Anda di halaman 1dari 26

DAFTAR ISI

Daftar isi.................................................................................................................. 1
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 3
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi .....................................................................................................4
2. Klasifikasi.................................................................................................4
3. Epidemiologi.............................................................................................7
4. Etiologi .....................................................................................................7
5. Patofisiologi............................................................................................8
6. Tanda dan gejala......................................................................................13
7. Diagnosis.................................................................................................14
8. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................16
9. Penatalaksanaan......................................................................................18
BAB III. KESIMPULAN.........................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA .28

BAB I
PENDAHULUAN
1

Peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) merupakan masalah yang


sering dijumpai pada minggu pertama kehidupan. Keadaan ini dapat merupakan kejadian
sesaat yang dapat hilang spontan. Sebaliknya, hiperbilirubinemia dapat juga merupakan hal
yang serius, bahakan mengancam jiwa. Sebagian besar bayi cukup bulan yang kembali
kerumah sakit dalam minggu

pertama

kehidupan berhubungan dengan keadaan

hiperbilirubinemia. Dengan kondisi perawatan yang memulangkan neonates secara dini,


dapat meningkatkan risiko terjadinya kernikterus pada bayi cukup bulan apabila dipulangkan
dalam 48 jam setelah lahir.
Bilirubin berasal dari degradasi heme yang merupakan komponen hemoglobin. Pada
neonatus hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga proses konjugasi bilirubin tidak
terjadi secara maksimal. Keadaan ini akan menyebabkan akumulasi bilirubin tak terkonjugasi
didalam darah yang mengakibatkan neonatus terlihat bewarna kuning pada sklera dan kulit.
Bilirubin dalam darah terdiri dari dua bentuk, yaitu bilirubin terkonjugasi dan bilirubin tak
terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin.
Sedangkan bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air dan terikat pada albumin.1
Hiperbilirubinemia
bisa
disebabkan
proses
fisiologis
dan
patologis.
Hiperbilirubinemia fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada neonatus cukup
maupun kurang bulan selama minggu pertama kehidupan yang insidennya berturut-turut
adalah 50-60% dan 80%. Insidens hiperbilirubinemia patologis sekitar 9,8%. Insiden
hiperbilirubinemia patologis berdasarkan penyebab didapatkan inkompatibilitas ABO 35%,
infeksi 18%, prematuritas 11%, defisiensi enzim glucose-6-phospate dehydrogenase
(G6PD)5%, inkompatibiltas rhesus 3,5% dan idopatik 9% di Jamaika.1
Peningkatan kadar bilirubin serum yang tinggi dapat menimbulkan kern ikterus yang
merupakan sindrom neurologi akibat akumulasi bilirubin tidak terkonjugasi di ganglia basalis
dan nucleus batang otak. Kern ikterus menyebabkan kematian pada 75% neonatus dan
menimbulkan 80% sekuele neurologik jangka panjang seperti koreoatetosis dan spasme otot
involunter. Tidak ada tes skrining untuk mengidentifikasi neonatus yang berisiko kern ikterus.
Setiap neonatus yang mengalami kuning harus dibedakan apakah hiperbilirubinemia yang
terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah mempunyai
kecenderungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubinemia berat. Untuk mengantisipasi
komplikasi yang timbul, maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar bilirubin serum total
beserta faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia yang berat.2

Tata laksana hiperbilirubinemia bertujuan untuk mencegah agar kadar bilirubin tidak
terkonjugasi dalam darah tidak mencapai kadar yang neurotoksik. Penggunaan fototerapi
sebagai salah satu terapi hiperbilirubinemia telah dimulai sejak tahun 1958 dan umum
digunakan karena mempunyai keuntungan tidak invasif, efektif, tidak mahal dan mudah
digunakan.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3

DEFINISI
Ikterus adalah deskolorasi kuning pada kulit, membrane mukosa, dan sclera akibat
peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Secara klinis, ikterus pada neonates akan tampak
bila konsentrasi bilirubin serum >5 mg/dL. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila
serum bilirubin >2 mg/dL. Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewarnaan
kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar
bilirubin serum total. Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus
neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum
bilirubin.
Hiperbilirubinemia sering dijumpai pada minggu-minggu pertama setelah lahir, sebagian
besar ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan. Hiperbilirubinemia fisiologis tidak
disebabkan oleh faktor tunggal tapi kombinasi dari berbagai faktor yang berhubungan dengan
maturitas fisiologis neonatus.1
Hiperbilirubinemia patologis disebabkan oleh inkompatibilitas darah (Rhesus atau ABO),
hemolisis, sepsis, kelainan metabolisme, defisiensi enzim glucose-6-phospate dehydrogenase
(G6PD), Sindrom Gulbert dan Sindrom Crigler-Najjar. Inkompatibiltas ABO dan defisiensi
G6PD merupakan penyebab hiperbilirubinemia terbanyak di Indonesia.1

