Anda di halaman 1dari 14

Bayi Baru Lahir dengan Suspek Hepatitis B

Nevy Olianovi
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
nevy.olianovi@yahoo.com
Abstrak: Infeksi hepatitis B virus (HBV) adalah infeksi tersering dari hepatitis kronik yang ada
di seluruh dunia, merupakan masalah kesehatan masyarakat utama yang menginfeksi sekitar 360
juta orang di seluruh dunia. Transmisi dari ibu ke anak bertanggung jawab lebih dari sepertiga
dari infeksi HBV kronis di seluruh dunia. Dalam rangka memotong transmisi infeksi Hepatitis B
tersebut atau transmisi vertikal, maka kunci utama adalah imunisasi Hepatitis B segera setelah
lahir, terutama pada bayi-bayi dengan ibu yang memiliki status HbsAg positif. Diperkirakan
15%-40% dari orang yang terinfeksi secara kronis mengalami komplikasi terkait HBV, seperti
sirosis dan karsinoma hati, dan 25% meninggal karena komplikasi tersebut.
Kata kunci: Hepatitis B, HBV, transmisi vertikal
Abstract: Hepatitis B virus (HBV) infection, the most common form of chronic hepatitis
worldwide, is a major public health problem affecting an estimated 360 milion people globally.
Mother to child transmission is responsible for more than one third of chronic HBV infections
worldwide. In order to cut the transmission of hepatitis B infection or vertical transmission ,
then the primary key is the Hepatitis B immunization as soon after birth , especially in infants
with mothers who had positive HBsAg status. An estimated 15%-40% of persons chronically
infected develop HBV-related complications, such as cirrhosis and hepatic carcinoma, and 25%
die from these complications.
Keywords: Hepatitis B, HBV, vertical transmission
Pendahuluan
Indonesia adalah negara endemis tinggi Hepatitis B dengan prevalensi HbsAg positif di
populasi antara 7-10%. Pada kondisi seperti ini, transmisi vertikal dari ibu yang berstatus HbsAg
positif ke bayinya memegang peranan penting. Di lain pihak, terdapat perbedaan patofisiologi
antara infeksi Hepatitis B yang terjadi pada awal kehidupan dengan infeksi Hepatitis B yang
terjadi pada masa dewasa. Infeksi yang terjadi pada awal kehidupan, atau bahkan sejak dalam
kandungan (transmisi dari ibu dengan HBsAg positif), membawa resiko kronisitas sebesar 8090%.1
Resiko kematian yang terjadi pada infeksi HBV biasanya berhubungan dengan kanker hati
kronis atau sirosis hepatis yang terdapat pada 25% penderita yang secara kronis terinfeksi sejak
kecil. Jika tidak terinfeksi pada masa perinatal, maka bayi dari ibu HBsAg positif tetap memiliki
resiko tinggi untuk mengidap infeksi virus Hepatitis B kronis melalui kontak orang ke orang
1

(transmisi horizontal) pada 5 tahun pertama kehidupannya Sedangkan infeksi pada masa dewasa
yang disebabkan oleh transmisi horizontal memiliki resiko kronisitas hanya sebesar 5%.1
Berdasarkan imunopatogenesis Hepatitis B, infeksi kronis pada anak umumnya bersifat
asimtomatik. Di satu pihak, anak tersebut tidak menyadari bahwa dirinya sakit. Di pihak lain,
anak tersebut merupakan sumber penularan yang potensial.1
Dalam rangka memotong transmisi infeksi Hepatitis B, maka kunci utama adalah imunisasi
Hepatitis B segera setelah lahir, terutama pada bayi-bayi dengan ibu yang memiliki status HbsAg
positif.1
Pemeriksaan Antenatal Care
Antenatal care mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya menurunkan
angka kematian ibu dan perinatal. Dianjurkan agar pada setiap kehamilan dilakukan antenatal
care secara teratur dan sesuai dengan jadwal yang lazim berlaku.2
Tujuannya ialah untuk mengetahui data kesehatan ibu hamil dan perkembangan bayi
intrauterin sehingga kesehatan yang optimal dapat dicapai dalam menghadapi persalinan,
puerperium, dan laktasi, serta mempunyai pengetahuan yang cukup tentang persalinan bayinya.
Jadwal antenatal care adalah sebagai berikut:2
1. Trisemester I dan II
a. Sebulan sekali.
b. Pengambilan data hasil pemeriksaan laboratorium.
c. Pemeriksaan USG.
d. Nasihat diet
1) Empat sehat lima sempurna.
2) Protein 0,5/kgBB ditambah satu telur/hari.
e. Observasi
1)
Penyakit yang dapat mempengaruhi kehamilan.
2)
Komplikasi kehamilan.
f. Rencana
1) Mengobati penyakit
2) Menghindari terjadinya komplikasi kehamilan I/II.
3) Imunisasi tetanus I.
2. Trisemester III
a. Setiap dua minggu, kemudian seminggu sampai tanda kelahiran tiba.
b. Evaluasi data laboratorium untuk melihat hasil pengobatan.
c. Diet empat sehat lima sempurna.
d. Pemeriksaan USG.
e. Imunisasi tetanus II.
f. Rencana pengobatan.
g. Nasihat dan petunjuk tentang tanda inpartu, kemana harus datang melahirkan.
h. Observasi.
2

1) Penyakit yang menyertai kehamilan.


