PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
telah ditetapkan
Pola penyakit
Efektifitas dan keamanan
Pengobatan berbasis bukti
Mutu
Harga
Ketersediaan di pasaran
Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi benarbenar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit di
rumah sakit. Kriteria pemilihan kebutuhan obat yang baik yaitu meliputi:
a. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari
kesamaan jenis
diikuti dengan evaluasi. Cara/tehnik evaluasi yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut:
a. Analisa nilai ABC, untuk evaluasi aspek ekonomi
b. Pertimbangan/kriteria VEN, untuk evaluasi aspek medik/terapi
c. Kombinasi ABC dan VEN
d. Revisi daftar perbekalan farmasI
1) Analisa ABC
Alokasi anggaran ternyata didominasi hanya oleh sebagian kecil atau beberapa
jenis perbekalan farmsi saja. Suatu jenis perbekalan farmasi dapat emakan
anggaran besar karena penggunaannya banyak, atau harganya mahal. Dengan
analisis ABC, jenis-jenis perbekalan farmasi ini dapat diidentifikasi, untuk
kemudian dilakukan evaluasi lebih lanjut. Evaluasi ini misalnya dengan
mengoreksi kembali apakah penggunaannya memang banyak atau apakah ada
alternatif sediaan lain yang lebiih efisiensi biaya (misal merek dagang lain,
bentuk sediaan lain, dsb). Evaluasi terhadap jenis-jenis perbekalan farmasi
yang menyerap biaya terbanyak juga lebih efektif dibandingkan evalusai
terhadap perbekalan farmasi yang relatif memerlukan anggaran sedikit. ABC
bukan
singkatan
melainkan
suatu
penamaan
yang
menunjukkan
(V)
bila
perbekalan
farmasi
tersebut
diperlukan
untuk
menyelamatkan kehidupan (life saving drugs) dan bila tidak tersedia akan
meningkatkan resiko kematian.
b. Esensial (E) bila perbekalan farmasi tersebut terbukti efektif untuk
menyembuhkan penyakit, atau mengurangi penderitaan pasien
c. Non-esensial (N) meliputi aneka ragam perbekalan farmasi yang
digunakan untuk penyakit yang sembuh sendiri (self-limiting disease),
perbekalan farmasi yang diragukan manfaatnya, perbekalan farmsi yang
mahal namun tidak mempunyai kelebihan manfaat dibanding perbekalan
farmasi sejenis lainnya. Kelompok N merupakan jenis obat-obat
penunjang yaitu obat yang bekerjanya ringan dn biasa dipergunakan untuk
menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.
3) Analisa Kombinasi ABC dan VEN
Jenis perbekalan farmasi yang termasuk kategori A dari analisis ABC adalah
benar-benar jenis perbekalan farmasi yang diperlukan untuk penanggulangan
penyakit terbanyak. Dengan kata lain, statusnya harus E dan sebagian V dari
VEN. Sebaliknya, jenis perbekalan farmasi dengan status N harusnya masuk
10
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Analisa ABC Penjualan Obat di RSUP Fatmawati Bulan Mei
September 2015.
Menurut Sabarguna (2005), ciri logistik/persediaan rumah sakit, yaitu spesifik
(obat, alkes, film, rontgen, dan lain-lain), harga yang variatif dan jumlah item
yang sangat banyak. Setiap jenis obat memiliki karakteristik yang berbeda baik
dari jumlah pemakaian maupun harga, yang keduanya menentukan nilai investasi
obat. Sehingga diperlukan perlakuan yang berbeda terhadap setiap jenis obat
terutama pada obat yang nilai investasinya tinggi. Hal ini sesuai menurut Heizer
dan Reider (2010), apabila bahan diperlakukan sama rata, maka tindakan tersebut
terkadang akan merugikan perusahaan karena terdapat perbedaan nilai mata uang
dari bahan yang dipergunakan. Oleh sebab itu diperlukan pengelompokkan obat
berdasarkan nilai investasinya agar dapat menentukkan prioritas persediaan.
Untuk menentukkan prioritas persediaan cara yang paling umum digunakan
adalah dengan analisis ABC.
Menurut Assauri (2004), metode ABC ini menggambarkan Pareto Anaysis,
yang menekankan bahwa sebagian kecil dari jenis-jenis bahan yang terdapat
dalam
mencakup lebih daripada 60% dari seluruh bahan yang terdapat dalam persediaan.
Analisa ABC dilakukan terhadap semua jenis obat yang digunakan di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Fatmawati periode Mei September 2015. Jumlah
11
hasil
analisis
tersebut
dapat
diringkas
untuk
mengetahui
No
Kelompo
k
Jumlah
Item
Biaya (Rp)
1
2
3
A
B
C
94
171
1267
6.242.949.657
1.787.873.957
904.949.364
Persentas
e Item
(%)
6,14
11,16
82,70
Jumlah
1532
8.935.772.978
100
Persentase
Biaya (%)
69,86
20,01
10,13
100
Berdasarkan analisis ABC tersebut terlihat bahwa jumlah obat yang termasuk
kelompok A sebanyak 94 item (6,14 %) dari total 1532 item obat dengan biaya
sebesar Rp 6.242.949.657,- (69,86%), sedangkan yang termasuk kelompok B
sebanyak 171 item (11,16 %) dengan biaya sebesar Rp 1.787.873.957,- (20,01 %),
dan yang termasuk kelompok C sebanyak 1267 item obat (82,70 %) dengan biaya
sebesar Rp 904.949.364,- (10,13%).
