Pokok bahasan
Sub Pokok Bahasan
Pukul
Sasaran
Jumlah peserta
Tempat
:
:
:
:
A. Latar belakang
Retardasi mental (RM) adalah suatu gangguan heterogen yang terdiri dari
fungsi intelektual yang dibawah rata rata dan gangguan dalam ketrampilan adaptif
yang ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun. Gangguan dipengaruhi oleh faktor
genetik, lingkungan dan psikososial. Selama dekade terakhir, semakin dikenali faktor
biologis , termasuk kelainan kromosom kecil, sindrom genetika dan intoksikasi timbal
subklinis dan berbagai pemaparan toksin pranatal pada orang dengan retardasi mental
ringan (sampai 85 persen dari populasi retardasi mental).1
Prevalensi retardasi mental pada suatu waktu diperkirakan adalah kira kira 1
persen dari populasi. Insidensi retardasi mental sulit dihitung karena kesulitan
mengenali onsetnya. Pada banyak kasus, retardasi mungkin laten selama waktu yang
panjang sebelum keterbatasan seseorang diketahui atau karena adaptasi baik. 1
Prevalensi untuk RM ringan 0,37 0,59% sedangkan untuk RM sedang, berat dan
sangat berat adalah 0,3 0,4%.2 Insidensi tertinggi adalah pada anak usia sekolah,
dengan puncak usia 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental 1,5 kali lebih sering pada
laki laki dibandingkan dengan wanita. Pada lanjut usia, prevalensi lebih sedikit
karena mereka dengan retardasi mental yang berat atau sangat berat memiliki angka
mortalitas yang tinggi yang disebabkan dari penyulit gangguan fisik yang menyertai.1
Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar
terutama bagi negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat
sekitar 0.3% dari seluruh populasi dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah 70.
Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka tidak bisa dimanfaatkan karena 0.1%
dari anak-anak ini memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang
hidupnya.3 Sehingga retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan
2
bagi keluarga dan masyarakat. Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan
pencegahannya masih merupakan masalah yang tidak kecil.
B. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan, peserta mampu memahami tentang retardasi
mental secara umum.
C. Tujuan Khusus Penyuluhan
Peserta dapat menyebutkan dan mengerti tentang :
1. Pengertian Retardasi Mental
2. Penyebab Retardasi Mental
3. Gejala klinis Retardasi Mental
4. Penanganganan Retardasi Mental
D. Materi (terlampir)
1. Definisi Retardasi Mental
2. Indikator Retardasi Mental
3. Sebab retardasi mental
4. Tingkatan retardasi mental
5. Penanganan retardasi mental
E. Kegiatan Proses Penyuluhan
No
1.
KEGIATAN PENYULUHAN
Tahap Pembukaan :
KEGIATAN PESERTA
WAKTU
a. Memberi salam
a. Menjawab salam,
b. mendengarkan dan
2 menit
b. Memperkenalkan diri
memperhatikan.
2.
Tahap Pelaksanaan
a. Menggali pengetahuan peserta
30 menit
a. Memperhatikan dan
mengemukakan pendapat
mental
b. Memberikan informasi
b. Mendengarkan dan
memperhatikan informasi
penatalaksanaan pada
c. Mengajukan pertanyaan
3
retardasi mental.
d. Mendengarkan dan
memperhatikan
d. Menjawab pertanyaan
Tahap Penutupan
a. Menyimpulkan materi
a. Bersama penyuluh
menyimpulkan materi
b. Menjawab salam
10 menit
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Masalah retardasi mental terkait dengan semua pihak terutama keluarga atau
orang tuanya. Keluarga merupakan tempat tumbuh kembang seorang individu, maka
keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh kualitas dari individu yang
terbentuk dari norma yang dianut dalam keluarga sebagai patokan perilaku setiap hari.
Lingkungan keluarga secara tidak langsung berpengaruh dalam mendidik seorang
anak karena pada saat lahir dan untuk masa berikutnya yang cukup panjang anak
memerlukan bantuan dari keluarga dan orang lain untuk melangsungkan hidupnya.
Keluarga yang mempunyai anak cacat akan memberikan perlindungan yang
berlebihan pada anaknya sehingga anak mendapatkan kesempatan yang terbatas untuk
mendapatkan pengalaman yang sesuai dengan tingkat perkembangannya (Muttaqin,
2008).
Tanggapan negatif masyarakat tentang anak retardasi mental menimbulkan
berbagai macam reaksi orang tua yang memiliki anak retardasi mental, seperti: orang
tua mengucilkan anak atau tidak mengakui sebagai anak yang retardasi mental. Anak
yang retardasi mental disembunyikan dari masyarakat karena orang tua merasa malu
mempunyai anak keterbelakangan mental. Di sisi lain, ada pula orang tua yang
memberikan perhatian lebih pada anak retardasi mental (Suryani, 2005).
