Anda di halaman 1dari 9

Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel.

Enzim
sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme dikatalis oleh
enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka reaksi
metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu.Reaksireaksi enzimatik dibutuhkan agar bakteri dapat memperoleh makanan/ nutrient
dalam keadaan terlarut yang dapat diserap ke dalam sel, memperoleh energi Kimia
yang digunakan untuk biosintesis, perkembangbiakan, pergerakan, dan lain-lain.
Pada Enzim amilase dapat memecah ikatan pada amilum hingga terbentuk
maltosa.Ada tiga macam enzim amilase, yaitu amilase, amilase dan amilase.
Yang terdapat dalam saliva (ludah) dan pankreas adalah amilase. Enzim ini
memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum dan disebut endo amilase sebab
enzim ini bagian dalam atau bagian tengah molekul amilum (Poedjiadi, 2006).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi Enzim Perubahan suhu dan pH


mempunyai pengaruh besar terhadap kerja enzim. Kecepatan reaksi enzim juga
dipengaruhi oleh konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat. Pengruh aktivator,
inhibitor, koenzim dan konsentrasi elektrolit dalam beberapa keadaan juga
merupakan faktor-faktor yang penting.
a.

Pengaruh suhu :

Suhu rendah mendekati titik beku tidak merusak enzim, namun enzim tidak dapat
bekerja. Dengan kenaikan suhu lingkungan, enzim mulai bekerja sebagian dan
mencapai suhu maksimum pada suhu tertentu. Bila suhu ditingkatkan terus, jumlah
enzim yang aktif akan berkurang karena mengalami denaturasi. Kecepatan reaksi
enzimatik mencapai puncaknya pada suhu optimum. Enzim dalam tubuh manusia
mempunyai suhu optimum sekitar 37 C. Sebagian besar enzim menjadi tidak aktif
pada pemanasan sampai 60 C, karena terjadi denaturasi( Hafiz Soewoto,2000) .
Suhu campuran reaksi juga berpengaruh terhadap laju reaksi enzimatik. Jika reaksi
tersebut dilangsungkan dalam berbagai suhu, kurva hubungan tersebut akan
menunjukkan suhu tertentu, yang menghasilkan laju reaksi yang maksimum.
Dengan demikian, dalam hal ini juga ada kondisi optimum yang disebut sebagai
suhu optimum
Makin besar perbedaan suhu reaksi dengan suhu optimum, makin rendah pula laju
reaksinya. Akan tetapi, keadaan yang menyebabkan rendahnya suhu di luar suhu
optimum berbeda antara suhu yang lebih rendah dengan suhu yang lebih tinggi.
Pada suhu yang lebih rendah penyebab kurangnya laju reaksi enzimatik yaitu
kurangnya gerak termodinamik, yang menyebabkan kurangnya tumbukan antara
molekul enzim dengan substrat. Jika kontak antara kedua jenis molekul itu tidak
terjadi, kompleks ES tidak terbentuk. Padahal kompleks ini sangat penting untuk
mengolah S menjadi P. Oleh karena itu, makin rendah suhu, gerak termodinamik
tersebut akan makin berkurang.
Pada daerah suhu yang lebih tinggi gerak termodinamik akan lebih meningkat,
sehingga tumbukan antara molekul akan lebih sering. Akan tetapi laju reaksi tidak
terus meningkat, melainkan malah menurun dengan cara yang lebih kurang

sebanding dengan selisih nilai dan suhu optimum. Dalam peningkatan suhu ini,
selain gerak termodinamik meningkat, molekul protein enzim juga mengalami
denaturasi, sehingga bangun tiga dimensinya berubah secara bertahap. Jika suhu
jauh lebih tinggi dari suhu optimum, maka makin besar deformasi struktur tiga
dimensi tersebut dan makin sukar bagi substrat untuk menempati secara tepat di
bagian aktif molekul enzim. Akibatnya, kompleks E-S akan sukar terbentuk,
sehingga produk juga makin sedikit.
Pada sisi A dari kurva terdapat hubungan tertentu antara kenaikan suhu dengan laju
reaksi. Arrhenius secara empiris telah mengembangkan suatu rumusan umum
antara laju suatu reaksi kimia dengan suhu mutlak system reaksi tersebut. Yang
dinyatakan sebagai berikut ( Mohamad Sadikin, 2002 ):
b.

