Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS

DAN ENCEPHALITIS PADA ANAK


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Dari Mata Kuliah Keperawatan Anak

OLEH : KELOMPOK 3
ERNA YULIANA (4002130156)
GUNAWAN WAHDANU (4002130078)
HOSI NASHIHAH B (4002130046)
IIS NIA KUSNIAWATI (4002130066)
LIA YULIANTI (4002130149)
KELAS B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN EKSTENSI


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG
2014
BAB I

PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir.
Jawaban yang terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (Volunter) dan
jawaban yang tidak dipengaruhi oleh kemauan (Involunter).
Jawaban yang volunter melibatkan sistem saraf somatis sedangkan yang involunter
melibatkan sistem saraf otonom. Yang berfungsi sebagai efektor dari sisteSistem persarafan
terdiri dari sel-sel saraf (neuron) yang tersusun membentuk sistem saraf pusat dan sistem
saraf perifer. Sistem saraf pusat (SSP) terdiri atas otak dan medula spinalis sedangkan sistem
saraf tepi (perifer) merupakan susunan saraf diluar SSP yang membawa pesan ke dan dari
sistem saraf pusat.
Stimulus (Rangsangan) yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber dari
lingkungan internal maupun eksternal menyebabkan berbagai perubahan dan menuntut tubuh
untuk mampu mengadaptasinya sehingga tubuh tetap seimbang. Upaya tubuh dalam
mengadaptasi berlangsung melalui kegiatan sistem saraf disebut sebagai kegiatan refleks. Bila
tubuh tidak mampu mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang tidak seimbang atau
sakit.
Stimulus diterima oleh reseptor (penerima rangsang) sistem saraf yang selanjutnya
akan dihantarkan oleh sistem saraf tepi ke sistem saraf pusat. Di sistem saraf pusat impuls
diolah untuk kemudian meneruskan jawaban (Respon) kembali melalum saraf somatis adalah
otot rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom, efektornya adalah otot polos, otot jantung
dan kelenjar sebasea.

Secara garis besar sistem saraf mempunyai empat fungsi yaitu :

Menerima informasi (rangsangan) dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf
sensori (Afferent Sensory Pathway).

Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat.

Mengolah informasi yang diterima baik di tingkat medula spinalis maupun di otak
untuk selanjutnya menentukan jawaban (respon).

Mengantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik (Efferent Motorik Pathway)
ke organ-organ tubuh sebagai kontrol atau modifikasi dari tindakan. (Depkes : 1995)

2. TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini adalah menjelaskan pengertian sampai pada
penatalaksanaan sistem persyarafan khususnya pada penyakit Meningitis.

BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN MENINGITIS
Meningitis adalah peradangan pada susunan saraf, radang umum pada araknoid dan
piameter, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut
dan kronis. (Arief Mansjoer : 2000)
Meningitis adalah peradangan yang hebat pada selapus otak.Peradangan itu mungkin
terjadi sesudah serangan otitis media,radang mastoid,abses otak ,malahan radang tonsil.
Sesuatu retak pada tengkorak atau suatu luka kepala yang menembus mungkin
mengakibatkan radang selaput otak. (Clifford R Anderson : 1975)
Meningitis adalah Infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak
dan medula spinalis). Infeksi ini dapat disebabkan oleh :
Bakteri, seperti pneumococcus, meningecoccus, stapilococcus, streptococcus, salmonella, dll.
Virus, seperti Hemofilus influenza dan herpes simplex. (Depkes : 1995)

Meningitis / Radang selaput otak adalah Infeksi pada cairan serebrospinal (CSS)
disertai radang pada pia dan araknoid; ruang subaraknoid, jaringan superficial otak dan
medulla spinalis, kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruang subaraknoid dan dengan
cepat sekali menyebar ke bagian yang lain, sehingga leptomening medulla spinalis terkena.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses
serebrospinal. (Harsono : 1996).
2. PATOFISIOLOGI
Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen / langsung
menyebar

di

nasofaring,

paru-paru

(pneumonia,

bronkopneumonia)

dan

jantung

(endokarditis), selain itu per kontinuitatum di peradangan organ / jaringan di dekat selaput
otak misalnya abses otak, otitis media, martoiditis dan trombosis, sinus kavernosus. Invasi
kuman (meningokok, pneumokok, hemofilus influenza, streptokok) ke dalam ruang
subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus.

Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi,
dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke
dalam ruang subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi
pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu ke 2 sel-sel plasma. Eksudat
terbentuk dan terdiri dari dua lapisan, yaitu bagian luar mengandung leukosit,
polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag.
Peradangan menyebabkan cairan cerebrospinal meningkat sehingga terjadi obstruksi,
selanjutnya terjadi hydrocephalus dan peningkatan intrakranial. Organisme masuk melalui sel
darah merah, dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan, atau kelainan sistem
saraf pusat. Efek patologis yang terjadi adalah hiperemia meningens, edema jaringan otak,
eksudasi.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Dengan
demikian meningitis dapat dianggap sebagai ensefalitis superfisial. Trombosis serta organisasi
eksudat perineural yang fibrino purulen menyebabkan kelainan nervi kraniales (Nn. III, IV,
VI, VII, & VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran dan
absorbsi CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikans. (Harsono : 1996).
Mikroorganisme penyebab dapat masuk mencapai membran meningen dengan
berbagai cara antara lain :

Hematogen atau limpatik

Perkontuinitatum

Retograd melalui saraf perifer

Langsung masuk cairan serebrospinal

Efek peradangan tersebut dapat mengenai lapisan meningen dan ruang-ruang yang
berada diantara lapisan. Tidak jarang pula infeksi mengenai jaringan otak. Kondisi ini disebut
meningo-encephalitis. Efek patologis yang terjadi antara lain :

