Anda di halaman 1dari 4

MONEV BIDANG TATA RUANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH


halaman 2

PERMEN ATR NO.9/2015 TENTANG


TATA CARA PENETAPAN HAK
KOMUNAL
halaman 3

Perkenalan Produk-Produk PROTARIH di Kalangan Eselon II Sekretariat BKPRN .....


halaman 4

RESENSI BUKU
PENATAAN RUANG BERBASIS
CEKUNGAN AIR TANAH
halaman 4

NEWSLETTER

TATA RUANG PERTANAHAN


MEDIA INFORMASI BIDANG TATA RUANG DAN PERTANAHAN

EDISI 6/ JUNI 2015

KILAS BALIK: DINAMIKA ISU TATA RUANG DAN PERTANAHAN

Sertifikat Tanah Digital Bagi Masyarakat Indonesia

Sumber gambar: tataruangpertanahan.com

Di Indonesia, permasalahan sengketa

tanah masih marak terjadi. Hal ini antara


lain disebabkan oleh para mafia yang
ingin mendapatkan tanah yang bukan
haknya dengan berbagai cara. Salah
satunya dengan pemalsuan dokumen.
Namun, hal itu nampaknya tak
akan terjadi lagi, atau setidaknya bisa
diminimalisir dengan program yang akan
segera diluncurkan oleh Kementerian
Agraria dan Tata Ruang yaitu berupa
sertifikat tanah digital. Rencananya
program anyar dari pemerintah tersebut
akan diluncurkan Juli mendatang.
Menurut Menteri Agraria dan Tata
Ruang, Ferry Mursyidan Baldan, salah
satu keuntungan dalam program sertifikat
tanah digital adalah bisa menghindarkan
masyarakat dari praktik mafia tanah.
Sertifikat digital tersebut nantinya bisa

menjadi sebuah dokumen yang sangat


kuat, karena terekam dan teradministrasi
dengan baik oleh pemerintah. Dengan
demikian, diyakini tidak akan terjadi lagi
tumpang tindih sertifikat.
Disinyalir
program
sertifikat
tanah digital ini turut meminimalisir
pemalsuan karena sangat aman. Dengan
database digital, pemerintah akan mudah
mendeteksi keabsahan dari pemilik tanah
di kementeriannya. Kalau ada sertifikat
ganda bisa segera dicek dalam beberapa
menit dan hasilnya langsung ketahuan
keaslian sertifikatnya.
Selain
menggunakan
password,
nantinya pengguna juga diharuskan
mengisi
data
selengkapnya
dan
mencantumkan foto. Masyarakat tidak
akan kesulitan untuk mengakses data
mengenai bukti kepemilikan tanah. Ketika
sertifikat asli hilang, masyarakat bisa
mengakses secara digital.
Daerah yang menjadi pilot project
program tersebut yakni Pulau Jawa, yaitu
Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang,
dan Surabaya. Pulau berpenduduk
terbesar di Indonesia ini dinilai memiliki
fasilitas sistem jaringan internet yang
memadai yang menjadi dasar utama
program sertifikat tanah digital.
Ditekankan pula bahwa tugas
terpenting Kementerian ATR atas program
ini adalah menjamin database status

kepemilikan, lokasi, dan luas tanah.


Perkuat Database
Masyarakat didorong untuk memiliki
sertifikat kepemilikan tanah. Selain
itu, seluruh jajaran Badan Pertanahan
Nasional (BPN) di daerah dihimbau
untuk segera menyiapkan dan merapikan
seluruh dokumen sertifikat masyarakat.
Karena jika databasenya kuat, akan mudah
untuk menerapkan sertifikat digital.
Sembari mematangkan kebijakan
tersebut
dan
merapikan
database
sertifikat tanah masyarakat di seluruh
Indonesia, pemerintah terus mendorong
dilakukannya upaya mediasi terhadap
sengketa pertanahan yang masih tinggi.
Menurut Ferry, mediasi bisa menjadi
solusi untuk mencegah terjadinya
konflik horizontal terhadap kedua pihak
yang bersengketa. Munculnya konflik
pertanahan biasanya juga karena adanya
ketidakadilan dalam hal penguasaan dan
pengelolaan tanah. Ketidakadilan ini lebih
banyak terakumulasi pada pemilik modal
daripada untuk kesejahteraan masyarakat.
Konflik
agraria
tidak
hanya
menyangkut masalah kepemilikan lahan
tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan
sumber kekayaan alam yang di dalamnya
terkait erat dengan urusan pertanian,
kehutanan, pertambangan dan kelautan.
[RA]

