Daftar isi.................................................................................................................. 1
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 3
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi .....................................................................................................4
2. Klasifikasi.................................................................................................4
3. Epidemiologi.............................................................................................7
4. Etiologi .....................................................................................................7
5. Patofisiologi............................................................................................8
6. Tanda dan gejala......................................................................................13
7. Diagnosis.................................................................................................14
8. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................16
9. Penatalaksanaan......................................................................................18
BAB III. KESIMPULAN.........................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA .28
BAB I
PENDAHULUAN
1
pertama
Tata laksana hiperbilirubinemia bertujuan untuk mencegah agar kadar bilirubin tidak
terkonjugasi dalam darah tidak mencapai kadar yang neurotoksik. Penggunaan fototerapi
sebagai salah satu terapi hiperbilirubinemia telah dimulai sejak tahun 1958 dan umum
digunakan karena mempunyai keuntungan tidak invasif, efektif, tidak mahal dan mudah
digunakan.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
DEFINISI
Ikterus adalah deskolorasi kuning pada kulit, membrane mukosa, dan sclera akibat
peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Secara klinis, ikterus pada neonates akan tampak
bila konsentrasi bilirubin serum >5 mg/dL. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila
serum bilirubin >2 mg/dL. Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewarnaan
kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar
bilirubin serum total. Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus
neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum
bilirubin.
Hiperbilirubinemia sering dijumpai pada minggu-minggu pertama setelah lahir, sebagian
besar ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan. Hiperbilirubinemia fisiologis tidak
disebabkan oleh faktor tunggal tapi kombinasi dari berbagai faktor yang berhubungan dengan
maturitas fisiologis neonatus.1
Hiperbilirubinemia patologis disebabkan oleh inkompatibilitas darah (Rhesus atau ABO),
hemolisis, sepsis, kelainan metabolisme, defisiensi enzim glucose-6-phospate dehydrogenase
(G6PD), Sindrom Gulbert dan Sindrom Crigler-Najjar. Inkompatibiltas ABO dan defisiensi
G6PD merupakan penyebab hiperbilirubinemia terbanyak di Indonesia.1
KLASIFIKASI
Ikterus fisiologis
Umumnya terjadi pada bayi baru lahir , kadar bilirubin tak terkonjungasi pada minggu
pertama > 2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan
mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dL pada hari ke 3 kehidupan dan kemudian akan
menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan pewarnaan yang lambat sebesar 1 mg/dL
selama 1-2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan
mencapai kadar lebih tinggi (7-4 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi
dalam waktu 2-4 minggu , bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu.
Faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologis :
1. Peningkatan bilirubin
- Peningkatan produksi bilirubin
4
Ikterus Patologis
Dulu disebut dengan ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis.
Keadaan dibawah ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut.
1.
2.
3.
4.
tidak stabil).
5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi
kurang bulan.
Adapun faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia patologis dapat dilihat dari 2 hal,
antara lain maternal, fetal, dan neonatus.1,2,3,4
1. Faktor maternal
- Ras atau kelompok etnis tertentu (Asia, Native american, Yunani)
- Penyakit saat kehamilan (TORCH, DM)
- Komplikasi kehamilan (inkompatibilitas ABO dan Rhesus)
- Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik
- ASI
2. Faktor perinatal
- Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
- Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
3. Faktor Neonatus
- Prematuritas
- Faktor genetik
- Polisitemia
- Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
- Rendahnya asupan ASI
- Hipoglikemia
- Hipoalbuminemia
EPIDEMIOLOGI
Hiperbilirubinemia merupakan kondisi yang umum ditemukan di seluruh dunia.Penelitian
di Di Amerika Serikat, sebanyak 65% bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu
pertama kehidupannya.Di Malaysia pada tahun 1998, 75% bayi baru lahir menderita
hiperbilirubinemia dalam minggu pertama kehidupan. Catania, Italia mendapatkan insiden
hiperbilirubinemia 19% dari bulan Januari 2006 sampai Januari 2007.Penelitian insiden
hiperbilirubinemia di Pakistan didapatkan 27,6%.
Di Indonesia,data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa kurang dari 50% bayi
baru lahir menderita hiperbilirubinemia yang dapat di deteksi secara klinis dalam minggu
pertama kehidupannya.
ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa factor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
1. Pembentukan bilirubin berlebihan karena hemolisis
Disebabkan penyakit hemolitik atau peningkatan destruksi eritrosit karena :
a. Hb dan eritrosit abnormal (Hb S pada anemia sel sabit)
b. Inkompatibilitas ABO dan Rh
c. Defisiensi G6PD
d. Sepsis
e. Obat-obatan seperti oksitosin
f. Pemotongan tali pusat yang lambat
g. Polisitemia
h. Hemoragi ekstravasasi dalam tubuh seperti cephalhematoma, memar
2. Gangguan transport bilirubin yang dipengaruhi oleh : hipoalbuminemia,
prematuritas, obat-obatan seperti sulfonamide, salisilat, diuretic dan FFA (Free
Fatty Acid) yang berkompetisi dengan albumin, hypoxia, asidosis, dan
hipotermi.
3. Gangguan uptake bilirubin
4. Gangguan konjugasi bilirubin karena :
a. Defisiensi enzim glukoronil transferasi dan imaturitas hepar
b. Ikterus persisten pada bayi yang diberi minum ASI
c. Hipoksia dan hipoglikemia
5. Penurunan ekskresi bilirubin karena adanya sumbatan hepar
6. Gangguan eliminasi bilirubin
a. Pemberian ASI yang lambat
b. Pengeluaran mekonium yang lambat
c. Obstruksi mekanik
PATOFISIOLOGI
Pembentukan bilirubin
Pembentukan bilirubin terjadi di sistem retikuloendotelial. Awalnya bilirubin mengalami
oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim
heme oksigenase. Enzim ini sebagian besar berada di dalam hati. Kemudian terbentuklah
karbonmonoksida dan terlepaslah besi yang akan digunakan kembali di pembentukan
7
serta pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengekskresikan, diperlukan mekanisme
transport dan eliminasi bilirubin.1,2
Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari. Sekitar 75%
produksi bilirubin berasal dari katabolisme eritrosit sirkulasi, dan sisanya dinamakan early
labeled bilirubin berasal dari eritropoiesis yang tidak sempurna di sumsum tulang, jaringan,
dan heme bebas.
Bayi baru lahir memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang dewasa
sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan
masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa (120
hari) , peningkatan degradasi heme , turn over sitokrom yang meningkat dan juga reabsorbsi
bilirubin dari usus yang meningkat (sirkulasi enterohepatik).
Transportasi bilirubin
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya
dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin . Bayi baru lahir mempunyai
kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang
rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini
merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasi ke sel
hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan saraf pusat dan
bersifat non toksik . Selain itu , albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obatobat bersifat asam seperti penisilin dan sulfonamid. Obat-obat tersebut akan menepati tempat
utama perlekatab albumin untuk bilirubin sehingga bersifat competitor serta dapat pula
melepaskan ikatan bilirubun dengan albumin
Pada bayi kurang ikatan bilirubin akan lebih lemah yang umumnya merupakan
komplikasi dari hipoalbumin, hipoksia, hipoglikemi, asidosis , hipotermi, hemolisis dan
septicemia. Hal tersebut tentunya akan mengakibatkan peningkatan jumlah bilirubin bebas
dan beresiko pula untuk keadaan nerotoksisitas oleh bilirubin.
Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda yaitu :
1. Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian
besar bilirubin tak terkonjungasu dalam serum.
2. Bilirubin bebas
9
.Katalisa
oleh
enzim
ini
akan
merubah
formasi
menjadi
bilirubin
yang
digunakan
untuk
transglukoronidase
kanalikuler
adalah
bilirubin
monoglukoronida. Enzi mini akan memidahkan satu molekul asam glukuronida dari satu
molekul bilirubin monoglukuronida ke yang lain akan menghasilkan pembentukan satu
molekul bilirubin diglukuronida.
Bilirubin ini kemudian diekskresikan kedalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu
molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum endoplasmic untuk
rekonjungasi berikutnya. Pada keadaan peningkatan beban bilirubin yang dihantarkan ke hati
akan terjadi resistensi bilirubin tak terkonjungasi seperti halnya pada keadaan hemolisis
kronik yang berat pigmen yang tertahan adalah bilirubin monoglukuronida.
Penelitian invitro tentang enzim UDPG-T pada bayi baru lahir didapatkan defisiensi
aktifitas enzim, tetapi setelah 24 jam kehidupan , aktifitas enzim ini meningkat melebihi
bilirubin yang masuk ke hati sehingga konsentrasi bilirubin serum akan menurun . Kapasitas
total konjungasu akan sama dengan orang dewasa pada hari ke 4 kehidupan . Pada periode
10
bayi baru lahir , konjungasu monoglukoronida merupakan konjugat pigmen empedu yang
lebih dominant.
Ekskresi bilirubin
Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresi kedalam kandung
empedu kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feses. Proses
ekskresinya sendiri merupakan proses yang memerlukan energi. Setelah berada dalam usus
halus , bilirubin terkonjugasi tidak langsung di reabsorbsi , kecuali dikonversikan kembali
menjadi bentuk tidak terkonjungasu oleh enzim beta glukoronidase yang terdapat dalam usus.
Resobsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjungasu kembali
disebut sirkulasi enterohepatik.
Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa , yaitu pada mukosa usus
halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim beta glukoronidase yang dapat
menghidrolisa monoglukoronidase dan glukoronida kembali menjadi bilirubin yang tak
terkonjungasu yang selanjutnya akan diabsobsi kembali. Setelah itu pada bayi baru lahir ,
lumen usus halusnya steril sehingga bilirubin konjungasu tidak dapat dirubah menjadi
sterkobilin (suatu produk yang tidak dapat diabsorbsi).
Bayi baru lahir mempunyai konsentrasi bilirubin yang relative tinggi didalam usus
yang berasal dari produksi bilirubin yang meningkat , hidrolisis bilirubin glukuronida yang
berlebihan dan konsentrasi bilirubin yang tinggi ditemukan didalam mekonium, Pada bayi
baru lahir , kekurangan relative flora vakteri untuk mengurangi bilirubin menjadi
urobilinogen lebih lanjut akan meningkatkab pool bilirubin usus dibandingkan dengan anak
yang lebih tua atau orang dewasa. Peningkatan hidrolisis bilirubin konjungasi pada bayi baru
lahir diperkuat oleh aktivitas glukuronidase mukosa yang tinggi dan eksresi monoglukuronida
terkonjungasi. Pemberian substansi oral yang ridak larut seperti agar atau arang aktif yang
dapat meningkat bilirubin akan meningkakan kadar bilirunin dalam tinja dan mengurangi
kadar bilirubin serum , hal ini menggambarkan peran konstribusi sirkulasi enterohepatik pada
keadaan hiperbilirubinemia tak terkonjungasi pada bayi baru lahir.
11
Dalam pemberian air susu ibu (ASI), harus dibedakan antara breast-milk jaundice dan
breastfeeding jaundice.
Breastfeeding jaundice
Breastfeeding jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh kekurangan asupan ASI.
Biasanya timbul pada hari ke-2atau ke-3 pada waktu produksi ASI belum banyak.
Untuk neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan (bukan bayi
berat lahir
rendah), hal ini tidak perlu dikhawatirkan, karena bayi dibekali cadangan lemak
coklat, glikogen, dan cairan yang dapat mempertahankan metabolisme selama 72
jam.Walaupun demikian keadaan ini dapat memicu terjadinya hiperbilirubinemia,
yang disebabkan peningkatan sirkulasi enterohepatik akibat kurangnya asupan ASI.
Ikterus pada bayi ini tidak selalu disebabkan oleh breastfeeding jaundice, karena
dapat saja merupakan hiperbilirubinemia fisiologis.
Breast-milk jaundice
Breast-milk jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh air susu ibu (ASI). Insidens
pada bayi cukup bulan berkisar 2-4%. Pada sebagian besar bayi, kadar bilirubin
turun pada hari ke-4, tetapi pada breast-milk jaundice, bilirubin terus naik, bahkan
dapat mencapai 20-30 mg/dL pada usia 14 hari. Bila ASI dihentikan, bilirubin akan
turun secara drastis dalam 48 jam. Bila ASI diberikan kembali, maka bilirubin akan
kembali naik tetapi umumnya tidak akan setinggi sebelumnya. Bayi menunjukkan
pertambahan berat badan yang baik, fungsi hati normal, dan tidak terdapat bukti
hemolisis. Breast-milk jaundice dapat berulang (70%) pada kehamilan berikutnya.
Mekanisme sesungguhnya yang menyebabkan breast-milk jaundice belum diketahui,
tetapi diduga timbul akibat terhambatnya uridine diphosphoglucuronic acidglucuronyl
transferase (UDGPA) oleh hasil metabolisme progesteron, yaitu pregnane-3-alpha 2-beta-diol
yang ada di dalam ASI sebagian ibu.1,2
Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya
matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan
buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
12
Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit
Luas ikterus
12
16
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan melihat dari faktor risiko, onset ikterik, gejala klinis, dan
pemeriksaan bilirubin.Dimulai dari anamesa adanya riwayat keluarga dengan kelahiran
kuning seperti pada Gilbert syndrome, ada riwayat pengobatan tertentu pada pasien seperti
sulfadiazine dan ceftriaxon.Adakah riwayat keluarga dengan anemia, splenectomi, penyakit
hemolitik dan penyakit hati.Diperlukan juga riwayat kehamilan dan kelahiran.Riwayat
minum ASI atau PASI dan adanya penurunan berat badan, gejala hipotiroid, gangguan
13
metabolik seperti galaktosemia.Golongan darah bayi, ayah dan ibu juga dibutuhkan untuk
mencurigai adanya gangguan kompaktibilitas ABO.