Hyperemia Meningens

Edema jaringan otak

Eksudasi
Perubahan-perubahan tersebut akan memberikan dampak terhadap peningkatan

tekanan intra kranial dan hydrocephalus (pada anak-anak). Hydrocephalus terjadi bila eksudat
(lebih sering terjadi pada infeksi bakteri) menyumbat sirkulasi cairan cerebrospinal juga
eksudat tadi dapat menetap di jaringan otak dan menyebabkan abses otak. (Depkes : 1995)
3. MANIFESTASI KLINIK
Keluhan pertama biasanya Nyeri kepala. Rasa nyeri ini dapat menyebar ke tengkuk
dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot
ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala
tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi, kesadaran menurun. Tanda
Kernig&Brudzinsky positif. (Arief Mansjoer : 2000)
Terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan, kejang,
nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi diare, biasanya disertai
septicemia dan pneumonitis. Kejang terjadi pada lebih kurang 44% anak dengan penyebab
hemofilus influenza, 25% streptokok pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi
meningokok.
Gangguan kesadaran berupa apati, letargi, renjatan, koma. Selain itu dapat terjadi
koagulasi intravaskularis diseminata.
Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig brudzinski dan
fontanela menonjol untuk sementara waktu belum timbul. Pada anak yang lebih besar dan

orang dewasa, permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa
hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung.
Biasa dimulai dengan gangguan saluran pernapasan bagian atas. Selanjutnya terjadi
kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi dan taki kardi karena septicemia.
Gangguan kesadaran berupa letargi sampai koma yang dalam dapat dijumpai pada penderita.
Nyeri kepala dapat hebat sekali, rasanya seperti mau pecah dan bertambah hebat bila kepala
digerakkan. Nyeri kepala dapat disebabkan oleh proses radang pembuluh darah. Meningeal,
tetapi juga dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intracranial yang disertai fotofobi dan
hiperestesi, suhu badan makin meningkat, tetapi jarang disertai gemetar (chills). (Harsono :
1996)
TANDA DAN GEJALA
1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema serebral /

penyumbatan

aliran darah
2. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular
4. Risiko tinggi terhadap trauma / injuri berhubungan dengan aktifitas kejang umum.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan, daya tahan tubuh yang lemah.
Ditandai dengan gejala menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah,
diare, tonus otot kurang, menangis lemah. Pada anak dan remaja biasanya terdapat tanda dan
gejala demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi,
foto fobia, delirium, halusinasi, maniak, stupor, koma, kaku kuduk, tanda kernig dan
brudzinski positif, ptechial (menunjukkan infeksi meningococal).

PENYEBAB

Penyebab meningitis adalah bakteri ; pneumococus; meningococus; stapilococus;


streptococus; salmonella; virus; hemofilus influenza; herpes simplek; atau oleh karena luka /
pembedahan atau injuri pada sistem persarafan. (Arief Mansjoer : 2000)
(Marilym E. Donges : 1999)
4. KLASIFIKASI
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada
cairan otak, yaitu meningitis Tuberkulosis Generalisata dan meningitis purulenta.
Meningitis Tuberkulosis Generalisata adalah radang selaput otak araknoid dan
piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terjadinya adalah Mycobacterium
Tuberculosa, Penyebab lain seperti Lues, Virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.
Meningitis Purulenta adalah radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi
otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok),
Neisseria meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae, Escherichia Coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa.
Meningitis Tuberkulosis Generalisata
Manifestasi Klinis
Penyakit ini dimulai akut, subakut atau kronis dengan gejala demam, mudah kesal,
marah-marah, obstipasi, muntah-muntah.
Dapat ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku kuduk. Pada pemeriksaan
terdapat kaku kuduk dan tanda-tanda perangsangan meningen lainnya. Suhu badan naik turun,
kadang-kadang suhu malah merendah, nadi sangat stabil, lebih sering dijumpai nadi yang
lambat, abdomen nampak mencekung.
Gangguan saraf otak yang terjadi disebabkan tekanan eksudat pada saraf-saraf ini.
Yang sering terkena nervus III & VII. Terjadi afasia motoris atau sensoris, kejang fokal,
monoparesis, hemiparesis, dan gangguan sensibilitas.

Tanda-tanda khas penyakit ini adalah Apatis, refleks pupil yang lambat dan refleksrefleks tendo yang lemah.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hb, jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endap darah
(LED), kadar glukosa puasa, kadar ureum, elektrolit.
Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu pada meningitis
tuberculosis didapatkan juga peningkatan LED.
2. Cairan Otak
Periksa lengkap termasuk pemeriksaan mikrobiologis. Pada meningitis serosa
diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang jernih meskipun mengandung sel dan
jumlah protein yang meninggi.
3. Pemeriksaan Radiologis
- Foto data
- Foto kepala
- Bila mungkin CT Scan.
Penatalaksanaan
a. Medis
1. Rejimen terapi : 2 HRZE 7RH.
2 Bulan Pertama :
INH

: 1 x 400 mg / hari, oral

Rifampisin

: 1 x 600 mg / hari, oral

Pirazinamid

: 15-30 mg / kg / hari, oral

Streptomisin a/

: 15 mg / kg / hari, oral

Etambutol

: 15-20 mg / kg / hari, oral.

2. Steroid diberikan untuk


- Menghambat reaksi inflamasi
- Mencegah komplikasi infeksi
- Menurunkan edema serebri
- Mencegah perlekatan
- Mencegah arteritis / infark otak.
3. Indikasi

Kesadaran menurun

Defisit neurologis fokal.

4. Dosis
Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 x 5 mg intravena selama 2-3
minggu, selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.
Disamping

tuberkulostatik

dapat

diberikan

rangkaian

pengobatan

dengan

deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan-perlekatan antara


araknoid dan otak.
Meningitis Purulenta
Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda penting adalah demam tinggi, nyeri kepala, kaku kuduk, dan
kesadaran menurun.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah

Dilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endap darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit, kultur. Pada meningitis purulenta di dapatkan
peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis.
2. Cairan Serebrospinal : lengkap & kultur
Pada meningitis purulenta, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang
keruh karena mengandung pus, nanah yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan
mati, jaringan yang mati dan bakteri.
3. Pemeriksaan Radiologis
- Foto kepala : periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi
- Foto dada.
Penatalaksanaan
Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif, suportif
untuk membantu pasien melalui masa kritis. Sementara menunggu hasil pemeriksaan
terhadap kausa diberikan obat sebagai berikut :

Kombinasi Ampisilin 12-18 gr, Kloramfenikol 4 gr, Intravena dalam dosis terbagi 4 x /
hari.

Dapat ditambahkan campuran Trimetoprim 80 mg, Sulfametoksazol 400 mg Intravena.

