Anda di halaman 1dari 24

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D)


SMF Ilmu Penyakit Mata

Disusun oleh:
Lulu Nurul Ula
Peserta :
Hilmi Mawaddi Ahmad
Pevy Astrie Pratista
Kelompok 6 angkatan VII (2010)
Preseptor:
Ike Kusminar, dr.,Sp.M.

SMF ILMU PENYAKIT MATA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RSAU SALAMUN BANDUNG
2015

BASIC SCIENCE
Anatomi dan Fisiologi Mata
Bola mata berbentuk hampir bulat dengan diameter anteroposterior sekiar 24
mm. Terdapat 6 otot penggerak bola mat dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak
didaerah temporal atas didalam rongga orbita. Bola mata dibagian depan (kornea)
mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2
kelengkungan yang berbeda mata mempunyai reseptor khusus untuk mengenali
perubahan sinar dan warna. Secara keseluruhan struktur mata terdiri dari bola mata,
termasuk otot-otot penggerak bola mata, rongga tempat mata berada, kelopak dan bulu
mata.

Gambar. Anatomi Bola Mata

Bola mata di bungkus oleh tiga lapis jaringan, yaitu :


1. Sklera merupakan jaringan ikat kenyal memberikan bentuk pada mata,dan bagian luar
yang melindungi bola mata. Bagian depan disebut kornea yang memudahkan sinar
masuk ke dalam bola mata.

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh
ruang yang mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa di sebut juga
perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea terdiri atas iris, badan sillier dan koroid.
3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang mempunyai susunan 10 lapis. Retina dapat
terlepas dari koroid yang disebut Ablasio retina.

Kornea
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal
sebuah jam tangankecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar
pada persambungan inidisebut sulkus skelaris. Kornea dalam bahasa latin cornum
artinya seperti tanduk, merupakan selaput bening mata, bagian dari mata yang bersifat
tembus cahaya,Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar
0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea
mempunyai limalapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan
epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan
lapisan endotel. Batas antara sclera dankornea disebut limbus kornea. Kornea
merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksisebesar + 43 dioptri. Kalau kornea
udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat
menguraikan sinar sehingga penderita akan melihathalo.
Kornea (latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya, menempati pertengahan dari rongga bola mata
anterior yang terletak diantara sclera. Kornea ini merupakan lapisan avaskuler dan
menjadi salah satu media refraksi ( bersama dengan humor aquos membentuk lensa
positif sebesar 43 dioptri ). Kornea memiliki permukaan posterior lebih cembung
daripada anterior sehingga rata-rata mempunyai ketebalan sekitar 11,5 mm ( untuk
orang dewasa). lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan terdiri atas lapis:
1. Lapisan Epitel

Tebalnya 50m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih, yaitu sel basal, sel poligonal, sel gepeng.

Sel basal sering terlihat mitosis sel.

Epitel dan film air mata merupakan lapisan permukaan dari media penglihatan.

Sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel poligonal
didepannya melalui dermosom dan makula okluden, ikatan ini menghambat pengaliran
air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.


Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat. Bila terjadi
gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayapdan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengansel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui
desmosom danmakula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan
glukosamelalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat
eratkepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.Sedangkan
epitel berasal dari ektoderem permukaan. Epitel memiliki dayaregenerasi

2. Membran Bowman

Terletak dibawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

Membran bowmanMembran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah


membran basal dari epitel.Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur
seperti stroma dan berasaldari epitel bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai
daya generasi

3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen. Pada permukaan terlihat seperti
anyaman yang teratur. Keratosit merupakan sel stroma kornae yang merupakan
fibroblast. StromaLapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Merupakan
lapisantengah pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril kolagen dengan
lebar sekitar 1 m yang saling menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter
kornea, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktulama, dan
kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yangmerupakan
fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit.

4. Membrane Descemet


Merupakan membrane aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
yang dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.

Bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumur hidup.

Membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea yangdihasilkan


oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan
mikroskop elektron, membran ini berkembang terus seumur hidupdan mempunyai tebal
+ 40 mm. Lebih kompak dan elastis daripada membranBowman. Juga lebih resisten
terhadap trauma dan proses patologik lainnyadibandingkan dengan bagian-bagian
kornea yang lain.

5. Endothelium
Berasal dari mesotelium, melekat pada membrane descement melalui
hemidesmosom dan zonula okluden. Terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal,
tebalantara 20-40 mm melekat erat pada membran descemet melalui taut. Endotel
darikornea ini dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan endotel berbeda dengan
lapisanepitel
karena
tidak
mempunyai
daya
regenerasi,
sebaliknya
endotelmengkompensasi sel-sel yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh
endoteldan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi
dapatmenjaga keseimbangan cairan yang tepat akibat gangguan sistem pompa
endotel,stroma bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian
hilangnyatransparansi (kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan
olehepitel dan endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua lapisan
inimempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada lapisanini
maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea
Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran 11-12
mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37.
Korneamemberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total
58,60kekuatan dioptri mata manusia. Kornea juga merupakan sumber astigmatisme
padasistem optik. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari
aqueushumor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai
tambahan,kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu
organtubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya
adalah100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva. Kornea dipersarafi oleh banyak
saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf
siliar longus yang berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembusmembran Bowman melepas selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel

dipersarafisampai pada kedua lapis terdepan. Sensasi dingin oleh Bulbus Krause
ditemukan pada daerah limbus.

Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,


humour aquaeus dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian
besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari percabangan pertama
(oftalmika) dari nervus kranialis V (trigeminus). Transparansi kornea disebabkan oleh
strukturnya yang seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.

Gambar Lapisan Kornea

Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang
uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif
jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh
fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih
penting daripada epitel, dan kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh
lebih parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotelmenyebabkan
edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya
menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel
telah beregenerasi.
Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas
ringan lapisan air mata tersebut, yangmungkin merupakan faktor lain dalam menarik air
dari stroma kornea superfisial danmembantu mempertahankan keadaan dehidrasi
.Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui
epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat
melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus. Epitel adalah sawar yang
efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali kornea ini
cedera, stroma yang avaskular dan membran bowman mudah terkena infeksi oleh
berbagai macam organisme, seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur. Kornea
merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan
pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel danseratnya tertentu
dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior
dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea,segera mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di
kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yanghebat terutama bila letaknya di
daerah pupil.

KERATITIS

Definisi
Keratitis adalah peradangan pada kornea yang ditandai dengan adanya infiltrat
pada kornea, edema kornea, dan dilatasi pembuluh darah.
Diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena yaitu:
1. Keratitis superfisialis apabila mengenal lapisan epitel atau membran bowman.
2. Keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang
mengenai lapisan stroma.

Etiologi

Bakteri

Virus

Jamur

Parasit

Kekeringan pada mata

Pajanan terhadap cahaya yang sangat terang

Benda asing yang masuk ke mata

Reaksi alergi (kosmetik, debu, polusi, atau bahan iritatif lain)

Kekurangan vit. A

Penggunaan lensa kontak yang kurang baik

Patogenesis

Tanda dan Gejala


Fotofobia
Epifora
Blefarospasme
Penurunan visus
Mata merah (injeksi siliar)
Nyeri

Pemeriksaan Pada Keratitis

Tes Placido

Tes Fluoresin

Tes Fistel

Visus

Laboratorium

10

Sensibilitas kornea

Klasifikasi
Klasifikasi Berdasarkan lapisan:
Keratitis Pungtata: Keratitis Pungtata Superfisial, keratitis Pungtata Subepitel
Keratitis Marginal
Keratitis Interstisial
Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
Keratitis Bakteri
Keratitis Jamur
KeratitisVirus
Keratitis Herpetik
Herpes Z ooster
Herpes Simplex (Keratitis Dendritik dan Keratitis Disiformis)
Keratitis Alergi
Keratokonjungtivitis
Keratokonjungtivitis Epidemi
Tukak/ulkus Fliktenular
Keratitis Fasikularis
Keratokonjungtivitis Vernal
Klasifikasi Berdasarkan Bentuk Klinis
Keratitis Flikten
Keratitis Sika
Keratitis Neuroparalitik
Keratitis Numularis