Pada pemeriksaan fisik dapat dicari adanya ekstravasasi darah, contoh peningkatan
produksi bilirubin termasuk sefal hematom, ekimosis, petechie dan hemorhagis, walaupun
diagnosisnya seringkali dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik.Perdarahan intrakranial,
intestinal maupun pulmonal juga dapat menyebabkan hiperbilirubinemia. Hal yang serupa
juga terjadi jika darah tertelan, yang akan dikonversi menjadi bilirubin oleh heme-oksigenase
epitel intestinum.Untuk kecurigaan adanya bilirubin ensefalopati atau kernikterus maka harus
periksa keadaan umum, tonus, refleks bayi.
Guna mengantisipasi komplikasi yang akan timbul, maka perlu diketahui daerah letak
kadar bilirubin serum total beserta faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia yang berat.
Semakin rendah faktor risiko, semakin rendah kemungkinan terjadinya kernikterus.
yang berlebihan
Ras asia timur
risiko rendah.
Umur kehamilan >= 41 minggu
Bayi mendapat susu formula penuh
Kulit hitam
Bayi dipulangkan setelah 72 jam
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
2.
PENATALAKSANAAN
Tujuan
utama
dalam
penatalaksanaan
ikterus
neonatorum
adalah
untuk
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan
kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Pengendalian
kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih
16
cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil
transferase dengan pemberian obat-obatan.
Strategi mengelola bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia meliputi; pencegahan,
penggunaan farmakologi, fototerapi dan transfusi tukar.
1. Strategi pencegahan hiperbilirubinemia
(1) Pencegahan primer
- Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari untuk
-
memeriksa tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam.
(3) Evaluasi laboraturium
- Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan pada setiap bayi yang mengalami
ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir.
- Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan jika tampak ikterus yang berlebihan
- Semua kadar bilirubin harus diintrepretasikan sesuai dengan umur bayi dalam jam
(4) Penyebab kuning
- Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi harus dilakukan
-
penyebab kolestatis
Pemeriksaan kadar G6PD direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat
fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau ernis/asal geografis yang menunjukan
kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan respon fototerapi buruk.
17
dengan frekuensi yang jarang walaupun total waktu yang diberikan sama
Tidak dianjurkan pemberian air, dektrosa, atau formula pengganti
Observasi berat badan, BAK, dan BAB yang berhubungan dengan pola menyusui
Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, tingkatkan pemberian minum,
rangsang pengeluaran/produksi ASI dengan cara memompaa, dan menggunakan
2. Penggunaan Farmakologi
(1) Imunoglobulin intravena digunakan pada bayi dengan Rh yang berat dan
inkompabilitas ABO untuk menekan isoimun dan menurunkan tindakan transfusi
ganti
(2) Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktifitas dan
konsentrasi UPGDT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan
bilirubin
18
Terapi sinar
Transfusi tukar
Bayi sehat
Factor risiko*
Bayi sehat
Factor risiko*
mg / dL umol/L mg / dL umol/L mg / dL umol/L mg / dL umol/L
Setiap ikterik yang terlihat
15
260
13
220
15
260
13
220
25
425
15
260
18
310
16
270
30
510
20
340
20
340
17
290
30
510
20
340
Hari1
Hari2
Hari3
Hari4
dst
(dikutip
dari
American
Academy
of
Pediatrics,
Subcommittee
on
Terapi Sinar
Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958.
Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru
mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin.
Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa
berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakanbentuk isomernya. Bentuk isomer ini
mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran
empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya
pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan
bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus. 5,6
19
Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu
neon yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang berfentilasi. Agar
bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada
jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi
untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah
lampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala.
Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi area
sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin
ke arah bayi. 5,6
Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluasluasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah
setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata
ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan
hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar bilirubin
<10 mg/dL (<171 mol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam. 5
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila
ditemukan efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan
antara lain : enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi
dan iritabilitas. Efek samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang
penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki. 5
20
Komplikasi terapi sinar umumnya ringan, dan jarang terjadi. Kejadian tersebut
antara lain:
-
Ruam Kulit. Gangguan fotosensitisasi terhadap sel mast kulit dengan pelepasan
histamin.
Menurut National Institute for Clinical Excellence atau NICE 2010, bila terjadi
peningkatan lebih dari 8.5 mol/L/jam dapat dipertimbangkan multiple fototerapi,
kemudian lakukan pengecekan bilirubin selama 6-12 jam kemudian. Bila sudah stabil,
dapat diturunkan menjadi 1 lampu saja.