Dapat pula ditambahkan Seftriakson 4-6 gr Intravena. (Arief Mansjoer : 2000)

5. DIAGNOSIS PENUNJANG
Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak dan tidak dapat diterangkan
sebabnya, letargi, muntah, kejang dan lain-lainya harus difikirkan kemungkinan meningitis.
Diagnosis pasti adalah dengan pemeriksaan CSS melalui fungsi lumbal. Pada setiap penderita
dengan iritasi meningeal,apalagi yang berlangsung beberapa hari atau dengan gejala-gejala
kemungkinan meningitis atau penderita dengan panas yang tidak diketahui sebabnya, harus
dilakukan fungsi lumbal. Kadang-kadang pada fungsi lumbal pertama tidak didapatkan derita

yang sebelumnya telah mendapat pengobatan antibiotika,tetapi pada pembiakan ternyata ada
bakteri. Walaupun fungsi lumbal merupakan faktor resiko untuk terjadi meningitis, untuk
kepentingan diagnosis cara ini mutlak dilakukan.
Bila terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial (koma, kekakuan
descrebrasi, reaksi cahaya negatif) dapat dilakukan fungsi melalui sisterna makna. Cara ini
untuk menghindarkan terjadinya dekompresi dibawah foramen maknum dan herniasi tonsila
cerebellum. Bila tekanan permukaan CSS di atas 200 mmH2O, sebaiknya diberikan manitol
0,25 -0,50 mg/kg BB secara bolus segera sesudah fungsi lumbal untuk menghindari herniasi
otak. Jumlah CSS yang diambil secukupnya untuk pemeriksaan. Pada umumnya tekanan CSS
200-500 mmH2O dan CSS tampak kabur, keruh dan purulen.
Pada meningitis bacterial stadium akut terdapat leukosit polimor fonukleat. Jumlah sel
berkisar antara 1000-10000 dan pada kasus tertentu bisa mencapai 100000/mm3 , dapat
disertai sedikit eritrosit. Bila jumlah sel diatas 50.000/mm3 , maka kemungkinannya adalah
abses otak yang pecah dan masuk ke dalam ventrikulus. (Harsono : 1996)
a. Pemeriksaan cairan serebrospinalis baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis.
- Warna (Infeksi bakteri = purulent, infeksi virus dan tuberculosis = Xantocrom)
- Tekanan meningkat
- Sel PMN (Polimorfonukleus) meningkat
- Protein meningkat
- Glukosa menurun
- None (+)
- Pandi (+).

b. Pemeriksaan Tambahan
-

Darah lengkap, LED

Kultur darah

Foto kepala, thorax, vertebra

Kultur Swab hidung dan tenggorokan

- EEG, CT Scan Otak. (Depkes : 1995)


6. PENATALAKSANAAN
Infeksi Intrakranial Lapisan yang menutupi otak dan medulla spinalis (Meningitis).
Sumber penyebab dapat berupa bakteri, virus atau jamur (fungi) dan hasilnya /
penyembuhannya dapat komplet (sembuh total) sampai pada menimbulkan penurunan
neurologis dan juga sampai terjadi kematian.
MEDIS
1. PEMBERIAN ANTIBIOTIK
Pemberian antibiotic harus tepat dan cepat sesuai dengan bakteri penyebabnya dan
dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil biakan sebaiknya diberikan antibiotic
dengan spectrum luas. Antibiotic diberikan selama 10 14 hari atau sekurang-kurangnya 7
hari setelah demam bebas. Pemberian antibiotic sebaiknya secara parental.
Kadang kadang pada pemberian antibiotic selama 4 hari, tiba-tiba suhu meningkat
lagi. Keadaan demikian ini dapat disebabkan oleh flebitis di tempat pemberian cairan parental
atau intravena. Sementara itu, suhu yang tetap tinggi dapat disebabkan oleh pemberian
antibiotic yang tidak tepat atau dosis yang tidak cukup atau telah terjadi efusi
subdural,empiema, atau abses otak.
Penisilin G diberikan untuk mengatasi infeksi pneumokok, streptokok dan
meningokok dengan dosis 1-2 juta unit setiap 2 jam. Terhadap infeksi hemofilus sebaiknya
diberikan kloramfenikol 4 x 1 gram/24 jam atau ampisilin 4 x 3 gram setiap 24 jam intravena.
Untuk meningkok dipakai sulfadiazine sampai 12 x 500 mg dalam 24 jam selama kurang

lebih 10 hari. Gentamisin dipergunakan untuk memberantas Escheria coli, klebsiela, proteus,
dan kuman-kuman gram negatif.
2. MANAJEMEN TERAPI
1). Isolasi
2). Terapi anti mikroba sesuai hasil kultur
3). Mempertahankan dehidrasi,monitor balance cairan (hubungan dengan edema serebral)
4). Mencegah dan mengobati komplikasi
5). Mengontrol kejang
6). Mempertahankan ventrilasi
7). Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
8). Penatalaksanaan syok septik
9). Mengontrol perubahan suhu lingkungan. (Harsono : 1996)
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Analisa CSS dari fungsi lumbal :
Meningitis bakterial : Tekanan meningkat, cairan keruh / berkabut, jumlah sel darah
putih dan protein meningkat; glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri.
Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus
biasanya hanya dengan prosedur khusus.
Glukosa serum : Meningkat (meningitis).
LDH serum : Meningkat (pada meningitis bakteri).
Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri).
Elektrolit darah : Abnormal.
ESR / LED : Meningkat (pada meningitis).

Kultur darah / hidung / tenggorok / urine : Dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi
atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
MRI / CT-Scan : Dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel;
hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
EEG : Mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum (ensefalitis) atau
voltasenya meningkat (abses).
Ronsen dada, kepala dan sinus : Mungkin ada indikasi infeksi atau sumber infeksi kranial.
Arteriografi karotis : Letak abses lobus temporal, abses serebral posterior.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PEMERIKSAAN FISIK
1. Testing Cerebral Function
Status mental
a. Pemeriksaan orientasi
Tanya klien tentang :

Nama Negara kita

Nama Ibukota Negara kita

Tempat tinggal

Tempat lahir

Alamat sekolah

Tanya klien tentang :

Hari apa

Tanggal berapa

Jam berapa

Bulan berapa

Tahun berapa

2. Pemeriksaan daya ingat

Klien diperlihatkan sendok, garpu dan bolpoint selama kurang lebih 1 detik
Minta klien untuk menyebutkan nama benda.
3. Perhatian dan perhitungan
Tanya klien tentang perhitungan :
4. Fungsi bahasa

Perlihatkan orang coba penghapus dan penggaris, Tanya nama benda tersebut

Minta orang coba untuk mengatakan jika tidak atau andai tetapi

Minta orang coba untuk mengambil penggaris dari baki, diketukkan 3 kali di baki,
serahkan ke temannya

Perlihatkan kertas perintah pada orang coba.

