Demam Typhoid
KELOMPOK X
Marissa Rusyani
03007156
Ahmad Fatahillah
03009006
Arianda Nurbani W
03009028
03009048
Dhika Claresta
03009068
Firdha Aqmarina
03009090
Hikmah Soraya
03009112
Krisna Adiyuda
03009132
Michelle Jansye
03009154
03009170
Ria Afriani
03009200
03009232
Umi Kalsum
03009258
Yulius Nugroho
03009280
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
Tanggal 17 januari 2009 KRM mendapatkan vaksinansi tifoid di klinik imunisasi keluarga,
kelapa gading. Pada kartu imunisasi tertulis kekebalannya akan efektif selama 3 tahun.
Namun pada tanggal 18 Agustus 2010, laporan laboratorium menunjukkan KRM terkena
tifoid.
Setelah konsultasi ke dokter internis, KRM dirawat di rumah sakit selama 3 hari. Pada 23
Agustus sampai 2 September 2010 KRM menghubungi klinik imunisasi tersebut dan
berbicara dengan dokternya. Pihak klinik menggunakan vaksin tifoid vi. Mereka mengatakan
bahwa vaksin tidak 100% efektif, melainkan sekitar 70% saja.
BAB III
STATUS PASIEN
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: KRM
Umur
:-
Jenis kelamin
: Laki-laki
Status Pernikahan
:-
Agama
:-
Pekerjaan
:-
Alamat
:-
Asal
:-
Pendidikan terakhir
:-
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Demam typhoid
:-
Riwayat Imunisasi
Riwayat Alergi
:-
:-
Riwayat Pengobatan
:-
Riwayat Kebiasaan
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
1. Tanda vital
4
a. Nadi
:-
b. Tekanan darah
:-
c. Pernapasan
:-
d. Suhu
:-
e. TB/BB
:-
2. Status mental
a. Kesadaran
:-
b. Kesan sakit
:-
c. Penampilan pasien
:-
3. Kulit
4. Kelenjar getah bening
5. Kepala dan wajah
6. Leher
7. Thorax
a. Jantung
b. Pulmo
8. Abdomen
9. Urogenital
10. Genitalia eksterna
11. Anus dan rectum
12. Ekstremitas
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah Rutin
2. Pemeriksaan Widal
3. Kultur Darah
V.
DIAGNOSIS KERJA
Demam Thyphoid
VI.
PENATALAKSANAAN
1. Tirah baring
2. Pemberian antimikroba
3. Diet dan terapi penunjang
5
4. Edukasi
VII.
PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanationam
Ad fungtionam
: Bonam
: Dubia ad Bonam
: Bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
I.
PATOFISIOLOGI KASUS
PENATALAKSANAAN 4
II.
a. Tirah baring. Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan,
minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan
mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga
kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai.
b. Pemberian antimikroba. Dengan tujuan menghentikan dan mencegah penularan
kuman. Diberikan Kloramfenikol 4x500 mg perhari oral atau i.v diberikan sampai
7 hari bebas panas.
c. Diet dan terapi penunjang. Diberikan bubur saring, kemudian ditingkatkan
menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi yang pemberiannya disesuaikan
dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring ditujukan untuk
menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus.
d. Edukasi. Pasien diberikan edukasi tentang menjaga kebersihan pribadi dan
menjaga apa yang masuk mulut (diminum atau dimakan) dan pasien juga perlu
dianjurkan untuk vaksinasi kembali demam typhoid
III.
VAKSINASI
Imunisasi pada dewasa perlu dilakukan karena :
Keadaan pasien
Tanyakan apakah pasien memiliki alergi tertentu?
Persiapan adrenalin ( bila terjadi shock anafilaktik)
Apakah saat ini pasien sedang menggunakan obat?
Apakah pasien dalam keadaan imunnodefidiensi?