11

12

A. Keratitis Punctata Superfisial


Berupa gambaran infiltrat yang terlihat seperti bercak-bercak halus di
permukaan kornea.
Disebabkan oleh berbagai infeksi virus, sindrom dry eye, blefaritis, keratopati
lagoftalmos, keracunan obat topikal, sinar UV, trauma kimia ringan, dan lensa
kontak
Keluhan: benda asing di mata, nyeri, lakrimasi, fotofobi, injeksi perikorneal
Terapi:
Sulfas atropin 1% 3 x 1 tetes
Salep antibiotik
Mata ditutup

B. Keratitis Marginalis
Infiltrat tertimbun pada tepi kornea, sejajar dengan limbus
Dapat disertai Blefarokonjungtivitis
Disebabkan oleh infeksi lokal konjungtiva, merupakan reaksi hipersensitivitas
terhadap eksotoksin stafilokok.
Terapi :
Antibiotik
Steroid
Vitamin B dan C dosis tinggi
Kauterisasi dengan listrik atau AgNO3

C. Keratitis Intersitial

13

Kondisi dimana pembuluh darah masuk ke dalam kornea dan dapat


menyebabkan hilangnya transparansi kornea
Paling sering disebabkan oleh penyakit Lues
Dapat berlanjut menjadi kebutaan
Keluhan: fotofobia, lakrimasi, nyeri, visus menurun
Terapi
Sulfas atropin 1 % 3 x 1 tetes
Antibiotik
Kortikosteroid

D. Keratitis Bakterial
Organisme tersering : Syaphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis,
Streptococcus pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacteriaceae.
Organisme jarang : Neisseria spp, Moraxella spp, Mycobacterium spp,
Nocardia spp, Non-spore-forming anaerobes, Corynebacterium spp.
Keluhan: mata merah, berair, nyeri pada mata, silau, pandangan menjadi
kabur.
Tanda klinis: hiperemis perikornea, blefarospasme, edema kornea, infiltrasi
kornea.
Terapi :

14

E. Keratitis Jamur
Sering disebabkan oleh spesies jamur:
Nekrosis koagulatif stroma kornea yang meluas dengan edema serat kolagen
dan keratosit
Hifa berpotensi masuk ke membran descement yang intak dan menyebar ke
kamera okuli anterior
Manifestasi Klinis
Sensasi benda asing
Rasa sakit atau ketidaknyamanan mata
Penglihatan buram
Mata merah yang tidak biasa
Air mata berlebih dan sekret berlebih.
Peningkatan kepekaan cahaya
Injeksi konjungtiva dan perikornea
Pus / Hipopion
Infiltrasi stroma
Terapi

o
o

Polyenes termasuk natamycin, nistatin, dan amfoterisin B.


Azole
Imidazole (ketoconazole, miconazole)
Triazole (fluconazole, itraconazole, econazole, dan clotrimazole)
Pyrimidines misalnya flucytosine.

15

F. Keratitis Viral
Disebabkan oleh virus :
o Virus Herpes Simpleks
Menular melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga
hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus, masa
inkubasi 2 hari - 2 minggu.
o Virus Herpes Zooster

Keratitis Herpes Simpleks


Nyeri / sakit
Fotofobia
Penglihatan kabur
Kemerahan
Tearing/Berair

Keratitis herpes simpleks dibagi menjadi 2 :


o Tipe Epitelial
o Tipe Stromal

Terapi :
o IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1 % dan
diberikan setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam).
o Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep.
o Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU , diberikan 1% setiap 4 jam.
o Acyclovir: dalam bentuk salep 3% diberikan setiap 4 jam.

G. Keratitis Herpes Simplex

16

Disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1 maupun tipe 2.