Jika orang tua mendapati bahwa anak mereka mengalami gangguan retardasi
mental, maka kondisi ini merupakan suatu tantangan yang harus diatasi atau
menjadikan kecemasan yang berlebihan sehingga mereka melakukan overproteksi
terhadap anak tersebut. Akibatnya anak tersebut justru tidak dapat berkembang secara
optimal, karena terus menerus bergantung pada orang tua (Sanders, 2007).
Hasil penelitian Hurul (2011) menyatakan bahwa anak dengan retardasi
mental yang memiliki keterbatasan intelektual dan perilaku adaptif, orang tua juga
harus mengajarkan anak mereka tersebut agar dapat meneruskan kelangsungan
hidupnya dan mandiri. Peran orang tua dalam pengasuhan anak sangatlah penting dan
membutuhkan dukungan penuh agar anak itu sendiri dapat hidup mandiri. Hubungan
anak yang retardasi mental dengan orang tuanya sangat penting dibandingkan dengan
hubungan anak yang inteligensinya normal dengan orang tuanya. Kepribadiannya,
termasuk kestabilan atau ketidakstabilan emosinya, sampai pada batas tertentu
mencerminkan kepribadian dan kestabilan emosinya, sampai pada batas tertentu
mencerminkan kepribadian dan kestabilan atau ketidakstabilan emosional orang
tuanya.
BAB II
PEMBAHASAN
Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari
pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari
kemampuan dasar.
Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahita ringan dapat bermain
bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai retardasi mental berat tidak
melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak retardasi mental
Faktor Perinatal
Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi premature dan bayi dengan berat badan
lahir rendah berada dalam resiko tinggi mengalami gangguan neurologis dan intelektual yang
bermanifestasi selama tahun-tahun sekolahnya. Bayi yang menderita pendarahan intrakranial
atau tanda-tanda iskemia serebral terutama rentan terhadap kelainan kognitif. Derajat
gangguan perkembangan saraf biasanya berhubungan dengan beratnya perdarahan
intrakranial.1
3.3. Gangguan Didapat Pada Masa Anak-anak
Kadang-kadang status perkembangan seorang anak dapat berubah secara dramatik
akibat penyakit atau trauma fisik tertentu. Secara retrospektif, kadang-kadang sulit untuk
memastikan gambaran kemajuan perkembangan anak secara lengkap sebelum terjadinya
gangguan, tetapi efek merugikan pada perkembangan atau keterampilan anak tampak setelah
gangguan. Beberapa penyebab yang didapat pada masa anak-anak antara lain :1
Infeksi.
Infeksi yang paling serius mempengaruhi interitas serebral adalah ensefalitis dan
meningitis.
Trauma kepala
9
Penyebab cedera kepala yang terkenal pada anak-anak yag menyebabkan kecacatan
mental, termasuk kejang, adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Tetapi, lebih banyak
cedera kepala yang disebabkan oleh kecelakaan di rumah tangga, seperti terjatuh dari
tangga. Penyiksaan anak juga suatu penyebab cedera kepala.
Masalah lain
Cedera otak dari henti jantung selama anesthesia jarang terjadi. Satu penyebab cedera
otak lengkap atau parsial adalah afiksia yang berhubugan dengan nyaris tenggelam.
Pemaparan jangka panjang dengan timbal adalah penyebab gangguan kecerdasan dan
keterampilan belajar. Tumor intracranial dengan berbagai jenis dan asal, pembedahan,
dan kemoterapi juga dapat merugikan fungsi otak
3.4. Faktor Lingkungan dan Sosiokultural
Suatu bentuk retardasi mental dipengaruhi oleh lingkungan dengan sosioekonomi
rendah. Faktor-faktor psikososial, seperti lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu
yang memberi stimulasi intelektual, penelantaran atau kekerasan dari orang tua, dapat
menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi mental pada anakanak.3
Anak-anak dalam keluarga yang miskin mungkin kekurangan mainan, buku, atau
kesempatan untuk berinteraksi dengan orang dewasa melalui cara-cara yang menstimulasi
secara intelektual akibatnya mereka gagal mengembangkan keterampilan bahasa yang tepat
atau menjadi tidak termotivasi untuk belajar keterampilan-keterampilan yang penting dalam
masyarakat kontemporer. Beban-beban ekonomi seperti keharusan memiliki lebih dari satu
pekerjaan dapat menghambat orang tua untuk meluangkan waktu membacakan buku anakanak, mengobrol panjang lebar, dan memperkenalkan mereka pada permainan kreatif.