REDAKSI:
| Penanggung Jawab : Direktur Tata Ruang dan Pertanahan |
| Tim Redaksi : Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan | Editor : Santi Yulianti, Rini Aditya Dewi | Desain Tata Letak : Indra Ade Saputra dan Rini Aditya Dewi |

POTRET KEGIATAN:

Monitoring dan Evaluasi Bidang Tata Ruang Provinsi


Kalimantan Tengah Sistem Evaluasi Outcome Bidang Tata
adalah
TGHK
tahun

1982,
sementara yang digunakan dalam
Perda No. 8/2003 tentang RTRW
Provinsi Kalimantan Tengah adalah
hasil paduserasi tahun 1999.

Ruang.

Berdasarkan hasil diskusi dengan


Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum, Kantor
wilayah Badan Pertanahan Nasional
(BPN) dan Dinas Kehutanan Provinsi
Kalimantan Tengah, di dapat beberapa
kesimpulan:

Perwakilan dari Bappenas, Bappeda, Dinas PU, BPN dan Dinas Kehutanan
Kalimantan Tengah foto bersama usai acara Monitoring dan Evaluasi
Bidang Tata Ruang di kantor Bappeda Provinsi Kalimantan Tengah (11/6).
Sumber: Dokumentasi TRP

Palangkaraya
(11/6). Salah
satu
Kunjungan
Lapangan
Kegiatan
Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan
RKP 2014 dan RKP 2015 Bidang Tata
Ruang adalah ke Provinsi Kalimantan
Tengah. Bertempat di kantor Bappeda
Provinsi, dilaksanakan rapat yang
bertujuan mengidentifikasi kemajuan
pelaksanaan RKP tahun 2014 dan
2015 Bidang Tata Ruang berupa dana
dekonsentrasi dari Kementerian ATR
kepada Pemprov, dan diharapkan tim
Bidang Tata Ruang Direktorat TRP
Bappenas memperoleh masukan terkait

RTRW Provinsi Kalimantan Tengah


belum selesai, karena terdapat
perbedaan besaran antara kawasan
hutan dan non hutan. Menurut
Kementerian Kehutanan (dengan
SK Menteri Kehutanan Nomor
SK.529/Menhut-II/2012)
adalah
sekitar 82,46% : 17,54%, sementara
menurut Pemprov (yang dinyatakan
sesuai dengan kondisi eksisting)
adalah sekitar 58% : 42%.
Salah satu penyebab perbedaan
tersebut adalah Tata Guna Hasil
Hutan (TGHK) pada tahun 1982,
dilakukan paduserasi di seluruh
Indonesia pada tahun 1999, namun
paduserasi di Provinsi Kalimantan
Tengah tidak disahkan dengan
formal. Akibatnya yang dianggap
sah oleh Kementerian Kehutanan

Implikasi dari hal tersebut adalah


terdapat banyak kawasan budidaya
eksisting misalnya 659,321 km
jaringan jalan nasional, 490,201
km jalan provinsi, 177 km trase
jalur kereta api yang sedang dalam
proses persiapan, masih berada
dalam kawasan hutan.

Pemprov
mengharapkan
hal
ini dibawa ke Rakernas BKPRN
untuk mendapatkan solusinya.
Secara implisit, Menteri ATR telah
menyatakan persetujuan terhadap
kawasan non hutan sebesar 42%
yang diusulkan oleh Pemprov.

Dana dekonsentrasi tahun 2014


telah terserap semua, sementara
dana dekonsentrasi tahun 2015
belum turun karena belum ada DIPA,
sehingga belum ada penunjukan
satker pelaksananya. Diprediksi
hingga akhir tahun paling banyak
terserap 75%. [AS,RA]

Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Program Daerah


Provinsi Kalimantan Timur
Samarinda, (22/6). Pelaksanaan PRODA
di Provinsi Kalimantan Timur sudah berlangsung sejak tahun 2010, dengan fokus
pada pengembangan kegiatan pertanian,
dan berlangsung di 10 Kabupaten yang
ada di provinsi Kalimantan Timur.
Berdasarkan kesepakatan pada bulan
September-Oktober
2014
antara
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur
dan Kabupaten/Kota, secara akumulatif
target total lahan yang tersertifikasi pada
tahun 2015 mencapai 905 bidang.
Bidang-bidang tersebut terbagi atas,
149 bidang di Kabupaten Kutai Barat,
200 bidang di Penajam Paser Utara, 200
bidang di Berau, 200 bidang di Kutai
Kartanegara, 100 bidang di Paser, dan 56
bidang di Kutai Timur.