Dapat bersifat primer dan kambuhan.
Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata,
rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus
Infeksi primer ditandai oleh adanya demam, malaise, limfadenopati
preaurikuler, konjungtivitis folikutans, blefaritis, dan 2/3 kasus terjadi
keratitis epitelial.
Patofisiologi
Pada epitelial : kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intraepitelial
mengakibatkan kerusakan sel epitel dan membentuk tukak kornea
superfisial.
Pada stromal : terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang
menyerang yaitu reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke dalam
stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak
virus tetapi juga akan merusak stroma di sekitarnya.
Pada dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh sendiri, akan tetapi pada
keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh sangat lemah akan menjadi parah
dan menyerang stroma

Gambaran Klinik
Gejala-gejala subyektif keratitis epitelial meliputi: fotofobia, injeksi
perikorneal, dan penglihatan kabur.
Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi
epitel, berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea.
Pada keratitis herpes simpleks ringan tidak terdapat fotofobia

Lesi dendritik merupakan gambaran lesi yang memiliki percabangan linear


dengan tepian kabur dan memiliki bulbus terminalis pada ujungnya.

Lesi geografik yaitu lesi dendritik menahun dengan lesi berbentuk lebih lebar.
Hal ini terjadi akibat bentukan ulkus bercabang yang melebar dan bentuknya
menjadi ovoid. Dengan demikian gambaran ulkus menjadi seperti peta geografi
dengan kaki cabang mengelilingi ulkus. Tepian ulkus tidak kabur.

17

H. Keratitis Disiformis
Keratitis diskiformis adalah bentuk penyakit stroma paling umum pada
infeksi HSV.
Stroma yang edema berbentuk cakram, tanpa infiltrasi berarti, dan tanpa
vaskularisasi.
Edemanya dapat berat dan membentuk lipatan-lipatan di membran
Descement.
Endapan keratik ditemukan tepat dibawah lesi disiformis.
Edema adalah tanda terpenting dan penyembuhan dapat terjadi dengan parut
dan vaskularisasi minimal
Penatalaksanaan
Debridement
- Debridement epithelial perlu dilakukan karena virus berlokasi didalam
epithelial
- Mengurangi beban antigenic virus pada stroma kornea.
- Epitel sehat melekat erat pada kornea namun epitel yang terinfeksi
mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas
khusus. Obat siklopegik seperti atropine 1% atau homatropin 5% diteteskan
kedalam sakus konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus
diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh
umumnya dalam 72 jam.
Terapi Obat
- IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan
diberikan setiap jam, salep 0, 5 % diberikan setiap 4 jam)
- Vibrabin: sama dengan ID U tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep
- Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan ID U, diberikan 1% setiap 4
jam
- Asiklovir (salep 3 %), diberikan setiap 4 jam.
- Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya
pada orang atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif.
Terapi Bedah

18

-Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi


penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea yang berat, namun
hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif.

I. Keratitis Alergi
Etiologi
o Reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata, biasanya
penderita sering menunjukkan gejala alergi terhadap tepung sari
rumput-rumputan.
Manifestasi Klinis
o Bentuk palpebra: cobble stone (pertumbuhan papil yang besar),
diliputi sekret mukoid.
o Bentuk limbus: tantras dot (penonjolan berwarna abu-abu, seperti
lilin)
o Gatal
o Fotofobia
o Sensasi benda asing
o Mata berair dan blefarospasme
Terapi
o Biasa sembuh sendiri
o Steroid topikal dan sistemik
o Kompres dingin
o Obat vasokonstriktor
o Cromolyn sodium topikal
o Koagulasi cryo CO2.
o Pembedahan kecil (eksisi).
o Antihistamin umumnya tidak efektif
o Kontraindikasi untuk pemasangan lensa kontak

J. Keratitis Flikten
Flikten merupakan benjolan berdiameter 1-3 mm berwarna abu-abu pada
lapisan superfisial kornea.
Epitel diatasnya mudah pecah dan membentuk ulkus.

