Glaukoma Kongenital
Oleh
Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Glaukoma adalah kerusakan saraf retina akibat perubahan tekanan bola
mata yang tidak normal. Glaukoma pada anak biasanya dihasilkan dari kelainan
dalam perkembangan struktur bagian depan bola mata. Kelainan ini menghasilkan
tekanan bola mata yang tinggi. Peninggian tekanan mata menyebabkan kerusakan
saraf optik dan kehilangan penglihatan yang ditandai dengan penyempitan lapang
pandang. 3
Glaukoma kongenital, khususnya sebagai glaukoma infantil (buftalmos),
adalah glaukoma akibat penyumbatan pengaliran keluar cairan mata oleh jaringan
sudut bilik mata yang terjadi oleh adanya kelainan kongenital. Kelainan ini akibat
terdapatnya membran kongenital yang menutupi sudut bilik mata pada saat
perkembangan bola mata, kelainan pembentukan kanal schlemm dan saluran
keluar cairan mata yang tidak sempurna terbentuk. 2, 3
2.2. Epidemiologi
Glaukoma pada bayi umumnya terjadi pada sekitar 1 : 10.000 kelahiran.
Di Eropa bagian barat, kejadian yang dicatat 1 : 12.500 kelahiran, dan 1 : 22.000
kelahiran di Irlandia Utara. Daerah yang paling ektrim yaitu 1 : 2.500 yang terjadi
di Arab Saudi. Penyakit ini umumnya terjadi pada 2 mata, tetapi dapat juga terjadi
pada satu mata. Kasus ini sangat banyak terjadi di Amerika Serikat, tetapi sedikit
di Jepang. Usia terjadinya penyakit ini mulai sejak lahir atau berkembang pada
masa kanak-kanak. 4
2.3. Klasifikasi
Schele membagi glaukoma kongenital menjadi:
a. glaukoma infantum: yang dapat tampak pada waktu lahir atau pada umur 1-3
tahun dan menyebabkan pembesaran bola mata, karena dengan elastisitasnya,
bola mata membesar mengikuti meningginya tekanan intraokuler
b. glaukoma juvenilis: didapatkan pada anak yang lebih besar.
2.4. Etiologi dan Patofisiologi
Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang terjadi sejak lahir. Pada bayi
dan orang dewasa, glaukoma disebabkan oleh peningkatan tekanan di dalam bola
mata. Perbedaannya, pada bayi umumnya disertai kelainan struktur segmen depan
bola mata. Kelainan ini menyebabkan air mata terbendung dan mengakibatkan
peninggian tekanan bola mata.4 Glaukoma berkembang saat pengeluaran cairan
aqueous (out flow) dari bilik mata depan terganggu sehingga terjadi penumpukan
aqueous didalam bola mata yang mempertinggi tekanan bola mata. Gangguan out
flow aqueous merupakan penyebab utama glaukoma kongenital. 5
Awal kejadian ini dimulai sejak adanya kelainan pada janin terutama
terhadap struktur bola mata. Kelainan ini menaikkan tekanan dari dalam bola mata
ke dinding luar, sclera dan kornea. Sklera dan kornea bayi sangat berbeda
dibandingkan orang dewasa. Sklera bayi tidak terlalu keras dan lebih elastis.