2) Komplikasi hamil trisemster III.
3) Berbagai kelainan kehamilan trisemester III.
Di negara maju, ANC dilakukan sebanyak 12-13 kali selama kehamilan, tetapi di negara
berkembang cukup dilakukan 4 kali sebagai kasus tercatat.2
Keuntungan ANC sangat besar karena dengan segera dapat diketahui berbagai penyakit, risiko,
dan komplikasi kehamilan sehingga dapat diarahkan untuk melakukan referal ke rumah sakit
yang mempunyai fasilitas yang cukup. Dengan jalan demikian, diharapakan angka kematian ibu
dan perinatal yang justru sebagian besar terjadi pada saat pertolongan pertama, dapat diturunkan
secara bermakna.2
Anamnesis
Dalam proses anamnesis, tanyakan keluhan apa yang mendorong pasien datang berobat,
apakah mual, nyeri perut, kembung, mata kuning, perut bengkak, dan sebagainya. Infeksi virus
hepatitis B memiliki keluhan yang mirip dengan penyakit lambung. Untuk membedakannya
dokter perlu mempertanyakan bagaimana warna air kencingnya. Pada hepatitis B biasanya air
kencing berwarna seperti air teh. Saat anamnesis perlu juga melihat sekilas warna mata pasien
apakah menguning atau tidak.3
Pada penyakit hepatitis B, mata kuning dijumpai pada sepertiga kasus. Untuk lebih
mengarah pada diagnosis hepatitis B perlu digali mengenai riwayat transfusi darah, hemodialIsis,
apakah ibu dari anak pernah menderita hepatitis B, dan juga menanyakan kebiasaan-kebiasaan
seperti hubungan seks bebas dan pemakaian narkoba suntik sebelumnya.3
Pemeriksaan fisik
1.
2.

3.
4.
5.

Dari pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan adalah:4


Kulit dan membran mukosa ikterik, terutama di skelera dan mukosa di bawah lidah.
Hepar biasanya membesar dan nyeri saat dipalpasi. Bila hati tidak dapat teraba dibawah tepi
kosta, nyeri dapat diperagakan dengan memukul iga dengan lembut di atas hati dengan
tinju menggenggam.
Sering ada splenomegali dan limfadenopati.
Tanda prodroma seperti atralgia atau lesi kulit, termasuk urtikaria, ruam purpura, makular
atau makulopapular.
Letargi, anoreksia, malaise sekitar 6-7 minggu sesudah pemajanan yang didahului dengan
adanya peningkatan kadar ALT.

Pemeriksaan penunjang
1. Tes fungsi hati
Tes fungsi hati adalah pemeriksaan sejumlah parameter zat-zat kimia maupun enzim
yang dihasilkan jaringan hati. Dari tes biokimia hati inilah dapat diketahui derajat
keparahan atau kerusakan sel dan selanjutnya fungsi organ hati dapat dinilai. Pemeriksaan
ini terdiri dari:5
a. Serum bilirubin direk dan indirek
Bilirubin adalah pigmen kuning yang dihasilkan oleh pemecahan hemoglobin
(Hb) di dalam hati. Bilirubin dikeluarkan melalui empedu dan dibuang melalui
feses.Bilirubin dalam darah terdiri dari dua bentuk, yaitu bilirubin direk dan bilirubin
indirek. Bilirubin direk larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin.
Sedangkan bilirubin indirek tidak larut dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin
total merupakan penjumlahan bilirubin direk dan indirek.5
Adanya peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya penyakit pada
hati atau saluran empedu. Sedangkan peningkatan bilirubin indirek jarang terjadi
pada penyakit hati. Nilai serum total bilirubin naik kepuncak 2,5 mg/dL dan
berlangsung ketat dengan tanda-tanda klinik penyakit kuning, bila diatas 200 mg/ml
prognosis buruk, mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler.
Tingkatan nilai bilirubin juga terdapat pada urin.5
b. ALT (SGPT) dan AST (SGOT)
Ada dua parameter berupa enzim yang dapat dijadikan sebagai indikator
terhadap adanya kerusakan sel hati (liver). Keduanya sangat membantu dalam
mengenali adanya penyakit pada hati (liver). Enzim-enzim tersebut adalah aspartat
aminotransferase (AST/SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT).
Peningkatan kadar enzim-enzim tersebut mencerminkan adanya kerusakan sel-sel
hati (liver). Namun demikian derajat ALT lebih dipercaya dalam menentukan adanya
kerusakan sel hati (liver) dibanding AST. Awalnya meningkat, dapat meningkat 1-2
minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun.5
ALT ditemukan terutama di hati (liver), sedangkan AST selain dapat ditemukan
di hati (liver) juga dapat ditemukan di otot jantung, otot rangka, ginjal, pankreas,
otak, paru, sel darah putih dan sel darah merah. Jika terjadi peningkatan kadar AST
bisa jadi yang mengalami kerusakan adalah sel-sel organ lain yang mengandung
AST.5
Pada penyakit hati akut, kadar ALT lebih tinggi atau sama dengan kadar AST.
Tingkatan alanine aminotransferase atau ALT bernilai lebih dari 1000 mU/mL dan
mungkin lebih tinggi sampai 4000 mU/mL dalam beberapa kasus virus Hepatitis nilai
aspartat aminotransferase atau AST antara 1000 2000 mU/mL.5

