Oleh:
Vievien Widyaningtyas
101611101039
Pembimbing
NIP
: 197302102003122003
: An, M. Andi
Umur
: 9 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Agama
: Islam
Suku/Bangsa
: Madura / Indonesia
Alamat
B. Anamnesa
Keluhan utama
Riwayat penyakit
6 september 2014
19 Mei 2015
C. Pemeriksaan Obyektif
a. Ekstraoral
b. intraoral
D. Pemeriksaan Penunjang:
6 september 2014, pemeriksaan laboratorium hematologi
Hemoglobin
: 10,5
: 25
Leukosit
: 14.730
[4000-11000 Cmm]
Hematokrit
: 33%
[L 0,40-0,47 ; P 0,38-0,42]
Trombosit
: 478.000
[ 150.000-350.000]
Amoxicilin 3x1
Metronidazole 3x1
Dexametason 2x1
19 Mei 2015
Mefinal 2x1
Vitamin
Pembahasan
Nutrisi adalah senyawa atau unsur-unsur kimia yang terkandung dalam
makanan dan diperlukan untuk metabolisme di dalam tubuh secara normal. Zat
gizi ini kita dapat dari bahan makanan. Sedangkan makanan adalah bahan selain
obat yang mengandung zat-zat gizi atau unsur-unsur kimia yang dapat berguna
bila dimasukkan ke dalam tubuh.
Nutrisi atau zat gizi memiliki peranan penting dalam memelihara
kesehatan tubuh pada umumnya, dan kesehatan rongga mulut pada khususnya.
Nutrisi mempengaruhi kesehatan mulut dalam banyak hal. Misalnya, berpengaruh
pada perkembangan cranio-wajah, kanker mulut dan penyakit menular mulut.
Nutrisi juga penting peranannya dalam setiap tahap tumbuh kembang gigi dan
dalam menjaga keseimbangan lingkungan mulut yang dihubungkan dengan
kesehatan gigi. Nutrisi untuk pertumbuhan optimal gigi sama dengan nutrisi yang
diperlukan tubuh karena masa pertumbuhan gigi sejalan dengan masa
pertumbuhan tubuh secara keseluruhan. Nutrisi penting untuk kalsifikasi optimal
gigi sulung, sedangkan nutrisi pada masa balita dan anak-anak penting untuk
pertumbuhan gigi tetap.
Meningkatnya masalah gizi, tentunya berdampak pula pada peningkatan
prevalensi penyakit gigi dan mulut yang dapat mengakibatkan bertambah
buruknya masalah gizi tersebut. Mengetahui hubungan antara nutrisi yang didapat
dan kesehatan gigi dan mulut menjadi penting karena seringkali terdapat
karakteristik yang khas dari berbagai jaringan dalam rongga mulut yang lebih
sensitif terhadap defisiensi nutrisi, sehingga apabila tubuh mengalami defisiensi
nutrisi seringkali jaringan dalam rongga mulutlah yang pertama kali
memperlihatkan efek defisiensi nutrisi tersebut. (Moyers 1988).
A. Gingivitis
1. Definisi
Gingivitis merupakan proses peradangan didalam jaringan periodonsium
yang terbatas pada gingiva, yang disebabkan oleh mikroorganisme yaang
membentuk suatu koloni serta membentuk plak gigi yang melekat pada tepi
gingival tanpa merusak tulang (Carranza dan Newman, 1996; Jenkins dan Allan,
1999).
Namun peradangan gingiva tidak selalu disebabkan oleh akumulasi plak pada
permukaan gigi, dan peradangan gingiva yang tidak disebabkan oleh plak sering
memperlihatkan gambaran klinis yang khas. Gingivitis mengalami perubahan
warna gusi mulai dari kemerahan sampai merah kebiruan, sesuai dengan
bertambahnya
disebabkan beberapa penyebab, seperti infeksi bakteri spesifik, infeksi virus atau
jamur yang tidak berhubungan dengan peradangan gingiva yang berhubungan
dengan plak dan peradangan gingiva karena faktor genetik. Umumnya setiap
individu mengalami peradangan gusi dengan keparahan dan keberadaannya yang
sangat bervariasi sesuai dengan umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi,
tingkat pendidikan, dan lain sebagainya (Forrester dkk, 1981; Mathewson dan
Primosch, 1995).