Apabila tekanan bola mata meninggi, maka akan menghasilkan pembengkakan,
pembesaran, peregangan dan penipisan dinding bola mata. Mekanisme yang sama
juga terjadi secara tidak langsung pada pembesaran kornea melalui peregangan
sklera. Keadaan ini dapat menimbulkan pembesaran bola mata (bupthalmos) dan
pembesaran kornea (megalocornea). 5,6
Disamping itu, selama proses peregangan dan pembesaran kornea, terjadi
kerusakan kornea bagian belakang yaitu pada membrane descemets dan
endothelium. Kerusakan pada lapisan ini mengganggu metabolisme kornea
sehingga terjadi edema kornea yang dapat membuat kornea menjadi keruh. Edema
kornea menimbulkan iritasi, rasa sakit dan menghasilkan penyebaran cahaya yang
memberikan efek silau. Iritasi dan silau ini menyebabkan mata selalu berair
(epiphora) dan rasa silau (photophobia).5,6
Pembesaran bola mata atau bupthalmos menyebabkan myopia axial yaitu
mata minus karena bola mata lebih panjang dari ukuran normal. Astigmastisme
juga sangat nyata sebagai efek dari pembesaran kornea. Kombinasi dari kerusakan
retina, kekeruhan kornea, myopia dan astigmatisme menyebabkan amblyopia atau
mata malas. Ukuran diameter kornea yang normal berkisar 9.5 10.5 mm. Saat
usia 1 tahun diameter kornea mencapai 11 mm dan mencapai ukuran orang
dewasa (12 mm) pada usia 2-3 tahun. Bayi berusia kurang dari 1 tahun yang
memiliki diameter kornea 12 mm atau lebih berada diluar batasan normal dan
perlu diwaspadai adanya glaukoma. Tekanan mata normal pada bayi berkisar 1015 mm. Jadi, tekanan bola mata yang berkisar 20 mmHg harus diwaspadai adanya
tendensi kearah peninggian tekanan mata. Pada glaukoma kongenital tekanan bola
mata biasanya lebih tinggi dari 25 mm Hg atau diatas 30 mm Hg. 5
Proses pembesaran kornea dan sklera menyebabkan kerusakan syaraf
optik. Kerusakan pada syaraf optik dapat dilihat melalui evaluasi cekungan syaraf
optik (cup optic disc). Normalnya, syaraf optik simetris pada semua bagian
dengan cekungan yang kecil pada optik disk, namun glaukomadapat memperbesar
cekungan optik disk. 5,6,7
Silau (Photophobia)
Kekeruhan kornea
Tukak kornea
kornea (bagian hitam mata), yaitu diameternya menjadi lebih lebar dan semakin
tipis dan keruh. Disamping itu akibat tekanan yang tinggi terus-menerus juga akan
mengenai saraf penglihatan (saraf optik) sehingga akan mengganggu penglihatan.
5,6
dari
bilik
mata
depan
melalui
luka
goniopuncture
menuju
ruangan
subkonjungtiva.
Selain operasi, terapi pengobatan juga dilakukan melalui pemberian
beberapa jenis obat, diantaranya : timolol, betaxolol, levobunolol, metipranolol,
dan
carteolol.
Sangat
penting
untuk
dilakukan
pengontrolan
yang
berkesinambungan terhadap tekanan bola mata agar tidak terjadi kerusakan yang
lebih lanjut. 5
2.7. Prognosis
Pada dasarnya bayi yang lahir dengan glaukoma memiliki struktur bola
mata yang tidak sempurna sehingga pada banyak kasus berakhir dengan kebutaan.
Sebagian berakhir dengan kehilangan lapang pandang, penurunan tajam
penglihatan dan amblyopia. Oleh karena itu, penting sekali disadari oleh orang tua
untuk memantau kondisi mata anak apakah terdapat gejala-gejala atau tanda-tanda
seperti yang sudah disebutkan. Pemeriksaan dini harus segera dilakukan oleh
dokter mata untuk memberikan terapi yang terbaik agar dapat menghindari resiko
kebutaan. 9,10
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikke Sumantri, Cegah Glaukoma Dengan Deteksi Dini. Glaucoma Center
JEC.
2. Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.
3. Ilyas, Sidarta. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.
4. Ilyas, Sidarta.2004. Ilmu Perawatan Mata. Sagung Seto: Jakarta.
5. Simmons, Cioffi, Gross, Myers, Netland, Samples, Wright, and Brown.
Glaucoma. Section 10, Basic and Clincial Science Course. San Francisco:
American Academy of Ophthalmology; 2004; Chapter 6, p. 147-151.
6. Gerhard W Cibis, Glaucoma, Primary Congenital. Last Updated: August
16, 2006. www. Emedicine.com
7. Bejjani BA: Primary congenital glaucoma [GeneTests Web site].
September 30, 2004. Available at: http://www.genetests.org
8. Vaughan D, Asbury T. 1992. Oftalmologi Umum. Jilid 2. Edisi II.
Yogyakarta: Widya Medika. Hal: 81-82.