Beritahu kepada pasien tentang kontraindikasi obat
8
2. Vaksin:
Cara penyuntikan
a. Intramuskular (im): diberikan pada orang dewasa di daerah deltoid menggunakan
jarum A 22-25.
b. Subkutan (s.c) : diberikan pada daerah anterolateral paha atau lengan dengan jarum
A22-25 yang panjangnya 5/8 atau inci.
c. Intradermal (i.d) : diberikan pada bagian volar lengan. Karena jumlah antigen yang
disuntikkan sedikit tehnik penyuntikan harus benar dan setelah penyuntikan terbentuk
benjolan
Perkembangan Imunisasi dewasa di Indonesia tahun 2003 20085
1. Vaksin HPV
Kanker leher rahim merupakan kanker nomor 2 yang paling sering menyerang
wanita di seluruh dunia. Lebih dari 95 % dari kanker leher rahim disebabkan oleh virus
yang dikenal dengan Human Papiloma Virusgenital warts). Vaksin diberikan 3 dosis dalam
6 bulan. (HPV). HPV merupakan sejenis virus yang menyerang manusia. Terdapat lebih
dari 120 tipe HPV dan 2 tipe diantaranya yaitu tipe 16 dan 18, tipe tersebut merupakan tipe
terbanyak yang menyebabkan kanker leher rahim. Infeksi HPV paling sering terjadi pada
kalangan dewasa muda (18-28 tahun). Gejala awal kondisi pra-kanker umumnya ditandai
dengan ditentukannya sel-sel abnormal bawah leher rahim yang dapat ditemukan melalui
papsmear. HPV dapat menginfeksi semua orang karena HPV dapat menyebar melalui
hubungan seksual. Wanita yang mulai berhubungan seksual pada usia di bawah 20 tahun
serta sering berganti pasangan seksual berisiko tinggi untuk terkena HPV. Saat ini kanker
leher rahim dapat dicegah dengan pemberian vaksin HPV yang dapat membantu
memberikan perlindungan terhadap beberapa tipe HPV yang dapat menyebabkan masalah
dan komplikasi kanker leher rahim dan penyakit kutil kelamin.
sendiri oleh masyarakat imunisasi influenza dianjurkan dimulai. Sejak umur 50 tahun.
Sedangkan bagi pasien yang berpenyakit kronik pemberian vaksin ini dianjurkan meski
usia di bawah 50 tahun (lihat indikasi imunisasi influenza)
Selain influenza juga direkomendasikan imunisasi penumokok. Vaksin ini cukup
diberikan 5 tahun sekali.
4. Vaksin Herpes Zooster
Di luar negeri telah tersedia vaksin Herpes Zoster. Vaksin ini masih dalam tahap
registrasi di Indonesia sampai naskah buku ini dibuat. Vaksin ini bermanfaat untuk
mencegah penularan Herpes Zoster. Untuk penderita usia lanjut vaksin ini juga bermanfaat
untuk mengurangi nyeri pasca infeksi herpes Zoster. Karena itu imunisasi Herpes Zoster
diutamakan untuk kelompok usia lanjut.
Jadwal Imunisasi Dewasa
Keterangan:
1. Direkomendasikan untuk setiap orang yang memenuhi kriteria usia dan tidak terdapat
bukti imunitas (tidak tercatat/terdokumentasi atau tidak pernah mendapatkan infeksi
sebelumnya)
2. Direkomendasikan jika faktor risiko lain ditemukan (yang berkaitan dengan risiko medis,
pekerjaan, gaya hidup, atau indikasi lain)
11
3. Beberapa perubahan yang terlihat dibandingkan rekomendasi oleh PAPDI tahun 2003
adalah:
Perbedaan pembagian kelompok usia, di mana pada jadwal tahun 2008 hanya
dikelompokkan menjadi 3 grup.