KLASIFIKASI
Ikterus fisiologis
Umumnya terjadi pada bayi baru lahir , kadar bilirubin tak terkonjungasi pada minggu
pertama > 2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan
mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dL pada hari ke 3 kehidupan dan kemudian akan
menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan pewarnaan yang lambat sebesar 1 mg/dL
selama 1-2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan
mencapai kadar lebih tinggi (7-4 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi
dalam waktu 2-4 minggu , bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu.
Faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologis :
1. Peningkatan bilirubin
- Peningkatan produksi bilirubin
4

Peningkatan sel darah merah


Penurunan umur sel darah merah
Peningkatan early bilirubin
- Peningkatan resirkulasi melalui enterohepatik shunt
Peningkatan aktifitas -glukoronidase
Tidak adanya flora bakteri
Pengeluaran mekonium yang terlambat
2. Penurunan bilirubin clearance
- Penurunan clearance dari plasma
Defisiensi protein karier
- Penurunan metabolisme hepatic
Penurunan aktifitas UDPGT
Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering dan bayi
dengan aspirasi mekonium atau pengeluaran mekonium lebih awal cenderung mempunyai
insiden yang rendah untuk terjadinya ikterus fisiologis. Pada bayi yang diberi minum susu
formula cenderung mengeluarkan bilirubin lebih banyak pada mekoniumnya selama 3 hari
pertama kehidupan dibandingkan dengan yang mendapat ASI. Bayi yang mendapat ASI,
kadar bilirubin cenderung lebih rendah karena defekasinya lebih sering. Namun ASI juga
dapat menyebabkan ikterik neonatus dikarenakan kandungan ASI 2-20-pregnanediol yang
mempengaruhi aktifitas UDPGT atau penglepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit, atau
pelepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit, atau penghambatan konjugasi akibat
peningkatan asam lemak unsaturated. Hal ini disebut breast milk jaundice.

Ikterus Patologis
Dulu disebut dengan ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis.
Keadaan dibawah ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut.
1.
2.
3.
4.

Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam


Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi
Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dL/jam
Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah, letargis,
malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea , takipnea atau suhu yang

tidak stabil).
5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi
kurang bulan.

Adapun faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia patologis dapat dilihat dari 2 hal,
antara lain maternal, fetal, dan neonatus.1,2,3,4
1. Faktor maternal
- Ras atau kelompok etnis tertentu (Asia, Native american, Yunani)
- Penyakit saat kehamilan (TORCH, DM)
- Komplikasi kehamilan (inkompatibilitas ABO dan Rhesus)
- Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik
- ASI
2. Faktor perinatal
- Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
- Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
3. Faktor Neonatus
- Prematuritas
- Faktor genetik
- Polisitemia
- Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
- Rendahnya asupan ASI
- Hipoglikemia
- Hipoalbuminemia

EPIDEMIOLOGI
Hiperbilirubinemia merupakan kondisi yang umum ditemukan di seluruh dunia.Penelitian
di Di Amerika Serikat, sebanyak 65% bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu
pertama kehidupannya.Di Malaysia pada tahun 1998, 75% bayi baru lahir menderita
hiperbilirubinemia dalam minggu pertama kehidupan. Catania, Italia mendapatkan insiden
hiperbilirubinemia 19% dari bulan Januari 2006 sampai Januari 2007.Penelitian insiden
hiperbilirubinemia di Pakistan didapatkan 27,6%.
Di Indonesia,data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa kurang dari 50% bayi
baru lahir menderita hiperbilirubinemia yang dapat di deteksi secara klinis dalam minggu
pertama kehidupannya.

ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa factor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
1. Pembentukan bilirubin berlebihan karena hemolisis
Disebabkan penyakit hemolitik atau peningkatan destruksi eritrosit karena :
a. Hb dan eritrosit abnormal (Hb S pada anemia sel sabit)
b. Inkompatibilitas ABO dan Rh
c. Defisiensi G6PD
d. Sepsis
e. Obat-obatan seperti oksitosin
f. Pemotongan tali pusat yang lambat
g. Polisitemia
h. Hemoragi ekstravasasi dalam tubuh seperti cephalhematoma, memar
2. Gangguan transport bilirubin yang dipengaruhi oleh : hipoalbuminemia,
prematuritas, obat-obatan seperti sulfonamide, salisilat, diuretic dan FFA (Free
Fatty Acid) yang berkompetisi dengan albumin, hypoxia, asidosis, dan
hipotermi.
3. Gangguan uptake bilirubin
4. Gangguan konjugasi bilirubin karena :
a. Defisiensi enzim glukoronil transferasi dan imaturitas hepar
b. Ikterus persisten pada bayi yang diberi minum ASI
c. Hipoksia dan hipoglikemia
5. Penurunan ekskresi bilirubin karena adanya sumbatan hepar
6. Gangguan eliminasi bilirubin
a. Pemberian ASI yang lambat
b. Pengeluaran mekonium yang lambat
c. Obstruksi mekanik

PATOFISIOLOGI
Pembentukan bilirubin
Pembentukan bilirubin terjadi di sistem retikuloendotelial. Awalnya bilirubin mengalami
oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim
heme oksigenase. Enzim ini sebagian besar berada di dalam hati. Kemudian terbentuklah
karbonmonoksida dan terlepaslah besi yang akan digunakan kembali di pembentukan
7

hemoglobin selanjutnya. Biliverdin kemudian direduksi menjadi bilirubin oleh enzim


biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi
bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat
lipofilik dan terikat dengan hidrogen

Mekanisme pembentukan bilirubin

serta pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengekskresikan, diperlukan mekanisme
transport dan eliminasi bilirubin.1,2
Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari. Sekitar 75%
produksi bilirubin berasal dari katabolisme eritrosit sirkulasi, dan sisanya dinamakan early
labeled bilirubin berasal dari eritropoiesis yang tidak sempurna di sumsum tulang, jaringan,
dan heme bebas.
Bayi baru lahir memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang dewasa
sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan
masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa (120
hari) , peningkatan degradasi heme , turn over sitokrom yang meningkat dan juga reabsorbsi
bilirubin dari usus yang meningkat (sirkulasi enterohepatik).

Transportasi bilirubin
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya
dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin . Bayi baru lahir mempunyai
kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang
rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini
merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasi ke sel
hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan saraf pusat dan
bersifat non toksik . Selain itu , albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obatobat bersifat asam seperti penisilin dan sulfonamid. Obat-obat tersebut akan menepati tempat
utama perlekatab albumin untuk bilirubin sehingga bersifat competitor serta dapat pula
melepaskan ikatan bilirubun dengan albumin
Pada bayi kurang ikatan bilirubin akan lebih lemah yang umumnya merupakan
komplikasi dari hipoalbumin, hipoksia, hipoglikemi, asidosis , hipotermi, hemolisis dan
septicemia. Hal tersebut tentunya akan mengakibatkan peningkatan jumlah bilirubin bebas
dan beresiko pula untuk keadaan nerotoksisitas oleh bilirubin.
Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda yaitu :
1. Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian
besar bilirubin tak terkonjungasu dalam serum.
2. Bilirubin bebas
9

3. Bilirubin terkonjungasu (terutama monoglukuronida dan diglukuronida) yaitu


bilirubin yang siap diekskresikan melalui ginjal atau sistem bilier.
4. Bilirubin yang terkonjungasi yang terikat dengan albumin serum .
Asupan bilirubin atau bilirubin indirek
Pada saat komplek bilirubin albumin mencapai membrane plasma hepatosit,
albumin, terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin , ditransfer melalui sel
mebran yang berikatan dengan ligandin (protein Y) , mungkin juga dengan protein ikatan
sistolik lainnya. Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang masuk kesirkulasi , dari sintesis
de novo, retikulasi enterohepatik , perpindahan bilirubin antar jaringan , pengambilan
bilirubin oleh sel hati dan konjugasi bilirubin akan menentukan konsentrasi bilirubin tak
terkonjungasi dalam serum, baik pada keadaan normal atau tidak normal. Berkurangnya
kapasitas hepatic bilirubin tak terkonjungasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus
fisiologi.
Konjugasi bilirubin
Bilirubin tidak dikonversikan kebentuk bilirubin konjungasi yang larut dalam air di
reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine disphosphate glucoronosyl transferase
(UDPG-T)

.Katalisa

oleh

enzim

ini

akan

merubah

formasi

menjadi

bilirubin

monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjungasi menjadi bilirubin diglukoronida.