Pengaruh pH :

Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu. Jika dilakukan pengukuran aktivitas enzim
pada beberapa macam pH yang berlainan, sebagian besar enzim di dalam tubuh
akan menunjukkan aktivitas maksimum antara pH 5,0 sampai 9,0. Kecepatan reaksi
enzimatik mencapai puncaknya pada pH optimum. Ada enzim yang mempunyai pH
optimum yang sangat rendah, seperti pepsin, yang mempunyai pH optimum 2.
pada pH yang jauh di luar pH optimum, enzim akan terdenaturasi. Selain itu pada
keaadan ini baik enzim maupun substrat dapat mengalami perubahan muatan listrik
yang mengakibatkan enzim tidak dapat berikatan dengan substrat( Hafiz
Soewoto,2000) .
Sebagian besar enzim bekerja aktif dalam trayek pH yang sempit umumnya 5 - 9.
Ini adalah hasil merupakan hasilpengaruh dari pH atas kombinasi factor ( 1 ) ikatan
dari substrat ke enzim ( 2 ) aktivitas katalik dari enzim ( 3 ) ionisasi substrat dan
( 4 ) variasi struktur protein ( biasanya signifikan hanya pada pH yang cukup tinggi )
( M.T. Simanjuntak, 2003).
Ada 2 alasan untuk menyelidiki pengaruh tingkat keasaman atau pH terhadap
aktivitas emzim, yaitu :
1.
dari

sebagai produk makhluk hidup secara teori selalu ada kemungkinan

pengaruh ph ini terhadap aktivitas biologis dari enzim ini.


2.

c.

sebagai suatu protein enzim tidak berbeda dengan protein lainnya.

Hubungan antara pH larutan enzim dengan laju reaksi enzim

Kadang-kadang, seperti pada enzim amylase liur, hubungan tersebut tidak


menunjukkan suatu titik puncak, melainkan suatu garis merata (plateau setelah
kurva yang naik, untuk kemudian turun lagi sesudah plateau ) Fenomena seperti ini
dapat ditafsirkan sebab adanya molekul amylase dalam bentuk beberapa molekul
protein yang berbeda (isozim). Tiap molekul isozem niscaya bekerja pada pH yang
sedikit berbeda.

Perlu diingat bahwa dalam mencari hubungan antara derajat keasaman dengan laju
reaksi maksimum ini, rentangan pH yang diselidiki biasanya berkisar dalam
rentangan yang tidak lebar dan bukan dalam rentangan antara pH 1 sampai 14.
Karena tidak ada sistem dapar masing-masing di sekitar nilai kapasitas yang
maksimum dari tiap dapar (rentangan pH di sekitar nilai pKa komponen asam tiap
dapar), bukan tidak mengkin ada interaksi yang merugikan antara enzim dan ion
penyusun dapar dan bukan karena pH yang disebabkan dapar itu sendiri.
d.

Pengaruh konsentrasi enzim :

Peningkatan konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi enzimatik.


Dapat dikatakan bahwa kecepatan reaksi enzimatik (v) berbanding lurus dengan
konsentrasi enzim [E]. Makin besar konsentrasi enzim, reaksi makin cepat( Hafiz
Soewoto,2000) .
Semakin besar konsentrasi enzim maka makin banyak pula produk yang terbentuk
dalam tiap waktu pengamatan. Dari pengamatan tersebut dapat dikatakan bahwa
konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan enzim. Dengan
bertambahnya waktu, pada tiap konsentrasi enzim pertambahan jumlah produk
akan menunjukkan defleksi, tidak lagi berbanding lurus sejalan dengan berlalunya
waktu tersebut. Fenomena itu tentu mudah dimaklumi, karena setelah selang
beberapa waktu, jumlah substrat yang tersedia sudah mulai berkurang, sehingga
dengan sendirinya produk olahan enzim juga akan berkurang. Akan tetapi pada
gambar 1 tampak pula dengan jelas, bahwa defleksi tersebut makin jelas dengan
makin tingginya konsentrasi enzim. Sebaliknya, pada konsentrasi enzim yang
rendah, dalam jangka waktu pengamatan yang sama hubungan waktu dengan
jumlah produk yang dihasilkan masih berbanding lurus.
Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi enzim ternyata berbanding lurus.
Jadi, makin besar konsentrasi enzim, maka makin cepat laju reaksi.
Kadang-kadang terjadi penyimpangan dari persamaan ini, sehingga diperoleh garis
agak melengkung. Biasanya, penyimpangan ini terjadi jika enzim yang dipelajari
tidak dalam keadaan murni, sehingga mungkin terdapat senyawa-senyawa
penghambat reaksi dalam jumlah yang sangat kecil. Sebaliknya, penyimpangan
juga terdapat dalam sediaan enzim dengan kemurniaan yang tinggi. Dalam keadaan
ini, penyimpangan disebabkan oleh senyawa pengaktif (aktivator), misalnya tidak
adanya ion tertentu, meskipun ph yang diperlukan sudah dipastikan dengan
menggunakan larutan dapar dan tidak hanya sekedar larutan dengan ph yang
diperlukan tersebut ( Mohamad Sadikin, 2002 ).
e.

