperawatan selama 3x24
dengan
peningkatan jam, bersihan jalan nafas
produksi sekret
pada klien dapat berkurang
atau hilang dengan kriteria
hasil, klien akan :
1. Mengeluarkan
sekret
tanpa bantuan
2. Menunjukkan perilaku
untuk
memperbaiki
atau mempertahankan
bersihan jalan nafas

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Perencanaan
Intervensi
Kaji fungsi pernafasan contoh221.
bunyi nafas, kecepatan, irama
dan kedalam dan penggunaan
otot aksesori pernafasan.
Catat
kemampuan
mengeluarkan
mukosa/batuk
efektif, catat karakter jumlah
sputum, adanya hemoptisis.
Bantu dan ajarkan pasien untuk
batuk produktif dan latihan 2.
nafas dalam.
Bersihkan sekret dari mulut dan
trakea,
pengisapan
sesuai
keperluan.
Pertahanan masukan cairan
sedikitnya 2500 ml/ hari kecuali
kontraindikasi.
Kolaborasi:
Pemberian
oksigen
untuk
melembabkan udara/ mukosa
hidung
3.
Beri obat-obat sesuai indikasi
(Agen
mukolitik
dan
bronkodilator)
4.

5.

6.

7.

Ketidakefektifan pola
nafas
berhubungan
dengan
penurunan
ekspansi paru, obstruktif
sekret

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3x24
jam diharapkan pola nafas
klien efektif dengan kriteria
hasil, klien akan :
1. Menunjukkan
pola
nafas yang efektif
dengan frekuensi dan
kedalaman
dalam
rentang normal.

1. Kaji

frekuensi,
kedalaman 1.
pernafasan dan ekspansi dada.
Catat
upaya
pernafasan
termasuk penggunaan otot bantu
pernafasan.
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat
adanya bunyi nafas krekels,
mengi
2.
3. Anjurkan tidur miring pada sisi
yang tidak sakit
4. Dorong dan bantu pasien untuk
latihan batuk.

Rasion
Penurunan bun
mengindikasika
Ronchi, meng
akumulasi
ketidakmampu
membersihkan
yang dapat
penggunaan
pernafasan.
pengeluaran s
sangat tebal (m
dan atau hidras
sputum berdar
hidrasi tidak a
berdarah kent
cerah
diaki
kerusakan pa
bronkial
memerlukan
evaluasi/interve
ventilasi maks
area
atele
meningkatkan
kedalam jalan
untuk dikeluark
Mencegah ob
Pengisapan da
bila pasien
mengeluarkan
mencegah
membran muk
pengenceran se
Pemasukan
membantu
mengencerkan
membuatnya
dikeluarkan.
agen mukoliti
kekentalan da
sekret
pa
memudahkan p
Bronkodilator
ukuran lumen
trakeobronkial,
menurunkan ta
aliran udara.
kecepatan
meningkat.
pernafasan
tergantung pad
pleura yang
Ekspansi dada
karena nyeri da
bunyi nafas m
bila jalan n
sekunder terha
dan bekuan. Ro
menyertai o