c. Albumin, globulin
4

Ada beberapa serum protein yang dihasilkan oleh hati. Serum-serum tersebut
antara lain albumin, globulin dan faktor pembekuan darah. Pemeriksaan serumserum protein tersebut dilakukan untuk mengetahui fungsi biosistesis hati.Adanya
gangguan fungsi sintesis hati ditunjukkan dengan menurunnya kadar albumin.
Namun karena usia albumin cukup panjang (15-20 hari), serum protein ini kurang
sensitif untuk digunakan sebagai indikator kerusakan hati.5
Globulin adalah protein yang membentuk gammaglobulin. Kadar
gammaglobulin meningkat pada pasien penyakit hati kronis ataupun sirosis.
Gammaglobulin mempunyai beberapa tipe, yaitu Ig G, Ig M dan Ig A. Masingmasing tipe sangat membantu pendeteksian penyakit hati kronis tertentu.5
2.

Tes serologi
Tes serologi adalah pemeriksaan kadar antigen maupun antibodi terhadap virus
penyebab hepatitis. Tes ini bertujuan untuk mengetahui jenis virus penyebab hepatitis.5
a. Antigen permukaan hepatitis (HBsAg)
Indikator paling awal untuk mendiagnosis infeksi virus hepatitis B adalah
antigen permukaan hepatitis B (HBsAg). Penanda serum ini dapat muncul sekitar 2
minggu setelah penderita terinfeksi, dan akan tetap ada selama fase akut infeksi
sampai terbentuk anti-HBs. Jika penanda serum ini tetap ada selam 6 bulan, hepatitis
dapat menjadi kronis dan penderita dapat menjadi carrier. Vaksin hepatitis B tidak
akan menyebabkan HBsAg positif. Penderita HBsAg positif tidak boleh
mendonorkan darah.5
b.

Antibodi antigen permukaan hepatitis B (anti-HBs)


Fase akut hepatitis B biasanya berlangsung selama 12 minggu. Oleh karena itu,
HBsAg tidak didapati dan terbentuk anti-HBs. Penanda serum ini mengindikasikan
pemulihan dan imunitas terhadap virus hepatitis B. IgM anti-HBs akan menentukan
apakah penderita masih dalam keadaan infeksius. Titer anti-HBs >10 mIU/ml dan
tanpa keberadaan HBsAg, menunjukkan bahwa penderita telah pulih dari infeksi
HBV.5

c.

Antigen e hepatitis B (HBeAg)


Penanda serum ini hanya akan terjadi jika telah ditemukan HBsAg. Biasanya
muncul 1 minggu setelah HBsAg ditemukan dan menghilang sebelum muncul antiHBs. Jika HBeAg serum masih ada setelah 10 minggu, penderita dinyatakan sebagai
carrier kronis.5

d.

Antibodi antigen HBeAg (anti-HBe)


Bila terdapat anti-HBe, hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi pemulihan
dan imunitas terhadap infeksi HBV.5

e.

Antibodi antigen inti (anti-HBc)


5

Anti HBc terjadi bersamaan dengan temuan HBsAg positif kira-kira 4-10
minggu pada fase HBV akut. Peningkatan titer IgM anti-HBc mengindikasikan
proses infeksi akut. Anti-HBc dapat mendeteksi penderita yang telah terinfeksi HBV.
Penanda serum ini dapat tetap ada selama bertahun-tahun dan penderita yang
memiliki anti-HBc positif tidak boleh mendonorkan darahnya. Pemeriksaan anti-HBc
dan IgM anti-HBc sangat bermanfaat untuk mendiagnosis infeksi HBV selama
window period antara hilangnya HBsAg dan munculnya anti-HBs.5

Tabel 1. Hasil pemeriksaan infeksi virus hepatitis B5


3. Pemeriksaan lain
Ultrasonografi hati perlu dilakukan jika ada keraguan mengenai cabang bilier atau
kelainan hati struktural lain. Biopsi hati dilakukan jika ada fase kolestatik yang menonjol.5
Diagnosis kerja
Hapatitis B adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B yang
dapat meneyebabkan perdangan bahkan kerusakan sel-sel hati. Bentuk hepatitis ini meliputi 95%
kasus dengan gejala ikterus yang jelas. Sebanyak 15-25% pasien dengan infeksi kronik hepatitis
B meninggal akibat penyakit kronik yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Pasien yang
6

