Anda di halaman 1dari 2

PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW DITENGAH MARAKNYA

KEMUNCULAN AJARAN SESAT

 H. E. Nadzier Wiriadinata

Kelahiran seorang manusia sebetulnya merupakan perkara yang biasa kita temui sehari-hari.
Setiap hari, setiap jam, bahkan setiap menit tidak henti-hentinya bayi-bayi manusia lahir di
dunia ini. Kelahiran Muhammad SAW. tentu tidaklah bermakna apa-apa seandainya beliau
tidak diangkat sebagai nabi dan rasul Allah, yang bertugas untuk menyampaikan wahyu-Nya
kepada umat manusia. Karena faktor keistimewaan inilah kenapa kemudian sebagian
masyarakat muslim memandang patut memperingati kelahiran beliau.

Peringatan Maulid Nabi  Muhammad SAW memang bukan hari besar Islam jika mengacu
pada pandangan Al Quran dan Hadis. Bahkan, Nabi Muhammad SAW sendiri tak 
menganjurkan hari kelahirannya diperingati. Bahwa kemudian banyak kaum muslimin di
berbagai negara melaksanakan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW tentunya harus kita
sikapi secara positif dan harus difahami dalam konteks syiar. Dengan kata lain, Aktivitas
peringatan tersebut harus dimaknai sebagai bagian dari upaya mengajak masyarakat untuk
meresapi nilai-nilai dan hikmah yang terkandung dalam perjalanan hidup beliau yang patut
diteladani.

Kita bisa menyimpulkan bahwa makna terpenting dari kelahiran Nabi Muhammad SAW
adalah peran beliau dalam membidani lahirnya masyarakat baru, yakni masyarakat Islam;
sebuah masyarakat yang tatanan kehidupannya diatur seluruhnya oleh aturan-aturan Islam.
Dalam konteks inilah sebenarnya peringatan maulid Nabi Muhammad SAW harus
ditempatkan.

Munculnya berbagai aliran sesat semakin menguatkan dugaan kita bahwa tidak sedikit
masyarakat kita yang belum memahami secara utuh inti ajaran Islam. Tidak sedikit
masyarakat kita hanya memahami Islam tidak lebih sebagai kumpulan ajaran-ajaran fiqh
yang kaku semata. Akibatnya aspek legalitas formal begitu kental sementara aspek
ruhaniahnya terabaikan. Ini adalah akibat langsung dari pola pemahaman Islam melalui
kekuatan daya fikir semata tanpa melibatkan daya lain yang juga merupakan potensi manusia,
yaitu qolb. Masyarakat kita kurang memahami betapa qalb inilah yang seharusnya diberikan
porsi yang lebih besar dalam memahami inti ajaran Islam.

Ketika Islam hanya difahami melalui daya fikir semata yang muncul adalah masyarakat yang
sombong, tidak berakhlaq, rakus, tidak jujur, labil, ingin menang sendiri, tidak adil dan
mudah diadu domba. Fenomena ini amat kita rasakan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan
politik di negara Indonesia yang konon mayoritas muslim ini. Berbagai berita melalui media
cetak maupun elektronik tentang tawuran, korupsi serta ketidakadilan di bidang ekonomi
maupun hukum sudah menjadi santapan kita sehari-hari. Dan itu semua adalah bukti-bukti
yang tak terbantahkan.

Sejujurnya harus kita akui bahwa tidak sedikit masyarakat kita yang belum memahami
pentingnya sebuah aktivitas dzikir dan bagaimana efeknya dalam membangun jiwa manusia.
Masyarakat kita hanya memahami dzikir sebatas yang dibaca setelah shalat wajib (tasbih 33
kali, tahmid 33 kali dan takbir 33 kali) . Tidak lebih. Mereka belum menyadari bahwa dzikir
adalah aktivitas qolb yang sebenarnya mampu membangun suatu kesadaran dalam jiwa kita
bahwa Allah itu dekat. Bukankah Allah mengehendaki agar kehadiran-nya dirasakan oleh
kita sehingga saat kita menyembah-Nya seakan-akan kita melihat-Nya?

Ketika masyarakat kita belum sepenuhnya memahami Islam seperti yang terekam dalam al-
Quran dan sunnah Nabi Kita, maka wajarlah kalau kemudian masyarakat kita terjebak dalam
ajaran-ajaran sesat. Ajaran sesat memang tidak akan pernah bisa dihilangkan di muka bumi
ini, tapi bisa diminimalisir. Itulah tugas kita, masyarakat muslim.

Anda mungkin juga menyukai