23

24

J.3 Rencana Evaluasi


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi secret
Rencana Evaluasi :
a. S : pasien mengatakan sudah lebih bisa bernafas lega.
O : k/u baik, RR normal (16-20x/menit), tidak menggunakan otot
bantu pernafasan, produksi secret purulen berkurang.
A : Masalah teratasi
P : Tindakan dihentikan
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru, obstruktif secret
Rencana Evaluasi :
a. S : pasien mengatakan sudah tidak merasakan sesak nafas.
O : k/u baik, RR normal (16-20x/menit), tidak menggunakan otot
bantu pernafasan dan cuping hidung, tidak menggunakan
oksigen
A : Masalah teratasi
P : Tindakan dihentikan
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membrane
alveolus, penurunan difusi gas
Rencana Evaluasi :
a. S : pasien mengatakan sudah tidak merasakan sesak nafas.
O : k/u baik, RR normal (16-20x/menit), tidak ada tanda sianosis,
GDA normal, tidak menggunakan otot bantu pernafasan dan
cuping hidung, tidak menggunakan oksigen
A : Masalah teratasi
P : Tindakan dihentikan
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, defisiensi
oksigen
Rencana Evaluasi :
a. S: pasien mengatakan badannya terasa segar dan tidak lemah
lagi dan mulai bisa bangun dari tempat tidur serta beraktivitas
kecil di tempat tidur.
O : k/u baik, TD normal (120/80 mmHg), HR normal (60100x/menit), RR normal (16-20x/menit), GDA normal, tidak
menggunakan oksigen, klien terlihat dapat berjalan sendiri
menuju kamar mandi tanpa bantuan
A : Masalah teratasi
P : Tindakan dihentikan

25

5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi


Rencana Evaluasi:
a. S: pasien mengatakan panas atau demam mulai menghilang.
O : k/u baik, S: 36,4oC, TD normal (120/80 mmHg), HR normal
(60-100x/menit), RR normal (16-20x/menit).
A : Masalah teratasi
P : Tindakan dihentikan
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah
Rencana Evaluasi:
b. S: pasien mengatakan mual dan muntah sudah tidak dirasakan
lagi, nafsu makan membaik.
O : k/u baik, klien tampak menghabiskan 1 porsi makan yang
telah tersedia, BB meningkat.
A : Masalah teratasi
P : Tindakan dihentikan
7. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, adanya hemaptoe
Rencana Evaluasi:
c. S: pasien mengatakan cemas yang dirasakan mulai berkurang.
O : k/u baik, klien tampak rileks dan tenang, klien mulai
memahami penyakitnya dan tidak memberikan pertanyaan
yang sama secara berulang-ulang.
A : Masalah teratasi
P : Tindakan dihentikan

K. Daftar Referensi
Buku
Baughman C Diane.2000. Keperawatan medical bedah, Jakarta:EGC.
Depkes RI. 2006. Pedoman
Jakarta:Depkes RI

Nasional

Penanggulangan

Tuberculosis.

Depkes RI. 2007. Pedoman


Jakarta:Depkes RI

Nasional

Penanggulangan

Tuberculosis.

26

Doenges E Mailyn.1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta: EGC.
Hudak,Carolyn M. 1997.Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta:
EGC
Irman Somantri, S,Kp. M. Kep. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan pada Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Junaidi, Iskandar. 2010. Penyakit Paru dan Saluran Napas. Jakarta: Buana Ilmu
Populer
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta KedokteranEdisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
PPTI. 2011. Buku Saku TBC Bagi Masyarakat. Denpasar:PPTI
Purnawan J. dkk.1982. Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius.
FKUI.
Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit,
Jakarta: EGC.

Ed4.

Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta : EGC
Smeltzer c Suzanne.2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and
Suddarths, Ed8. Vol.1, Jakarta:EGC.
Syamsuhidayat, Wim de Jong.1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta:
EGC.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus S, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi V jilid III. Jakarta : Interna Publishing; 2009. p:
2329-31.
Susan Martin Tucker.1998. Standar perawatan Pasien: proses keperawatan,
diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta:EGC.
Internet
http://www.pustakasekolah.com/tbc.html

27

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-lisakurnia-6389-2babii.pdf (diakses pada tanggal 17 Mei 2015, pukul 08.39 WIB)


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38271/4/Chapter%20II.pdf
(diakses pada tanggal 17 Mei 2015, pukul 08.40 WIB)
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-nurhayatij-6516-3babii.pdf(diakses pada tanggal 17 Mei 2015, pukul 08.42 WIB)
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/moarifin.nawas/material/diagnosisdanpenata
laksanaantbparu08.pdf(diakses pada tanggal 17 Mei 2015, pukul 08.44
WIB)

Anda mungkin juga menyukai