terinfeksi virus hepatitis B pada awal kehidupan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk
mengalami infeksi kronik virus hepatitis B, dibandingkan dengan pasien yang terinfeksi pada
anak-anak atau dewasa.4
Epidemiologi
Di seluruh dunia, prevalensi infeksi HBV tertinggi adalah Afrika subsahara, Cina, bagian
Timur Tengah, lembah Amazon, dan kepulauan Pasifik. Di Amerika Serikat, populasi Eskimo di
Alaska mempunyai prevalensi angka tertinggi. Diperkirakan 300.000 kasus infeksi HBV baru
terjadi di Amerika Serikat setiap tahun, dengan kelompok umur 20-39 tahun pada risiko terbesar.
Dan telah menurun sekitar 80% sejak diperkenalkan vaksinasi pada tahun 1980-an (CDC, 2006;
Hoffnagle, 2006).2 WHO menganggap HBV sebagai karsinogen manusia nomor dua, hanya satu
peringkat di bawah tembakau.6
Jumlah kasus baru pada anak adalah rendah tapi sukar diperkirakan karena sebagian besar
infeksi pada anak tidak bergejala. Risiko infeksi kronis berbanding terbalik dengan umur,
walaupun kurang dari 10% infeksi yang terjadi pada anak, sedangkan sekitar 70-90% pada bayi,
infeksi ini mencangkup 20-30% dari semua kasus kronik.4
Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonatus, dan 50% bayi yang akan berkembang menjadi
hepatitis kronik dan viremia yang persisten.1
Di Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) Tahun 2013 prevalensi hepatitis
adalah 1,2%, dua kali lebih tinggi dibandingkan 2007. Lima provinsi dengan prevalensi hepatitis
tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (4,3%), Papua (2,9), Sulawesi Selatan (2,5%), Sulawesi
Tengah (2,3%) dan Maluku (2,3%). Bila dibandingkan dengan Riskesda 2007, Nusa Tenggara
Timur masih merupakan provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi. Berdasarkan kuintil
indeks kepemilikan, kelompok terbawah menempati prevalensi hepatitis tertinggi dibandingkan
kelompok lainnya. Prevalensi semakin meningkat pada penduduk berusia 15 tahun. Jenis
hepatitis yang banyak menginfeksi penduduk Indonesia adalah hepatitis B (21,8%) dan hepatitis
A (19,3%).7
Etiologi
Virus hepatitis B (HBV) adalah anggota famili hepadnavirus, diameter 42 nm, kelompok
DNA hepatotropik nonsitopatogenik, HBV mempunyai genom DNA sirkuler, sebagian helai
ganda tersusun sekitar 3.200 nukleotid. Empat genom telah dikenali, genom S, C, X, dan P.
Permukaan virus termasuk dua partikel yang ditandai antigen hepatitis B permukaan (hepatitis B
surface antigen [HBsAg]) = partikel sferis diameter 22 nm dan partikel tubuler lebar 22 nm
dengan berbagai panjang sampai mencapai 200 nm. Bagian dalam virion berisi antigen core
hepatitis B (HBcAg) dan antigen nonstruktural disebut hepatitis B e antigen (HBeAg) antigen
larut nonpartikel berasal dari HBcAg yang terpecah sendiri oleh proteolitik. Replikasi HBV
terjadi terutama dalam hati tetapi juga terjadi dalam limfosit, limpa, ginjal, dan pankreas.4
HBV ditularkan melalui parenteral atau lewat dengan karier atau penderita infeksi akut,
kontak seksual, penularan perinatal dari ibu kepada bayinya.3
7

Masa inkubasi 26 160 hari dengan rata- rata 70 80 hari. Faktor resiko bagi para dokter
bedah, pekerja laboratorium, dokter gigi, perawat dan terapis respiratorik, staf dan pasien dalam
unit hemodialisis, berhubungan seksual dengan penderita dan para pemaki obat-obat IV juga
beresiko. Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut.
Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonatus, 50% bayi akan berkembang menjadi hepatitis kronik dan
viremia persisten.3
Faktor risiko8,9
1. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (2006) penularan ibu ke
janin adalah cara utama transmisi di seluruh dunia.
2. HBV ditularkan dari ibu ke bayi saat lahir akibat menelan darah ibu atau dari ASI. Juga
penyebaran horizontal dalam keluarga selama masa kanak-kanak dapat terjadi.
3. Infeksi transplasenta jarang terjadi. Towers dkk (2001) melaporkan bahwa DNA virus jarang
ditemukan di cairan amnion atau darah tali pusat. Karena itu, sebagian besar infeksi
neonatus ditularkan secara vertikal melalui pajanan peripartum.
4. Bayi memiliki risiko tinggi bila ibu mereka memiliki hepatitis B e antigen positif (HBeAg
positif), risiko sangat berkurang bila antibodi e muncul.
5. Bayi yang menjadi pembawa (carrier) biasanya asimtomatik selama masa kanak-kanak,
tetapi 30-50% muncul penyakit hati kronis HBV, yang pada 10% berlanjut menjadi sirosis.
Dan juga risiko jangka panjang terkena karsinoma hepatoselular.
6. Kelompok lain yang berisiko tinggi untuk infeksi HBV adalah pemakaian obat terlarang
intravena.
7. Pasangan dari orang yang terinfeksi akut.
8. Orang dengan banyak mitra seksual khususnya pria homoseks. Virus ini juga ditularkan
melalui air liur, sekresi vagina, dan semen.
9. Petugas kesehatan dan pasien yang sering mendapatkan produk darah.
Patofisiologi
Transmisi pada neonatus pada umumnya adalah transmisi vertikal, artinya bayi mendapat
infeksi dari ibunya. Infeksi pada bayi dapat terjadi apabila ibu menderita hepatitis akut pada
trimester ketiga, atau bila ibu adalah karier HBsAg. Bila ibu menderita Hepatitis pada trimester
pertama, biasanya terjadi abortus. Transmisi virus dari ibu ke bayi dapat terjadi pada masa intra
uterine, pada masa perinatal, dan pada masa postnatal.4
Kemungkinan infeksi pada masa intra uterine adalah kecil. Hal ini dapat terjadi bila ada
kebocoran atau robekan pada plasenta. Kita menduga infeksi adalah intra uterine bila bayi sudah
menunjukkan HBsAg positif pada umur satu bulan. Karena sebagaimana diketahui masa
inkubasi Hepatitis B berkisar antara 40-180 hari, dengan rata-rata 90 hari.4
Infeksi pada masa perinatal yaitu infeksi yang terjadi pada atau segera setelah lahir adalah
kemungkinan cara infeksi yang terbesar. Pada infeksi perinatal, bayi memperlihatkan
antigenemia pada umur 3-5 bulan, sesuai dengan masa inkubasinya. Infeksi diperkirakan melalui
8