Substrast

yang

digunakan

untuk

transglukoronidase

kanalikuler

adalah

bilirubin

monoglukoronida. Enzi mini akan memidahkan satu molekul asam glukuronida dari satu
molekul bilirubin monoglukuronida ke yang lain akan menghasilkan pembentukan satu
molekul bilirubin diglukuronida.
Bilirubin ini kemudian diekskresikan kedalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu
molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum endoplasmic untuk
rekonjungasi berikutnya. Pada keadaan peningkatan beban bilirubin yang dihantarkan ke hati
akan terjadi resistensi bilirubin tak terkonjungasi seperti halnya pada keadaan hemolisis
kronik yang berat pigmen yang tertahan adalah bilirubin monoglukuronida.
Penelitian invitro tentang enzim UDPG-T pada bayi baru lahir didapatkan defisiensi
aktifitas enzim, tetapi setelah 24 jam kehidupan , aktifitas enzim ini meningkat melebihi
bilirubin yang masuk ke hati sehingga konsentrasi bilirubin serum akan menurun . Kapasitas
total konjungasu akan sama dengan orang dewasa pada hari ke 4 kehidupan . Pada periode
10

bayi baru lahir , konjungasu monoglukoronida merupakan konjugat pigmen empedu yang
lebih dominant.
Ekskresi bilirubin
Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresi kedalam kandung
empedu kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feses. Proses
ekskresinya sendiri merupakan proses yang memerlukan energi. Setelah berada dalam usus
halus , bilirubin terkonjugasi tidak langsung di reabsorbsi , kecuali dikonversikan kembali
menjadi bentuk tidak terkonjungasu oleh enzim beta glukoronidase yang terdapat dalam usus.
Resobsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjungasu kembali
disebut sirkulasi enterohepatik.
Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa , yaitu pada mukosa usus
halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim beta glukoronidase yang dapat
menghidrolisa monoglukoronidase dan glukoronida kembali menjadi bilirubin yang tak
terkonjungasu yang selanjutnya akan diabsobsi kembali. Setelah itu pada bayi baru lahir ,
lumen usus halusnya steril sehingga bilirubin konjungasu tidak dapat dirubah menjadi
sterkobilin (suatu produk yang tidak dapat diabsorbsi).
Bayi baru lahir mempunyai konsentrasi bilirubin yang relative tinggi didalam usus
yang berasal dari produksi bilirubin yang meningkat , hidrolisis bilirubin glukuronida yang
berlebihan dan konsentrasi bilirubin yang tinggi ditemukan didalam mekonium, Pada bayi
baru lahir , kekurangan relative flora vakteri untuk mengurangi bilirubin menjadi
urobilinogen lebih lanjut akan meningkatkab pool bilirubin usus dibandingkan dengan anak
yang lebih tua atau orang dewasa. Peningkatan hidrolisis bilirubin konjungasi pada bayi baru
lahir diperkuat oleh aktivitas glukuronidase mukosa yang tinggi dan eksresi monoglukuronida
terkonjungasi. Pemberian substansi oral yang ridak larut seperti agar atau arang aktif yang
dapat meningkat bilirubin akan meningkakan kadar bilirunin dalam tinja dan mengurangi
kadar bilirubin serum , hal ini menggambarkan peran konstribusi sirkulasi enterohepatik pada
keadaan hiperbilirubinemia tak terkonjungasi pada bayi baru lahir.

Hiperbilirubinemia karena ASI

11

Dalam pemberian air susu ibu (ASI), harus dibedakan antara breast-milk jaundice dan
breastfeeding jaundice.
Breastfeeding jaundice
Breastfeeding jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh kekurangan asupan ASI.
Biasanya timbul pada hari ke-2atau ke-3 pada waktu produksi ASI belum banyak.
Untuk neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan (bukan bayi

berat lahir

rendah), hal ini tidak perlu dikhawatirkan, karena bayi dibekali cadangan lemak
coklat, glikogen, dan cairan yang dapat mempertahankan metabolisme selama 72
jam.Walaupun demikian keadaan ini dapat memicu terjadinya hiperbilirubinemia,
yang disebabkan peningkatan sirkulasi enterohepatik akibat kurangnya asupan ASI.
Ikterus pada bayi ini tidak selalu disebabkan oleh breastfeeding jaundice, karena
dapat saja merupakan hiperbilirubinemia fisiologis.
Breast-milk jaundice
Breast-milk jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh air susu ibu (ASI). Insidens
pada bayi cukup bulan berkisar 2-4%. Pada sebagian besar bayi, kadar bilirubin
turun pada hari ke-4, tetapi pada breast-milk jaundice, bilirubin terus naik, bahkan
dapat mencapai 20-30 mg/dL pada usia 14 hari. Bila ASI dihentikan, bilirubin akan
turun secara drastis dalam 48 jam. Bila ASI diberikan kembali, maka bilirubin akan
kembali naik tetapi umumnya tidak akan setinggi sebelumnya. Bayi menunjukkan
pertambahan berat badan yang baik, fungsi hati normal, dan tidak terdapat bukti
hemolisis. Breast-milk jaundice dapat berulang (70%) pada kehamilan berikutnya.
Mekanisme sesungguhnya yang menyebabkan breast-milk jaundice belum diketahui,
tetapi diduga timbul akibat terhambatnya uridine diphosphoglucuronic acidglucuronyl
transferase (UDGPA) oleh hasil metabolisme progesteron, yaitu pregnane-3-alpha 2-beta-diol
yang ada di dalam ASI sebagian ibu.1,2