Penambahan jadwal vaksin untuk Human Papilloma Virus (HPV). Manfaat imunisasi
HPV nyata pada pasien yang belum pernah melakukan hubungan seksual dan dalam
kelompok umur pada usia dibawah 26 tahun. Namun imunisasi HPV masih
bermanfaat pada kelompok umur 27 sampai 55 tahun (meski manfaatnya tidak
sebesar mereka yang belum melakukan hubungan seksual atau usia < 26 tahun)
Penambahan jadwal vaksinasi Zoster yang diutamakan pada kelompok usia lanjut.
Seluruh orang dewasa harus mendapat vaksinasi lengkap 3 dosis seri primer dari
difteri dan toksoid tetanus, dengan 2 dosis diberikan paling tidak dengan jarak 4
minggu dan dosis ketiga diberikan 6 hingga 12 bulan setelah dosis kedua. Jika orang
dewasa belum pernah mendapat imunisasi tetanus dan difteri maka diberikan seri
primer diikuti dosis penguat setiap 10 tahun.
Efektivitas : 90 %
Orang dewasa yang lahir sebelum 1957 dianggap telah mendapat imunitas secara
alamiah. Orang dewasa yang lahir pada tahun 1957 atau sesudahnya perlu mendapat 1
dosis vaksin MMR. Beberapa kelompok orang dewasa yang berisiko terpapar
mungkin memerlukan 2 dosis yang diberikan tidak kurang dari jarak 4 minggu.
Misalnya mereka yang kerja di fasilitas kesehatan dan yang sering melakukan
perjalanan.
Efektivitas : 90-95%
12
3. Influenza
Vaksinasi influenza dilakukan setiap tahun bagi orang dewasa dengan usia 50 tahun;
penghuni rumah jompo dan penghuni fasilitas-fasilitas lain dalam waktu lama
(misalnya biara, asrama dsb); orang muda dengan penyakit jantung, paru kronis,
penyakit metabolisme (termasuk diabetes), disfungsi ginjal, hemoglobinopati atau
immunosupresi, HIV juga untuk anggota rumah tangga, perawat dan petugas-petugas
kesehatan di atas. Vaksin ini juga dianjurkan untuk calon jemaah haji karena risiko
paparan yang cukup tinggi. Di Amerika Serikat dan Australia imunisasi influenza
telah dijadikan program sehingga semua orang yang berumur 65 tahun atau lebih
mendapat layanan imunisasi infuenza melalui program pemerintah.
Efektivitas : 88 89%.
Catatan : vaksin ini dianjurkan untuk usia 50 tahun untuk individualsedangkan untuk
program, usia 65 tahun.
4.
Pneumokok
Vaksin polisakarida pneumokok diberikan , pada orang dewasa usia >65 tahun dan
mereka yang berusia < 65 tahun dengan penyakit kardiovaskular kronis, penyakit paru
kronis, diabetes melitus, alkoholik chirrosis, kebocoran cairan serebospinal, asplenia
anatomik/fungsional, infeksi HIV, leukemia, penyakit limfoma Hodgkins, mieloma
berganda, malignansi umum, gagal ginjal kronis, gejala nefrotik, atau mendapat
kemoterapiimunosupresif. Vaksinasi ulang secara rutin pada individu imunokompeten
yang sebelumnya mendapat Vaksinasi Pneumo 23 valensi tidak dianjurkan; tetapi,
revaksinasi dianjurkan jika vaksinasi sebelumnya sudah > 5 tahun dan juga:
a) Umur <65 th ketika divaksinasi terdahulu dan sekarang > 65 th
b) Merupakan individu berisiko tinggi terjadinya infeksi pneumokok yang serius
(sesuai deskripsi Advisory Comittee on Immunization Practice ,ACIP)
c) Individu yang mempunyai tingkat antibodi yang cepat sekali turun
Efektivitas : 90 %
13
5. Hepatitis A
Vaksin Hepatitis A diberikan dua dosis dengan jarak 6 hingga 12 bulan pada individu