Pengaruh konsentrasi substrat :

Pada suatu reaksi enzimatik bila konsentrasi substrat diperbesar, sedangkan kondisi
lainnya tetap, maka kecepatan reaksi (v) akan meningkat sampai suatu batas
kecepatan maksimum (V). Pada titik maksimum ini enzim telah jenuh dengan
substrat.
Dalam suatu reaksi enzimatik, enzim akan mengikat substrat membentuk kompleks
enzim-substrat [ES], kemudian kompleks ini akan terurai menjadi [E] dan produk [P].

Makin banyak kompleks [ES] terbentuk, makin cepat reaksi berlangsung sampai
batas kejenuhan [ES]. Pada konsentrasi substrat [S] melampaui batas kejenuhan
kecepatan reaksi akan konstan. Dalam keadaan itu seluruh enzim sudah berada
dalam bentuk kompleks E-S. Penambahan jumlah substrat tidak menambah jumlah
kompleks E-S.
Ahira, Anne. 2011. Mengenal Enzim-enzim Pencernaan Manusia. (online).
http://www.anneahira.com. Diakses pada tanggal 16 Oktober 2012.
Anonim. 2008. Enzim. (online). http://www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 16
Oktober 2011.
Lehninger AL. 1982. Dasar Dasar Biokimia Jilid I. Maggy Thenawijaya, penerjemah.
Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Ruddin, Choi.2010. LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II PERCOBAAN II ENZIM. Jayapura
: Universitas Cendrawasih
Sadikin, Mohamad. 2002. Biokimia Enzim. Jakarta : Widya Medika.
Soewoto, Hafiz, dkk. 2000. Biokimia Eksperimen Laboratorium.Jakarta: Widya
Medika.
Tim . 2013. Petunjuk Praktikum Biokimia. Surabaya: Unesa Press.

MENGUKUR AKTIVITAS ENZIM AMILASE

I.

Tujuan

1.

Membuktikan pengaruh Ph terhadap aktivitas amylase

2.

Membuktikan pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim amylase

II.

Dasar Teori:

Metabolisme merupakan salah satu ciri kehidupan yang merupakan bentuk


transformasi tenaga atau pertukaran zat melalui serangkaian reaksi biokimia.
Dalam mahkluk hidup, reaksi metabolisme berlangsung dengan melibatkan suatu
senyawa protein yang disebut enzim. Enzim merupakan protein yang khusus
disintesis oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi yang berlangsung di dalamnya.
Fungsi khusus dari enzim adalah untuk menurunkan energi aktivasi, mempercepat
reaksi pada suhu dan tekanan yang tetap tanpa mengubah besarnya tetapan
keseimbangan dan sebagai pengendali reaksinya (Martoharsono, 1994).
Enzim adalah substansi yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan berperan
sebagai katalisator pada reaksi kimia yang berlangsung dalam organisme.