Alergi dan trauma merupakan contoh lain dari peradangan gingiva yang
tidak disebabkan oleh faktor non-plak. Peradangan gingiva yang tidak disebabkan
oleh faktor non-plak sangat relevan, penyebab lesi secara umum merupakan
sample penting untuk memahami variasi dari reaksi jaringan yang terdapat pada
periodontium.
Selain faktor plak dan non-plak peradangan gingiva juga disebabkan oleh
karena gangguan sistemik dengan perdarahan spontan atau setelah teriritasi.
Perdarahannya eksesif dan sulit dikontrol. Adapula karena penggunaan obat
tertentu, alergi, terapi radiasi, siklus menstruasi, dan genetik.
Keparahan peradangan gingiva akan terus berlanjut akibat penumpukan
plak, apabila kebersihan rongga mulut tidak dipelihara. Pada gingiva yang
mengalami perdarahan, persentase jaringan ikat yang terkena radang adalah lebih
besar, tetapi epitelnya lebih sedikit dan lebih tipis bila dibandingkan dengan
gingiva yang tidak mengalami perdarahan. Ini berarti terjadinya perdarahan pada
gingiva adalah sejalan dengan perubahan histopatologis yang terjadi pada jaringan
ikat periodonsium.
Penderita gingivitis jarang merasakan nyeri atau sakit sehingga hal ini
menjadi alasan utama gingivitis kronis kurang mendapat perhatian. Rasa sakit
merupakan salah satu simptom yang membedakan antara gingivitis kronis dengan
gingivitis akut (Riyanti, 2008).
Beberapa penelitian menyebutkan prevalensi gingivitis pada anak-anak
semakin meningkat dengan pertambahan usia yaitu 8% pada anak usia 4-6 tahun,
28% pada usia 6-15 tahun, 50% pada usia 6-12 tahun, dan 75% pada usia 5-14
tahun (Mathewson dan Primosch, 1995). Hasil penelitian di Indonesia yang
dilakukan oleh Departemen Kesehatan tahun 1984 menunjukkan persentase
penderita gingivitis yang cukup tinggi, yaitu kelompok usia 8 tahun mencapai
57,79 sampai 62,79%, kelompok usia 14 tahun mencapai 62,19- 68,90% (Riyanti,
2008).
Penyakit gingivitis kronis merupakan suatu penyakit gusi yang timbul
secara perlahan-lahan dalam waktu yang lama. Apabila hal ini terus dibiarkan
tanpa perawatan yang baik dan benar, maka dapat menimbulkan periodontitis
(Hoag dan Pawlak, 1990; Manson dan Eley, 1993).
Faktor Lokal
Peradangan gingiva oleh karena faktor lokal adalah termasuk jenis
terbakar pada gingiva dari makanan panas atau kimia juga dapat meningkatkan
perdarahan pada gingival (Anitasari, 2005).
Perubahan Sistemik.
Pada beberapa gangguan sistemik, perdarahan gingiva terjadi secara
spontan setelah iritasi. Kondisi tersebut akibat perdarahan abnormal pada kulit,
organ internal, dan jaringan lain, termasuk mukosa rongga mulut.
Pengaruh terapi, kontrasepsi oral, kehamilan, dan siklus menstruasi juga
dilaporkan sebagai faktor yang mempengaruhi perdarahan pada gingiva. Beberapa
medikasi juga telah ditemukan memiliki pengaruh negatif pada gingiva. Sebagai
contoh, antikonvulsan, antihipertensi berupa calcium channel blocker, dan obat
imunosupresan diketahui menyebabkan pembesaran gingiva yang dapat
menyebabkan perdarahan gingiva sekunder.
Faktor Hormon
Perubahan hormon seksual berlangsung semasa pubertas dan kehamilan,
keadaan ini dapat menimbulkan perubahan jaringan gingiva yang merubah
respons terhadap produk-produk plak.
Pada masa pubertas insidensi peradangan gingiva mencapai puncaknya
dan perubahan ini tetap terjadi walaupun kontrol plak tetap tidak berubah.
Plak dapat menyebabkan peradangan yang hebat pada masa pubertas yang
diikuti dengan pembengkakan gingiva dan perdarahan. Bila masa pubertas sudah
lewat, peradangan cenderung reda dengan sendirinya tetapi tidak dapat hilang
kecuali bila dilakukan pengkontrolan plak yang adekut.