Kelompok A merupakan barang dengan jumlah fisik kecil dengan nilai
investasi yang besar sehingga obat tersebut harus memiliki kontrol persediaan
yang lebih ketat, pencatatan harus lebih akurat serta frekuensi pemeriksaan barang
lebih sering. Pengawasan fisik dapat dilakukan lebih ketat dan secara periodik
setiap satu bulan. Kelompok B merupakan barang dengan jumlah fisik dan nilai
investasi yang sedang, sehingga obat yang tergolong kelompok B memerlukan
perhatian yang cukup penting setelah kelompok A. Sedangkan kelompok C
12
merupakan barang dengan jumlah fisik yang besar namun nilai investasi yang
kecil.
Penggunaan analisis ABC dalam perencanaan bertujuan untuk melakukan
identifikasi obat menurut nilai pemakaian dan nilai investasi, sehingga manajemen
yang efektif dapat berkonsentrasi pada obat lainnya yang jumlahnya sedikit tetapi
mempunyai nilai investasi yang besar. Selain itu, analisis ABC juga dapat
memfokuskan perhatian manajemen terhadap penentuan jenis barang yang paling
penting dan perlu diprioritaskan dalam persediaan. Tanpa analisis ABC
dimungkinkan akan dilakukan upaya besar untuk mencoba mengatur semua obat
atau sediaan farmasi dengan prioritas yang sama sehingga menjadi tidak efektif
secara keseluruhan. Dengan pengelompokkan ini, diharapkan IFRS mampu
mengendalikan sekitar 80% - 95% dari nilai obat yang digunakan di RS.
4.1 Hasil Analisa VEN Penjualan Obat di RSUP Fatmawati Bulan Mei
September 2015.
Berbeda dengan analisa ABC, analisa VEN dilakukan untuk menentukkan
prioritas kebutuhan suatu perbekalan farmasi berdasarkan sifatnya. Dengan kata
lain, menentukan apakah suatu jenis perbekalan farmasi termasuk vital (harus
tersedia), esensial (perlu tersedia), atau non esensial (tidak prioritas untuk
disediakan).
Hasil analisa VEN pada penjualan obat di RSUP Fatmawati peride Mei
September 2015 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2 Pengelompokkan Obat Dengan Analisa VEN
No
Kelompok
Jumlah Item
1
2
3
V
E
N
Jumlah
139
1310
83
1532
Persentase
Item (%)
9,07
85,51
5,42
100
13
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa 9,07 % item obat masuk
kedalam kategori V (vital), 85,51% masuk kedalam kategori E (esensial) dan
sisanya, 5,42% , masuk kedalam kategori N (non-esensial). Pengelompokkan
kategori VEN ditentukkan berdasarkan sifat obat itu sendiri. Bila obat tersebut
masuk kedalam trolley emergency di depo-depo farmasi di RSUP Fatmawati maka
obat tersebut akan masuk kedalam kategori V (vital), yaitu perbekalan farmasi
yang diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan (life saving drugs) dan bila
tidak tersedia akan meningkatkan resiko kematian. Contoh obat kategori V adalah
epinefrin, diazepam, digoxin dan lidocain yang terdapat pada trolley emergency
depo Bougenville ruang ICCU. Obat dikelompokkan dalan kategori E apabila
obat tersebut terbukti efektif untuk menyembuhkan penyakit atau mengurangi
penderitaan pasien, contohnya adalah metformin, glibenklamid dan kaptopril. Dan
sisanya masuk kedalam kategori N (non-esensial) yang merupakan aneka ragam
perbekalan farmasi yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh dengan
sendirinya, contohnya adalah suplemen dan vitamin.
4.3 Hasil Analisa ABC VEN Penjualan Obat di RSUP Fatmawati Bulan Mei
September 2015.
Analisa
kombinasi
antara ABC-VEN
biasanya
digunakan
untuk
VA
VB
VC
EA
EB
EC
NA
NB
NC
Obat yang masuk kategori NC menjadi prioritas pertama untuk dikurangi atau
dihilangkan dari rencana kebutuhan, bila dana masih kurang, maka obat kategori
14
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Dengan menggunakan analisis ABC dapat dikelompokkan obat menurut
nilai pemakaian dan nilai investasinya, sehingga lebih memudahkan di
dalam perencanaan dan pengendalian persediaannya.
b. Berdasarkan pemakaian obat di RSUP Fatmawati Periode Mei
September 2015 di dapatkan hasil kelompok A sebanyak 94 item (6,14 %)
dari total 1532 item obat dengan biaya sebesar Rp 6.242.949.657,(69,86%), sedangkan yang termasuk kelompok B sebanyak 171 item
(11,16 %) dengan biaya sebesar Rp 1.787.873.957,- (20,01 %), dan yang
termasuk kelompok C sebanyak 1267 item obat (82,70 %) dengan biaya
sebesar Rp 904.949.364,- (10,13%).
c. Berdasarkan pemakaian obat di RSUP Fatmawati Periode Mei
September 2015 di dapatkan hasil 9,07 % item obat masuk kedalam
kategori V (vital), 85,51% masuk kedalam kategori E (esensial) dan
sisanya, 5,42% , masuk kedalam kategori N (non-esensial).
5.2 Saran
a. Perlu adanya penelitian perencanaan obat menggunakan metode kombinasi
ABC VEN dengan waktu pengamatan selama satu tahun, supaya
didapatkan angka yang mendekati sebenarnya, sehingga dampak terhadap
nilai persediaan dan efisiensinya dapat lebih diketahui.
15
16
LAMPIRA
N