Lingkaran kemiskinan dan buruknya perkembangan intelektual dapat berulang dari generasi
ke generasi.3
Kasus yang berhubungan dengan aspek psikososial disebut sebagai retardasi budaya-keluarga
(cultural-familial retardation). Pengaruh cultural yang mungkin memberikan kontribusi
terhadap gangguan ini termasuk penganiayaan, penelantaran, dan deprivasi sosial.3
3.5. Kelainan kromosomal
Jumlah kromosom dalam sel-sel manusia yang berjumlah 46 baru diketahui 50 tahun
yang lalu (Tjio dan Levan, 1956, dalam Durand, 2007). Tiga tahun berikutnya, para peneliti
10
menemukan bahwa penderita Sindroma Down memiliki sebuah kromosom kecil tambahan.
Semenjak itu sejumlah penyimpangan kromosom lain menimbulkan retardasi mental telah
teridentifikasi yaitu Down syndrome dan Fragile X syndrome.
a) Down syndrome
Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya kelebihan kromosom
pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan retardasi mental serta anomali fisik yang beragam. 1
Untuk seorang ibu usia pertengahan (> 32 tahun), resiko memiliki anak dengan sindroma
Down adalah kira-kira 1 dalam 100 kelahiran. Retardasi mental adalah ciri yang menumpang
pada sindrom Down. Sebagian besar pasien berada dlam kelompok retardasi sedang sampai
berat., hanya sebagian kecil yang memiliki IQ di atas 50. Diagnosis sindrom Down relative
mudah pada anak yang lebih besar tetapi seringkali sukar pada neonates. Tanda yang paling
penting pada neonates adalah hipotonia umum, fisura palpebra yang oblik, kulit leher yang
berlebihan, tengkorak yang kecil dan datar, tulang pipi yang tinggi, dan lidah yang menonjol.
Dapat dilihat juga tangan tebal dan lebar, dengan garis transversal tunggal pada telapak
tangan, dan jari kelingking pendek dan melengkung ke dalam.1
b) Sindrom Fragile X
Sindrom fragile X merupakan bentuk retardasi mental yang diwariskan dan
disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X. 1 Diyakini terjadi pada kira-kira 1 tiap 1000
kelahiran laki-laki dan 2000 kelahiran perempuan. Derajat retardasi mental terentang dari
ringan sampai berat. Ciri perilakunya adalah tingginya angka gangguan defisit
atensi/hiperaktivitas, ganguan belajar, dan gangguan perkembangan pervasive seperti
gangguan akuisitik. Defisit dalam fungsi bahasa adalah pembicaraan yang cepat dan
perseveratif dengan kelainan dalam mengkombinasikan kata-kata membentuk frasa dan
kalimat.1
c) Sindrom tangisan kucing (cat-cry [cri-du-chat] syndrome)
Anak-anak dengan sindrom tangisa kucing kehilangan bagian dari kromosom 5.
Mereka mengalami retardasi mental berat dan menunjukkan banyak stigmata yang seringkali
disertai dengan penyimpangan kromosom, seperti mikrosefali, telinga yang letaknya rendah,
fisura palpebra oblik, hipertelorisme, dan mikrognatia. Tangisan seperti kucing yang khas
(disebabkan oleh kelainan laring) yang memberikan nama sindrom secara bertahap berubah
dan menghilang dengan bertambahnya usia.1
11
3.3.
phenylpyruvic, menyebabkan retardasi mental kecuali bila pola makan amat dikontrol. 3 PKU
ditransmisikan dengan trait Mendel autosomal resesif yang sederhana dan terjadi pada kirakira yang di institusi adalah kira-kira 1 persen dalam setiap 10.000 sampai 15.000 kelahiran
hidup. Bagi orang tua yang telah memiliki anak dengan PKU, kemungkinan memiliki anak
lain dengan PKU adalah satu dalam setiap empat sampai lima kehamilan selanjutnya. Defek
metabolisme dasar pada PKU adalah ketidakmampuan untuk mengubah fenilalanin, suatu
asam amino esensial, menjadi paratirosin karena tidak adanya atau tidak aktifnya enzim
fenilalanin hidroksilase, yang mengkatalisis perubahan tersebut.
Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami retardasi yang berat, tetapi beberapa
dilaporkan memiliki kecerdasan yang ambang atau normal. Walaupun gambaran klinis
bervariasi, anak PKU tipikal adalah hiperaktif dan menunjukkan perilaku yang aneh dan tidak
dapat diramalkan, yang menyebabkan sulit ditangani. Mereka seringkali memiliki temper
tantrum dan seringkali menunjukkan gerakan aneh pada tubuhnya dan anggota gerak atas dan
manerisme memutir tangan, dan perilaku mereka kadang-kadang meyerupai anak autistic
atau skizofrenik. Komunikasi verbal dan nonverbal biasanya sangat terganggu atau tidak
ditemukan. Koordiansi anak adalah buruk, dan mereka memiliki banyak kesulitan
perceptual.1
4. PATOFISIOLOGI
Awal pembentukan susunan saraf pusat atau otak dimulai setelah kehamilan 8
minggu. Pertumbuhan dan perkembangan otak dimulai dengan pembentukan lempeng saraf
(neural plate) pada masa embrio, yakni sekitar hari ke-16. Kemudian menggulung
membentuk tabung saraf (neural tube) pada hari ke-22.Pada minggu ke-5 mulailah terlihat
cikal bakal otak besar di ujung tabung saraf. Selajutnya terbentuklah batang otak, serebelum
(otak kecil), dan bagian-bagian lainnya. Perkembangan otak sangat kompleks dan
12
memerlukan beberapa seri proses perkembangan, yang terjadi atas penambahan (poliferasi)
sel, perpindahan (migrasi sel), perubahan (diferensiasi) sel, pembentukan jalinan saraf satu
dengan yang lainnya (sinaps), dan pembentukan selubung saraf (mielinasi).5
Sel saraf (neuron) pada permulaan bentuknya masih sederhana, mengalami
pembelahan menjadi banyak, dan proses ini disebut proliferasi. Proses proliferasi ini
berlangsung selama kehamilan 4-24 minggu, dan selesai pada waktu bayi lahir. Setelah
proses proliferasi, sel saraf akan migrasi ke tempat yang semestinya. Proses migrasi
berlangsung sejak kehamilan kira-kira 16 minggu sampai akhir bulan ke-6 masa gestasi.
Proses migrasi ini terjadi secara bergelombang, yaitu sel saraf yang bermigrasi awal akan
menempati lapisan dalam dan yang bermigrasi kemudian menempati lapisan dalam dan yang
bermigrasi kemudian menempati lapisan luar korteks serebri.5
Pada akhir bulan ke-6, lempeng korteks ini sudah memiliki komponen sel neuron
yang lengkap dan sudah tampak adanya diferensiasi menjadi 6 lapis seperti orang dewasa. Di
tempat yang semestinya, sel saraf mengalami proses diferensiasi (perubahan bentuk,
komposisi, dan fungsi). Sel saraf berubah menjadi sel neuron dengan cabang-cabangnya dan
terbentuk pula sel penunjang (sel Glia). Fungsi sel inilah yang mengatur kehidupan kita
sehari-hari. 5
Setelah lahir hanya terjadi pematangan fungsi sel saraf, tetapi selubung saraf atau
myelin yang disebut mielinisasi masih berkembang. Tetapi, setelah lahir terjadi penambahan
volume dan berat otak, bayi tampak lebih pintar. Hal ini karena adanya pertumbuhan serabut
saraf, adanya peningkatan jumlah sel glia yang luar biasa dan proses mieliniasi akibat proses
stimulasi yang didapat saat lahir.5
Proses perkembangan otak ini memegang peranan penting dalam perkembangan
mental anak, hanya saja keterbatasan pengetahuan tentang neuropatologi terhadap hal yang
menyebabkan kemunduran intelektual, sebagaimana telah dibuktikan dengan adanya 10-20%
otak manusia dengan retardasi mental berat, tetapi terlihat normal secara kesuluruhan.
Sebagian besar otak manusia menunjukkan perubahan yang ringan dan non-spesifik yang
tidak mempunyai hubungan yang kuat dengan derajat kemunduran intelektual.
5. DIAGNOSIS
13
tangga,
ketrampilan
sosial/interpersonal,
menggunakan
sarana
komunitas,
IQ
50 69
35 - 49
20 34
<20
mungkin
mengalami
kecemasan
sebelum
menjumpai
pewawancara.
Pewawancara dan pengasuh harus berusaha untuk memberikan pasien suatu penjelasan
15
yang jelas, suportif, dan konkret tentang proses diagnostik, terutama pasein dengan
bahasa reseptif yang memadai. Dukungan dan pujian harus diberikan dalam bahasa yang
sesuai dengan usia dan pengertian pasien.