Faktor Nutrisi
Kekurangan gizi memiliki dampak yang besar, salah satunya gangguan
kesehatan. WHO memperkirakan bahwa anak- anak yang kekurangan gizi
sejumlah 181,9 juta (32%) di Negara yang sedang berkembang. Di Asia Selatan
bagian tengah dan Afrika Timur, kira- kira setengah dari anak- anak mempunyai
kemunduran pertumbuhan, dibandingkan dengan umurnya. Penyebab utama
lamanya penurunan prevalensi ialah karena rendahnya kesadaran masyarakat
terhadap upaya perbaikan gizi. Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan,
dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut.
Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa
ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi
yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walapun
kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi (Suaibah, 2006).
Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi
penerus bangsa. Kualitas sumber daya manusia bangsa di masa depan ditentukan
oleh anak- anak saat ini. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus
dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh kembangnya
anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan
kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian
nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan
sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam pemberian makanan yang tidak
benar dan menyimpang. Penyimpangan ini mengakibatkan gangguan pada banyak
organ dan sistem tubuh anak. Kekurangan gizi merupakan penyebab terjadinya
manifestasi rongga mulut pada anak. Kekurangan vitamin B-2 (riboflavin),
vitamin
B-3
(niacin),
Vitamin
B-6
(pyridoxine),
atau
vitamin
B-12
Lesi Awal
Bakteri adalah penyebab utama dari penyakit periodontal, namun pada tahap
ini hanya menyerang jaringan dalam batas normal dan hanya berpenetrasi
superfisial. Bakteri plak memproduksi beberapa faktor yang dapat meyerang
jaringan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara merangsang
reaksi imun dan inflamasi. Plak yang terakumulasi secara terus menerus
khususnya diregio interdental yang terlindung mengakibat inflamasi yang
cenderung dimulai pada daerah papila interdental dan meneyebar dari daerah
ini ke sekitar leher gigi.
Perubahan terlihat pertama kali di sekitar pembuluh darah gingiva yang kecil,
disebelah apikal dari epitelium jungtion. Pembuluh ini mulai bocor dan
kolagen perivaskular mulai menghilang, digantikan dengan beberapa sel
inflamasi, sel plasma dan limfosit-terutama limfosit T-cairan jaringan dan
protein serum. Disini terlihat peningkatan migrasi leukosit melalui epitelium
fungsional dan eksudat dari cairan jaringan leher gingiva. Selain
meningkatnya aliran eksudat cairan dan PMN, tidak terlihat adanya tandatanda klinis dari perubahan jaringan pada tahap penyakit ini.
Gingivitis Dini
Bila deposit plak masih tetap ada, perubahan inflamasi tahap awal akan
berlanjut disertai dengan meningkatnya aliran cairan gingiva dan migrasi
PMN. Perubahan yang terjadi baik pada epithekium jungtion maupun pada
epithelium krevikular merupakan tanda dari pemisahan sel dan beberapa
proleferasi dari sel basal. Fibroblas mulai berdegenerasi dan bundel kolagen
dari kelompok serabut dentogingiva pecah sehingga seal dari cuff marginal
gingiva menjadi lemah. Pada keadaan ini terlihat peningkatan jumlah sel-sel
inflmasi, 75 % diantaranya terdiri dari limfosit. Juga terlihat beberapa sel
plasa dan magrofag. Pada tahap ini tanda-tanda klinis dari inflamasi makin
jelas terlihat. Papila interdental menjadi lebih merah dan bangkak serta mudah
berdarah pada saat penyondean.
Dalam waktu 2-3 minggu, akan terbentuk gingivitis yang lebih parah lagi.