maternal-fetal microtransfusion pada waktu lahir atau melalui kontak dengan sekret yang
infeksius pada jalan lahir.4
Infeksi postnatal dapat terjadi melalui saliva, air susu ibu rupanya tidak memegang peranan
penting pada penularan postnatal. Transmisi vertikal pada bayi kemungkinan lebih besar terjadi
bila ibu juga memiliki HbeAg. (Zhang, 2004; Matondang, 1984) Antigen ini berhubungan
dengan adanya defek respon imun terhadap HBV, sehingga memungkinkan tetap terjadi replikasi
virus dalam sel-sel hepar. Hal ini menyebabkan kemungkinan terjadinya infeksi intra uterin lebih
besar.4
Banyak peneliti yang berpegang pada mekanisme infeksi HBV intra uterin yang
merupakan infeksi transplasenta. Pada tahun 1987, Lin mendeteksi adanya 32 plasenta dari ibu
dengan HBsAg dan HbcAg positif dengan menggunakan PAP imunohistokimia, dan tidak
menemukan adanya HBsAg. Dari hasil penelitian diadapatkan bahwa HBV DNA didistribusikan
tertama melalui sel desidua maternal, namun tidak ditemukan adanya sel pada villi yang
mengandung HBV DNA. Hasil penelitian dengan PCR menunjukkan adanya tingkat sel-sel yang
positif mengandung HBsAg dan HbcAg proporsinya secara bertahap menurun dari plasenta sisi
maternal ke sisi fetus (sel desidua > sel trofoblas > sel vilus mesenkim > sel endotel kapiler
vilus). HBV dapat menginfeksi seluruh tipe sel pada plasenta sehingga sangat menunjang
terjadinya infeksi intra uterin, dimana HBV menginfeksi sel-sel dari desidua maternal hingga ke
endotel kapiler virus.4
HBV juga menginfeksi sel trofoblas secara langsung, kemudian ke sel mesenkim vilus dan
sel endotel kapiler vilus sehingga menyebabkan terjadinya infeksi pada janin.HBV terlebih
dahulu menginfeksi janin, kemudian menginfeksi berbagai lapisan sel pada plasenta. HBsAg dan
HbcAg ditemukan di sel epidermis amnion, cairan amnion, dan sekret vagina yang menunjukkan
bahwa juga memungkinkan untuk terjadinya infeksi ascending dari vagina. HBV dari cairan
vagina menginfeksi membran fetal terlebih dahulu, kemudian menginfeksi sel-sel dari berbagai
lapisan plasenta mulai dari sisi janin ke sisi ibu.4
Sejak tahun 1980, ditemukan HBV DNA pada seluruh stadium sel spermatogenik dan
sperma dari pria yang terinfeksi HBV. Pada pria-pria tersebut, terjadi sequencing pada anakanaknya sebanyak 98-100%. HBV DNA terutama berada pada plasma ovum dan sel interstitial.
Oosit merupakan salah satu bagian yang dapat terinfeksi pula oleh HBV, sehingga transmisi
HBV melalui oosit dapat terjadi. Sebagai kesimpulan, infeksi HBV dapat terjadi melalui plasenta
dari darah ibu ke janin, selain itu dapat pula terjadi infeksi HBV melalui vagina dan oosit.4
Pada saat kelahiran, sistem imun manusia secara umum belum aktif. Transmisi
transplasental dari imunoglobulin maternal terjadi terutama pada trimester ketiga dan secara
kuantitatif berhubungan dengan usia gestasi. Status imunologis ibu dan antibodi merupakan
komponen kritis untuk kualitas dan spesifisitas dari antibodi yang ditransfer. ASI
memperpanjang masa transfer pasif IgG dan IgA. Sebagai imunitas pasif, sekalipun antibodi
yang ada melindungi terhadap organisme patogen, namun tidak berperan dalam sistem imun
yang memiliki daya memori dan konsekuensinya adalah meningkatnya produksi antibodi yang
high avidity, dimana keduanya menunjukkan kemampuan bayi untuk berespon terhadap
imunisasi.4
9