Tingkat kesadaran
1. Alert
Klien dapat merespon dengan tepat terhadap stimulus audio, tactil, visual
Orientasi (orang, tempat,waktu) baik.
2. Lethargi
Sering tidur/ngantuk
Klien dapat bangun dengan mudah bila dirangsang denghan suara
Respon tepat.
3. Obtuned
Klien akan bangun diranhsang suara lebih keras atau menepuk dadanya
Klien akan tidur lagi setelah bangun
Respon tepat.
4. Stuport
Ada respon terhadap nyeri
Klien tidak sadar penuh selama stimulasi
Withdrawl refleks.

5. Comatase
Tidak ada respond an refleks terhadap stimulus
Flaccid muscle tone pada tangan dan kaki.
1. Pengkajian bicara Proses Resiptive
Kaji cara pengucapan, kemampuan baca. Beri pertanyaan yang sederhana yang
memerlukan jawaban lebih dari satu kata. Kemudian minta klien untuk membaca.
2. Pengkajian bicara Proses Expressive
Kemudian untuk mengekspresikan sesuatu, perhatikan apakah bicara klien
lancar,spontan,jelas. Sesuaikan dengan usia dan pendidikan klien. (Suradi Efendi : 2005
MASALAH DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang mungkin dijumpai pada klien dengan infeksi susunan saraf
pusat (meningitis, encephalitis, abses otak) serta intervensinya :
1. Potensial penyebaran infeksi
Kemungkinan penyebab :

Proses peradangan

Cairan tubuh yang statis

Daya tahan tubuh yang kurang.

Tujuan dan kriteria evaluasi


Sampai terjadi penyembuhan, infeksi sekunder tidak terjadi.
Intervensi Keperawatan
1; Isolasi klien
2; Pertahankan teknik aseptik dan cuci tangan setiap kali kontak dengan klien baik

itu

pengunjung maupun petugas

3. Hindarkan klien dari orang-orang yang mengalami ISPA baik petugas maupun pengunjung
4. Observasi secara teratur tiap 4-6 jam suhu tubuh klien.

5. Kaji kemungkinan adanya nyeri dada, nadi yang tidak teratur ataupun panas tubuh yang
menetap.
6. Auskultasi bunyi nafas, pola dan frekuensinya
7. Lakukan perubahan posisi secara teratur dan anjurkan klien untuk nafas dalam
8. Observasi urine out put : warna, bau, jumlah.
Tindakan Kolaboratif
a. Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian antibiotik baik secara IV maupun Intra
thecal.
b. Kolaborasi terhadap kemungkinan pembedahan.
2. Gangguan perfusi serebral
Kemungkinan penyebab :

Hypovolemia

Udema serebral

Sirkulasi darah ke otak yang kurang

Tujuan / kriteria hasil

Kesadaran baik

Fungsi motorik dan sensorik baik

Tanda-tanda vital stabil

Nyeri kepala berkurang atau hilang

Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.

Intervensi Keperawatan
-

Klien bed rest dengan posisi terlentang atau posisi elevasi 15 450 sesuai indikasi.
Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam (waspada terhadap terjadinya peningkatan sistolik,

tekanan nadi yang meningkat, nadi, pernapasan yang tidak teratur


Monitor status neurologik secara teratur dan bandingkan dengan data-data sebelumnya
Kaji adanya kaku kuduk, Twitching, iritabilitas dan kejang-kejang

Cegah kemungkinan peningkatan suhu tubuh dengan mengurangi pakaian, selimut dan bila

panas berikan kompres


Monitor intake dan out put, catat karakteristik urine, turgor kulit dan kondisi membran

mukosa
Bantu klien menghindari batuk, muntah dan obstipasi. Anjurkan klien untuk merubah-rubah

posisinya
Ciptakan kenyamanan dengan melakukan massage pada punggung, lingkungan yang hangat,

sentuhan yang lembut dan hindarkan suara-suara yang keras


Berikan waktu untuk istirahat diantara aktivitas-aktivitas dan hindarkan prosedur yang

terlalu lama.
Tindakan Kolaboratif
a. Kolaborasi untuk pemberian cairan intravena baik elektrolit atau cairan hipertonis.
b. Kolaborasi untuk pemeriksaan analisa gas darah
c. Kolaborasi pemberian oksigen
d. Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti steroid, chlorpromazine, acetaminophen.
3. Potensial terjadinya trauma
Kemingkinan penyebab :

Kelelahan, paralise, parasthesia, ataxia, vertigo

Rangsangan kejang

Tujuan / kriteria hasil : tidak terjadi trauma.


Intervensi

Beri papan pengaman di sisi tempat tidur

Siapkan mesin penghisap lendir di sisi tempat tidur

Awasi klien selama terjadi kejang

Hindarkan penekanan pada tubuh selama terjadi kejang

Mempertahankan bed rest selama fase akut

Bantu klien dalam mobilisasi

Tindakan Kolaboratif
Kolaborasi pemberian terapi seperti dilantin dan luminal.
4. Perubahan rasa nyaman : Nyeri
Kemungkinan penyebab :

Proses peradangan / infeksi

Sirkulasi toxin

Tujuan / kriteria hasil

Nyeri berkurang atau hilang

Klien tampak relak

Klien dapat tidur dan istirahat dengan baik.

Intervensi

Ciptakan lingkungan yang tenang, jauh dari stimulus yang berlebihan seperti
kebisingan, cahaya yang berlebih / silau

Pertahankan tetap bed rest dan Bantu aktifitas sehari-hari

Berikan kompres dingin pada kepala dan dahi

Pertahankan posisi yang nyaman bagi klien

Lakukan massage pada daerah leher, otot bahu dan punggung

Gunakan penghangat di daerah leher dan punggung, bisa berupa balsem atau handuk
yang dihangatkan.