Katalisator adalah substansi yang mempercepat reaksi tetapi pada hasil reaksi,
substansi tersebut tidak berubah. Enzim mempunyai ciri dimana kerjanya
dipengaruhi oleh lingkungan. Salah satu lingkungan yang berpengaruh terhadap
kerja enzim adalah pH. pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika
medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi
(Gaman & Sherrington, 1994).
Suasana yang terlalu asam atau alkalis menyebabkan denaturasi protein
dan hilangnya secara total aktivitas enzim. Pada sel hidup, perubahan pH sangat
kecil. Enzim hanya aktif pada kisaran pH yang sempit. Oleh karena itu media harus
benar-benar dipelihara dengan menggunakan buffer (larutan penyangga). Jika
enzim memiliki lebih dari satu substrat, maka pH optimumnya akan berbeda pada
suatu substrat (Tranggono & Sutardi, 1990). Tiap enzim memiliki karakteristik pH
optimal dan aktif dalam range pH yang relatif kecil, dalam banyak kasus, bentuk
kurva menandakan dari keaktifan enzim berbanding pH yang terkandung di
dalamnya (Almet & Trevor, 1991).
Ada beberapa faktor untuk menentukan aktivitas enzim berdasarkan efek
katalisnya yaitu persamaan reaksi yang dikatalis, kebutuhan kofaktor, pengaruh
konsentrasi substrat dan kofaktor, pH optimal, daerah temperatur, dan penentuan
berkurangnya substrat atau bertambahnya hasil reaksi. Penentuan ini biasa
dilakukan di pH optimal dengan konsentrasi substrat dan kofaktor berlebih,
menjadikan laju reaksi yang terjadi merupakan tingkat ke 0 (zero order reaction)
terhadap substrat. Pengamatan reaksinya dengan berbagai cara kimia atau
spektrofotometri. Ada dua teori tentang mekanisme pengikatan substrat oleh
enzim, yaitu teori kunci dan anak kunci (lock and key) dan teori induced fit
(Wirahadikusumah, 1989).

Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi oleh berbagai kondisi fisik dan kimia.
Beberapa faktor penting yang mempengaruhi kerja enzim adalah konsentrasi
berbagai komponen (seperti substrat, produk, enzim, kofaktor, dll), pH, temperatur,
dan gaya irisan. Kecepatan reaksi enzim sangat dipengaruhi oleh pH larutan baik
secara in vivo maupun secara in vitro. Jenis hubungan antara kecepatan reaksi dan
pH ditunjukkan dengan kurva berbentuk lonceng. Setiap enzim mempunyai pH
optimum yang berbedabeda (Lee, 1992).
Sifat-sifat enzim antara lain :
1.

Spesifitas

Aktivitas enzim sangat spesifik karena pada umumnya enzim tertentu hanya
akan mengkatalisis satu reaksi saja. Sebagai contoh, laktase menghidrolisis gula
laktosa tetapi tidak berpengaruh terhadap disakarida yang lain. Hanya molekul
laktosa saja yang akan sesuai dalam sisi aktif molekul (Gaman & Sherrington,
1994).
2.

Pengaruh suhu

Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Untuk enzim hewan suhu optimal
antara 35C dan 40C, yaitu suhu tubuh. Pada suhu di atas dan di bawah
optimalnya, aktivitas enzim berkurang. Di atas suhu 50C enzim secara bertahap
menjadi inaktif karena protein terdenaturasi. Pada suhu 100C semua enzim rusak.
Pada suhu yang sangat rendah, enzim tidak benar-benar rusak tetapi aktivitasnya
sangat banyak berkurang (Gaman & Sherrington, 1994). Enzim memiliki suhu
optimum yaitu sekitar 180-230C atau maksimal 400C karena pada suhu 450C enzim
akan terdenaturasi karena merupakan salah satu bentuk protein. (Tranggono &
Setiadji, 1989).
Suhu yang tinggi akan menaikkan aktivitas enzim namun sebaliknya juga
akan mendenaturasi enzim (Martoharsono, 1994). Peningkatan temperatur dapat
meningkatkan kecepatan reaksi karena molekul atom mempunyai energi yang lebih
besar dan mempunyai kecenderungan untuk berpindah. Ketika temperatur
meningkat, proses denaturasi juga mulai berlangsung dan menghancurkan aktivitas
molekul enzim. Hal ini dikarenakan adanya rantai protein yang tidak terlipat setelah
pemutusan ikatan yang lemah sehingga secara keseluruhan kecepatan reaksi akan
menurun (Lee, 1992).
3.