TANDA DAN GEJALA


WHO dalam panduannya menerangkan cara menilai ikterus dari visual, yaitu3,4
-

Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya
matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan
buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
12

Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit

dan jaringan subkutan.


Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak
kuning

Kremer pada Ikterus


Kramer Score
Kramer

Luas ikterus

Kadar bilirubin (mg%)

Kepala dan leher

Sampai badan atas (di atas umbilicus)

Sampai badan bawah (di bawah umbilicus) hingga 11


tungkai atas (di atas lutut)

Sampai lengan, tungkai bawah lutut

12

Sampai telapak tangan dan kaki

16

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan melihat dari faktor risiko, onset ikterik, gejala klinis, dan
pemeriksaan bilirubin.Dimulai dari anamesa adanya riwayat keluarga dengan kelahiran
kuning seperti pada Gilbert syndrome, ada riwayat pengobatan tertentu pada pasien seperti
sulfadiazine dan ceftriaxon.Adakah riwayat keluarga dengan anemia, splenectomi, penyakit
hemolitik dan penyakit hati.Diperlukan juga riwayat kehamilan dan kelahiran.Riwayat
minum ASI atau PASI dan adanya penurunan berat badan, gejala hipotiroid, gangguan

13

metabolik seperti galaktosemia.Golongan darah bayi, ayah dan ibu juga dibutuhkan untuk
mencurigai adanya gangguan kompaktibilitas ABO.
Pada pemeriksaan fisik dapat dicari adanya ekstravasasi darah, contoh peningkatan
produksi bilirubin termasuk sefal hematom, ekimosis, petechie dan hemorhagis, walaupun
diagnosisnya seringkali dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik.Perdarahan intrakranial,
intestinal maupun pulmonal juga dapat menyebabkan hiperbilirubinemia. Hal yang serupa
juga terjadi jika darah tertelan, yang akan dikonversi menjadi bilirubin oleh heme-oksigenase
epitel intestinum.Untuk kecurigaan adanya bilirubin ensefalopati atau kernikterus maka harus
periksa keadaan umum, tonus, refleks bayi.
Guna mengantisipasi komplikasi yang akan timbul, maka perlu diketahui daerah letak
kadar bilirubin serum total beserta faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia yang berat.
Semakin rendah faktor risiko, semakin rendah kemungkinan terjadinya kernikterus.

Diambil Pediatrics 2004;114;297. Diunduh dari


http://pediatrics.aappublications.org/content/114/1/297.full.pdf
Nomogram Penentuan Risiko Hiperbilirubinemia Pada Bayi Sehat usia 36 Minggu atau
Lebih dengan Berat Badan 2000 gram atau Lebih atau Usia Kehamilan 35 Minggu atau Lebih
dan Berat Badan 2500 gram atau Lebih Berdasarkan Jam Observasi Kadar Bilirubin Serum. 1,3
Faktor risiko major
- Sebelum pulang, kadar bilirubin terletak pada risiko tinggi
- Ikterus yang muncul pada 24 jam pertama
- Inkompatibilitas golongan darah dengan tes antiglobulin direk yang positif
-

atau penyakit hemolitik lainnya (G6PD)


Umur kehamilan 35-36 minggu
14

Riwayat anak sebelumnya yang mendaoat fototerapi


Sefalhematom atau memar yang bermakna
ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat badan

yang berlebihan
Ras asia timur

Faktor risiko minor


- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus
-

terletak pada daerah risiko sedang


Umur kehamilan 37-38 minggu
Sebelum pulang, bayi tampak kuning
Riwayat anak sebelumnya kuning
Bayi makrosomnia dari ibu DM
Umur ibu >= 25 tahun
Laki-laki

Faktor risiko kurang


- Kadar bilirubin serum total atau biilirubin transkutaneus terletak pada daerah
-

risiko rendah.
Umur kehamilan >= 41 minggu
Bayi mendapat susu formula penuh
Kulit hitam
Bayi dipulangkan setelah 72 jam

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

Pemeriksaan darah lengkap


Untuk mencari diagnosis banding, periksa Hb untuk menyingkirkan
adanya anemia hemolitik, polisitemi.Pemeriksaan apusan darah tepi untuk
mengetahui jenis anemia, infeksi parasit malaria.Penghitungan leukosit juga

2.

untuk mengetahui adanya infeksi atau tidak.