Namun masyarakat asli Berau yang


berada di pedalaman belum mendapatkan
bantuan tersebut. Saat ini, untuk kegiatan
tahun 2015 Pemerintah Daerah belum
bisa melakukan kegiatan sertifikasi
karena masih dalam tahap verifikasi dan
koreksi data.
Beberapa permasalahan yang muncul
dalam pelaksanaan kegiatan PRODA di
kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan
Timur antara lain adalah:
1.

kota.
2.

Pembiayaan kegiatan pra sertifikasi


lahan belum tersedia di kabupaten/
kota sebagai dana pendamping.

3. Koordinasi yang belum berjalan


dengan
baik antarinstansi
di
kabupaten/kota tentang tumpang
tindih ijin perkebunan. [CW,ZH,RA]

Keterbatasan juru ukur di tiap-tiap


kantor pertanahan di kabupaten/

Realisasi pelaksanaan sertifikasi cukup


baik. Seperti contoh kegiatan sertifikasi di
Kabupaten Kutai Timur, pada tahun 2015
sebanyak 56 bidang dan realisasi bidang
dengan status clean and clear sebanyak 48
bidang.
Pelaksanaan
kegiatan
sertifikasi
Kabupaten Berau sampai bulan juni 2015
dari target 200 bidang, sudah mencapai
166 bidang dengan kondisi clean and
clear. Selanjutnya, berkas siap untuk
diproses yaitu masuk ke tahap penetapan
SPPT PBB dan pemberian sertipikat pada
masing-masing bidang tanah tersebut.
2

Uke M. Husein selaku Kasubdit Bidang Pertanahan Direktorat TRP (kiri) menjadi salah satu pembicara
dalam rapat Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Program Daerah Provinsi Kalimantan Timur di kantor
Bappeda Kalimantan Timur. (22/6). Sumber: Dokumentasi TRP

WAWASAN

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan


Nasional No.9 Tahun 2015

tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat
yang Berada Dalam Kawasan Tertentu
(2)

TIM IP4T.

Tim IP4T bertugas melaksanakan seluruh


tahapan Tata Cara Penetapan Hak
Komunal atas Tanah Masyarakat Hukum
Adat dan Masyarakat yang Berada Dalam
Kawasan Tertentu.
(3) IDENTIFIKASI, VERIFIKASI
PEMERIKSAAN LAPANGAN.

dan

Setelah menerima berkas permohonan,


tim IP4T melakukan identifikasi dan
verifikasi mengenai identitas pemohon,
riwayat
tanah, jenis, penguasaan,
pemanfaatan dan penggunaan tanah.
Jika berkas sudah lengkap, Tim IP4T
melakukan pemeriksaan lapangan untuk
mengetahui letak dan batas tanah yang
dimohon.
(4) ANALISIS DATA FISIK DAN DATA
YURIDIS.
Ilustrasi Gambar Penetapan Kawasan Hutan. Sumber: getty image.

Masyarakat

hukum adat (MHA) dan


hutan adat menjadi satu kesatuan yang
tak terpisahkan. Hutan adat menjadi
salah satu kekayaan penting bagi
masyarakat hukum adat untuk menjamin
kesejahteraan hidupnya, tatkala negara
justru mengingkari keberadaannya. Hutan
menyediakan aneka macam kebutuhan
hidup bagi masyarakat hukum adat. Hutan
juga menjadi sumber kekayaan alam
dan keanekaragaman hayati masyarakat
hukum adat yang mereka rawat dan jaga
sejak dulu.
Negara harus menjamin kepastian hak
masyarakat hukum adat atas hutan.
Keberadaan masyarakat hukum adat
masih memerlukan perangkat hukum di
daerah, baik melalui Peraturan Daerah
maupun melalui Surat Keputusan Kepala
Daerah.
Pemerintah Daerah perlu menetapkan
masyarakat hukum adat sebagai subjek
hukum melalui Perda dan atau Surat
Keputusan Kepala Daerah yang menjadi
elemen utama untuk penetapan hutan
adat. Selain itu, diperlukan sinergitas
antara Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah dan Masyarakat Hukum Adat
untuk menata dan menginventarisasi
kembali hutan adat masyarakat agar
pemaknaan dari Putusan MK No.35/2012
dapat diterapkan.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 9 Tahun 2015 tentang Tata Cara