Perubahan mikroskopik terlihat terus berlanjut, pada tahap ini sel-sel plasa
terlighat mendominasi. Limfosit masih tetap ada dan jumlah makrofag
meningkat. Pada tahap ini sel mast juga ditemukan. Imunoglobulin, terutama
IgG ditemukan di daerah epithelium dan jaringan Ikat. Gingiva sekarang
berwarna merah, bengkak dan mudah berdarah. Dengan bertambah parahnya
Periodontitis:
Bila iritasi plak dan inflamsi terus berlanjut, integritas dari epithelium jungtion
akan semakin rusak. Sel-sel epithelial akan berdegenarasi dan terpisah,
perlekatannya pada permukaan gigi akan terlepas sama sekali. Pada saat
bersamaan, epithelium jungtion akan berproliferasi ke jaringan ikat dan ke
bawah pada permukaan akar bila serabut dentogingiva dan serabut puncak
tulang alveolar rusak. Migrasi ke apikal dari epithelium jungtion akan terus
berlangsung dan epithelium ini akan terlepas dari permukaan gigi, membentuk
poket periodontal atau poket asli. Keadaan ini tampaknya merupakan
perubahan Irreversibel. Bila poket periodontal sudah terbentuk plak berkontak
dengan sementum. Jaringan ikat akan menjadi oedem; pembuluh darah
terdilatasi dan trombosis dinding pembuluh pecah disertai dengan timbulnya
perdarahan ke jaringan sekitarnya. Disini terlihat infiltrat inflamasi yang besar
dari sel-sel plasam, limfosit dan magrofag. IgG merupakan imunoglobulin
yang dominan tetapi beberapa IgM dan IgA juga dapat di temukan disini.
Epitelium dinding poket mungkin tetap utuh atau terulserasi. Disini tidak
terlihat adanya perbedaan karena produk-produk plak berdifusi melalui
epitelium. Aliran cairan jaringan dan imigrasi dari PMN akan berlanjut dan
agaknya aliran cairan jaringan ini ikut membantu meningkatkan deposisi
kalkulus subgingiva. Penyebaran inflamasi ke puncak tulang alveolar.
Ditandai dengan adanya infiltrasi sel-sel ke ruang-ruang trabekula, daerahdaerah resorbsi tulang dan bertambah besarnya ruang trabekula. Ada
kecenderungan resorbsi tulang di imbangi oleh deposisi yang semakin
menjauhi daerah inflamasi. Sehingga tulang akan diremodelling, namun tetap
mengalami kerusakan. Resorbsi tulang dimulai dari daerah interproksimal
menjadi lebar misalnya atara gigi-gigi molar, suatu krater interdental akan
terbentuk dan kemudian bila proses resorbsi makin berlanjut, resorbsi akan
meluas ke lateral, sehingga semua daerah puncak tulang alveolar akan
teresorbsi.
4. Tatalaksana
Perawatan utama yang dilakukan terhadap gingivitis kronis pada anak
yaitu menghilangkan faktor etiololgi serta faktor lokal, pemeliharaan kebersihan
gigi dan mulut dengan sebaik mungkin serta melakukan tindakan profilaksis.
Perawatan harus segera dilakukan karena bila tidak maka akan berlanjut menjadi
periodontitis.
Apabila faktor lokal sudah dihilangkan namun gingivitis masih tetap ada,
maka perlu dilakukan pemeriksaan sistemik seperti pemeriksaan diabetes,
kehamilan, dan lain-lain. Meskipun demikian tindakan plak kontrol tetap harus
dilakukan agar gingivitis tidak semakin parah (Paul, 2001).
2. Perawatan eruption gingivitis.
Akan hilang apabila posisi oklusi telah normal. Apabila ringan tidak
membutuhkan perawatan hanya dengan meningkatkan kebersihan mulut. Bila
menjadi lebih berat menimbulkan sakit dan dapat berkembang menjadi
perikoronitis atau abses perikoronal. Perikoronitis yang disertai dengan
pembengkakan nodus limfatikus sebaiknya dilakukan perawatan dengan terapi
antibiotik (McDonald dan Avery, 2004; Pinkham, 2005).
3. Perawatan gingivitis pada gigi karies dan loose teeth (eksfoliasi parsial).
Oleh karena bersifat reversibel maka perawatan terhadap gingivitis pada gigi
karies yaitu dengan cara merestorasi kavitas gigi tersebut sedangkan pada
eksfoliasi parsial sebaiknya dengan cara menghilangkan bagian yang tajam atau
bila diperlukan dapat dilakuka pencabutan gigi.
4. Perawatan gingivitis pada maloklusi dan malposisi gigi.
Pada perawatan gingivitis akibat maloklusi perawatan ortodonti adalah tindakan
pertama yang harus dilakukan. Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut terutama
penyikatan gigi yang benar merupakan langkah selanjutnya yang harus dilakukan.