berisiko terjadinya infeksi virus Hepatitis A, seperti penyaji makanan (food handlers)
dan mereka yang menginginkan imunitas, populasi yang berisiko tinggi mis: individu
yang sering melakukan perjalanan atau bekerja di suatu negara yang mempunyai
prevalensi tinggi Hepatitis A, homoseksual, pengguna narkoba, penderita penyakit
hati, individu yang bekerja dengan hewan primata terinfeksi Hepatitis A atau peneliti
virus Hepatitis A,
Efektivitas : 94-100%
Rute :i.m
6. Hepatitis B
Dewasa yang berisiko terinfeksi Hepatitis B: Individu yang terpapar darah atau
produk darah dalam kerjanya, klien dan staff dari institusi pendidikan manusia cacat,
pasien hemodialisis, penerima konsentrat faktor VIII atau IX, rumah tangga atau
kontak seksual dengan individu yang teridentifikasi positif HBsAg-nya, individu yang
berencana pergi atau tinggal di suatu tempat dimana infeksi Hepatitis B sering
dijumpai, pengguna obat injeksi, homoseksual/biseksual aktif, individu heteroseksual
aktif dengan pasangan berganti-ganti atau baru terkena PMS, fasilitas penampungan
korban narkoba, individu etnis kepulauan pasifik atau imigran/pengungsi baru dimana
endemisitas daerah asal sangat tinggi/lumayan. Berikan 3-dosis dengan jadual 0, 1
dan 6 bulan. Bila setelah imunisasi terdapat respons yang baik maka tidak perlu
dilakukan pemberian imuniasasi penguat (booster).
Efektivitas : 75-90%
7. Meningokok
14
Efektivitas : 90%
8. Varisela
Vaksin varisela diberikan pada pada individu yang akan kontak dekat dengan pasien
yang berisiko tinggi terjadinya komplikasi (misalnya petugas kesehatan dan keluarga
yang kontak dengan individu imunokompromais). Pertimbangkan vaksinasi bagi
mereka yang berisiko tinggi terpapar virus varisela, seperti mereka yang pekerjaannya
berisiko (misalnya guru yang mengajar anak-anak, petugas kesehatan, dan residen
serta staf di lingkungan institusi), mahasiswa, penghuni serta staf institusi penyadaran
(rehabilitasi) anggota militer, wanita usia subur yang belum hamil, dan mereka yang
sering melakukan perjalanan kerja/ wisata. Vaksinasi terdiri dari 2 dosis yang
diberikan dengan jarak 4 8 minggu.
Efektivitas : 86 %
Selain vaksin di atas juga digunakan vaksin berikut pada orang dewasa.
9. Demam Tifoid
Efektivitas : 50-80 %
Vaksin ini diwajibkan oleh WHO bagi wisatawan yang akan berkunjung ke Afrika
Selatan. Ulangan vaksinasi setiap 10 tahun.
Efektivitas : tinggi
15
Untuk wisatawan yang akan bepergian ke daerah endemis (Asia) dan tinggal lebih
daripada 30 hari atau akan tinggal lama di sana, terutama jika mereka melakukan
aktivitas di pedesaan.
Efektivitas : 91 %
12. Rabies
Rute penyuntikan : IM , SC
IV.
Vaksin demam tifoid dapat diberikan melalui dua cara, yaitu secara oral dan parenteral (intra
muskular). Berikut pembahasan lebih dalam mengenai masing-masing vaksin:
3. Vaksin demam tifoid oral
Sasaran
Kemasan
: Kapsul
Komposisi
Penyimpanan
Daya proteksi
: 50%-80%
Booster
: Tiap 5 tahun
Cara pemberian
: Terdiri dari 4 kapsul yang diminum pada hari ke 1,3,5, dan 7. Tidak
boleh diminum dengan air yang tidak terlalu dingin maupun panas satu jam setelah
makan dan harus ditelan utuh.