Penetapan Hak Komunal atas Tanah
Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat
yang Berada dalam Kawasan Tertentu
terbit 12 Mei 2015. Peraturan menteri
(permen) ini terbit untuk memenuhi
tersedianya suatu pedoman sebagai
pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri
Dalam Negeri RI, Menteri Kehutanan RI,
Menteri Pekerjaan Umum RI, dan Kepala
Badan Pertanahan RI Nomor 79 Tahun
2014 tentang Tata Cara Penyelesaian
Penguasaan Tanah yang Berada dalam
Kawasan Hutan, khususnya untuk tanahtanah masyarakat hukum adat.
TATA CARA
Tata cara penetapan hak komunal atas
tanah masyarakat hukum adat dan
masyarakat yang berada dalam kawasan
tertentu memiliki lima tahap, yaitu
permohonan; tim IP4T; identifikasi,
verifikasi dan pemeriksaan lapangan;
analisis data fisik dan data yuridis; serta
penyampaian laporan dan penetapan hak
komunal.
(1)

PERMOHONAN.

MHA mengajukan permohonan ke Bupati/


Walikota/Gubernur dengan syarat-syarat
tertentu. Setelah permohonan diterima,
Bupati/Walikota/Gubernur
membentuk
Tim IP4T untuk menentukan keberadaan
MHA serta tanahnya.

LINK TERKAIT
Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan,
Bappenas
Portal Tata Ruang dan Pertanahan
Sekretariat BKPRN

Tim IP4T menyerahkan hasil analisis ke


Direktur Jenderal yang bertugas di bidang
planologi kehutanan untuk dilepaskan dari
kawasan hutan, dan hasil pengintegrasian
keputusan perubahan kawasan hutan
tersebut berupa diterbitkannya Keputusan
Kepala Daerah.
(5) PENYAMPAIAN LAPORAN
PENETAPAN HAK KOMUNAL.

DAN

Tim IP4T menyampaikan laporan hasil


kerja yang memuat ada atau tidaknya
MHA, nama pimpinan adat dan para
anggotanya, serta data tanah dan riwayat
penguasaan tanah kepada Bupati/
Walikota/Gubernur. Setelah itu, Bupati/
Walikota menetapkan Hak Komunal atas
tanah MHA yang terletak pada (1) satu
kabupaten/kota; Gubernur menetapkan
Hak Komunal atas tanah MHA yang
terletak pada lintas kabupaten/kota.
Selain
Peraturan
Menteri
Agraria
dan Tata Ruang No.9/2015 tentang
Penetapan Hak Komunal Atas Tanah
Masyarakat Hukum adat dan Masyarakat
yang Berada Dalam Kawasan Tertentu,
pengakuan terhadap masyarakat hukum
adat maupun penetapan hutan adat
bisa menggunakan kebijakan-kebijakan
yang telah dikeluarkan oleh pemerintah
pusat, seperti Peraturan Bersama Tiga
Menteri tentang Tata Cara Penyelesaian
Penguasaan Tanah yang berada di dalam
kawasan hutan, serta Peraturan Menteri
Desa No.1/2015 tentang Hak Asal Usul
Desa. [RA]

Potret Kegiatan TRP

Monitoring

dan Evaluasi Bidang Tata Ruang


Provinsi Kalimantan Tengah
Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Program
Daerah Provinsi Kalimantan Timur
3
Perkenalan Produk-Produk PROTARIH
di Kalangan Eselon II Sekretariat BKPRN

Perkenalan Produk-Produk PROTARIH di


Kalangan Eselon II BKPRN

Para peserta mengikuti diskusi Perkenalan Produk-Produk PROTARIH


di Hotel Akmani, Jakarta (30/6). Rinella Tambunan, Perencana Madya
Sekretariat BKPRN menjadi moderator acara. Sumber: Dokumentasi
TRP

Jakarta, (30/6). Program Tata Ruang dan


Investasi Hijau di Papua (Protarih) adalah
program kerjasama antara pemerintah
Indonesia dan pemerintah Inggris yang
merupakan
representasi
komitmen
kedua pemerintah untuk menurunkan
dampak perubahan iklim dengan cara
menjaga tutupan hutan. Dalam rangka
memperkenalkan produk-produk Protarih
di Provinsi Papua, diselenggarakan rapat
koordinasi antara Eselon II Badan Koordinasi