Secara minimal, antigen dalam rahim (in utero) menunjukkan hasil pada repertoire Bdan T-cell pada bayi yang masih polos. Paparan terhadap limfosit yang polos ini meningkat
dengan cepat karena banyaknya paparan terhadap antigen yang dimulai sejak kelahiran. Dalam
beberapa jam setelah kelahiran, beberapa bayi sudah mendapatkan nutrisi enteral dan spesies
bakteri membentuk koloni dalam traktus gastrointestinalis. Kemampuan sel B dan sel T
repertoire untuk meng-kloning sendiri, juga untuk membentuk diferensiasi khusus penting
artinya dalam membentuk respon imunologis aktif. Respon aktif ini merupakan penanda penting
dalam menentukan suksesnya imunisasi. Imaturitas dari respon aktif ini menentukan efikasi dan
keamanan dari setiap imunisasi terhadap bayi.4
Gejala klinis
Banyak kasus infeksi HBV tidak bergejala, sebagai dibuktikan dengan angka pengidap
petanda serum yang tinggi pada orang yang tidak mempunyai riwayat hepatitis akut. Episode
bergejala akut yang biasa, serupa dengan infeksi HAV dari virus hepatitis C (HCV) tetapi
mungkin lebih berat dan lebih mungkin mencangkup keterlibatan kulit dan sendi. Bukti klinis
pertama infeksi HBV adalah kenaikan ALT, yang mulai naik tepat sebelum perkembangan
kelesuan (letargi), anoreksi dan malaise sekitar 6-7 minggu sesudah pemajanan. Penyakitnya
mungkin didahului pada beberapa anak dengan prodom seperti penyakit serum termasuk atralgia
atau lesi kulit, termasuk urtikaria, ruam purpura, sindrom Gianotti-Crosti juga dapat terjadi.
Keadaan-keadaan ekstrahepatik lain yang disertai dengan infeksi HBV termasuk polioarteritis,
glomerulonefritis dna anemia aplastik. Ikterus yang ada pada sekitar 25% individu terinfeksi,
biasanya mulai sekitar 8 minggu sesudah pemajanan dan berakhir selama sekitar 4 minggu. Pada
perjalanan penyembuhan infeksi HBV yang biasa, gejala-gejala muncul selama 6-8 minggu.
Presentase orang-orang yang pada perkembangan bukti klinis lebih tinggi pada HBV daripada
HAV, dan angka hepatitis fulminan juga lebih besar. Hepatitis kronis juga terjadi dan bentuk
kronis aktif dapat menyebabkan sirosis dan karsinoma hepatoselular.4
Pada pemeriksaan fisik, kulit dan membrana mukosa adalah ikterik, terutama sklera dan
mukosa bawah lidah. Hati biasanya membesar dan nyeri pada palpasi. Bila hati tidak dapat
teraba dibawah tepi kosta, nyeri dapat diperagakan dengan memukul iga dengan lembut di atas
hati dengan tinju menggenggam. Sering ada splenomegali dan limfadenopati.4
Penatalaksanaan
Vaksinasi
a. Semua bayi yang lahir pada ibu dengan HBsAg positif harus mendapatkan vaksinasi HBV
secepat mungkin setelah kelahiran dengan booster selama masa kanak-kanak. Di Amerika
ini merupakan bagian dari program imunisasi standar, di Inggris ini terbatas pada bayi
dengan risiko tinggi. Di Amerika, HBIG untuk perlindungan jangka pendek dari antibodi
pasif diberikan dalam 12 jam masa kelahiran bagi bayi dengan ibu HBsAg positif. Di
Inggris ini terbatas pada ibu yang HBsAg positif.6