16
Kontraindikasi
Komposisi
polisakarida 0,025ml, fenol dan larutan bufer yang mengandung natrium klorida,
disodium fosfat, monosodium fosfat dan pelarut suntikan
Penyimpanan
Daya proteksi
: 50%-80%
Booster
Cara pemberian
dengan membentuk sudut 45o-60o. Pada anak berumur kurang dari 3 tahun penyuntikan
dilakukan di bagian paha anterolateral (m. fascus lateralis) sedangkan pada anak diatas 3
tahun dilakukan di m. deltoideus.
Kontraindikasi
17
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
I.
DEMAM TIFOID4
Demam tifoid atau typhus abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil
yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup
banyak diperkirakan 800 /100.000 penduduk per tahun dan tersebar di mana-mana.
Ditemukan hampir sepanjang tahun, tetapi terutama pada musim panas.
Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat
mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang
bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus menerus lebih
dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan anak
baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari.
EPIDEMIOLOGI
Insiden demam tifoid bervariasi tiap daerah dan biasanya terikat dengan sanitasi lingkungan,
di daerah rural (jawa barat) 157 kasus per 100.000 penduduk. Sedangakn di daerah urban
ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan indisen diperkotaan berhubungan erat
dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkingan dengan
pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan.
GEJALA KLINIS
Masa tuntas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala knilis klinis yang
timbul bervariasi, dari ringan hingga berat. Dari asimtomatik hingga kematian. Pada minggu
pertama gejala klinis penyakit ini ditemunkan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit
infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, anoreksia, nyeri otot, mual,
muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk, epistaksis. Pemeriksaan fisik
pada minggu pertama hanya didapatkan adanya kenaikan pada suhu badan. Sifat demam
adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari.
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif,
lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah, serta tremor), hepatomegali,
18
splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau
psikosis.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Untuk ke akuratan dalam penegakan diagnosa penyakit, dokter akan melakukan beberapa
pemeriksaan laboratorium diantaranya :
1. Pemeriksaan darah rutin, leukositosos dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi
sekunder, ditemukan pula adanya anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan
hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. LED meningkat,
SGPT dan SGOT meningkat.
2. Pemeriksaan Widal adalah pemeriksaan darah untuk menemukan zat anti terhadap kuman
tifus. Widal positif kalau titer O 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan
progresif.
3. Uji TOBEX, uji ini mendeteksi antibodi anti-S. thypi O9 pada serum pasien, dengan cara
menghambat ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang
berwarna dengan lipopolisakarida S.thyphi yang terkonjugasi pada partikel magnetic
latex. Jka uji ini positif menandakan adanya infeksi Salmonellae serogroup D walau tidak
secara spesifik meninjuk S.thyphi. infeksi pada S.parathyphi menimbulkan hasil yang
negatif.
4. Uji Typhidot, uji ini mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein
membran luar salmonellae thyphi. Hasil positif pada tes ini didapatkan 2-3 hari setelah
infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen
S.thyphi seberat 50 kD yang terdapat pada strio nitroselulosa.
5. Uji IgM Dipstik, uji ini secara khusus mendeteksi antibody IgM spesifik terhadap
S.thyphi pada spesimen serum atau white blood.
6. Kultur darah, hasil biakan positif memastian demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak
menyingkirkan demam tifoid karena ada beberapa kemungkinan seperti telah mendapat
terapi antibiotik, volume darah yang kurang, riwayat vaksinasi dan saat pengambilan
darah setelah minggu pertama oada saat aglutinasi semakin meningkat.
Sampel darah yang positif dibuat untuk menegakkan diagnosa pasti. Sample urine dan faeces
dua kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah benar-benar
sembuh dan bukan pembawa kuman (carrier).