19

Ulkus dapat sembuh tanpa meninggalkan sikatrik. Ataupun menjalar dari


pinggir ke tengah, dengan pinggir meninggalkan sikatrik sedangkan bagian
tengah nya masih aktif, yang disebut wander phlyctaen.
Bersifat kambuhan dapat menyebabkan kelainan kornea berbentuk bercakbercak sikatrik, menyerupai pulau-pulau yang disertai geographic pattern.
Terapi
a. Kortikosteroid lokal
b. Tetes mata atropin 1%
c. Salep mata antibiotik
d. Perbaikan gizi dan lingkungan
e. Obati TB paru

K. Keratitis Sika
Merupakan peradangan konjungtiva dan kornea akibat keringnya permukaan
kornea dan konjungtiva. Penyebab keringnya permukaan konjungtiva dan
kornea, yaitu:
o Berkurangnya komponen lemak, seperti pada blefaritis
o Berkurangnya airmata, seperti pada syndrome syrogen, setelah memakai
obat diuretik, atropin atau dijumpai pada usia tua.
o Berkurangnya komponen musin, dijumpai pada keadaan avitaminosis A,
penyakit-penyakit yang menyebabkan cacatnya konjungtiva, seperti
trauma kimia, Sindrom Steven Johnson, trakoma.
o Penguapan yang berlebihan seperti pada kehidupan gurun pasir,
lagoftalmus, keratitis neuroparalitika.
o Adanya sikatrik pada kornea.
Gambaran Klinis
mata terasa gatal
terasa seperti ada pasir
Fotopobia
visus menurun
secret lengket
mata terasa kering.
Permukaan kornea kasar dan ireguler
Rasa nyeri berulang-ulang karena erosi yang multipel
Berlangsung lama penebalan epitel pada seluruh kornea

20

Terdapat infiltrat-infiltrat kecil,letak epiteleal,tes fluoresen (+). Terdapat


juga benang-benang (filamen) yang sebenarnya sekret yang menempel,
karena itu, disebut juga keratitis filamentosa.
Pengobatan
Tidak ada yang spesifik
Air mata buatan

L. Keratitis Numularis
Diduga dari virus
Pada klinis tanda-tanda radang tidak jelas
Terdapat infiltrat bulat-bulat subepitelial di kornea, dimana tengahnya lebih
jernih, disebut halo (diduga terjadi karena resorpsi dari infiltrat yang dimulai
di tengah)
Tes fluoresen (-)
Keratitis ini kalau sembuh meninggalkan sikatrik yang ringan.
Gambaran Klinis:
Mata merah
Fotofobia
Mata unilateral yang terserang
Lakrimasi
Pengobatan:
Kortikosteroid lokal
M. Keratitis Neuroparalitik

Gangguan pada N.V karena infeksi herpes zooster, tumor pada fossa posterior
cranium,dll yang menyebabkan gangguan pada saraf tsb, maka kornea menjadi
tdk sensitif lagi dan metabolisme kornea menjadi terganggu mata mudah
terkena trauma dan infeksi

Gambaran Klinis

21

a. Mata merah, injeksi perikornea, tak sakit


b. Terdapat kerusakan superfisial di seluruh kornea
c. Tes fluoresin (+), fotofobia, lakrimasi

Pengobatan: untuk mencegah infeksi sekunder, alat pelindung mata

DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, H. Sidarta. 2014. Ilmu Penyakit Mata edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
Junquiera L.C., Carneiro J.,O Kelly R. Basic Histology, Appleton & Lange, 2005

22

Kanski, Jack J., Brad Bowling, Ken K. Nischal, and Andrew Pearson. Clinical
Ophthalmology

Systematic

Approach.

Edinburgh;

New

York:

Elsevier/Saunders,
2011.http://www.clinicalkey.com/dura/browse/bookChapter/3-s2.0C20090396087.
Moore, Keith L. Clinically Oriented Anatomy. 6th ed. Philadelphia: Wolters
Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins, 2010.
Oliver J, Cassidy L. 2005. Opthalmology at glance
Paul Riodan, Whitcher Paul. 2007. Vaughan & Asbury General opthalmology. Edisi 17.
Lange

23

Anda mungkin juga menyukai