Tindakan Kolaboratif
Kolaborasi pemberian analgesik seperti codein.
5. Perubahan / gangguan mobilitas fisik
Kemungkinan penyebab :

Kerusakan neuromuskular

Perubahan kognitif perceptual

Nyeri / discomfort

Bed rest

Tujuan / kriteria hasil

Tidak terjadi kontraktur, drop foot

Integritas kulit baik

Fungsi eliminasi baik

Kekuatan dan fungsi otot baik.

Intervensi

Kaji tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas

Rubah posisi klien setiap dua jam

Letakkan klien dalam posisi prone satu atau dua hari apabila pasien kooperatif

Latih pasien untuk melakukan pergerakan (ROM) aktif / pasif untuk semua aktifitas

Gunakan penahan / foot board selama terjadi paralise kaki / tungkai

Jaga agar posisi kepala tetap seimbang dalam posisi terlentang

Evaluasi penggunaan alat-alat bantu selama paralise misalnya posisi foot board

Kaji kemampuan untuk duduk, kekuatan tangan, kaki dan keseimbangan untuk berdiri
serta gunakan alat untuk menahan tekanan pada tulang yang menonjol

Kaji kemungkinan sirkulasi darah yang tidak adekuat seperti perubahan warna kulit,
edema dan tanda-tanda lainnya

Observasi keadaan integritas kulit dan lakukan massage untuk melancarkan sirkulasi
darah

Bila pasien mulai duduk lakukan segera pengukuran tanda-tanda vital

Gunakan bantal di atas kursi untuk menahan penekanan dan kaji berat badan secara
intensif

Dorong pasien untuk melakukan aktifitas dan beri pujian bila ia dapat melakukannya
dengan baik.

Tindakan Kolaboratif
a; Konsultasi dengan Fisioterapi bila pasien menolak untuk melakukan aktifitas
b; Kaji kemungkinan pemasangan alat elektrik untuk stimulasi sesuai dengan indikasi
c; Beri obat-obatan anti spasmodik dan perangsang otot sesuai dengan program pengobatan.

(Depkes : 1995)
DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN
AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Gejala :

Perasaan tidak enak (malaise).


Keterbatasan yang ditimbulkan oleh kondisinya.

Tanda :

Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.

Kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak.


Hipotonia.
SIRKULASI
Gejala :

Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis, beberapa

Penyakit jantung kongenital (abses otak).


Tanda :

Tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat

(berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada pusat


vasomotor).
Takikardia, disritmia (pada fase akut), seperti disritmia sinus (pada meningitis).
ELIMINASI
Tanda :

Adanya inkontinensia dan / atau retensi.

MAKANAN / CAIRAN
Gejala :

Kehilangan nafsu makan.

Kesulitan menelan (pada periode akut).


Tanda :

Anoreksia, muntah.

Turgor kulit jelek, membran mukosa kering.


HYGIENE
Tanda :

Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada

periode akut).
NEUROSENSORI
Gejala :

Sakit kepala (mungkin merupakan gejala pertama dan biasanya

berat). Parestesia, terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan sensasi
(kerusakan pada saraf kranial). Hiperalgesia / meningkatnya sensitivitas pada nyeri
(mengitis). Timbul kejang (meningitis bakteri atau abses otak). Gangguan dalam penglihatan,
seperti diplopia (fase awal dari beberapa infeksi). Fotofobia (pada meningitis).
Ketulian (pada meningitis atau ensefalitis) atau mungkin hipersensitif terhadap kebisingan.
Adanya halusinasi penciuman atau sentuhan.
Tanda : Status mental / tingkat kesadaran: letargi sampai kebingungan yang berat hingga
koma, delusi dan halusinasi / psikosis organik (ensefalitis).
Kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan (dapat merupakan awal gejala
berkembangnya hidrosefalus komunikan yang mengikuti meningitis bakterial).
Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi.
Mata (ukuran / reaksi pupil); unisokor atau tidak berespons terhadap cahaya (peningkatan
TIK), nistagmus (bola mata bergerak-gerak terus-menerus).
Ptosis (kelopak mata atau jatuh). Karakteristik fasial (wajah): perubahan pada fungsi motorik
dan sensorik (saraf kranial V dan VII terkena).
Kejang umum atau lokal (pada fase abses otak), kejang lobus temporal. Otot mengalami
hipotonia / flaksid paralisis (pada fase akut meningitis), spastik (ensefalitis).

Hemiparese atau hemiplegia (meningitis / ensefalitis).


Tanda Brudzinski positif dan atau tanda kernig positif merupakan indikasi adanya iritasi
meningeal (fase akut).
Rigiditas nukal (iritasi meningeal).
Refleks tendon dalam: terganggu, Babinski positif.
Refleks abdominal menurun / tidak ada, refleks kremastetik hilarg pada laki-laki (meningitis).
NYERI / KENYAMANAN
Gejala : Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal) mungkin akan diperburuk oleh
ketegangan leher / punggung kaku; nyeri pada gerakan okular, fotosensitivitas, sakit;
tenggorok nyeri.
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi / gelisah. Menangis /mengaduh / mengeluh.
PERNAPASAN
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses otak).
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal).
Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.
KEAMANAN
Gejala : Adanya riwayat infeksi saluran napas atas / infeksi lain, meliputi:
mastoiditis, telinga tengah, sinus, abses gigi; infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi
lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala, anemia sel sabit.
Imunisasi yang baru saja berlangsung; terpajan pada meningitis, terpajan oleh campak,
chickenpox, herpes simpleks, mononukleosis, gigitan binatang, benda asing yang terbawa.
Gangguan penglihatan / pendengaran.
Tanda : Suhu meningkat, diaforesis, menggigil.
Adanya ras, purpura menyeluruh, perdarahan subkutan.
Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik; paralisis atau paresis.