19
Sedangkan untuk memastikan apakah penyakit yang diderita pasien adalah penyakit lain
maka perlu ada diagnosa banding. Bila terdapat demam lebih dari lima hari, dokter akan
memikirkan kemungkinan selain demam tifoid yaitu penyakit infeksi lain seperti Paratifoid
A, B dan C, demam berdarah (Dengue fever), influenza, malaria, TBC (Tuberculosis), dan
infeksi paru (Pneumonia).
PENATALAKSANAAN
Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan
suportif meliputi istirahat dan diet, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang
terjadi). Istirahat bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurag lebih
selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Diet dan terapi penunjuang dilakukan dengan pertama, pasien diberikan bubur
saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien.
Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan tingkat dini yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan
dengan aman. Juga perlu diberikan vitamin dan mineral untuk mendukung keadaan umum
pasien.
Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan
nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi beberapa obat yang bekerja
secara sinergis dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid perlu diberikan pada renjatan septik.
Pemberan antimikroba juga dapat dilakukan, obat-obat antimikroba yang sering digunakan
untuk mengobati demam tifoid adalah kloramfenikol, tiramfenikol, kotrimoksazol, ampisilin
dan amoksisilin, sefalosporin generasi ketiga, dan golongan flourokuinolon.
Pemberian azitromisin juga dapat dilakukan karena telah dibuktikan bahwa penggunaan obat
ini juka dibandingkan dengan flourokuinolon, azitrimisin secara signifikan mengurangi
kegagalan klinis dan durasi rawat inap.
KOMPLIKASI
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam :
1. Komplikasi intestinal
2. Perdarahan usus
3. Perforasi usus
4. Ileus paralitik
20
5. Komplikasi ekstraintetstinal
a. Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis), miokarditis,
trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi
darah:
anemia
hemolitik,
trombositopenia
dan atau
koagulasi
kematian sangatlah jarang terjadi. Problem serius dari kedua jenis vaksin tifoid sangatlah
jarang. Pada vaksin tifoid yang diinaktivasi, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah : demam,
sakit kepada ,kemerahan atau pembengkakan pada lokasi injeksi. Pada vaksin tifoid yang
dilemahkan, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah demam atau sakit kepala, perut tidak
enak, mual, muntah-muntah atau ruam-ruam (jarang terjadi).
II.
SALMONELLA
jenis
yaitu
salmonella,
escherichia,
klebsiella,
shigella,
proteus,
berbentuk
Gram
negatif
23
BAB VI
KESIMPULAN
Jenis vaksin typhoid ada dua vaksin oral (Ty21a) dan vaksin parenteral (ViCPS).
Jenis vaksin dan jadwal pemberiannya, yang ada saat ini di Indonesia hanya ViCPS (Typhim
Vi). Serokonversi (peningkatan titer antibody 4 kali) setelah vaksinasi dengan ViCPS terjadi
secara cepat yaitu sekitar 15 hari sampai dengan 3 minggu dan bertahan selama 3 tahun. Oleh
karena itu perlu dilakukan vaksinasi ulang setiap 3 tahun 1
Keberhasilan suatu vaksin dipengaruhi oleh faktor vaksin dan manusia itu sendiri.
Vaksin akan bekerja efektiv jika kedua faktor tersebut dipenuhi. Efektivitas vaksin typhoid
tidak 100% efektif, melainkan 50%-70%, maka yang sudah divaksinasipun dianjurkan untuk
melakukan seleksi pada makanan dan minuman yang akan ia konsumsi. 3
24
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Ilmu Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2006:1752-1757
2. Anonymous.
Vaksinasi
Tifus.
30
Desember
2004.
Available
at:
http://www.aventispasteur.co.id/produk_typhin_um.htm
3. Tim Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. 3rd ed. Jakarta :
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia: 2008: 192-196.
4. Widodo D. Demam Tifoid. In: Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati
S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing;
2009; p. 2797-2805
5. Firmansyah
MA.
Konsensus
Imunisasi
Dewasa.
Available
at:
25