10

b. Rekomendasi Imunisasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2014, pemberian vaksin
hepatitis B paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului
pemberian injeksi vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberi vaksin hepatitis B
dan imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Dosis setengah mili
liter HBIG diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir di bagian anterolateral otot paha
atas. Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug diberikan dalam 12 jam pada posisi lain, diulang
pada 1 dan 6 bulan. Vaksinasi hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan vaksin hepatitis
B monovalen atau vaksin kombinasi. Vaksin kombinasi (Twinrix-GlaxoSmithKline)
mengandung 20 ug protein HBsAg (Engerik B) dan >720 unit elisa hepatitis A virus yang
dilemahkan (Havrix) memberikan proteksi ganda dengan pemberian suntikan 3 kali
berjarak 0,1 dan 6 bulan.1
c. Imunoprofilaksis pada infeksi yang ditularkan melalui darah HBV.
1. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan. Imunisasi ini universal untuk
bayi baru lahir, grup resiko tinggi, dan vaksin catch up untuk anak sampai umur 19
(bila belum divaksinasi). Vaksin rekombinan ragi yang mengandung HBsAg sebagai
imunogen. Sangat imunogenik, menginduksi kadar proteksi anti HBsAg pada >95%
pasien dewasa muda sehat setelah pemberian komplit 3 dosis. Efektifitas sebesar 8595% dalam mencegah HBV. Booster hanyak untuk individu dengan imunokompromais
jika titer di bawah 10 mU/mL. Peran imunoterapi untuk pasien HBV kronik sedang
dalam penelitian. Pemberian IM (deltoid) dosis dewasa untuk dewasa, untuk bayi, anak
sampai umur 19 tahun dengan dosis anak (1/2 dosis dewasa) diulang pada 1 dan 6
bulan kemudian.1
2. Imunoprofilaksis pasca paparan dengan vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis
B (HBIG). Diindikasikan untuk kontak seksual dengan individu yang terinfeksi
hepatitis akut. Dosis 0,04-0,07 mL/kg HBIG sesegera mungkin setelah paparan, vaksin
HBV pertama diberikan pada saat atau hari yang sama pada deltoit sisi lain, vaksin
kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan kemuadian.1
Komplikasi
Hepatitis fulminan akut terjadi lebih sering pada HBV daripada virus hepatitis lain, dan
risiko hepatitis fulminan lebih lanjut naik bila infeksi bersama atau superinfeksi dengan HDV.
Mortalitas hepatitis fulminan lebih besar 30%. Transplantasi hati adalah satu-satunya intervensi
efektif, perawatan pendukung yang ditunjukkan untuk mempertahankan penderita sementara
memberi waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi sel hati adalah satu-satunya pilihan lain.4
Infeksi HBV juga dapat menyebabkan hepatitis kronik, yang dapat menyebabkan sirosis
dan karsinoma hepatoselular primer. Interferon alfa-2b tersedia untuk pengobatan hepatitis B
kronis pada orang-orang berumur 18 tahun atau lebih dengan penyakit hati kompensata dan
replikasi HBV. Glomerulonefritis membranosa dengan pengendapan komplemen dan HBeAg
pada kapiler glomerulonefritis merupakan komplikasi infeksi HBV yang jarang.4
Prognosis
11

Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik. Prognosis pengidap
kronik HBsAg sangat tergantung dari kelainan histologis yang didapatkan pada jaringan hati.
Semakin lama seorang pengidap kronik mengidap infeksi HBV maka semakin besar
kemungkinan untuk menderita penyakit hati kronik akibat infeksi HBV tersebut. Penelitian
menunjukkan bahwa 40% pengidap infeksi HBV kronik yang mencapai usia dewasa akan
meninggal akibat penyakit hati kronik misalnya sirosis.10
Perjalanan HBV pada bayi yang tertulari berbeda dengan orang dewasa, yang umumnya
mempunyai prognosis jelek. Pada umumnya bayi yang tertulari, akan mengidap HBsAg tanpa
gejala dan menunjukkan perkembangan tubuh yang normal. Timbulnya HBsAg positif pada bayi
tergantung pada masa tunas dari virus B. Pada infeksi perinatal, beberapa minggu pertama
setelah kelahiran bayi biasanya HBsAg masih negatif, baru positif setelah berusia 3-5 bulan.
Pada infeksi HBV intrauterin sudah dapat ditemukan HBsAg positif pada umur satu bulan
pertama.HBsAg biasanya baru positif setelah beberapa waktu, dan akan menetap berada dalam
darah dalam jangka waktu yang lama. Sebagian dari penderita ini, titer dari e-antigen akan
menunjukkan penurunan sesuai dengan pertumbuhan umur bayi, tetapi tidak jarang bahkan
sebagian besar masih menunjukkan HBsAg positif pada dewasa muda, bahkan menetap sampai
uisa lanjut. Selama HBsAg masih menetap di dalam darah, maka akan merupakan pengidap yang
infeksius. Apalagi kelak menjadi seorang ibu maka akan menyebabkan terjadinya penularan
vertikal kepada bayi yang dilahirkan dan juga menyebabkan penularan horizontal kepada
sekelilingnya yaitu melalui hubungan seksual dengan suaminya, melalui saliva (berciumciuman), inokulasi serum, dan lain-lain. Dengan demikian jumlah pengidap HBV akan terus
bertambah.11
Selain daripada itu bayi yang tertulari HBV akibat penularan vertikal hampir sepertiganya
akan menderita penyakit hati kronis yang akan menjurus kearah sirosis hepatis atau karsinoma
hati primer (KHP) pada masa akhir hidupnya. Pada umumnya perjalanan penyakit HBV pada
bayi lebih buruk daripada orang dewasa. Terjadinya KHP menurut laporan akibat HBV berkisar
7-12 tahun, dan ada pula yang melaporkan sekitar 20 tahun. Penyembuhan sempurna dari HBV
pada bayi yang tertulari secara vertikal umumnya rendah bila dibanding dengan orang dewasa.
Penularan vertikal ini sebenarnya dapat dicegah dengan vaksinasi atau pemberian HBIg pada
bayi yang dilahirkan.11
Pencegahan
1. Imunisasi bayi universal dengan vaksin hepatitis B sekarang dianjurkan oleh American
Academy of Pediatrics (AAP). Semua bayi yang lahir pada ibu dengan HBsAg positif
harus mendapatkan vaksinasi HBV secepat mungkin setelah kelahiran dengan booster
selama masa kanak-kanak. Di Amerika ini merupakan bagian dari program imunisasi
standar, di Inggris ini terbatas pada bayi dengan risiko tinggi. Di Amerika, HBIG untuk
perlindungan jangka pendek dari antibodi pasif diberikan dalam 12 jam masa kelahiran
bagi bayi dengan ibu HBsAg positif. Di Inggris ini terbatas pada ibu yang HBsAg positif.
Bayi yang dilahirkan dari wanita yang HBsAg positif harus mendapat vaksin pada saat
12

