DISUSUN OLEH :
SHINTA ADESTI EKA RINI
G1D011054
A. Definisi
Benigna prostatic hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat (Yuliana elin,
2011). Pembesaran prostat jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri
melebihi kondisi normal, biasanya dialami laki-laki berusia diatas 50 tahun
(Lee, 2006).
B. Etiologi
Penyebab BPH kemungkinan berkaitan dengan penuaan dan disertai dengan
perubahan hormon. Dengan penuaan kadar testosteron menurun dan kadar
esterogen serum meningkat. Dengan bertambahnta usia akan terjadi
perubahan keseimbangan testosteronesterogen karena produksi testosteron
menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi esterogen pada jaringan
adiposa di perifer, karena proses pembesaran terjadi secara perlahan-lahan,
efek perubahan juga terjadi perlahan-lahan (Wim de jong, 2005).
Menurut Purnomo (2003), hingga sekarang ini masih belum diketahui secara
pasti penyebab terjadinya BPH. Beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan
proses aging (menjadi tua). beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya BPH adalah :
Teori DHT
DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di
dalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim
NADPH. DHT yang telah dibentuk berikatan dengan reseptor
androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan
selanjutnya terjadi sintesa protein growth factor yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian, aktivitas enzim 5reduktase dan jumlah RA lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT
sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal.
Keseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan
kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen
testosteron semakin meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di
sel stroma.
Berkurangnya kematian sel prostat (apoptosis)
Program apoptosis pada sel prostat merupakan mekanisme fisiologis
untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Berkurangnya
jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah
sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga massa
prostat bertambah. estrogen diduga mampu memperpanjang usia selsel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGF berperan dalam
proses apoptosis.
Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang mengalami apoptosis, selalu dibentuk
sel-sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal stem sel yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan
sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen. Sehingga
jika hingga hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada
kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi selsel pada BPH dipostulasikan sebagai tidak tepatnya aktivitas sel stem
sehingga terjadinya produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel
epitel.
C. Patofisiologis
lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
Frekuensi terutama terjadi terutama pada malam hari (nokturia)
karena hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan
dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi
refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh BPH tidak hanya disebabkan oleh adanya
massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh
tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos
pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang
berasal dari nervus pudendus.
Testosteron
usia
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau
padaEnzim
prostat5-reduktase
normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada
BPH +
rasionya
meningkat
pada BPH terjadi
koenzim
NADPHmenjadi 4:1. Hal ini menyebabkan
testosteron
tetap normal.
peningkatan tonus otot otot polos prostat dibandingEstrogen
dengan prostat
Dalam halDHT
ini massa prostat
yang menyebabkan obstruksi komponen statik
estradiol
sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen
dinamik sebagai
sensitifitas
penyebab
obstruksi
DHT
+ RA prostat.
sel prostat
Stimulasi
sel stroma
RA
Sintesa
protein growth
factor
apoptosis
Pertumbuhan
sel prostat
Normal
massa
prostat
Tidak
normal
D. Pathway
Nyeri
tekanan
intra vesikal
Gangguan
pola tidur
Retensi urin
Pembesaran
prostat
Penyempitan
lumen uretra
prostatika
Menghamba
t aliran urin
Gangguan
eliminasi
E. Manifestasi klinis
Biasanya gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal dengan Lower
Urinary Tract Symptoms (LUTS)
Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi pada
malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan
nyeri pada saat miksi (disuria). Sedangkan gejala obstruksi adalah pancaran
melemah, harus mengedan (straining), kencing terputus-putus (intermittency),
dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan
F.
terjadi pielonefritis.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboraturium
Analisa urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat
adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuria harus
perlu diperhitungkan etiologi lain seperti keganasan pada saluran
kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat
menyebabkan hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah
merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik.
Pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila
nilai PSA < 4ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10
ng/ml, hitunglah Prostate Spesific Antigen Density (PSDA) yaitu PSA
serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD 0,15 maka
sebaiknya dilakukan biopsi prostat.
2. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan adalah foto polos abdomen,
pielografi intravena, USG dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan
pencitraan ini adalah untuk memperkirakan volume BPH, menentukan
derajat disfungsi buli-buli dan volume residu urin, dan mencari
kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun yang tidak
dengan BPH. Dari foto polos dapat dilihat adanya pada traktus
urinarius., pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat dilihat juga lesi
osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat serta
osteoporosis akibat kegagalan ginjal.
menyebabkan
distensi
kandung
kemih
dengan
peningkatan spasme
DAFTAR PUSTAKA
Purnomo, B.P. (2003). Dasar-Dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto.
Yuliana E. (2011). ISO Farmakoterapi. Jakarta : ISFI
Wim de jong.,et al. (2005). ISO Farmakoterapi. Jakarta : EGC
Mansjoer A,. et al. (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta : media aesculapius
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.