Adapun teknik penyikatan yang baik adalah harus sederhana, tepat, efisien, dan
dapat membersihkan semua permukaan gigi dan gusi, terutama saku gusi dan
interdental, teknik menyikat gigi harus sistematik agar tidak ada gigi yang
terlewati, gerakan sikat gigi tidak boleh menyebabkan kerusakan jaringan gusi
atau abrasi pada gigi, menyikat gigi sebaiknya dilakukan minimal dua kali sehari
yaitu pada pagi hari sesudah makan dan malam hari sebelum tidur dengan
menggunakan sikat gigi khusus bagi pasien yang sedang dirawat ortodonti
(Manson dan Eley, 1995).
Herbal
Bloodroot + zinc (pasta gigi)**
Obat kumur yang berisi sage oli,
peppermint oil, menthol, chamomile
tincture, expressed juice from
echinacea, myrrh tincture, clove oi,
and caraway oil**
Chamomile***
Echinacea***
Calcium***
Flavonoids***
Asam Folat (dalam bentuk pil)***
Sumber : Healthnotes, 2004
Keterangan :
*Sudah dibuktikan melalui penelitian-penelitian dan terbukti memberikan keuntungan
bagikesehatan.
**Terbukti pada penelitian pendahuluan masih perlu dilakukan penelitian lanjutan.
***Pada kelompok herbal data didukung berdasarkan pengobatan tradisional belum
disertaiatau masih minimal dalam penelitian ilmiah.
B. Cheilitis
1. Definisi dan Etiologi
Cheilitis merupakan lesi yang ditandai dengan keretakan atau fisur pada
bibir. Cheilitis adalah suatu peradangan pada bibir, biasanya menyebabkan
pengelupasan, bibir pecah-pecah, dan bengkak. Ada berbagai alasan mengapa
cheilitis terjadi. Hal ini dapat disebabkan oleh infeksi jamur atau infeksi bakteri
atau virus, dan malnutrisi atau kekurangan gizi. cheilitis bisa terjadi pada anak
dikarenakan kekurangan gizi. Kekurangan gizi memiliki dampak yang besar, salah
satunya gangguan kesehatan. Banyak kondisi dan faktor yang dapat menyebabkan
cheilitis, kronis ataupun sementara, termasuk paparan matahari berlebih,
kekurangan gizi, alergi, obat-obatan, dehidrasi, makanan, dan penyakit sistemik
tertentu. Cheilitis sementara biasanya tidak membutuhkan intervensi medis.
Pengobatan untuk cheilitis kronis bergantung pada penyebab yang mendasari
(Khairina, 2012).
Gejala
Bibir pecah-pecah (cheilitis) adalah bibir yang terlihat kering, bersisik, dan
mungkin memiliki satu atau lebih retakan (fissure). Seringnya, bibir menjadi lebih
sensitif, dan kemungkinan ada atau tidak ada kemerahan (erythema) dan
pembengkakan (edema). Retinoid (isotretinoin dan acitretin) merupakan penyebab
induksi obat yang paling sering untuk bibir pecah-pecah (Khairina, 2012).
Terapi
Pemberian terapi cheilitis didasarkan pada etiologi yang mendasarinya.
Jika disebabkan malnutrisi atau defisiensi vitamin tertentu maka terapinya dapat
diberikan vitamin. Cheilitis kemungkinan juga disebabkan oleh deficiency
vitamin B-2 (riboflavin), vitamin B-3 (niacin), vitamin B-6 (pyridoxine), or
vitamin B-12 (cyanocobalamin), deficienci besi (Suaibah, 2006).
Daftar Pustaka
Andlaw, R. J., Rock, W. P. 1992. Perawatan Gigi Anak (A manual of Paedodontics).
Alih bahasa; drg. Agus D. Editor : drg. Lilian Yuwono. 2 nd ed. Jakarta : Widya
Medika.
Forrester, D. J., dkk. 1981. Pediatric Dental Medicine. Philadelphia: Lea &
Febiger.
Hoag, P.M., Pawlak, E. A. 1990. Essentials of Periodontics. Toronto: The C. V.
Mosby Company.
Jenkins, E., dkk. 1999. Periodontics: A Synopsis. New Delhi: Wright.
Suaibah L. Hubungan status gizi dengan terjadinya keilitis angularis pada anak usia
6-12 tahun di enam panti asuhan di kota madya Medan. Dentika dent J, Vol 11,
No. 2, 2006: 117-121