Pemeriksaan serum bilirubin
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan
diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi
lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan
pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif
yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus.Umumnya yang
diperiksa adalah serum bilirubin total.
3. Bilirubin transkutaneus
15

Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja


dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan
panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi
warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.Pemeriksaan bilirubin transkutan
(TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit.Saat ini,
alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang
tidak terpengaruh pigmen.Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk
menentukan kadar serum bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah.
Namun alat ini hanya valid untuk kadar bilirubin total <15 mg/dL, dan tidak
reliable pada kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar.
4. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak.Hal ini
menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi
bilirubin serum yang rendah.Beberapa metode digunakan untuk mencoba
mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidaseperoksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi
terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan
pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih
terarah. Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan
bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka
pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat
digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-14 jam tergantung usia bayi
dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan
pilihan terapi sinar atau transfusi darah.

PENATALAKSANAAN
Tujuan

utama

dalam

penatalaksanaan

ikterus

neonatorum

adalah

untuk

mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan
kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Pengendalian
kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih

16

cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil
transferase dengan pemberian obat-obatan.
Strategi mengelola bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia meliputi; pencegahan,
penggunaan farmakologi, fototerapi dan transfusi tukar.
1. Strategi pencegahan hiperbilirubinemia
(1) Pencegahan primer
- Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari untuk
-

beberapa hari pertama


Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang

mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi


(2) Pencegahan sekunder
- Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta
penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa.
o Jika golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif, dilakukan
pemeriksaan antibodi direk (tes coombs), golongan darah dan tipe Rh darah
tali pusat bayi
o Jika golongan darah ibu O, Rh positif, terdapat pilihan untuk dilakukan tes
golongan darah dan tes coombs pada darah tali pusat bayi, tetapi hal itu tidak
diperlukan jikan dilakukan pengawasan, penilaian terhadap resiko sebelum
-

keluar RS dan tindak lanjut yang memadai.


Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya
ikterus dan menetapkan protokol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat

memeriksa tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam.
(3) Evaluasi laboraturium
- Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan pada setiap bayi yang mengalami
ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir.
- Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan jika tampak ikterus yang berlebihan
- Semua kadar bilirubin harus diintrepretasikan sesuai dengan umur bayi dalam jam
(4) Penyebab kuning
- Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi harus dilakukan
-

analisis dan kultur urin


Bayi sakit dan ikterus pada umur atau lebih dari 3 minggu harus dilakukan

pemeriksaan bilirubin total dan direk untuk mengidentifikasi adanya kolestatis


Jika kadar bilirubin direk meningkat, dilakukan evaluasi tambahan mencari

penyebab kolestatis
Pemeriksaan kadar G6PD direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat
fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau ernis/asal geografis yang menunjukan
kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan respon fototerapi buruk.
17

(5) Penilaian resiko sebelum bayi dipulangkan


- Setiap bayi harus dinilai terhadap resiko berkembangnya hiperbilirubinemia berat
(6) Kebijakan dan prosedur rumah sakit
- RS harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orangtua mengenai
kuning, perlunya monitor terhadap kuning, dan anjuran bagaimana monitoring
harus dilakukan
Bayi Keluar RS
Sebelum umur 24 jam
Antara umur 24 27,9 jam
Antara umur 48 dan 72 jam

Harus dilihat saat umur


72 jam
96 jam
120 jam

(7) Pengelolaan bayi dengan ikterus yang mendapat ASI


- Observasi semua fese awal bayi, pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran
-

jika feses keluar dalam waktu 24 jam


Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering dengan
waktu yang singkat lebih efektif dibandingkan dengan menyusui yang lama

dengan frekuensi yang jarang walaupun total waktu yang diberikan sama
Tidak dianjurkan pemberian air, dektrosa, atau formula pengganti
Observasi berat badan, BAK, dan BAB yang berhubungan dengan pola menyusui
Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, tingkatkan pemberian minum,
rangsang pengeluaran/produksi ASI dengan cara memompaa, dan menggunakan

protokol penggunaan fototerapi yang dikeluarkan AAP


Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas ASI,
sehingga penghentian menyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan jika
ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat diatas 20 mg/dL atau ibu
memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.