Gangguan sensasi.
PENYULUHAN / PEMBELAJARAN
Gejala : Adanya riwayat menggunakan obat (abses otak).
Hipersensitif terhadap obat (meningitis non-bakteri).
Masalah medis sebelumnya, seperti penyakit kronis / gangguan umum, alkololisme, diabetes
melitus, splenektomi, implantasi pirau ventrikel.
Rencana pemulangan :
Mungkin membutuhkan bantuan pada semua bidang, meliputi perawatan diri dan
mempertahankan tugas / pekerjaan rumah.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
INFEKSI, RISIKO TINGGI TERHADAP,

(PENYEBARAN)

Faktor risiko meliputi : Diseminata hematogen dari patogen.


Stasis cairan tubuh.
Penekanan respons inflamasi (akibat-obat).
HASIL YANG DIHARAPKAN : Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti
penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain.

DIAGNOSA KEPERAWATAN : PERFUSI JARINGAN, PERUBAHAN : SEREBRAL,


RISIKO TERHADAP
Faktor risiko meliputi : Edema serebral yang mengubah/menghentikan aliran darah arteri /
vena.
Hipovolemia.
Masalah pertukaran pada tingkat seluler (asidosis).
Kemungkinan dibuktikan oleh : (Tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda
dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual).

HASIL YANG DIHARAPKAN /

KRITERIA EVALUASI: Mempertahankan tingkat

kesadaran biasanya / membaik dan fungsi motorik / sensorik.


PASIEN AKAN : Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
Melaporkan tak adanya / menurunkan berat sakit kepala.
Mendemonstrasikan tak adanya perbaikan kognitif dan tanda peningkatan TIK.

DIAGNOSA KEPERAWATAN : TRAUMA, RISIKO TINGGI TERHADAP


Faktor risiko meliputi : Iritasi korteks serebral mempredisposisikan
muatan neural dan aktivitas kejang umum.
Keterlibatan area lokal (kejang lokal).
Kelemahan umum, paralisis parestesia.
Ataksia, vertigo.
Kemungkinan dibuktikan oleh : (TIdak dapat diterapkan, adanya tanda-tanda
dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual).
HASIL YANG DIHARAPKAN / KRITERIA EVALUASI

Tidak mengalami kejang/

penyerta atau cedera lain.

DIAGNOSA KEPERAWATAN : NYERI, (AKUT)


Dapat dihubungkan dengan : Agen pencedera biologis, adanya proses
infeksi / inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Melaporkan sakit kepala, fotofobia, nyeri otot/
sakit punggung.
Perilaku distraksi : menangis, meringis, gelisah.
Perilaku berlindung, memilih posisi yang khas.
Tegangan muskuler; wajah menahan nyeri, pucat.

Perubahan tanda-tanda vital.


HASIL YANG DIHARAPKAN / KRITERIA EVALUASI : Melaporkan nyeri hilang /
terkontrol. Menunjukkan postur rileks dan mampu tidur / istirahat dengan tepat.

DIAGNOSA KEPERAWATAN : MOBILITAS FISIK, KERUSAKAN


Dapat dihubungkan dengan: Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan / ketahanan.
Kerusakan persepsi / kognitif.
Nyeri / ketidaknyamanan.
Terapi pembatasan (tirah baring).
Kemungkinan dibuktikan oleh : Enggan mengusahakan gerakan.

II;

ENCEPHALITIS PADA ANAK


1; PENGERTIAN ENCEPHALITIS

encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering


infeksi-infeksi ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan
oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak.
Encephalitis adalah infeksi jaringan atas oleh berbagai macam mikroorganisme.
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau
mikroorganisme lain yang non-purulen (+).

Encephalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri
cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus.
2; PATOFISISOLOGI

Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah
masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
a; Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau

organ tertentu.
b; Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah. Kemudian menyebar

ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.


c; Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di Permukaan selaput

lendir dan menyebar melalui sistem saraf.


Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing,
muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat. Gejala lain berupa
gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang
disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia,
Paralisis syaraf otak.

3; GEJALA KLINIS

Meskipun penyebabnya berbeda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan
khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik. Secara umum gejala
berupa ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun. Setelah
masa inkubasi kurang lebih 5-10 hari akan terjadi kenaikan suhu yang mendadak,
seringkali terjadi hiperpireksia, nyeri kepala pada anak besar, menjerit pada anak
kecil. Ditemukan tanda perangsangan SSP (koma, stupor, letargi), kaku kuduk,
peningkatan reflek tendon, tremor, kelemahan otot dan kadang-kadang kelumpuhan.

Manifestasi klinik ensefalitis bakterial, pada permulaan terdapat gejala yang tidak
khas seperti infeksi umum, kemudian timbul tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial yaitu nyeri kepala, muntah-muntah, nafsu makan tidak ada, demam,
penglihatan kabur, kejang umum atau fokal dan kesadaran menurun. Gejala defisit
nervi kranialis, hemiparesis, refleks tendon meningkat, kaku kuduk, afasia,
hemianopia, nistagmus dan ataksia.
Penyebab kelainan neurologis (defisit neurologis) adalah invasi dan perusakan
langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang biak; reaksi
jaringan saraf terhadap antigen virus yang akan berakibat demielinisasi, kerusakan
vaskular, dan paravaskular; dan karena reaksi aktivasi virus neurotropik yang
bersifat laten.
Pada ensefalitis viral gejala-gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi
saluran nafas atas atau gastrointestinal selama beberapa hari kemudian muncul
tanda-tanda radang SSP seperti kaku kuduk, tanda kernig positif, gelisah, lemah dan
sukar tidur. Defisit neurologik yang timbul bergantung pada tempat kerusakan.
Selanjutnya kesadaran mulai menurun sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau
umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi,
gangguan bicara dan gangguan mental.
Temuan-temuan klinis pada ensefalitis ditentukan oleh:
a; Berat dan lokalisasi anatomis susunan saraf yang terlihat
b; Patogenesitas agen yang menyerang
c; Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita

4; KOMPLIKASI

Gejala sisa maupun komplikasi karena ensefalitis dapat melibatkan :


a; Encephalitis juga dapat terjadi sebagai komplikasi campak, gondongan(mumps)

atau cacar.
b; Susunan saraf pusat dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik,

penglihatan dan pendengaran

c; Sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat

secara menetap
d; Defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid), hidrosefalus

maupun gangguan mental sering terjadi.


e; Komplikasi pada bayi biasanya berupa :
1; Hidrosefalus
2; Epilepsi
3; Retardasi mental karena kerusakan SSP berat

5; PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a; Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu

membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi


limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih
dalam batas normal.
b; Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat

bilateral).Bila terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG
atau CT scan dapat dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan. Bila
tidak ada tanda klinis flokal, biopsy dapat dilakukan pada daerah lobus
temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.