Pengaruh pH

pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi sangat
asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi. Akan tetapi beberapa enzim
hanya beroperasi dalam keadaan asam atau alkalis. Sebagai contoh, pepsin, enzim
yang dikeluarkan ke lambung, hanya dapat berfungsi dalam kondisi asam, dengan
pH optimal 2 (Gaman & Sherrington, 1994).
Enzim memiliki konstanta disosiasi pada gugus asam ataupun gugus basa
terutama pada residu terminal karboksil dan asam aminonya. Namun dalam suatu
reaksi kimia, pH untuk suatu enzim tidak boleh terlalu asam maupun terlalu basa
karena akan menurunkan kecepatan reaksi dengan terjadinya denaturasi.
Sebenarnya enzim juga memiliki pH optimum tertentu, pada umumnya sekitar 4,5
8, dan pada kisaran pH tersebut enzim mempunyai kestabilan yang tinggi
(Williamson & Fieser, 1992).
4.

Ko-enzim dan aktovator

Ko-enzim adalah substansi bukan protein yang mengaktifkan enzim. Beberapa


ion anorganik, misalnya ion kalsium dan ion klorida, menaikkan aktivitas beberapa
enzim dan dikenal sebagai aktivator (Gaman & Sherrington, 1994).
Kebanyakan enzim membutuhkan medium cair untuk mendukung aktivitas
katalisasi air penting untuk menyusun struktur enzim. Hasil dari protein dalam air
terdiri dari 3 bagian:
Tipe I
: molekul air mempunyai penyusun seperti larutan murni dan tidak
memiliki interaksi dengan protein.
Tipe II

molekul air tidak sepenuhnya terikat pada protein.

Tipe III
: molekul air terikat kuat dengan protein menghasilkan bagian yang
berkembang dalam struktur protein (Fox, 1991).
Salah satu enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah amilase.
Amilase dapat diartikan sebagai segolongan enzim yang merombak pati, glikogen
dan polisakarida yang lain. Tumbuhan mengandung dan amilase, hewan
memiliki hanya amilase, dijumpai dalam cairan pankreas dan juga (pada manusia
dan beberapa spesies lain) dalam ludah. Amilase memotong rantai polisakarida
yang panjang, menghasilkan campuran glukosa dan maltosa. Amilosa merupakan
polisakarida yang terdiri dari 100-1000 molekul glukosa yang saling berikatan
membentuk rantai lurus. Dalam air, amilosa bereaksi dengan iodin memberikan
warna biru yang khas (Fox, 1991).
Amilase adalah enzim pemecah karbohidrat dari bentuk mejemuk menjadi
bentuk yang lebih sederhana. Misalnya, pati dan glikogen dipecah menjadi maltosa,
maltotriosa atau oligosakarida. Enzim ini terdapat dalam air liur (ptialin) dan getah
pankreas yang membantu pencernaan karbohidrat dalam makanan. Darah normal
juga mengandung sedikit amilase dari hasil pemecahan sel yang berlangsung
secara normal. Pada penyakit radang pankreas, gondongan, kencing manis,
kadarnya dalam darah meningkat. Sebaliknya pada penyakit hati, kadarnya
menurun (Anonim, 1990).
Amilase dapat diartikan sebagai segolongan enzim yang merombak pati,
glikogen, dan polisakarida yang lain. Tumbuhan mengandung dan amylase;
hewan memiliki hanya amylase, dijumpai dalam cairan pankreas dan juga (pada
manusia dan beberapa spesies lain) dalam ludah. Amilase memotong rantai
polisakarida yang panjang, menghasilkan campuran glukosa dan maltosa. Amilosa
merupakan polisakarida yang terdiri dari 100-1000 molekul glukosa yang saling
berikatan membentuk rantai lurus. Dalam air, amilosa bereaksi dengan iodine
memberikan warna biru yang khas (Fox, 1991). Pada manusia, amilase pada
ludah dan pankreas berguna dalam hidrolisis pati yang terkandung dalam makanan
ke dalam bentuk aligosakarida, di mana dalam perubahan tersebut dapat
dihidrolisis oleh disakarida atau trisakarida dalam jumlah kecil. Contohnya,
amilase pada mamalia memiliki pH optimum 6-7, bergantung pada ada atau
tidaknya ion halogen (Whitackr, 1994).
Nama lain dari a-Milase adalah diaste. Enzim tersebut dapat menghidrolis
amilum menjadi gula. Dalam proses hidrolisis amilum melalui beberapa tahap yaitu
pembentukan amilo Dekstrin dan amilum, kemudian menjadi eritrodekstrin
selanjutnya menjadi akro Dekstrin dan terakhir menjadi maltosa (glukosa). Amilase
dihasilkan oleh daun atau biji yang sedang berkecambah. Aktivitalisme dipengaruhi
oleh garam-garam anorganik, pH, suhu dan cahaya. pH optimum dari amilase
menurut Hopskin Cole dan Green adalah 4,5 4,7.
amilase mempunyai beberapa sifat, antara lain :
a.