2. Penggunaan Farmakologi
(1) Imunoglobulin intravena digunakan pada bayi dengan Rh yang berat dan
inkompabilitas ABO untuk menekan isoimun dan menurunkan tindakan transfusi
ganti
(2) Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktifitas dan
konsentrasi UPGDT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan
bilirubin

18

(3) Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan metalloprotoporphyrin yang


merupakan analog sintesis heme. Zat ini efektif sebagai inhibitor kompetitif dari
heme oksigenase, yang diperlukan untuk katabolisme heme manjadi biliverdin.
(4) Tin-protoporphyrin (Sn-PP) dan tin-mesoporphyrin (Sn-MP) dapat menurunkan
kadar bilirubin serum.
Pemberian inhibitor -glukoronidase pada bayi sehat cukup bulan yang mendapat
ASI dapat meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi
berkurang.

3. Terapi sinar dan Transfusi tukar


Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubin
Usia

Terapi sinar
Transfusi tukar
Bayi sehat
Factor risiko*
Bayi sehat
Factor risiko*
mg / dL umol/L mg / dL umol/L mg / dL umol/L mg / dL umol/L
Setiap ikterik yang terlihat
15
260
13
220
15
260
13
220
25
425
15
260
18
310
16
270
30
510
20
340
20
340
17
290
30
510
20
340

Hari1
Hari2
Hari3
Hari4

dst
(dikutip

dari

American

Academy

of

Pediatrics,

Subcommittee

on

Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or


more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294)

Terapi Sinar
Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958.
Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru
mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin.
Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa
berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakanbentuk isomernya. Bentuk isomer ini
mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran
empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya
pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan
bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus. 5,6
19

Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu
neon yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang berfentilasi. Agar
bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada
jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi
untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah
lampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala.
Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi area
sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin
ke arah bayi. 5,6
Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluasluasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah
setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata
ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan
hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar bilirubin
<10 mg/dL (<171 mol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam. 5
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila
ditemukan efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan
antara lain : enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi
dan iritabilitas. Efek samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang
penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki. 5

20

Komplikasi terapi sinar umumnya ringan, dan jarang terjadi. Kejadian tersebut
antara lain:
-

Bronze Baby Syndrome. Berkurangnya ekskresi hepatik hasil penyinaran bilirubin.

Diare. Bilirubin indirek menghambat laktase

Hemolisis Fotosensitivitas mengganggu sirkulasi eritrosit.

Dehidrasi. Bertambahnya Insensible Water Loss (30-100%) karena menyerap energi


foton.

Ruam Kulit. Gangguan fotosensitisasi terhadap sel mast kulit dengan pelepasan
histamin.

Menurut National Institute for Clinical Excellence atau NICE 2010, bila terjadi
peningkatan lebih dari 8.5 mol/L/jam dapat dipertimbangkan multiple fototerapi,
kemudian lakukan pengecekan bilirubin selama 6-12 jam kemudian. Bila sudah stabil,
dapat diturunkan menjadi 1 lampu saja.

Transfusi Tukar
Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan cepat
bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti eritrosit yang telah
21

terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan hemolisis. Walaupun transfusi
tukar ini sangat bermanfaat, tetapi efek samping dan komplikasinya yang mungkin timbul
perlu di perhatikan dan karenanya tindakan hanya dilakukan bila ada indikasi. Kriteria
melakukan transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin, juga dapat memakai rasio bilirubin
terhadap albumin.
Kriteria Transfusi Tukar Berdasarkan Berat Bayi dan Komplikasi
Berat Bayi

Tidak

Rasio Bili/Alb

Ada

(gram)

Komplikasi

Komplikasi

(mg/dL)

(mg/dL)

Rasio Bili/Alb

<1250

13

5.2

10

1250 1499

15

13

5.2

1500 1999

17

6.8

15

2000 2499

18

7.2

17

6.8

>= 2500

20

18

7.2

Konversi mg/dL menjadi mmol/L dengan mengalikan 17.1


(dikutip

dari

American

Academy

of

Pediatrics,

Subcommittee

on

Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or


more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294)
Yang dimaksud ada komplikasi apabila :
1. Nilai APGAR < 3 pada menit ke 5
2. PaO2 < 40 torr selama 1 jam
3. pH < 7,15 selama 1 jam
4. Suhu rectal <= 350C
5. Serum albumin <2,5 g/dL
6. Gejala neurologis yang memburuk terbukti
7. Terbukti sepsis atau terbukti meningitis