Pengendalian pasien terhadap pola motilitas harus dipastikan, dan bukti klinis adanya
distraktibilitas dan distorsi dalam persepsi dan daya ingat harus diperiksa. Pemakaian
bahasa, tes realitas, dan kemampuan menggali dan pengalaman penting untuk dicatat.
Sifat dan maturitas pertahanan pasien (menundukkan diri sendiri menggunakan
penghindaran, represi, penyangkalan, introyeksi, da isolasi) harus diamati. Potensi
sublimasi, toleransi frustasi, dan pengendalian impuls (terutama terhadap dorongan
motorik, agresif, dan seksual) harus dinilai. Juga penting adalah citra diri dan peranannya
dalam perkembangan keyakinan diri, dan juga penilaian keuletan, ketetapan hati,
keingintahuan, dan kemauan menggali hal yang tidak diketahui.
Pada umumnya pemeriksaan psikiatrik pasien yang teretardasi harus mengungkapkan
bagaimana pasien mengalami stadium perkembangan. Dalam hal kegagalan atau regresi,
juga dapat mengembangkan sifat kepribadian yang memungkinkan perencanaan logis
dari penatalaksanaan dan pendekatan pengobatan. 1
c. Pemeriksaan Fisik
Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu yang sering ditemukan
pada orang retardasi mental dan memiliki penyebab prenatal. Sebagai contoh,
konfigurasi dan ukuran kepala memberikan petunjuk terhadap berbagai kondisi seperti
mikrosefali, hidrosefalus, dan sindroma Down. Wajah pasien mungkin memiliki
beberapa stigmata retardasi mental yang sangat mempermudah diagnosis. Tanda fasial
tersebut adalah hipertelorisme, tulang hidung yang datar, alis mata yang menonjol,
lipatan epikantus, opasitas kornea, perubahan retina yag letaknya rendah atau bentuknya
aneh, lidah yang menonjol, dan gangguan gigi geligi. Lingkaran kepala harus diukur
sebagai bagian dari pemeriksaan klinis. Warna dan tekstur kulit dan rambut, palatum
dengan lengkung yang tinggi, ukuran kelenjar tiroid, dan ukuran anak dan batang tubuh
dan ekstremitasnya adalah bidang lain yang digali. 1
d. Pemeriksaan Neurologis
Gangguan sensorik sering terjadi pada orang retardasi mental, sebagai contoh
sampai 10 persen orang retardasi mental mengalami gangguan pendengaran empat kali
lebih tinggi dibandingkan orang normal. Gangguan sensorik dapat berupa gangguan
pendengaran dan gangguan visual. Gangguan pendengaran terentang dari ketulian
16
kortikal sampai deficit pendengaran yang ringan. Gangguan visual dapat terentang dari
kebutaan sampai gangguan konsep ruang, pengenalan rancangan, dan konsep citra tubuh.
Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh kelainan pada tonus otot
(spastisitas
atau
hipotonia),
refleks
(hiperefleksia),
dan
gerakan
involunter
18
Gambaran klinis
c. Pendekatan Kognitif-Behavioral
Penanganan anak dengan gangguan tingkah laku dilakukan dengan Terapi Kognitif
Behavioral, yaitu melatih anak dengan gangguan tingkah laku untuk berpikir bahwa konflik
sosial adalah masalah yang dapat diselesaikan dan bukan merupakan tantangan terhadap
kejantanan mereka, yang harus dibuktikan dengan kekerasan. Anak-anak ini dilatih
menggunakan keterampilan calming self talk, yaitu teknik untuk berpikir & berbicara kepada
diri sendiri, tujuannya adalah menghambat perilaku impulsif, mengendalikan kemarahan, dan
mencoba solusi yang tidak mengandung kekerasan dalam menghadapi konflik sosial.
d. Pendekatan Keluarga-Lingkungan (Family ecological approach).
Pendekatan ini dikembangkan oleh Hanggeler, yang didasarkan pada teori ekologis dari
Urie Bronfenbrenner. Pendekatan ini meyakini bahwa anak berada dalam berbagai sistem
sosial (keluarga, sekolah, hukum, komunitas, dll). Ia menekankan bahwa anak-anak/remaja
yang melanggar peraturan itu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sistem sosial yang
berinteraksi dengan mereka. Teknik yang digunakan adalah berusaha mengubah hubungan
anak dengan berbagai sistem, untuk menghentikan perilaku dan interaksi yang mengganggu.
20
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Retardasi Mental. Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta, 2010
2. Elvira SD, Hadisukanto G. Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 2010
3. Salmiah S: Retardasi Mental. Departemen Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran
Gigi Univeritas Sumatera Utara, Medan, 2010
4. Maslim R. F70-F79 Retardasi Mental. Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, 2003
22
23