Di dalam larutan pati, kehilangan daya viskositas yang lebih cepat.

b.

Warna iodine akan lebih cepat hilang.

c.

Proses produksi maltosa lebih lambat.

d.

Tidak memproduksi glukosa.

e.
Suhu tinggi konsentrasi amylase akan mempercepat proses kerja dari
viskositas dan perubahan warna iodine (Whitackr, 1994).
Larutan buffer adalah larutan yang tahan terhadap perubahan pH dengan
penambahan asam atau basa. Larutan seperti itu digunakan dalam berbagai
percobaan biokimia dimana dibutuhkan pH yang terkontrol dan tepat ( Fardiaz, 1992
). Larutan buffer bermanfaat untuk melarutkan kotoran yang masih terikut di dalam
endapan enzim tersebut sekaligus bisa mencegah enzim dari denaturasi dan
kehilangan fungsi biologisnya ( Fox, 1991 ). Buffer dapat mempertahankan kondisi
enzim presipitat agar tidak terjadi perubahan pH dan mencegah agar enzim tidak
mengalami inaktivasi (Winarno, 1995 ).
Lee, J. M. 1992. Biochemical Engineering.Prentice Hall Inc. New Jersey.
Martoharsono,S.1994.Biokimiajilid 1.GadjahMada University Press.Yogyakarta .
Tranggono&Sutardi.(1990). BiokimiadanTeknologiPascaPanen. Gajah Madauniversity
Press. Yogyakarta.
Williamson,K.L&L.F.Fieser. (1992). Organic Experiment 7th Edition.D C Health ang
Company. United States of America.
Wirahadikusumah, M. (1989).Biokimia : protein, enzim, danasamnukleat.
InstitutTeknologi Bandung. Bandung.
ANGGRAHANI, SRI.2009. PENGARUH LAMA PENGECAMBAHAN TERHADAP
KANDUNGAN A-TOKOFEROL DAN SENYAWA PROKSIMAT KECAMBAH KACANG HIJAU
(PHASEOLUS RADIATES L.).(ONLINE)(HTTP://PATPIJOGJA.WORDPRESS.COM/ 2009
08/27/PENGARUH-LAMA-PENGECAMBAHAN-TERHADAP-KANDUNGAN-A-TOKOFEROLDAN-SENYAWA-PROKSIMAT-KECAMBAH-KACANG-HIJAU-PHASEOLUS-RADIATUS-LOLEH-SRI-ANGGRAHINI-STAF-PENGAJAR-FAKULTAS-TEKNOLOGI-PERTANIAN-UGM/),
DIAKES PADA 17 FEBRUARI 2012
Anonim1.1990. EnsiklopediNasional Indonesia.PT CiptaAdiPustaka. Jakarta.
Anonim2.2011.Pengaruh Kadar Enzim.(online) http://penel itianarif .blog spot
.com/2011/01/pengaruh-kadar-enzim-terhadap-kecepatan.html), diakses pada 18
Februari 2012
Fox, P.F. (1991). Food Enzymology Vol 2. Elsevier Applied Science. London.
Gaman, P.M & K.B. Sherrington.(1994). IlmuPangan, PengantarIlmuPangan,
NutrisidanMikrobiologi.UniversitasGadjahMada press. Yogyakarta.
Juwita,Frisna.2008.Reaksi Aldehid.(online)( http://kimia. upi.edu/utama/bahan
ajar/kuliah_web/2008/frisna_0606305_reaksi_organik/isi/reaksi_aldehida.html),diaks
es pada 19 Februari 2012

Khairul,Anam.2010.Produksi Enzim Amilase.(online)( http:// khairulanam. Files


.wordpress.com/2010/08/enzim-amilase.pdf),diakses pada 18 Februari 2012

Anda mungkin juga menyukai