22

8. Anemia hemolitik
9. Berat bayi <= 1000g
Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang akan
diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila hiperbilirubinemia yang
terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO, darah yang dipakai adalah
darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan proses
aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi. Bila keadaan
ini tidak memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang kompatibel dengan serum ibu.
Apabila hal inipun tidak ada, maka dapat dimintakan darah O dengan titer anti A atau anti B
yang rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk transfusi tukar berkisar antara 140-180
cc/kgBB.5
Macam Transfusi Tukar:
1. Double Volume artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat mengganti
kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 % mengganti Hb bayi.
2. Iso Volume artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat mengganti 65%
Hb bayi.
3. Partial Exchange artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus polisitemia
atau darah pada anemia.
Volume Darah pada Transfusi Tukar
Kebutuhan

Rumus*

Double Volume

BB x volume darah x 2

Single Volume

BB x volume darah

Polisitemia

BB x volume darah x (Hct sekarang Hct yang diinginkan)


Hct sekarang

Anemia

BB x volume darah x (Hb yang diinginkan Hb sekarang)


(Hb donor Hb sekarang)
BB x volume darah x (PCV yang diinginkan PCV sekarang)
23

(PCV donor)
*Volume darah bayi cukup bulan 85 cc/kgBB
*Volume darah bayi kurang bulan 100 cc/kgBB
(dikutip dari : American Academy of Pediatrics, Subcommittee on Hyperbilirubinemia.
Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation.
Pediatrics 2004 ; 114 : 294)
Dalam melaksanakan transfuse tukar tempat dan peralatan yang diperlukan harus
dipersiapkan dengan teliti. Sebaiknya transfuse dilakukan di ruangan yang aseptic yang
dilengkapi peralatan yang dapat memantau tanda vital bayi disertai dengan alat yang dapat
mengatur suhu lingkungan. Perlu diperhatikan pula kemungkinan terjadinya komplikasi
transfuse tukar seperti asidosis, bradikardia, aritmia, ataupun henti jantung.

24

BAB III
KESIMPULAN

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada orang dewasa,
ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 mol/L, sedangkan pada
neonatus baru tampak apabila serum bilirubin sudah > 5 mg/dL (> 86 mol/L). Pada sebagian
besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya (60% pada bayi
cukup bulan dan 80% pada bayi kurang bulan). Oleh karenanya harus selalu waspada,
khususnya terhadap bilirubin indirek karena sifatnya yang toksik dan merusak jaringan
(ensefalopati bilirubin/kernikterus).
Serum bilirubin pada ikterus fisiologis berkisar 5-6 mg/dL (86-103 mol/L), timbul
48-120 jam setelah bayi lahir, dan pada bayi-bayi Asia atau bayi-bayi dengan usia kehamilan
35-37 minggu, level serum bilirubin tidak meningkat sampai bayi berusia 7 hari. Peningkatan
level bilirubin indirek yang lebih tinggi lagi tergolong patologis yang dapat disebabkan oleh
berbagai keadaan. Bayi cukup bulan dengan bilirubin total 25-30 mg/dL (428-513 mol/L)
mempunyai risiko tinggi terserang toksisitas bilirubin.
Terapi sinar di mana kulit bayi terpapar sinar terbukti aman dan efektif menurunkan
toksitas bilirubin dengan cara meningkatkan ekskresi bilirubin. Transfusi tukar ditujukan
untuk menghilangkan bilirubin dari sirkulasi, apabila dengan terapi sinar gagal. Beberapa
obat-obatan (IVIG = Intra Venous Immuno Globulin, phenobarbital, metalloporphyrins)
dipakai untuk menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin serta
menghambat pembentukan bilirubin.

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Blackbun ST , penyunting. Bilirubin metabolism, maternal, fetal & neonatal


physiology. a clinical perspective. Edisi ke 3. Saunders. Misouri;2007.
2. Sukadi A. Hiperbilirubinemia dalam Buku Ajar Neonatologi IDAI. Edisi pertama.
Jakarta: IDAI; 2014. h. 147-69
3. Martiza I. Ikterus dalam Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi IDAI Jilid 1. Jakarta:
IDAI; 2012
4. WHO. Penatalayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO; 2009
5. American

Academy

of

Pediatrics.

Subcommittee

on

Hyperbilirubinemia.

Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of


gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294.
6. Nelson textbook of Pediatric. Hyperbilirubinemia Dalam: Nelson textbook of
Pediatric , 17th Ed, Philadelphia WB Saunders, Co, 2004

26

Anda mungkin juga menyukai