Transfusi Tukar
Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan cepat
bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti eritrosit yang telah
21
terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan hemolisis. Walaupun transfusi
tukar ini sangat bermanfaat, tetapi efek samping dan komplikasinya yang mungkin timbul
perlu di perhatikan dan karenanya tindakan hanya dilakukan bila ada indikasi. Kriteria
melakukan transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin, juga dapat memakai rasio bilirubin
terhadap albumin.
Kriteria Transfusi Tukar Berdasarkan Berat Bayi dan Komplikasi
Berat Bayi
Tidak
Rasio Bili/Alb
Ada
(gram)
Komplikasi
Komplikasi
(mg/dL)
(mg/dL)
Rasio Bili/Alb
<1250
13
5.2
10
1250 1499
15
13
5.2
1500 1999
17
6.8
15
2000 2499
18
7.2
17
6.8
>= 2500
20
18
7.2
dari
American
Academy
of
Pediatrics,
Subcommittee
on
22
8. Anemia hemolitik
9. Berat bayi <= 1000g
Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang akan
diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila hiperbilirubinemia yang
terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO, darah yang dipakai adalah
darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan proses
aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi. Bila keadaan
ini tidak memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang kompatibel dengan serum ibu.
Apabila hal inipun tidak ada, maka dapat dimintakan darah O dengan titer anti A atau anti B
yang rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk transfusi tukar berkisar antara 140-180
cc/kgBB.5
Macam Transfusi Tukar:
1. Double Volume artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat mengganti
kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 % mengganti Hb bayi.
2. Iso Volume artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat mengganti 65%
Hb bayi.
3. Partial Exchange artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus polisitemia
atau darah pada anemia.
Volume Darah pada Transfusi Tukar
Kebutuhan
Rumus*
Double Volume
BB x volume darah x 2
Single Volume
BB x volume darah
Polisitemia
Anemia
(PCV donor)
*Volume darah bayi cukup bulan 85 cc/kgBB
*Volume darah bayi kurang bulan 100 cc/kgBB
(dikutip dari : American Academy of Pediatrics, Subcommittee on Hyperbilirubinemia.
Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation.
Pediatrics 2004 ; 114 : 294)
Dalam melaksanakan transfuse tukar tempat dan peralatan yang diperlukan harus
dipersiapkan dengan teliti. Sebaiknya transfuse dilakukan di ruangan yang aseptic yang
dilengkapi peralatan yang dapat memantau tanda vital bayi disertai dengan alat yang dapat
mengatur suhu lingkungan. Perlu diperhatikan pula kemungkinan terjadinya komplikasi
transfuse tukar seperti asidosis, bradikardia, aritmia, ataupun henti jantung.
24
BAB III
KESIMPULAN
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada orang dewasa,
ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 mol/L, sedangkan pada
neonatus baru tampak apabila serum bilirubin sudah > 5 mg/dL (> 86 mol/L). Pada sebagian
besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya (60% pada bayi
cukup bulan dan 80% pada bayi kurang bulan). Oleh karenanya harus selalu waspada,
khususnya terhadap bilirubin indirek karena sifatnya yang toksik dan merusak jaringan
(ensefalopati bilirubin/kernikterus).
Serum bilirubin pada ikterus fisiologis berkisar 5-6 mg/dL (86-103 mol/L), timbul
48-120 jam setelah bayi lahir, dan pada bayi-bayi Asia atau bayi-bayi dengan usia kehamilan
35-37 minggu, level serum bilirubin tidak meningkat sampai bayi berusia 7 hari. Peningkatan
level bilirubin indirek yang lebih tinggi lagi tergolong patologis yang dapat disebabkan oleh
berbagai keadaan. Bayi cukup bulan dengan bilirubin total 25-30 mg/dL (428-513 mol/L)
mempunyai risiko tinggi terserang toksisitas bilirubin.
Terapi sinar di mana kulit bayi terpapar sinar terbukti aman dan efektif menurunkan
toksitas bilirubin dengan cara meningkatkan ekskresi bilirubin. Transfusi tukar ditujukan
untuk menghilangkan bilirubin dari sirkulasi, apabila dengan terapi sinar gagal. Beberapa
obat-obatan (IVIG = Intra Venous Immuno Globulin, phenobarbital, metalloporphyrins)
dipakai untuk menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin serta
menghambat pembentukan bilirubin.
25
DAFTAR PUSTAKA
Academy
of
Pediatrics.
Subcommittee
on
Hyperbilirubinemia.
26