lahir, umur 1 bulan, dan 6 bulan. Dosis pertama harus disertai dengan pemberian 0,5 ml
IGBH sesegera mungkin sesudah lahir karena efektivitasnya berkurang dengan cepat
dengan bertambahnya waktu sesudah lahir. AAP merekomendasikan bahwa bayi yang
dilahirkan dari ibu yang HBsAg negatif mendapat dosis vaksin pertama saat lahir, kedua
pada umur 1-2 bulan, dan ketiga antara umur 6 dan 18 bulan.6,8
2. Penapisan pranatal dengan imunisasi aktif dan pasif untuk neonatus dari ibu seropositif dan
dengan vaksinasi aktif selama kehamilan pada wanita seronegatif. Hasil dari sebuah
penelitian di Cina (Xu dkk, 2009) menunjukkan bahwa lamivudin yang ditambahkan ke
imunoprofilaksis neonatus akan menurunkan angka infeksi lebih jauh, menurunkan angka
infeksi perinatal dari 40% menjadi 20% pada wanita yang sangat viremik dengan
memberikan lamivudin dari usia gestasi 32 minggu sampai 4 minggu pascapartum.9
3. Untuk ibu berisiko tinggi yang seronegatif, vaksin aktif dapat diberikan selama kehamilan.
Ingardia (2004) melaporkan bahwa wanita yang diimunisasi selama satu kehamilan
memperlihatkan angka seropositif 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah dosis pertama,
vaksinasi diulang pada 1 dan 6 bulan, pada 1 dan 4 bulan, atau pada 2 dan 4 bulan.
Sheffield ddk (2006) melaporkan bahwa regimen 3 dosis yang diberikan prenatal pada
awalnya dan pada 1 dan 4 bulan menghasilkan angka serokonversi masing-masing 56, 77,
dan 90%. Hal ini dibandingkan dengan angka 96% untuk wanita pascapartum yang diberi 3
dosis lengkap (Jurenia dkk, 2001).9
4. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologist (2007) melahirkan secara
cesar belum ada laporan dapat menurunkan angka risiko.9
Kesimpulan
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B (HBV) yang
dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat
berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Faktor resiko terbesar terjadinya infeksi HBV
pada bayi dan anak-anak adalah melalui transfer perinatal dari ibu dengan status HBsAg positif.
Transmisi virus dari ibu ke bayi dapat terjadi pada masa intra uterine, pada masa perinatal, dan
pada masa postnatal. Imunisasi sesuai jadwal pada orang-orang dengan suspek kontak positif
adalah cara utama untuk mencegah transmisi.

Daftar Pustaka
1.

Sanityoso. Hepatitis Virus Akut. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Keempat. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2007.h.427-42.
13

2.

6.
7.

Manuaba, IBG. Penuntun kepaniteraan klinik obstetri dan ginekologi. Edisi 2. Jakarta: EGC;
2004.h. 33-4.
3. Cahyono SB. Hepatitis B. Yogyakarta : Kanisius; 2010.h.38-51.
4. Behrman RE & Kliegman RM. Ilmu kesehatan anak nelson. Vol. 2. Wahab AS,
penerjemah. Jakarta: EGC; 2000.h.1100-22.
5. Murray, Wilkinson IB, Davidson EH, Foulkes A, Mafi AR. Acute Hepatitis, Oxford
Handbook Of Clinical Medicine. Oxford University Press; 2011.p.406-8.
Marcdante KJ, Behrman RE, Kliegman RM. Nelson essentials of pediatrics. Edisi 6. IDAI,
penerjemah. Siangapore: Saunders Elsevier; 2014.h.109-114.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Riset kesehatan dasar, Riskesda
2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2013.h.71-5.
8. Lissauer T, Fanaroff AA. At a glance neonatologi. Vidhia U, penerjemah. Jakarta: PT
Gelora Aksara Pratama; 2009.h.148.
9. Cunningham FG et.al. Williams obstetrics. Edisi 23. Brahm U dkk, penerjemah. Jakarta:
EGC; 2013.h.1128-30.
10. Saputra L. Hepatitis virus akut, dalam The Merck Manual Jilid 2, ed 16. Jakarta: Bina
Rupa Aksan; 1999.h.252-3.
11. Hadi S. Hepatologi. Bandung: Penerbit Mandar Maju; 2000.h.33-34.

14

Anda mungkin juga menyukai