6; PENATALAKSANAAN

Penderita baru dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai


menghilangnya

gejala-gejala

neurologik.

Tujuan

penatalaksanaan

adalah

mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka,


pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan

elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah (Arif, 2000). Tata laksana yang
dikerjakan sebagai berikut :
a; Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis biasanya

berat. Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi,
perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3
menit.
b; Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S

(tergantung umur) dan pemberian oksigen.


c; Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh

anoksia serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam


3 dosis.
d; Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan

intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat
diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik,
0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk. Bahan ini tidak
toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama.

7; KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A; Pengkajian
1; Identitas

Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.


2; Keluhan utama

Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.


3; Riwayat penyakit sekarang

Mula-mula anak rewel , gelisah , muntah-muntah , panas badan meningkat


kurang lebih 1-4 hari, sakit kepala.
4; Riwayat penyakit dahulu

Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah
menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan
tenggorokan.

5; Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh:
Herpes dll. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus, E, Coli,
dll.
6; Imunisasi

Kapan terakhir diberi imunisasi DTP


7; Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
a; Kebiasaan

Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur , kebiasaan buang
air besar di WC, lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah
kumuh)
b; Status Ekonomi

Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.


c; Pola Nutrisi dan Metabolisme

Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang semPemenuhan


Nutrisi
d; Pola Eliminasi

Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis karena


pasien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.
e; Pola tidur dan istirahat

Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak
dapatdievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.
f;

Pola Aktivitas

1; Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx

Ensefalitis dengan gizi buruk mengalami kelemahan.


2; Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan

gerak dilakukan latihan positif. Upaya pergerakan sendi : bila terjadi


atropi otot pada px gizi buruk makadilakukan latihan pasif sesuai
ROM Kekuatan otot berkurang karena pxEnsefalitisdengan gizi
buruk. Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung
,ginjal, mudah

terInfeksi berat, aktifitas

togosit

turun, Hb

turun, punurunan kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan


g; Pola Hubungan Dengan Peran

Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan


Ensefalitis kurang karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis
sampai koma.
B; Diagnosa keperawatan
1; Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
2; Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
3; Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum.
4; Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis,
5;
6;
7;
8;
9;
10;

gelisah.
Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan
ROM Terbatas.
Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual muntah.
Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d
kerusakan susunan saraf pusat.
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.
Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi
turun.
Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.

C; Perencanaan Keperawatan
1; Dx 1 : Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun

Tujuan: tidak terjadi infeksi


Kriteria hasil:Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran
infeksi endogen
Intervensi:
1; Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas
atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol
penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang
mengalami nfeksi saluran nafas atas.
2; Observasi suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan
Meningkosamia .
3; Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.
2; Dx 2 : Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi
sensorik/motorik. Mendemonstrasikan TTV stabil. Melaporkan tak
adanya/menurunkan sakit kepala.
Intervensi :
1; Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda
vital sesuai indikasi setelah dilakukan pungsi lumbal
R/. Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko
herniasi batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.
2; Pantau/catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan
keadaan normalnya, seperti GCS.
R/. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan
potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menentukan
lokasi, penyebaran/luasnya dan perkembangan dari kerusakan serebral
3; Pantau tanda vital, seperti tekanan darah. Catat serangan dari/hipertensi
sistolik yang terus-menerus dan tekanan nadi yang melebar
R/. Normalnya, autoregulasi mampu mempertahankan aliran darah
serebral dengan konstan sebagai dampak adanya fluktuasi pada tekanan
darah sistemik. Kehilangan fungsi autoregulasi mungkin mengikuti
kerusakan vaskuler serebral local atau difus yang menimbulkan
peningkatan TIK. Fenomena ini dapat ditunjukkan oleh peningkatan TD
sistemik yang bersamaan dengan tekanan darah diastolic(tekanan darah
yang melebar)
4; Anjurkan keluarga untuk berbicara dengan pasien jika diperlukan

R/. Mendengarkan suara yang menyenangkan dari orang


terdekat/keluarga tampaknya menimbulkan pengaruh trelaksasi pada
beberapa pasien dan mungkin akan dapat menurunkan TIK.
5; Berikan obat sesuai indikasi, seperti : steroid : deksametason,
metilprednison(medrol)
R/. Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi
pembentukan edema serebral, dapat juga menurunkan risiko
terjadinyafenomena rebound ketika menggunakan manitol.
3; Dx 3 : Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum
Tujuan : Tidak terjadi trauma
Kriteria hasil : Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain
Intervensi :
1; Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang
tempat tidur tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan
nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak
tergigit. Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut
relaksasi.
2; Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
3; Kolaborasi.
Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.
R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
4; Abservasi tanda-tanda vital
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.
4; Dx 4 : Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis,
gelisah.
Tujuan: Melaporkan nyeri hilang/terkontrol ditandai dengan :
menunjukkan postur rileks dan mampu istirahat/tidur dengan tepat
Intervensi :
1; Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai dengan
indikasi
R/. Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas pada
cahaya dan meningkatkan istirahat/rileksasi
2; Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata
R/. Meningkat kan vasokonstriksi, menumpulkan resepsi sensorik yang
selanjutnya akan menurunkan nyeri
3; Tingkat tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting

R/. Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri


4; Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman sperti kepala agak tinggi
sedikit pada meningitis
R/. Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut
5; Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot
daerah leher dan bahu.
R/. Dapat membatu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan
reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.
6; Berikan analgetik seperti asetaminofen, kodein
R/. Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat, catatan :
narkotik mungkin merupakan kotra indikasi sehingga menimbulkan
ketidakakuratan dalam pemeriksaaan neurologis
5; Dx 5 : Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai
dengan ROM terbatas.
Tujuan : mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal
yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya kontraktur, footdrop.
Mempertahankan/meningkatkan
kekuatan
dan
fungsi
umum.
Mempertahankan integritas kulit, fungsi kandung kemih dan usus.
Intervensi :
1; Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala
ketergantungan (0-4)
R/. Pasien mampu mandiri(nilai 0), atau memerlukan bantuan peralatan
yang minimal(nilai 1); memerlukan bantuan sedang/dengan
pengawasan/diajarkan(nilai 2); memerlukan bantuan/peralatan yang
terus-menerus dan alat khusus(nilai 3); tergantung secara total pada
pemberi asuhan(nilai 4).
2; Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan
karena tekanan. Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit
perubahan posisi antara waktu perubahan posisi tersebut.
R/. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap
berat badan dan meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian tubuh. Jika
ada paralysis atau keterbatasan kognitif, pasien harus diubah posisinya
secara teratur dan posisi dari daerah yang sakit hanya dalam jangka
waktu yang sangat terbatas.
3; Berikan/Bantu untuk melakukan rentang gerak
R/. Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal
ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis.
4; Berikan matras udara/air, terapi kinetic sesuai dengan kebutuhan.