Penataan Ruang Nasional (BKPRN)


dengan tim Protarih pada Selasa (30/6)
di Hotel Akmani, Jakarta. Diskusi ini juga
dihadiri oleh perwakilan dari Pemerintah
Daerah Provinsi Papua, Direktorat
Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas,
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Agraria dan Tata Ruang, Badan Informasi
Geospasial (BIG), Aliansi Masyarakat Adat
Nusantara (AMAN), Samdhana Institute,
serta Administrasi Kerjasama Luar Negeri
(AKLN) Kemendagri.
Di Indonesia, Protarih telah berjalan
lebih dari dua tahun dan akan selesai
pada akhir Juli 2015. Sampai saat ini
Protarih telah memfasilitasi Bappeda
Papua dalam mengembangkan beberapa
produk
pengetahuan
yang
dapat
diadopsi menjadi instrumen kebijakan
dalam rangka mendukung pelaksanaan
RTRW Papua yaitu: (1) Sistem Informasi
Manajemen Tata Ruang (SIMTARU); (2)
Protokol verifikasi pemanfaatan ruang
di Papua; dan (3) Panduan tata ruang

perkampungan di Papua.
Dalam kesempatan tersebut, dijelaskan
bahwa
Program
protarih
dalam
rangka pembangunan manusia agar
mampu mengatasi masalahnya sendiri
diantaranya telah dilakukan:
1. Program pendidikan populer untuk
membangun
kader
motivator
kampung (pelatihan terhadap kader
kampung);
2. Membangun kesadaran bersama
melalui forum kampung;
3. Mengembalikan produktivitas tanah,
kualitas hutan, laut, dan sungai
(mengatur zonasi ruang adat sebagai
konservasi dan pertanian, komitmen
membuka kebun bersama, menanam
hutan kembali, konservasi ikan, dan
kampanye anak untuk mengelola
sampah);
4. Membangun kemampuan memenuhi
kebutuhan sendiri (sekolah lapang
petani, mengembangkan keterampilan wirausaha). [OL, RA]

RESENSI BUKU:

INVENTARISASI PENGUASAAN, PEMILIKAN,


PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH
(IP4T) DALAM KAWASAN HUTAN
Kebutuhan terhadap tanah selalu mengalami kenaikan tidak hanya diperkotaan tetapi juga di
seluruh pelosok wilayah Indonesia bahkan pada kawasan hutan. Sektor kehutanan memiliki
bagian yang diantaranya adalah sektor minerba dan hunian masyarakat. Kenyataannya sudah
banyak terjadi alih fungsi lahan dalam kawasan hutan antara lain menjadi permukiman,
perkebunan, tegalan dan sudah dikuasai
oleh beberapa masyarakat. 65% wilayah
Indonesia adalah kawasan hutan. Dari
luas tersebut, banyak lahan yang sudah
diduduki dan dikuasai oleh masyarakat
namun tidak bisa disertipikatkan.
Bertolak dari Nota Kesepakatan Rencana
Aksi
Bersama
dalam
percepatan
pengukuhan kawasan hutan Indonesia
oleh 12 kementerian, maka pada 17
Oklober 2014 diundangkan Peraturan
Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri
Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
79 Tahun 2014, PB.3/MENHUT-II/2014,

17.PRT/M/2014, 8/SKB/X/2014 tentang


Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah
yang ada di dalam Kawasan Hutan.
Untuk
menindaklanjuti
Peraturan
Bersama tersebut Kedeputian Bidang
Pengaturan dan Pengendalian Pertanahan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/
Badan Pertanahan Nasional menyusun
petunjuk
pelaksanaan
Inventarisasi
Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan
dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) dalam
kawasan hutan yang nantinya menjadi
acuan bagi Tim IP4T dalam penyelesaian
penguasaan tanah yang berada di dalam
kawasan hutan Indonesia. [RA]

Untuk informasi lebih lanjut silakan hubungi kami:

DIREKTORAT TATA RUANG DAN


PERTANAHAN,
BAPPENAS
Jalan Taman Suropati No. 2A
Gedung Madiun Lt. 3

T : 021 392 7412


F : 021 392 6601
E : trp@bappenas.go.id
W: www.trp.or.id
Portal : www.tataruangpertanahan.com

JUDUL BUKU: Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan


Pemanfaatan Tanah (IP4T) Dalam
Kawasan Hutan
PENYUSUN dan PENERBIT: Kementerian Agraria dan Tata Ruang/
Badan Pertanahan Nasional
JUMLAH HALAMAN : 27

Anda mungkin juga menyukai