6;

7;
8;
9;
10;

R/. Menyeinbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi, dan


membantu meningkatkan arus balik vena untuk menurunkan risiko
terjadinya trauma jaringan.
Dx6: Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah.
Tujuan : klien akan menunjukkan pemenuhan nutrisi adekuat
dengan Kriteria : BB dalam batas normal, nafsu makan baik/meningkat,
tidak ditemukan defisiensi nutrisi
Intervensi :
1; Kaji riwayat nutrisi, makanan yang disukai
R/. Mengidentifikasi defisiensi serta pemberian intervensI
2; Kaji antropometri setiap hari
R/. Perubahan antropometri mengindikasikan perubahan status nutrisi
3; Berikan intake makanan TKTP, mineral atau vitamin
R/. Diet TKTP mineral dan vitamin dapat memenuhi kebutuhan gizi
bagi klien
4; Tingkatkan frekuensi makan. Berikan diet halus, rendah serat. Hindari
makan pedas/terlalu asam
R/. Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang dapat
ditoleransi klien
5; Berikan anti jamur/pencuci mulut, anestetik jika diperlukan
R/. Stomatitis biasanya ada pada PEM, untuk meningkatkan
penyembuhan jaringan mulut dan memudahkan masukan diet
6; Berikan suplemen nutrisi, misalnya ensure bila diindikasikan
R/. Meningkatkan masukan protein dan kalori
Dx 7 : Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara)
b/d kerusakan susunan saraf pusat.
Dx`8 : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.
Dx 9 : Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap
infeksi turun.
Dx 10 : Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang
Tujuan :Tidak terjadi kontraktur
Kriteria hasil : Tidak terjadi kekakuan sendi dan dapat menggerakkan
anggota tubuh
Intervensi
1; Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik,
terjadi kekacauan sendi.

2;
3;

4;

5;

R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau


membantu program perawatan.
Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap
R/ Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor.
Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
R/ Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke jaringan
lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh .
Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam
R/ Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila ada
kelainan dapat dilakukan inteR/ensi segera
Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai
Indikasi
R/ Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang spastik ulang

D; Pelaksanaan

Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan


rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat
mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan
dimonitor kemajuan kesehatan klien.
E; Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data
subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan
keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini
merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya.
F; Penkes
Pengendalian vektor penyakit sulit dilakukan. Penyemprotan dengan insektisida
dilakukan apabila terjadi epidemi, namun demikian penyemprotan hanya
bersifat mengurangi populasi vektor, tidak menghilangkan sama sekali.
Vaksin inaktif menggunakan formaldehyde sebagai bahan inaktifan pernah
digunakan untuk mengimmunisasi kuda terhadap virus EEE, WEE, dan VEE.
Dalam jumlah terbatas, immunisasi juga dapat dilakukan terhadap para pekerja
laboratorium. Pencegahan terhadap virus VEE pernah dilakukan dengan
menggunakan vaksin aktif (live-attenuated vaccine) yang dikenal sebagai TC83. Vaksin tersebut digunakan untuk mengimmunisasi tentara dan digunakan
pada jutaan kuda sewaktu terjadi wabah VEE pada kumn waktu 1969 1971.
Vaksin aktif ini cukup aman diberikan pada kuda yang sedang bunting.

BAB III
PENUTUP

A; Kesimpulan

Meningitis dan Encephalitis adalah adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak
tipe-tipe dari meningitis dan encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh
infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini disebabkan oleh virus-virus.
Meningitis dan Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang
menyebabkan peradangan dari otak.
Gejala-gejala dari meningitis dan encephalitis hampr sama, termasuk demam yang
tiba-tiba, sakit kepala, muntah, kepekaan penglihatan pada sinar, leher dan punggung
yang kaku, kebingungan, keadaan mengantuk, kecanggungan, gaya berjalan yang
tidak mantap, dan mudah terangsang. Kehilangan kesadaran , kemampuan reaksi yang
buruk, serangan-serangan, kelemahan otot, demensia berat yang tiba-tiba dan
kehilangan memori dapat juga ditemukan pada pasien-pasien dengan meningitis dan
encephalitis.
B; Saran

Meningitis dan Encephalitis ini harus sudah didiagnosis sejak dini dan diharapkan
kepada penderita agar peduli terhadap penyakitnya dengan konsultasikan kepada
dokter jika terjadi gejala-gejala yang tiba-tiba sakit kepala, muntah, kepekaan
penglihatan pada sinar. Untuk menghindari resiko akibat penyakit ecephalitis, perlu
adanya menjaga lingkungan agar tetap bersih dan bebas dari virus-virus terutama virus
yang menyebabkan encephalitis.

DAFTAR PUSTAKA

Robins, Dasar-dasar Patologi Penyakit, EBC, 2005


Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit EGC.
Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga. Fakultas Kedokteran UI :
Media Aesculapius
Ngastiah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A,(1998). Patofisiologi, jilid 2, penerbit EGC, Jakarta
2011. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ensefalitis. (online). http://bkp2011. blogspot. com /
2011/03/asuhan-keperawatan-pada-pasien_24.html, diakses tanggal 16 Oktober 2011 pukul
10.00
Arif, Mansur. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Doengoes, Marilynn.E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
http://www.perfspot.com/docs/doc.asp?id=18608
http://creasoft.wordpress.com/2008/04/15/ensefalitis/

Anda mungkin juga menyukai